“Apa?” Amara tercegang mendengarnya. Dia tidak menyangka Faisal akan mengatakan hal seperti itu. “Apakah aku tidak salah mendengar?”
Faisal menggeleng. Sambil tersenyum dia berkata, “Apa yang kamu dengar itu nyata Amara. Kenyataannya memang seperti itu.”
Amara menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia tampak sangat terkejut. Dari dalam lubuk hatinya masih ada rasa tidak percaya. “Tidak mungkin!”
“Jadi, apa kamu tertarik akan mendengarkan kisahku?” tanya Faisal. Dia melihat Amara yang mencondongkan tubuh ke arahnya. Membuatnya sedikit terkekeh. Faisal awalnya memang tidak menyukai Amara. Dia menganggap Amara adalah perempuan tidak bertanggung jawab. Lagipula dia sudah mengenal Diana lebih lama. Namun ternyata Amara memiliki sisi lain. Semakin lama dia mengenalnya semakin dia paham bahwa Amara benar-benar menyukai Satria.
Amara mengangguk. Dia nampak amat sangat penasaran. “Aku ingin tahu ka!
“Ka?” Diana menepuk punggung Satria. Sejak tadi dia nampak tidak fokus dan sibuk dengan lamunannya. Diana menyangka bahwa semua itu karena Amara. Pertemuan tidak sengaja dengan gadis itu telah membuat Satria kepikiran. Tentu saja hal ini membuatnya cemburu. Bukankah dia yang saat ini menemani Satria? Meskipun status mereka dalam hubungan yang tidak jelas karena Satria tidak menjelaskan apapun, namun dia merasa menjadi wanita yang paling dekat dengan Satria saat ini.Satria Kembali tersadar dia melihat Diana. “Eh kenapa?” tanyanya. Setelah melihat Amara memang dia jadi merindukannya. Godaan gadis itu cukup besar. Meskipun Amara berkata bahwa mereka berjalan sendiri-sendiri saja jika memang Satria teguh kepada pendiriannya tetap membuatnya tidak bisa menyangkal bahwa dia masih mencintai Amara.Diana tersenyum kecut. Dia sadar bahwa apa yang dia pikirkan benar. “Aku pikir seharusnya kakak fokus kepada kewajiban kakak di sini. Rasanya ga bener
“Kamu pulang jangan ke mana-mana!”Itulah pesan terakhir dari Satria sebelum dia dibawa oleh petugas kepolisian. Bukan hanya satria tetapi Fajar senior Amara yang hendak meminjamkan buku juga Faisal dibawa oleh mereka. Amara masih berada di lingkungan kampus saat itu. Dia menjauh dari area UKM kampus menuju fakultasnya.Ketika hampir sampai sebuah suara memanggilnya. “Amara!”Gadis itu menengok. Di sana berdiri Diana. Amara sempat melihat Diana satu ruangan dengannya di aula tadi. Namun karena jarak mereka yang jauh akhirnya dia tidak bisa menyapanya. “Halo Diana, ada apa?”“Kamu benar-benar ga ngerasa salah ya?” ucapnya gamblang. Suara Diana yang keras hampir membuat mahasiswa lain yang sedang berjalan menengok.“Maksudnya?” Amara terlihat tidak paham. Dia tidak menyangka Diana akan meneriakinya secara tiba-tiba.“Kamu tahu bahwa aku masih menyukai Satria dari dulu. Kamu tahu
"Anak durhaka!"Plak...Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Satria. Lelaki itu hanya bisa meringis menahan sakit yang dialaminya. Ira sang ibu hanya bisa menunduk dan membuang muka saat anak sulungnya menjadi korban kekerasan suaminya sendiri. Dia pun terlihat malu dan marah terhadap apa yang telah dilakukan oleh anaknya."Sampai kapan kamu mau membuat saya malu?" Rudi berteriak dengan keras. Diikuti oleh pukulan yang kesekian kalinya. "Lihat ibumu anak tidak tahu malu. Dia adalah dosen di kampusmu sendiri. Kini kamu mempermalukannya. Ibumu mendapat surat peringatan tegas dari atasan!"Ira tetap menunduk. Di depannya terdapat surat peringatan dari atasan. Ternyata kampus tidak hanya memberikan peringatan kepadanya namun kepada ibunya juga. Satria melihat Ira dengan tatapan sedih. Kini ibunya pun tidak melindungi dirinya seperti dahulu."Saya tidak akan membiarkan kamu mempermalukan saya lebih dari ini!" ucap Rudi. "Saya akan memerintahkan orang
"SIAPA YANG BERANI?" teriak Satria.Nini menggeleng. "Kandungannya keguguran Den. Sekarang dia lagi menjalani operasi."Mata Satria terbuka lebar. Jantungnya berpacu dengan kencang. Dadanya seakan sesak. Rasa marah melanda dirinya. Bisa-bisanya adik perempuan satu-satunya yang paling dia sayangi hamil. Bisa-bisanya ada orang yang tega berbuat hal tidak bertanggung jawab seperti itu. Kemudian dia teringat kepada Bima. Apakah lelaki itu yang telah menghamili adiknya? Tetapi Satria ingat dia membawa seseorang kemarin? Anak lelaki SMA, apakah itu dia?Tanpa basa-basi dia langsung bangkit dari tempatnya duduk, kemudian dengan kasar mengambil jaket yang tersender di kursi. Nini langsung menggenggam tangan Satria. Matanya menunjukan rasa cemas. "Mau ke mana Den. Kata Bapak, Aden gaboleh ke mana-mana!""Nini yakin masih mau ngelarang Satria keluar? Gita diperlakukan seperti itu? Mana mungkin aku hanya bisa diam! Akan aku cari laki-laki brengsek itu ke manapun dia
Satria memacu motornya dengan kencang. Dia ingin mencari keberadaan Bima. Namun sebelum itu, dia harus membebaskan teman-temannya. Untuk itu dia membutuhkan seseorang yang berpengaruh. Dia memerlukan bantuan. Orangtuanya tidak akan bisa memberikan bantuan. Yang bisa dia mintai tolong hanya satu orang Ibu Hana.Ibu Hana sendiri sejatinya bukanlah orang sembarangan. Kakaknya adalah salah satu orang yang berpengaruh di ranah pemerintahan. Namun sebagai pihak oposisi pemerintah. Itulah sebabnya cafe tempat Satria bekerja sering memberikan sokongan untuk para mahasiswa yang melakukan aksi. Namun Satria bukanlah alat partai. Dia memang bergerak atas dasar keinginannya merubah negara. Saat itulah dia bertemu dengan ibu Hana.Sesampainya di secangkir kopi. Satria langsung menerobos masuk. Semua penghuni cafe memperhatikannya. Kemudian dia berjalan menuju ibu Delia. "Bu maaf, apakah ibu Hana bisa saya temui?"Ibu Delia yang melihat Satria berwajah tidak biasa langsung me
"Bima? Mantan Amara? Kenapa nyari dia sob?" tanya Faisal. "Bisa ga sih fokus aja sama kita-kita?"Satria menghela nafas panjang. "Bukan cuman itu masalahnya. Udah temenin dulu ngerokok sebentar deh! Nanti diceritain."Faisal mengangguk. "Kita ngerokok di balkon. Bikinin kopi jangan lupa!"Lelaki itu mengangkat alisnya. "Lah nyuruh?""Kan mau ditenemin. Boleh dong minta kopi. Traktir ya tuan barista ganteng!" goda Faisal.Satria tertawa. Namun akhirnya dia turun ke bawah. Menyajikan kopi untuk sahabatnya tersebut. Setelah siap dia kembali ke atas. Secangkir kopi hangat tersedia."Ahhh nikmat! Gini nih enaknya punya sahabat tukang kopi!" ucap Faisal. Dia menyeruput kopi tersebut dengan nikmat. Membuat badannya hangat. "Jadi mau cerita apa nih sahabatku tersayang?""Tau ga? Rasanya gagal jadi seorang kakak!" Satria memulai ceritanya. Dia memandang ke atas langit malam. Matanya terlihat sayu."Gagal apasih? Kamu adalah sosok yang b
Gadis itu terpaku di depan ruangan. Dia sama sekali tidak menyangka ibu dari mantan pacarnya tersebut akan menemuinya secara pribadi. Ada apa ini sebenarnya? Tentu saja hal itu membuat Amara bertanya-tanya.Dia melirik ke arah dosen pembimbingnya tersebut. Sang dosen yang paham akan lirikan tersebut kemudian mulai menjelaskan, "Ibu Ira adalah teman saya berbeda jurusan. Karena tahu kamu dibimbing oleh saya, dia bilang ada hal yang ingin dibicarakan. Agar tidak menganggu saya akan keluar dulu. Silahkan kalian menggunakan ruangan saya dengan bijak."Setelah berkata demikian Amara ditinggalkan berdua. Tentu saja gadis itu canggung melihat Ira. Mereka sempat saling diam sampai akhirnya Ira mulai mengajak Amara berbicara, "mari duduk di sini!" Dia menunjuk sofa tamu yang ada di ruangan tersebut.Amara mengangguk. Setelah Ira duduk barulah Amara ikut untuk duduk di salah satu sofa. Wajahnya terlihat tegang. Kini Amara mengetahui bagaimana perasaan seorang calon menant
Amara keluar ruangan dosen. Dia berjalan menuruni tangga. Pikirannya bercabang, ibu Satria memintanya untuk menghentikan mantan pacarnya tersebut berhenti berdemo. Bagaimana bisa? Dia tahu Satria adalah orang yang keras kepala. Waktu itupun mereka selesai karena berbeda pendapat. Di lain hal dia setuju dengan Ira, jika dibiarkan Satria akan terkena drop out."Hufh!" Amara menghembuskan nafas panjang. "Bagaimana caraku untuk berbicara dengan Satria?""Berbicara denganku tentang apa?" tiba-tiba saja Satria muncul dari belakang Amara. Mahasiswi itu terpekik, bisa-bisanya orang yang sedang dia pikirkan datang. Namun ini bukan saat yang tepat, bagaimana jika ketahuan kalau misalnya dia sehabis mengobrol dengan orangtua Satria? Bukankah itu berbahaya?"Ah itu-!" Amara menghentikan kata-katanya. Dia terlihat kebingungan. "Gapapa kok."Satria mengangguk-angguk. Dia penasaran sejujurnya dengan sikap Amara. Namun ada yang yang harus mereka bicarakan saat ini. "Kamu