“Dari mana? Sampe sahabat dari seorang Satria yang paling baik ini harus nungguin pintu biar temennya bisa pulang?” celoteh Faisal. Beberapa saat yang lalu Satria menelponnya, meminta agar jangan tidur dulu karena Satria lupa membawa kunci kontrakan. Padahal hari ini Faisal berniat tidur lebih cepat, karena esok dia harus membayar pajak motor miliknya.
“Anter Diana pulang. Nemenin di kosannya juga sebentar,” jawab Satria. “Makasih ya, jadinya ga tidur di luar.”
Faisal terdiam. Dia kemudian memegang bahu Satria sebelum membiarkannya lewat. “Coba ulangi lagi!”
“Makasih,” ulang Satria. Dia heran mengapa sahabatnya tersebut meminta dia mengulang ucapan terimakasih. Benar-benar haus pujian.
“Bukan-bukan!” bantahnya. “Yang sebelumnya lagi?”
“Anter Diana pulang. Nemenin di kosannya juga sebentar,” ucapnya.
Faisal memegang kedua bahu milik Satria. Membuat
Gita terlihat gelisah. Arya masih menemaninya. Akhirnya Arya pergi sebentar dan memberikannya minuman dingin. "Minum dulu!""Makasih!" ucapnya. Dia menerima minuman dingin tersebut dan meneguknya sedikit demi-sedikit. Pikirannya sedikit lebih jernih. Setelah itu dia menatap Arya. "Kamu bakal tetap nemenin aku kan sampai dia datang?""Iya, aku bakal temenin kamu Git!" jawabnya.Gadis itu bernafas lega. Setidaknya jika ada seseorang yang menemaninya, dia tidak akan merasa khawatir berlebihan. "Aku khawatir dengan sikapnya nanti. Apakah mungkin dia akan melakukan sesuatu hal?""Kalau dia bertanggung jawab, dia akan melakukan yang terbaik untuk kalian," ucapnya. Arya sendiri sebetulnya kecewa dan marah terhadap Bima. Terlebih dia memiliki adik perempuan. Dia tidak bisa menjabarkan bagaimana perasaannya jika adiknya mendapat hal serupa. "Tenang saja. Hal baik akan datang.""Aku harap begitu," ucap Gita. Dia menarik nafas panjang. "Kamu tahu tidak mulai
“Hari ini aku tidak bisa Diana!” tolaknya. Itu bukanlah alasan saja, hari ini Satria memang harus mempersiapkan aksi yang diadakan satu minggu lagi. Dia harus melihat daftar mahasiswa yang akan ikut dan tidak. Dia juga harus memberikan pengarahan kepada mereka agar mereka semua tidak hanya datang dengan kepala kosong, tetapi sudah memiliki ilmunya.“Aku akan menemani kakak,” ucapnya.“Kamu yakin Di? Banyak yang mundur loh setelah dapat surat pemberitahuan dari kampus. Terutama masalah ancaman drop out!” ucapnya. Sebetulnya Satria merasa berterimakasih kepada semua mahasiswa yang akan mengikuti aksi. Itu berarti hati nurani mereka tidak mati. Hanya saja jika itu membuat mereka drop out diapun punya rasa bersalah.“Gapapa kok ka!” ucapnya. Diana yakin ini adalah kesempatan emas untuk Kembali kepada mantannya tersebut. Maka dari itu dia tidak mungkin menyianyiakan hal tersebut.Satria menimbang sebentar. &ldquo
“Apa?” Amara tercegang mendengarnya. Dia tidak menyangka Faisal akan mengatakan hal seperti itu. “Apakah aku tidak salah mendengar?”Faisal menggeleng. Sambil tersenyum dia berkata, “Apa yang kamu dengar itu nyata Amara. Kenyataannya memang seperti itu.”Amara menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia tampak sangat terkejut. Dari dalam lubuk hatinya masih ada rasa tidak percaya. “Tidak mungkin!”“Jadi, apa kamu tertarik akan mendengarkan kisahku?” tanya Faisal. Dia melihat Amara yang mencondongkan tubuh ke arahnya. Membuatnya sedikit terkekeh. Faisal awalnya memang tidak menyukai Amara. Dia menganggap Amara adalah perempuan tidak bertanggung jawab. Lagipula dia sudah mengenal Diana lebih lama. Namun ternyata Amara memiliki sisi lain. Semakin lama dia mengenalnya semakin dia paham bahwa Amara benar-benar menyukai Satria.Amara mengangguk. Dia nampak amat sangat penasaran. “Aku ingin tahu ka!
“Ka?” Diana menepuk punggung Satria. Sejak tadi dia nampak tidak fokus dan sibuk dengan lamunannya. Diana menyangka bahwa semua itu karena Amara. Pertemuan tidak sengaja dengan gadis itu telah membuat Satria kepikiran. Tentu saja hal ini membuatnya cemburu. Bukankah dia yang saat ini menemani Satria? Meskipun status mereka dalam hubungan yang tidak jelas karena Satria tidak menjelaskan apapun, namun dia merasa menjadi wanita yang paling dekat dengan Satria saat ini.Satria Kembali tersadar dia melihat Diana. “Eh kenapa?” tanyanya. Setelah melihat Amara memang dia jadi merindukannya. Godaan gadis itu cukup besar. Meskipun Amara berkata bahwa mereka berjalan sendiri-sendiri saja jika memang Satria teguh kepada pendiriannya tetap membuatnya tidak bisa menyangkal bahwa dia masih mencintai Amara.Diana tersenyum kecut. Dia sadar bahwa apa yang dia pikirkan benar. “Aku pikir seharusnya kakak fokus kepada kewajiban kakak di sini. Rasanya ga bener
“Kamu pulang jangan ke mana-mana!”Itulah pesan terakhir dari Satria sebelum dia dibawa oleh petugas kepolisian. Bukan hanya satria tetapi Fajar senior Amara yang hendak meminjamkan buku juga Faisal dibawa oleh mereka. Amara masih berada di lingkungan kampus saat itu. Dia menjauh dari area UKM kampus menuju fakultasnya.Ketika hampir sampai sebuah suara memanggilnya. “Amara!”Gadis itu menengok. Di sana berdiri Diana. Amara sempat melihat Diana satu ruangan dengannya di aula tadi. Namun karena jarak mereka yang jauh akhirnya dia tidak bisa menyapanya. “Halo Diana, ada apa?”“Kamu benar-benar ga ngerasa salah ya?” ucapnya gamblang. Suara Diana yang keras hampir membuat mahasiswa lain yang sedang berjalan menengok.“Maksudnya?” Amara terlihat tidak paham. Dia tidak menyangka Diana akan meneriakinya secara tiba-tiba.“Kamu tahu bahwa aku masih menyukai Satria dari dulu. Kamu tahu
"Anak durhaka!"Plak...Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Satria. Lelaki itu hanya bisa meringis menahan sakit yang dialaminya. Ira sang ibu hanya bisa menunduk dan membuang muka saat anak sulungnya menjadi korban kekerasan suaminya sendiri. Dia pun terlihat malu dan marah terhadap apa yang telah dilakukan oleh anaknya."Sampai kapan kamu mau membuat saya malu?" Rudi berteriak dengan keras. Diikuti oleh pukulan yang kesekian kalinya. "Lihat ibumu anak tidak tahu malu. Dia adalah dosen di kampusmu sendiri. Kini kamu mempermalukannya. Ibumu mendapat surat peringatan tegas dari atasan!"Ira tetap menunduk. Di depannya terdapat surat peringatan dari atasan. Ternyata kampus tidak hanya memberikan peringatan kepadanya namun kepada ibunya juga. Satria melihat Ira dengan tatapan sedih. Kini ibunya pun tidak melindungi dirinya seperti dahulu."Saya tidak akan membiarkan kamu mempermalukan saya lebih dari ini!" ucap Rudi. "Saya akan memerintahkan orang
"SIAPA YANG BERANI?" teriak Satria.Nini menggeleng. "Kandungannya keguguran Den. Sekarang dia lagi menjalani operasi."Mata Satria terbuka lebar. Jantungnya berpacu dengan kencang. Dadanya seakan sesak. Rasa marah melanda dirinya. Bisa-bisanya adik perempuan satu-satunya yang paling dia sayangi hamil. Bisa-bisanya ada orang yang tega berbuat hal tidak bertanggung jawab seperti itu. Kemudian dia teringat kepada Bima. Apakah lelaki itu yang telah menghamili adiknya? Tetapi Satria ingat dia membawa seseorang kemarin? Anak lelaki SMA, apakah itu dia?Tanpa basa-basi dia langsung bangkit dari tempatnya duduk, kemudian dengan kasar mengambil jaket yang tersender di kursi. Nini langsung menggenggam tangan Satria. Matanya menunjukan rasa cemas. "Mau ke mana Den. Kata Bapak, Aden gaboleh ke mana-mana!""Nini yakin masih mau ngelarang Satria keluar? Gita diperlakukan seperti itu? Mana mungkin aku hanya bisa diam! Akan aku cari laki-laki brengsek itu ke manapun dia
Satria memacu motornya dengan kencang. Dia ingin mencari keberadaan Bima. Namun sebelum itu, dia harus membebaskan teman-temannya. Untuk itu dia membutuhkan seseorang yang berpengaruh. Dia memerlukan bantuan. Orangtuanya tidak akan bisa memberikan bantuan. Yang bisa dia mintai tolong hanya satu orang Ibu Hana.Ibu Hana sendiri sejatinya bukanlah orang sembarangan. Kakaknya adalah salah satu orang yang berpengaruh di ranah pemerintahan. Namun sebagai pihak oposisi pemerintah. Itulah sebabnya cafe tempat Satria bekerja sering memberikan sokongan untuk para mahasiswa yang melakukan aksi. Namun Satria bukanlah alat partai. Dia memang bergerak atas dasar keinginannya merubah negara. Saat itulah dia bertemu dengan ibu Hana.Sesampainya di secangkir kopi. Satria langsung menerobos masuk. Semua penghuni cafe memperhatikannya. Kemudian dia berjalan menuju ibu Delia. "Bu maaf, apakah ibu Hana bisa saya temui?"Ibu Delia yang melihat Satria berwajah tidak biasa langsung me