Seperti yang ia pikirkan sebelumnya bahwa ia akan berbicara langsung pada Firdaus, maka selama pelajaran Bahasa Indonesia ia selingi dengan menyusun rencana untuk mengajak Firdaus bertemu.
Ia akan menunggu saat yang tepat untuk bertatap muka dengan Firdaus. Kemudian ia akan menanyakan semuanya, kenapa ia suka mengganggunya, apa motivasinya, dan apa yang membuatnya tiba-tiba menghentikan aksinya.
Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang akan mengikuti setelah ia tahu jawabannya.
Saat pulang sekolah, ia melihat Firdaus, Rexi dan Aldo berjalan di lorong kelas. Ia pun memanggilnya.
"Hei, Firdaus."
Cowok itu menoleh sesaat, lalu lanjut berjalan lagi seolah tak acuh.
"Heii, Fir! Sombong amat sih."
Lorong kelas cukup sepi setelah anak-anak lain telah berhamburan pulang, jadi teriakannya tak terlalu memancing perhatian.
Haikal terus berbicara dalam keadaan mengekor di belakang Firdaus.
"Aku mau ngomong sama kamu. Kamu tuh gakjelas tau gak. Tujuannya kamu gangguin aku itu apa? Trus tiba-tiba cuek kayak gak pernah lakuin apa-apa. Maksudnya apa coba??"
Firdaus pun akhirnya berhenti. Ia berbalik menghadap Haikal, lalu dengan perlahan mendekatinya.
Haikal, yang selalu merasa gugup ketika Firdaus berjalan pelan ke arahnya sambil menatapnya lekat seperti yang sering ia lakukan selama ini, menelan ludah mengusir rasa gugupnya. Begitu ia sadar ia refleks membuang pandangan ke bawah, ia pun langsung berusaha menatap Firdaus lagi yang kini telah memojokkannya di dinding koridor.
Sesaat hening sebelum Firdaus berkata, "Kangen ya, sehari gak gua bully, hm?"
"Bukan begitu! Kamu tuh gak jelas tau gak. Kamu kira setelah ngebully aku kamu bisa kabur seenaknya?"
"Oh... jadi lu mau balas dendam? Kapan, tuh?" Nadanya mulai menggoda Haikal.
"Oh, mau sekarang? Sini gelud!" Haikal tampaknya telah punya kepercayaan dirinya.
"Oke, mau digimanain nih, gua?"
Setelah itu Haikal terdiam. Sifat Firdaus ini selalu diluar dugaannya.
Dan saat itu pula, ia melihat Afifah dan salah satu temannya berjalan menuju tempat mereka sekarang.
"Katanya mau balas dendam, hm?" Firdaus menyadarkan Haikal lagi.
Haikal meneguk ludahnya. Sebenarnya ia ingin membiarkan Afifah menghilang dari tempat itu dulu. Tetapi Afifah yang terlihat terbelalak malah menghentikan langkahnya. Ia dan temannya mematung memandang mereka dari dekat balkon.
Maka Haikal pun melanjutkan urusannya dengan Firdaus dengan hati yang sudah sangat berdebar-debar.
"Kita lihat aja nanti."
Firdaus mendengus geli, "Loh, tadi katanya sekarang?"
"Memangnya kamu mau ngapain? Baku hantam? Siapa takut?"
Firdaus mengangkat alisnya terkejut. Kemudian berkata pada Rexi dan Aldo. "Guys, bawain tas sama jaket gua."
Setelah itu ia pun meregangkan kedua tangannya, masih dengan posisi berdiri dekat di hadapan Haikal.
Afifah dan Minah yang terpaku semakin terkejut. Akan ada perkelahian!
Tak disangkanya lagi oleh Haikal, kedua lengan Firdaus terjulur untuk... ditempelkan ke dinding bertumpu pada sikunya, mengunci masing-masing sisi Haikal.
Dan saat itu pula Afifah menarik Minah menjauh melewati punggung Firdaus, berniat menuju ke ruang guru melaporkan kejadian ini.
Dalam hati Haikal terus menyemangati diri sendiri : Apapun respon dia, harus kuhadapi dengan berani. pasti bisa!
Lalu, dengan nada berbisik pelan yang sangat sensual, Firdaus berkata pelan, "bibir kita aja yang baku hantam."
Setelah itu Firdaus mencium Haikal lembut.
Haikal terbelalak, tapi seolah tubuhnya kaku.
Rexi dan Aldo pun terkejut melihat kejadian di luar nalar itu, mereka akhirnya memilih untuk mengejar Afifah, berniat menghentikan kedua gadis itu, sekaligus tidak ingin mengganggu aksi Firdaus sekarang, hahaha.
"Woi, Afifah! Tunggu!"
Rexi pun berhasil menghentikan Afifah di dekat tangga.
"Apaan?"
"Jangan... jangan dilaporin guru! Mereka gak berantem kok! Kita gak ngapa-ngapain, sumpah!"
"Yakin mereka gak berantem?" Afifah hendak menoleh ke arah Firdaus dan Haikal, namun ketika Aldo melihat mereka berdua masih berciuman, Aldo pun dengan panik berusaha mengalihkan pandangan Afifah lagi.
"Eh, iya! Suerr kita gak berantem. Nih ya gue kasih tahu, namanya juga cowok. Candaan kek gitu mah biasa aja kali, ya kan Rex, hehehe..." Tawanya terdengar sangat garing dan kelabakan, sambil menyikut Rexi.
"Nah, jadi gakperlu lapor, oke!" Tambah Rexi. Dan ketika ia melihat Firdaus telah melepaskan ciumannya, barulah Rexi berkata dengan lega, "Tuh, lihat, gaada apa-apa kan."
Afifah dan Minah pun menoleh ke belakang. Ia melihat Haikal menutup mulutnya dengan satu tangan, sedikit menunduk dan Firdaus yang tersenyum simpul.
Rexi dan Aldo pun menghela napas lega, alhamdulillah Afifah dan Minah tidak melihat semua adegan yang not safe for work....
"Aku gak yakin, deh..." Afifah mengernyit.
Seakan mengabulkan kecurigaan gadis cantik berhijab itu, kini Haikal terlihat memukul bahu Firdaus. Firdaus meraih tangan itu, dan menarik Haikal sampai terhuyung.
"Tuh, kan! Bener mereka berantem!" Pekik Afifah, dan menggandeng Minah lagi menyusuri koridor.
"Eh, eh, eh!" Rexi mengejar gadis itu. "Woi, kenapa enggak lu lerai aja, sih?"
Dengan cepat Rexi menarik tangan Afifah dan menyeretnya lagi ke arah Firdaus dan Haikal yang kini bergerak turun di tangga yang berlawanan dengan posisi mereka sekarang.
Kali ini Afifah tidak ikut menggandeng Minah. Dan entah apa yang membuat Minah tidak mengikuti Rexi, Aldo dan Afifah, gadis itu justru terdiam di tempatnya melihat teman-temannya meninggalkannya.
"Siti Aminah?" Panggil seseorang di belakangnya.
Minah sedikit terkejut sebelum berbalik. Tampak Pak Imam baru saja selesai mengajar di suatu kelas, dengan membawa map dan berbagai buku pegangannya.
"Kok sendirian, nok?" Tanya beliau.
"Eh... emm, gak apa-apa sih, Pak... nungguin temen..."
Entah kenapa Minah juga tak merasa ingin mengungkapkan semua kebingungannya pada Pak Imam, meskipun ia tahu Pak Imam dikenal sangat ramah dan terbuka pada murid-muridnya, begitu pula sebaliknya.
Haikal's POVHari ini, untuk pertama kalinya setelah aku jadi siswa SMA, aku akhirnya bisa istirahat bareng Mas Iman. Sebelum-sebelumnya aku hampir tak pernah bertemu dengannya selain sepulang sekolah. Itu pun juga aku yang mencarinya.Jibril tak ikut makan bersamaku di sini. Ia membawa bekal dan memakannya di kelas.Sambil menikmati semangkuk soto yang kupesan aku mengobrol ringan dengan Mas Iman. Mas Iman bercerita tentang prestasinya dalam bidang seni, ia berkata ia memenangkan lomba di festival band antar SMA, bahkan dengan lagu yang band-nya ciptakan sendiri. Kemudian ia dan band-nya juga diundang untuk mengisi acara ulang tahun sekolah lain pada tahun yang sama, itu membuatku sangat bangga.Aku terkesima menyimak cerita-cerita itu sampai tak sadar aku mendiamkan sotoku. Kalau tak diingatkan Mas Iman kalau sotoku akan cepat dingin, aku mungkin tetap lupa untuk memakannya.Saat kulihat meja di b
Hari ini adalah hari pertama setelah masa orientasi siswa berakhir. Haikal yang terbangun pagi itu langsung menatap kalender di kamarnya. Sebuah senyuman langsung menghiasi wajahnya.Kini ia sudah duduk di bangku SMA.Sepanjang perjalanannya ke sekolah ia habiskan dengan melamun, seperti apa kehidupan SMA-nya nantinya, dan seperti apa teman-teman yang menantinya untuk seru-seruan bersamanya..."Mas, di sini ya?" Suara driver ojol mengagetkannya."Eh, oh iya pak! Terimakasih ya," Haikal terbuyarkan dari lamunannya, ia segera turun dan membayar driver ojol tersebut.Lorong kelas X itu penuh sesak dengan anak-anak baru yang berhamburan mencari kelasnya masing-masing. Haikal yang tidak terlalu tinggi (dia mengakui itu sendiri) hanya sekitar 163cm mau tidak mau harus berjinjit untuk melihat kertas berisikan daftar siswa yang ditempelkan di jendela setiap kelas X. Ia mendongak setinggi-tingginya, menghind
Haikal's POVFirdaus... namanya Firdaus...Apa ia pernah mengenalku sebelumnya?Kenapa ia melakukan hal itu padaku?Malamnya aku jadi tidak bisa tidur. Aku terus memikirkannya. Sesekali meraba daguku yang masih sakit karena menghantam tanah beton tadi sore.Aku mencoba mengingatnya namun aku tak juga mendapat pencerahan siapa dia.Alhasil paginya aku masih mengantuk. sepanjang perjalanan ke sekolah aku sering menguap.Dan... aku bertemu dengannya lagi."Woaduh... ada yang masih ngantuk nih..." Firdaus membercandai lagi, sambil bersandar pada balkon."....kenapa kak?" aku juga tidak tahu kenapa aku reflek menjawab perkatannya."Eh... aku gapapa kok! Makasih ya, perhatian banget sih kamu."Setelah berkata begitu ia tertawa-tawa dengan geng-nya lagi.Puk! sebuah tangan menepuk pundakku.
Author's POVHaikal keinget terus sama kejadian kemarin malam, saat ia memblokirnya. Ia tahu ia cowok yang seharusnya tidak takut. Tapi ia juga malas saja kalau pagi-pagi sudah berkelahi atau cari masalah, atau semacam itu.Maka ia tetap berjaga jarak. Ia memilih lewat jalan lain untuk mencapai kelasnya, daripada bertemu dengan Firdaus itu lagi.Bruk!Kaki Haikal dijegal, ia terjatuh ke lantai lorong antar kelas dengan posisi yang sama pada waktu di lapangan basket. Dagunya pun sakit lagi.Terlebih lagi ia belum sarapan, maka pandangannya sedikit berkunang-kunang.Padahal ia sudah lewat jalan lain, tapi kenapa Firdaus tetap mengetahuinya? Lebih tepatnya, kenapa tetap mencari masalah dengannya?"Tumben lewat perpustakaan? Gak lewat Lab Bahasa kayak biasanya," Kata Firdaus yang melihat Haikal sedang berusaha untuk berdiri.Haikal sudah ber
Author's POVHari Senin pagi. Murid-murid tengah mendengarkan amanat dari pembina upacara."...Setelah ini kelas akan ditiadakan khusus hari ini, dan akan digantikan oleh demo ekstrakulikuler yang akan ditampilkan oleh kakak-kakak kelas 11 dan 12. Bagi siswa dan siswi baru, selamat menyaksikan." Demikian amanat pembina upacara menutup pidatonya dan segera diiringi oleh teriakan ricuh dari murid-murid, termasuk Haikal dan Jibril.SMA tersebut adalah Sekolah Islam yang cukup tersohor di kota tersebut. Tidak hanya berfokus pada pendidikan agama namun juga terus mengasah bakat para muridnya dalam bidang non akademis, jadi tidak heran bila banyak pula orangtua yang ingin menyekolahkan anak mereka di sekolah ini.Begitu banyak ekstrakulikuler yang disediakan oleh sekolah ini untuk menunjang muridnya dalam mengasah bakat. Selain Paskibra dan Pramuka, ada juga PMR, Jurnalis, Theater, Band, Futs
Siang itu sangat terik. Kelas X-D yang baru saja selesai pelajaran olahraga sejam jam 10 tadi menampilkan murid-muridnya yang tampak keletihan, mereka berjalan gontai memasuki gerbang utama setelah berlari mengelilingi sekolah. Beberapa di antara mereka langsung menuju ke kantin, namun ada juga yang mengistirahatkan diri mereka di bangku taman, atau berselonjor di depan koperasi sekolah.Haikal dan Jibril memilih melepas penat di teras Mushola.Namun si cowok berkacamata masih sempat saja mengeluarkan ponselnya, lalu memainkan permainan online.Beberapa saat kemudian terdengar suara microphone mushola yang dites, pertanda sebentar lagi akan adzan dhuhur.Murid-murid juga mulai berdatangan ke sana, membuat Haikal dan Jibril beranjak dari tempat mereka lalu pindah ke bawah pohon belimbing yang rindang di samping mushola tersebut."Ril.""Ye."
Haikal's POVAku masih tak percaya aku ada di sini. Di dalam mobil bersama dengan seseorang yang beberapa waktu lalu pernah membully-ku... dan hampir saja membuatku terluka.Dan lebih gilanya lagi, aku mau-mau saja ditraktir makan olehnya tadi. Mana tadi aku makannya habis banyak pula...Harusnya aku tadi makan dulu di rumah!Eh, memang niatnya sih sekalian makan juga tadi sama Jibril. Gaktaunya malah ni orang dateng.Dan kini... Oh iya! Aku bahkan belum memberitahu alamat rumahku ke dia."Ehm-"Ia melirikku sekilas dan menaikkan alisnya tanda menungguku berbicara.Tapi... aku malah jadi terdiam dibuatnya. Lidahku jadi kelu.Hening lagi jadinya.Sampai dia menjawab, "Apa?""Kakak udah tau alamatku?""....Belum.""Kenapa engga tanya?"
Author's POVFlashback...Hujan lebat mengguyur sebuah kota sore hari itu. Kampung kecil yang biasanya banyak anak-anak bermain, hari ini tak terlihat seorangpun. Rupanya hujan yang mengguyur sejak pagi membuat warga kampung enggan beranjak dari rumah masing-masing.Sebuah Taman Pendidikan Al-Qur'an di kampung tersebut juga dihadiri oleh lebih sedikit anak-anak kali ini akibat hujan lebat. Dari total puluhan anak, hari ini hanya nampak tujuh orang saja. Maka kegiatan mengaji hari itu pun selesai lebih awal dari biasanya.Haikal dan anak-anak lain yang hadir pada hari itu, dan juga dua orang pengajar, duduk di ruang depan sambil menatap hujan yang tak henti-hentinya mengguyur. Meskipun mereka telah selesai dalam kegiatan belajar-mengajarnya, pengajar mereka tetap menyuruh mereka di tempat sampai hujan sudah cukup reda.Haikal yang berusia 10 tahun menghela napas bosan. Ia beralih memandangi jalanan y
Haikal's POVHari ini, untuk pertama kalinya setelah aku jadi siswa SMA, aku akhirnya bisa istirahat bareng Mas Iman. Sebelum-sebelumnya aku hampir tak pernah bertemu dengannya selain sepulang sekolah. Itu pun juga aku yang mencarinya.Jibril tak ikut makan bersamaku di sini. Ia membawa bekal dan memakannya di kelas.Sambil menikmati semangkuk soto yang kupesan aku mengobrol ringan dengan Mas Iman. Mas Iman bercerita tentang prestasinya dalam bidang seni, ia berkata ia memenangkan lomba di festival band antar SMA, bahkan dengan lagu yang band-nya ciptakan sendiri. Kemudian ia dan band-nya juga diundang untuk mengisi acara ulang tahun sekolah lain pada tahun yang sama, itu membuatku sangat bangga.Aku terkesima menyimak cerita-cerita itu sampai tak sadar aku mendiamkan sotoku. Kalau tak diingatkan Mas Iman kalau sotoku akan cepat dingin, aku mungkin tetap lupa untuk memakannya.Saat kulihat meja di b
Seperti yang ia pikirkan sebelumnya bahwa ia akan berbicara langsung pada Firdaus, maka selama pelajaran Bahasa Indonesia ia selingi dengan menyusun rencana untuk mengajak Firdaus bertemu.Ia akan menunggu saat yang tepat untuk bertatap muka dengan Firdaus. Kemudian ia akan menanyakan semuanya, kenapa ia suka mengganggunya, apa motivasinya, dan apa yang membuatnya tiba-tiba menghentikan aksinya.Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang akan mengikuti setelah ia tahu jawabannya.Saat pulang sekolah, ia melihat Firdaus, Rexi dan Aldo berjalan di lorong kelas. Ia pun memanggilnya."Hei, Firdaus."Cowok itu menoleh sesaat, lalu lanjut berjalan lagi seolah tak acuh."Heii, Fir! Sombong amat sih."Lorong kelas cukup sepi setelah anak-anak lain telah berhamburan pulang, jadi teriakannya tak terlalu memancing perhatian.Haikal terus berbicara dalam keadaan menge
Author's POVFlashback...Hujan lebat mengguyur sebuah kota sore hari itu. Kampung kecil yang biasanya banyak anak-anak bermain, hari ini tak terlihat seorangpun. Rupanya hujan yang mengguyur sejak pagi membuat warga kampung enggan beranjak dari rumah masing-masing.Sebuah Taman Pendidikan Al-Qur'an di kampung tersebut juga dihadiri oleh lebih sedikit anak-anak kali ini akibat hujan lebat. Dari total puluhan anak, hari ini hanya nampak tujuh orang saja. Maka kegiatan mengaji hari itu pun selesai lebih awal dari biasanya.Haikal dan anak-anak lain yang hadir pada hari itu, dan juga dua orang pengajar, duduk di ruang depan sambil menatap hujan yang tak henti-hentinya mengguyur. Meskipun mereka telah selesai dalam kegiatan belajar-mengajarnya, pengajar mereka tetap menyuruh mereka di tempat sampai hujan sudah cukup reda.Haikal yang berusia 10 tahun menghela napas bosan. Ia beralih memandangi jalanan y
Haikal's POVAku masih tak percaya aku ada di sini. Di dalam mobil bersama dengan seseorang yang beberapa waktu lalu pernah membully-ku... dan hampir saja membuatku terluka.Dan lebih gilanya lagi, aku mau-mau saja ditraktir makan olehnya tadi. Mana tadi aku makannya habis banyak pula...Harusnya aku tadi makan dulu di rumah!Eh, memang niatnya sih sekalian makan juga tadi sama Jibril. Gaktaunya malah ni orang dateng.Dan kini... Oh iya! Aku bahkan belum memberitahu alamat rumahku ke dia."Ehm-"Ia melirikku sekilas dan menaikkan alisnya tanda menungguku berbicara.Tapi... aku malah jadi terdiam dibuatnya. Lidahku jadi kelu.Hening lagi jadinya.Sampai dia menjawab, "Apa?""Kakak udah tau alamatku?""....Belum.""Kenapa engga tanya?"
Siang itu sangat terik. Kelas X-D yang baru saja selesai pelajaran olahraga sejam jam 10 tadi menampilkan murid-muridnya yang tampak keletihan, mereka berjalan gontai memasuki gerbang utama setelah berlari mengelilingi sekolah. Beberapa di antara mereka langsung menuju ke kantin, namun ada juga yang mengistirahatkan diri mereka di bangku taman, atau berselonjor di depan koperasi sekolah.Haikal dan Jibril memilih melepas penat di teras Mushola.Namun si cowok berkacamata masih sempat saja mengeluarkan ponselnya, lalu memainkan permainan online.Beberapa saat kemudian terdengar suara microphone mushola yang dites, pertanda sebentar lagi akan adzan dhuhur.Murid-murid juga mulai berdatangan ke sana, membuat Haikal dan Jibril beranjak dari tempat mereka lalu pindah ke bawah pohon belimbing yang rindang di samping mushola tersebut."Ril.""Ye."
Author's POVHari Senin pagi. Murid-murid tengah mendengarkan amanat dari pembina upacara."...Setelah ini kelas akan ditiadakan khusus hari ini, dan akan digantikan oleh demo ekstrakulikuler yang akan ditampilkan oleh kakak-kakak kelas 11 dan 12. Bagi siswa dan siswi baru, selamat menyaksikan." Demikian amanat pembina upacara menutup pidatonya dan segera diiringi oleh teriakan ricuh dari murid-murid, termasuk Haikal dan Jibril.SMA tersebut adalah Sekolah Islam yang cukup tersohor di kota tersebut. Tidak hanya berfokus pada pendidikan agama namun juga terus mengasah bakat para muridnya dalam bidang non akademis, jadi tidak heran bila banyak pula orangtua yang ingin menyekolahkan anak mereka di sekolah ini.Begitu banyak ekstrakulikuler yang disediakan oleh sekolah ini untuk menunjang muridnya dalam mengasah bakat. Selain Paskibra dan Pramuka, ada juga PMR, Jurnalis, Theater, Band, Futs
Author's POVHaikal keinget terus sama kejadian kemarin malam, saat ia memblokirnya. Ia tahu ia cowok yang seharusnya tidak takut. Tapi ia juga malas saja kalau pagi-pagi sudah berkelahi atau cari masalah, atau semacam itu.Maka ia tetap berjaga jarak. Ia memilih lewat jalan lain untuk mencapai kelasnya, daripada bertemu dengan Firdaus itu lagi.Bruk!Kaki Haikal dijegal, ia terjatuh ke lantai lorong antar kelas dengan posisi yang sama pada waktu di lapangan basket. Dagunya pun sakit lagi.Terlebih lagi ia belum sarapan, maka pandangannya sedikit berkunang-kunang.Padahal ia sudah lewat jalan lain, tapi kenapa Firdaus tetap mengetahuinya? Lebih tepatnya, kenapa tetap mencari masalah dengannya?"Tumben lewat perpustakaan? Gak lewat Lab Bahasa kayak biasanya," Kata Firdaus yang melihat Haikal sedang berusaha untuk berdiri.Haikal sudah ber
Haikal's POVFirdaus... namanya Firdaus...Apa ia pernah mengenalku sebelumnya?Kenapa ia melakukan hal itu padaku?Malamnya aku jadi tidak bisa tidur. Aku terus memikirkannya. Sesekali meraba daguku yang masih sakit karena menghantam tanah beton tadi sore.Aku mencoba mengingatnya namun aku tak juga mendapat pencerahan siapa dia.Alhasil paginya aku masih mengantuk. sepanjang perjalanan ke sekolah aku sering menguap.Dan... aku bertemu dengannya lagi."Woaduh... ada yang masih ngantuk nih..." Firdaus membercandai lagi, sambil bersandar pada balkon."....kenapa kak?" aku juga tidak tahu kenapa aku reflek menjawab perkatannya."Eh... aku gapapa kok! Makasih ya, perhatian banget sih kamu."Setelah berkata begitu ia tertawa-tawa dengan geng-nya lagi.Puk! sebuah tangan menepuk pundakku.
Hari ini adalah hari pertama setelah masa orientasi siswa berakhir. Haikal yang terbangun pagi itu langsung menatap kalender di kamarnya. Sebuah senyuman langsung menghiasi wajahnya.Kini ia sudah duduk di bangku SMA.Sepanjang perjalanannya ke sekolah ia habiskan dengan melamun, seperti apa kehidupan SMA-nya nantinya, dan seperti apa teman-teman yang menantinya untuk seru-seruan bersamanya..."Mas, di sini ya?" Suara driver ojol mengagetkannya."Eh, oh iya pak! Terimakasih ya," Haikal terbuyarkan dari lamunannya, ia segera turun dan membayar driver ojol tersebut.Lorong kelas X itu penuh sesak dengan anak-anak baru yang berhamburan mencari kelasnya masing-masing. Haikal yang tidak terlalu tinggi (dia mengakui itu sendiri) hanya sekitar 163cm mau tidak mau harus berjinjit untuk melihat kertas berisikan daftar siswa yang ditempelkan di jendela setiap kelas X. Ia mendongak setinggi-tingginya, menghind