Menghela nafas nya, berganti posisi duduk dan tidak mendengarkan apa yang di ajarkan oleh guru yang sedang berada di depan mereka. Begitu lah keadaan Xander dari sudut pandang Alice. Gadis itu menyenggol lengan Logan yang sedang fokus menyimak angka-angka yang sedang di jabarkan di depan sana. Lelaki itu, tepatnya Logan yang memang menjadi teman semeja dari Alice mengalihkan tatapan nya dengan raut wajah bertanya.
"Ada apa?" seru Logan dengan suara sedikit pelan
"Aku ingin ke luar sebentar, ada sesuatu yang mengganjal di dalam pikiran ku sejak tadi!"seru Alice ikut berbisik
"Nanti saja Alice, aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk nanti. Perasaan ku sejak tadi tidak enak!" seru Logan berusaha untuk menahan Alice, agar gadis itu tidak beranjak dari kursinya. Pasalnya, jika ia sudah berprasangka buruk, maka dugaannya biasanya akan selalu benar. Sangat jarang untuk meleset.
"Aku hanya sebentar Logan dan jawaban mu itu salah. Sudah lah, lihat saja di buku ku, aku sudah mengerjakannya!" ujar Alice lalu segera bangkit berdiri dan berjalan ke depan. Membuat semua perhatian langsung tertuju pada gadis bernetra coklat itu. Bahkan sampai gadis itu keluar, sepasang mata masih menatap nya. Xander, lelaki itu menatap Alice yang pergi pada saat jam pelajaran, sangat jarang sekali terjadi. Tapi, gadis itu permisi untuk ke toilet, namun mengapa perasaan Xander sedikit gundah? Xander menatap ke arah Logan yang berada di barisan sebelah nya. Lelaki itu masih sibuk menyalin tugas yang bisa ia tebak, itu adalah pekerjaan Alice.
ALice POV:
Langkah Alice yang harusnya menuju pojok gedung menuju toilet entah mengapa berubah haluan. Menaiki lantai atas dan terus menaiki tangga-tangga yang membawanya ke lantai 4, lantai yang kosong dan tidak berpenghuni. Bulu kuduk Alice tiba-tiba berdiri, angin semilar membelai wajah nya, yang aneh nya. Alice bukan nya merasa sejuk dengan angin yang tiba-tiba ada itu, melainkan ia semakin merasa bahwa bulu kuduk nya semakin naik.
Alice menatap lantai di depannya, sepertinya ada sesuatu yang mengalir dari pintu di depan nya itu. Alice menarik nafas nya dalam, ia menelan air liur nya. Lalu mulai berjalan melangkah ke depan, semakin ke depan. Alice semakin sadar bahwa sesuatu yang mengalir itu berwarna merah dan sedikit kental. Alice berhenti ketika ia sudah berada tinggal 4 langkah lagi dari depan pintu itu.
Bulu kuduk nya semakin merinding sampai ke arah leher nya. Bau anyir langsung menusuk masuk kedalam hidung nya. Dan seketika itu, Alice sadar bahwa itu, sesuatu yang mengalir itu adalah darah. Tangan Alice terulur, ia berusaha menggapai knop pintu dengan nafas yang memburu hingga sesuatu yang menepuk bahunya membuat ia langsung tergelonjak dan segera berbalik,
"Hiaaaa!"
"Alice!"
Alice yang ingin menendang sosok itu berhenti, tatapan nya lalu tertuju pada Logan yang menyilangkan tangan di depan wajah nya. Tangan Alice yang siap untuk melayang itu akhirnya turun dan balas menatap logan dengan alis yang terangkat naik.
"Logan? X-Xander?" seru Alice sedikit terbata saat menyadari raut wajah Xander yang tajam dan tidak ada ekspresi di wajah itu.
"Mengapa kau bisa kemari Alice?". Suara dari Logan mengalihkan perhatian Alice, ia kembali menatap Logan. "Aku juga tidak tau Logan, ada sesuatu yang mengarahkan ku kemari!". Suara Alice terdengar sedikit gemetar dan gadis itu segera membalikkan badannya lagi,menatap ke bawah. Tepatnya pada aliran darah itu.
"D-Darah?" seru Logan saat baru saja menyadari bahwa bau anyir itu bukan berasal dari Alice, tapi dari darah yang berada di bawah, mengalir dari pintu di depan mereka.
"Menyingkir lah!" seru Xander lalu segera berdiri di ambang pintu itu. Ia menajamkan matanya dan "Ada mayat di dalam sini!" seru Xander lalu berjalan mundur beberapa menit setelah membuka pintu itu.
"Xander? Ada apa? Mengapa wajah mu pucat?" seru Logan berujar dengan khawatir dan segera memapah Xander yang hampir oleng. Alice masih berdiri di depan pintu itu, kepala Alice tiba-tiba terasa pusing saat menatap sebuah lambang yang terukir dari darah dan tepat berada di sebelah gadis yang tergeletak dengan tubuh penuh dengan luka itu.
"Alice!!" Teriak Logan
Alice yang hendak melangkah mendekati mayat itu berhenti dan menatap Logan yang menggelengkan kepala nya. Alice menghela nafas nya saat tiba-tiba ia merasakan sakit di bagian dada nya, ia lalu berbalik badan dan bergegas mengejar Logan yang sedang memapah Xander untuk turun ke bawah.
***
"Kalian bertiga! Apa kalian bersedia menjadi saksi untuk khasus ini?"
Alice,Logan dan Xander menatap ke arah kepala sekolah yang menghampiri mereka. Logan segera melirik ke arah Alice yang juga sedang melirik nya. "Maaf pak kepala sekolah, aku rasa ini bukan lah sesuatu yang pantas untuk kami sebagai saksi, karena kami tidak tau seperti apa kronologi dari pembunuhan itu dan kami tidak sengaja menemukannya karena mencium bau anyir!" ujar Logan
"Aku tau, kalian bertiga tidak ada dicurigai sama-sekali. Tapi, bapak hanya meminta kalian sebagai saksi saja. Dan kalian hanya perlu menceritakan kronologis itu di kantor nanti!" ujar Mr.Tanaka
"Aku rasa anda bisa melihat kronologis nya dari CCTV saja Mr.Tanaka!" seru Alice
"Jika rekaman itu masih ada, aku rasa aku tidak akan meminta bantuan kalian. Tapi,keadaan ini berbanding terbalik Alice, bapak memohon kepada kalian bertiga!"
Alice dan Logan yang duduk terpisahkan oleh Xander saling melirik, mereka berdua juga menatap Xander yang sepertinya masih pucat dan syok. Xander masih diam saja dan tidak banyak bicara, seperti biasanya.
"Maaf pak, aku rasa anda bisa melihat keadaan teman saya setelah kami mengalami kejadian itu. Aku rasa bapak bisa mengurus nya sendiri, kami masih ada urusan di luar jam sekolah pak!" seru Alice bijak dan segera beranjak dari duduk nya, di ikuti oleh Logan yang juga segera menyandang ransel nya.
"Dan kami tau bahwa ini bisa saja akan menjadi jebakan untuk kami Mr. Tanaka, kami sudah mengucapakan apa yang kami lihat dan alami. Seharusnya, bapak harus melihat bagaimana keadaan teman kami dulu, maaf untuk ketidak-sopanan ini dan kami mohon undur diri!" seru Logan yang segera memapah Xander dan berjalan menjauh. Sekolah sudah terlihat sepi, karena semua di pulangkan dengan cepat dan para polisi sudah menyelidiki kasus itu.
Alice berjalan sambil membawa ransel Xander, dan atas usul Alice, mereka akhirnya memutuskan untuk mampir sejenak ke supermarket yang berada di dekat parkiran.
"Ini! Minumlah, aku rasa minuman ini bisa membuat mu sedikit lebih baik!" seru Alice lalu memberikan sebotol minuman dingin pada Xander yang masih diam sejak tadi. Alice lalu mengambil duduk di sebelah Logan.
Xander menatap Alice dan Logan, lalu beralih menatap minuman dingin itu. Xander meraihnya dan menatap nya, minuman yang selalu di beli oleh gadis itu Pikir nya dalam hati. Xander lalu meneguk nya sampai habis dan sepertinya apa yang dikatakan oleh gadis itu benar adanya, perasaannya menjadi lebih segar. Dari duduknya, Xander mengalihkan perhatiannnya ke arah dua manusia yang masih dalam dunia mereka. Hingga saat Xander mengalihkan perhatiannya, ia tiba-tiba seperti melihat ada sosok lelaki yang sedang berdiri dan menatap ke arah mereka. Ralat! Lebih tepatnya menatap ke arah Alice, lalu tidak lama. Sosok lelaki itu kembali menghilang.
"Apa kau tidak percaya dengan ku?" seru Logan yang masih asih berbicara dengan Alice yang kelihatan sedang menekuk wajahnya.
"Bagaimana mungkin? Ahhh, sudah lah. Ayo segera pulang! Ibu ku akan marah jika tau aku masih berkeliaran sampai jam segini!" seru Alice lalu segera beranjak dari duduk nya dan menghampiri Xander.
"Sudah merasa baikan?" seru Alice
"hmmm!" seru Xander menjawab dengan deheman
"Baiklah, aku dan Alice akan segera pulang Xander, bagaimana denganmu? Apa kau akan membawa mobil mu sendiri, atau kau ikut dengan ku?" tawar Logan
"Aku rasa aku sudah bisa membawa mobil ku sendiri, terimakasih!" seru Xander yang langsung berdiri dan mengambil alih ransel nya yang sejak tadi ada di genggaman Alice.
"terimakasih!"
"sama-sama!" seru Alice lalu menatap punggung Xander yang semakin menjauh dan menghilang di balik pintu mobil lelaki itu.
Alice menghela nafas nya, "Sudah lah Alice, jangan merasa bersedih seperti itu. Seperti kau baru saja mengenal Xander, dia memang sudah seperti itu sejak dulu!" kekeh Logan yang menyadari raut wajah Alice
"Ck, lepaskan tangan mu Logan!" kesal Alice berusaha untuk melepas rangkulan tangan Logan. Mereka terus berbagi tawa tanpa sadar ada sosok yang menatap mereka berdua, lebih tepatnya menatap Alice dari balik topeng yang ia gunakan. Sosok itu segera menghilang saat Alice sempat mengalihkan perhatiannya.
Mobil Logan berhenti di depan pintu gerbang rumah Alice. Sebenarnya rumah Alice mirip dengan rumah tua jaman dulu, mulai dari gerbang yang sudah mulai lumutan, di depan gerbang ada sebuah pohon aneh yang tidak pernah tumbuh besar sejak Logan pertama kali melihatnya. Lalu, ada beberapa patung kuno yang sudah pudar dan tidak pernah di cat ulang. Rumah Alice bertingkat, namun untuk tingkat dua tidak pernah dihuni sama sekali. Dan percayalah, bahwa jika Alice berniat untuk membersihkan gerbang atau jika dia ada niat untuk naik ke lantai atas, maka akan ada selalu yang terjadi pada gadis itu. Dan itu lah alasannya mengapa Bertha selalu melarang Alice untuk berkeliaran di rumah nya. Aneh, dan sulit untuk di percaya.
"Kalian sudah datang?"Alice, Logan dan Xander yang tadinya duduk di atas sofa segera beranjak berdiri begitu mendengar suara itu. Sosok lelaki paruh bayah dengan pakaian merah marron, serta jubah hitam nya yang membuat sosok paruh baya itu sedikit terasa berbeda. Alice seketika merasakan bahwa bulu kuduknya naik saat maniknya bersitatap dengan lelaki itu.
MobilHammerKeluaran terbaru itu terparkir di depan pintu rumah Alice. Logan menatap Alice yang kelihatan masih belum sadar bahwa mereka sudah sampai. Logan balik menatap Xander yang memberinya kode lewat tatapan matanya."Alice? Kita sudah sampai!" seru Logan sambil menyenggol bahu Alice
Alice menatap salju yang turun mengenai kepalanya, nafas nya terasa hangat dan berasap. Ia tidak kepikiran bahwa ini sudah memasuki akhir tahun dan itu berarti akan ada natal, akan ada banyak kue-kue di natal. Dan seperti biasa, akan ada banyak baju-baju natal dan hiasan yang dipajang di rumah masing-masing orang. Alice menghembuskan nafas nya dan segera terlihat bahwa uap dari mulut Alice berusaha untuk menghangatkan badanya. Ia membalikkan badan nya, menatap rumah nya.Tidak, Alice bukan nya mengeluh mengenai rumah nya. Rumah nya cukup luas dan mewah. Namun, jika di pikir lagi, rumah Alice terletak di ujung jalan dan tidak memiliki tetangga. Gerbang tinggi yang membatasi setiap sisi, tidak pernah ada hiasan dan ti
"Dia tidak apa-apa, hanya saja sepertinya dia sedang syok!""Baik Dok, terimakasih!" seru Logan, namun lain hal nya dengan Xander yang hanya menyandarkan badan nya di tembok yang berada tidak jauh dari ranjang Alice berada."Baik, saya akan pergi dulu. Masih ada yang perlu saya urus,
Info:Haloo gaisss, Sya menyapa dulu untuk hari ini yaaaaa. Apa kabar nya?? Ehhh, btw, kalian bisa panggil aku 'Sia, Sya!' Yup. Anything You like!!!HohohohohohohHolaaa, selamat membacaaaa!!!!!
Alice menggelengkan kepalanya, berusaha untuk keluar dari ruangan gelap yang terus membelenggunya. Sejauh apa-pun Alice berlari, sejauh itu juga bayangan itu mengejarnya. Hingga, pada akhirnya. Alice berhenti dan menatap sosok itu sambil menaik turunkan dadanya, dengan nafas yang tersegal-segal."Tidak, a-apa yang kau ingin kan dari ku? Mengapa kau terus mengikutiku hah?" bentak Alice sakin tidak tahan nya terus di kuntit oleh sosok di depan nya.
Hoss....hoss...hoss...Nafas gadis itu memburu, ia berhenti berlari dan berdiri di depan ruangan kelas mereka. Lyra, gadis itu menatap nuansa kelas mereka yang terasa begitu horor. Menimang, apakah dia harus masuk atau tidak. Tapi, jika ia tidak masuk maka handpone nya akan tetap berada di ruangan kelas mereka.
Oliver menatap sosok yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit, ia berusaha untuk memendam amarahnya saat ini. "Apa yang terjadi pada mu Rey? Mengapa kau bisa menjadi seperti ini?" seru Oliver. Menatap Rey yang di gips, tulang-tulang lelaki itu semuanya bergeser dari tempatnya yang seharusnya. Semua badan Rey terkenal cakaran, hanya menyisakan wajahnya yang sama-sekali tidak tergores barang sedikit pun. Mata Rey menatap Oliver, lalu menatap sosok yang sedang duduk dengan buku yang dibolak-balikan di atas tangan nya sedang berada di atas sofa. Duduk tenang, seperti tidak ada yang terjadi."Dia—dia yang melakukan ini pada kami!" ujar Rey dengan air mata nya yang mengalir. Menunjuk Aldo yang masih membaca buku.Merasa dirinya di tunjuk dan ditatap, membuat Aldo menutup bukunya. Dan menatap Oliver yang menatap nya dengan keningnya yang sedang berkerut. "Dia benci pada ku sejak kau menjebakku untuk bergabung dengan mu Oliver!" ujar Aldo ikut berdiri, berjalan ke sebelah sisi ranjan
Mobil yang dibawa oleh Xander sedikit mengambil rute berbeda, mereka menatap ke belakang. Mobil berwarna silver dengan aksen kehitam-hitaman itu terus mengikuti mereka sejak Xander keluar dari dalam hotel itu, tempat mereka melakukan lomba itu. Alice yang duduk di depan bersamanya juga merasakan hal yang sama. Mobil itu memasuki belokan daerah gang yang cukup sempit, dan juga sedikit rawan. Xander sedikit salah mengambil rute ini, karena bukannya semakin mempermudah. Mereka malah sedikit kewalahan. Xander menatap ke belakang dari kaca spion di luar kaca. Mobil itu benar-benar mengikuti mereka sampai saat ini."mobil itu masih mengikuti kita!" seru Logan yang sudah sedikit panik"jalan ini menuju ke daerah mana? Aku tidak pernah berkeliling daerah ini sebelumnya!" seru Alice yang sedikit cemas. Ia tidak pernah melewati jalan ini sebelumnya. Namun ia tidak tahu dengan Xander atau Logan."Aku rasa kita di dalam masalah kali ini!" seru Xander mengerem mobil nya tiba-tiba. Karena sebuah mo
Xander, Alice dan Logan sampai di sekolah, mereka turun dari mobil mereka yang sudah terparkir di lokasi parkir yang biasanya. Banyak pasang mata yang mencuri-curi pandang ke arah mereka. Mereka bertiga melangkah menuju gedung sekolah mereka, namun sosok lelaki paruh baya lengkap dengan tas coklat nya yang terpampang di samping nya menghadang langkah mereka. Mereka lalu menatap Mr.Tanaka yang menatap mereka dengan garang. Logan menatap Alice dan juga Xander, ia lalu menggaruk kepalanya dengan sedikit tidak enak."ikut bapak sekarang!" seru Mr.Tanaka lalu berjalan menuju ke arah ruangannya.Logan hendak kabur, namun Mr.Tanaka segera berbalik badan dan menatap ke arah mereka bertiga dengan tatapan tajam. "Jangan coba-coba untuk kabur, atau nilai kalian tidak akan keluar satu semester ini dan kalian tidak akan bisa melanjut ke jenjang universitas!" ujar Mr.Tanaka lalu segera pergiLogan, Xander dan Alice saling menatap dan melangkah mengikuti Mr.Tanaka ke ruangan nya. Beberapa tatapan da
Mobil itu berhenti di depan garasi, Xander masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sementara Alice sudah tertidur dengan tangan yang ada di atas kepala Xander. Logan menatap ke belakang, dan menatap Tristan."Apa kau tidak bisa membangunkan Alice?" ujar Tristan menatap Logan"Alice—Alice...!"ujar Logan pelan menggoyang bahu Alice. Gadis itu mengerjapkan matanya dan menatap Logan. Alice lalu menatap ke luar kaca, dan mereka ternyata sudah berada di depan rumah besar itu. Alice lalu menatap Xander yang masih belum sadarkan diri dan masih berbaring dengan kepala di atas pangkuannya. Alice menggerakkan tangannya, membuat Xander mulai mengerjapkan matanya depan pelan membuat semua perhatian tertuju pada lelaki itu."Xander? Apa kau sudah sadar? Kau bisa mendengar ku?" ujar Alice pelan, sambil mengusap wajah tegas Xander dengan pelan. Membuat Xander yang tadi masih merasa lelah tiba-tiba teransang dengan sentuhan Alice. Xander membuka kedua mata nya dan hal pertama yang ia lihat adalah waj
Xander menatap Alice dan Logan sekali lagi, meyakin kan mereka dengan ide gila mereka malam ini. Menatap kedua sahabatnya yang menganggukan kepalanya, membuat Xander segera menutup kedua matanya. Namun sebelum mereka berteleportasi, pintu kamar mereka tiba-tiba terbuka. Semua mata tertuju pada pintu itu. Sementara sosok yang baru saja membuka pintu itu menatap Xander, Alice , dan Logan yang saling berpegangan satu-sama lain. Ralat—jika bisa dinilai lebih rinci, mereka lebih berpegangan pada Xander. Tristan mengerutkan keningnya, tidak ada tidak angin. Mengapa ketiga manusia itu berperilaku aneh?"A—apa kau mengganggu acara kalian?" ujar Tristan menatap mereka dengan alis yang mengerut"Ada apa?" guman Xander yang melepaskan pegangan tangan nya pada Alice dan juga Logan. Ia menatap Tristan—lelaki itu dengan kesal. Tinggal sebentar lagi, maka mereka akan berteleportasi. Namun jika di pikir-pikir, lebih baik juga Tristan datang sekarang daripada nanti setelah ia beserta Alice dan Logan s
Mereka langsung keluar dari dalam rumah itu, namun begitu keluar mereka terkejut saat mendapati sosok seseorang yang sedang menunggu mereka di depan mobil yang terparkir di luar. Duduk di atas jok depan sambil menatap mereka satu persatu. Logan seketika memegang Alice, Xander juga mendekat pada Alice. Logan menatap Xander yang juga menatapnya. Membuat Logan dengan segera menutup matanya dan warna matanya berubah menjadi putih. Ia lalu melepaskan tangannya dari Alice setelah mengubah kembali warna matanya."Tidak ada orang, kecuali dia!" ujar Logan menatap Xander yang menunggu jawaban darinya."Mengapa lelaki itu datang kemari?" guman Tristan menatap kesal lelaki yang membuat amarah nya seketika meningkat itu. Tristan menatap Xander yang menahan kepergiannya, ia memang hendak menyampari lelaki itu. Namun urung karena Xander menahannya."Biar aku saja Tristan, aku rasa dia ingin berbicara padaku!" ujar Xander lalu berjalan mendekati mobil nya, dimana sosok itu langsung berdiri dan menat
Mereka mendorong pintu itu, suara decitan terdengar menyilaukan menandakan bahwa besi yang menyusun pintu itu sudah berkarat. Begitu mereka membuka pintu itu, tidak ada yang terjadi, lalu langkah kaki mereka terdengar di dalam ruangan kosong itu. Ruangan itu luas, terdapat tangga yang berada di sudut ruangan untuk menuju ke lantai atas. Alice masih berada bersama dengan Xander kemana pun lelaki itu melangkah. Alice menatap rumah itu, dan tatapannya tertuju pada lantai di seberang tangga itu. Ia berjalan berbeda dengan jalur yang berbeda dengan Xander."Rumah ini benar-benar tidak ada yang memasukinya!" seru Logan saat menerawang ruangan itu. Benar-benar tidak ada aura negatif sama-sekali. Benar-benar terasa di lindungi oleh aura yang sangat berbeda namun terasa pernah Logan rasakan. Ia lalu mengubah matanya kembali menjadi normal, energy nya terasa lebih cepat berkurang saat ia tidak memegang Alice maupun Xander saat menggunakan kekuatannya. Sebenarnya tidak hanya dia, Xander pun jika
Mizuki menatap Alice yang ada di depan nya, dahinya menyerngit mendapati Alice yang tidak mengenakan seragam sekolah mereka. Ia jelas tau bahwa semalam, saat mereka ada kelas malam. Tiga manusia yang ada di depannya ini tidak masuk sekolah. Mizuki sempat khawatir, khawatir kalau sewaktu-waktu Xavier menyerang mereka. Namun melihat Alice yang berdiri di depan nya membuat perasaan khawatir Mizuki berkurang."Apa yang kau lakukan di sini? Tidak memakai seragam dan nafas ngos-ngosan!" ujar Mizuki menilai Alice yang sedang berdiri di depannya. Semua tatapan siswi lain yang ada di ruangan itu tertuju pada Alice. Menatap mereka berdua dengan sangat-amat teramat penasaran. Alice dikenal jarang bergaul dengan sembarang orang, dia hanya bergaul dengan orang-orang pintar saja—begitu lah rumor yang beredar. Membuat semua siswa itu terkejut, bahkan siswa dari kelas lain ikut nimbrung menatap nya dari kaca-kaca jendela."Nanti akan aku jelaskan, tapi kau harus ikut dengan ku. Segeralah!" ujar Alice
Aldo menatap tajam pada sosok lelaki yang sudah babak belur di hadapannya. Tidak sadarkan diri dan sekujur tubuhnya bermandikan darah membuat sosok lelaki itu tidak mudah untuk dikenali. Namun Aldo tetap menunggu di depan lelaki yang tidak sadarkan diri itu. Hingga langkah kecil dan pelukan di pinggangnya membuat Aldo tersenyum sejenak. Lengan kecil itu memeluk nya erat, Aldo tahu bahwa sosok yang sedang memeluknya itu sedang menenggelamkan wajah nya di dalam punggungnya. Key bilang gadis itu senang memeluknya dari belakang, itu sebabnya Aldo selalu membuat tubuh nya harum. Semua demi gadis nya, Key tidak boleh merasa jijik dengannya. Bahkan saat ini Aldo sudah sangat ingin membasuh tubuh nya karena darah yang mengotorinya."Key, Aa lagi kotor. Darah nya guru kamu itu buat Aa jijik banget!" ujar Aldo membuat Key melepaskan tangannya yang sedang memeluk Aldo. Membuat lelaki itu membalikkan badannya dan menatap Key."Key—jijik ya..?" seru Aldo menatap gadis nya itu yang mundur beberapa