Info:
Haloo gaisss, Sya menyapa dulu untuk hari ini yaaaaa. Apa kabar nya?? Ehhh, btw, kalian bisa panggil aku 'Sia, Sya!' Yup. Anything You like!!!
Hohohohohohoh
Holaaa, selamat membacaaaa!!!!!
****
BAGIAN 8 || COKLAT PANAS & PETUNJUK||
****
"Hey, Yak! Kau bilang kita akan minum coklat panas!" gerutu Alice begitu mereka berada di ruang tamu rumah milik Logan yang benar-benar kosong, tidak ada kehidupan. Sementara pemuda itu hanya menggaruk tengkuk nya yang sama-sekali tidak gatal. Alice berdecih sebal sementara Xander sudah rebahan di atas sofa empuk di belakang nya sambil memejamkan matanya. Seolah tidak mempermasalahkannya sama-sekali.
"Ayolah Alice,aku tidak tau ibuku bisa pergi tanpa memberitahukan ini padaku! Mana aku tau akan terjadi seperti ini!" seru Logan
"Sudah lah, apa kau bisa membuatkan Coklat panas Logan? Aku dengar-dengar kau ahli!"
Alice dan Logan menatap Xander yang membuat opini, sayang nya lelaki itu masih asik dengan rebahannya tanpa peduli dengan tatapan Logan yang menatapnya kesal. Alice lalu menatap Logan. "Hey...Hey, ada apa dengan tatapan mu Alice? Jangan bilang kau percaya dengan ucapan Xander! Dia hanya asal bicara, mana mungkin aku bisa membuat Coklat panas!!"
Alice makin tersenyum misterius sambil menatap Logan
"Hooooooh, baiklah-baiklah, aku akan membuatkan nya. Tatapan mu seperti ingin membunuh ku saja! Menyebalkan, ehh!" kesal logan sambil beranjak dari duduknya. Ia segera menuju dapur dan meninggalkan Xander dan Alice.
"Ada apa? Mengapa kau juga menatap ku seperti itu?" seru Alice yang baru sadar bahwa Xander menatapnya dengan tatapan aneh nya, mungkin bisa di katakan tatapan seperti biasanya.
"Tidak ada, lupakan saja. Sebaiknya kau ikut membantu Logan juga! Mana ada gadis yang tidak bisa memasak? " seru Xander kembali memejamkan matanya dan mengambil guling sofa.
"Euhhhhh, menyebalkan sekali!Kau juga seharusnya bisa memasak. Mana ada lelaki yang rebahan terus?" kesal Alice, namun tetap berdiri dan segera menuju dapur.
Alice lalu melangkah menuju dapur Logan yang cukup luas, bahkan di setiap tembok menuju dapur juga dipasangi banyak lukisan yang mirip sebuah lukisan filosopi. "Kenapa? Mengapa kau datang kemari? Duduk saja, aku akan membauatkan nya!" ujar logan yang baru sadar bahwa Alice memasuki ruang dapur.
"Siapa bilang aku akan membantu mu? Aku hanya kesal saja!" seru Alice sambil duduk di atas kursi dan menatap Logan yang begitu handal membuat coklat panas
"Holll, kau berkata seolah-olah ada orang menyebalkan di samping mu!" kekeh Logan
"Ck, kalian berdua sama saja. Sama-sama menyebalkan!"
"Ayolah Alice, kita sudah berteman sangat lama. Sejak kapan aku tidak menyebalkan terhadap mu?" seru Logan
"Terserah mu saja!"
"Ehh, ngomong-ngomong! Aku ingin bertanya pada mu!"
"Holll, ada apa? Tidak biasanya kau ingin bertanya dengan meminta ijin ku terlebih dahulu, kau menyebalkan!" seru Alice
"CK, aku serius!"
"Ada apa? Jangan membuat ku penasaran!"
"Hmmmm, apa yang terjadi sebelum kau pingsan? Apa ada sesuatu yang membuat mu begitu hingga bisa-bisa nya kau pingsan?"
Alice terdiam, ia menatap Logan dengan kesal. Namun, bulu Alice tiba-tiba saja berdiri saat mengingat insiden yang membuat ia pingsan itu. Ia menghela nafas dan hendak berbicara.
"Tidak usah bicara jika kau tidak siap, aku bisa menunggu mu menjawab nya kapan saja. Setidak nya sampai kau benar-benar siap untuk menceritakan nya" seru Logan memotong Alice.
"Yak, Hey! kau memotong ku, menyebalkan! Sudah lah, aku tidak ingin lagi membahasnya!"
"Alice tunggu, aku hanya bercanda. Bisa kau ambil kan susu segar di dalma kulkas? Aku tidak bisa mengambil nya, coklat panas nya nanti membeku!"
Alice segera beranjak, ia mengambil susu segar dari kulkas. Membantu Logan untuk mengaduk coklat panas yang begitu harum, perut nya terasa lapar saat aroma coklat panas itu benar-benar menyiksa nya. Tatapan Alice lalu tertuju pada foto mereka yang berada di sebelah Logan, "Kau masih menyimpan ini? Ini sudah lama sekali!" kekeh Alice
Logan menatap foto yang sedang di tunjukkan oleh Alice pada nya, "Itu waktu kita kecil, kau terlihat imut sekali di foto itu!"
"Jadi, apa sekarang aku tidak imut lagi?"
"Sekarang? kau lebih..!" Logan sengaja menghentikan ucapan nya, melihat reaksi penasaran Alice membuat Logan ingin menjahili gadis itu. "kau lebih jelek hahahhahah!"
"Yak, kau menyebalkan sekali!" seru Alice lalu segera beranjak dari dapur dan menuju kembali ke ruang tamu dengan perasaan kesal. Alice llau manatap sofa tempat Xander berbaring tadi, NIhil, Tidak ada sosok lelaki itu di sana.
"Xander? Kau dimana?" seru Alice sambil berjalan mendekati sofa itu. Sama-sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan dari Xander. Shittt! Alice mengumpat.
"Alice? Mengapa kau berdiri? Holll, dimana Xander?" ujar Logan sambil meletakkan 3 gelas coklat panas nya dan menghampiri Alice
"Aku tidak tau, dia tidak berada di sini ketika aku kembali!"
"Yak, kau serius? Kau sudah menghubungi nya?" seru Logan
"Dia meninggalkan ponsel nya di atas meja, kau bisa melihatnya bukan?" seru Alice sambil menunjukkan ponsel Xander, Logan dan ponsel nya yang terletak di atas meja.Tempat mereka meletakannya saat baru sampai di rumah Logan
"Yak, apa dia naik ke atas? Aku akan memeriksanya di atas, kau bisa melihatnya di sekitar sini, telepon aku jika kau menemukannya!" seru Xander
Alice mengangguk lalu segera menuju lantai bawah, sementara Logan menuju lantai atas. Logan terus menapakkan kakinya melewati barisan tangga-tangga. "Holll, ini benar-benar tidak nyaman! Dan coklat panas ku pasti akan segera dingin!" Gerutu Logan sambil membuka pintu untuk masuk ke atap rumah nya. Sampainya di atap, Logan tidak menemukan apa-apa. Kosong melompong. Dia segera berjalan lagi dan menuju ruangan di sebelah nya. Sementara Alice terus menuju ruang bawah dengan bermodalkan senter dari handphone nya. Ruangan gelap itu sama-sekali tidak banyak menunjukkan petunjuk baginya.
Brukk
Alice terperanjat di tempatnya, ada bunyi benda jatuh yang tidak jauh darinya. Alice menutup kedua matanya, gawat, bisa-bisa nya ncycytophobianya tiba-tiba kambuh di saat yang kurang tepat. Alice membuka kedua matanya, berusaha untuk tetap tenang dan mulai mendial nomor Logan. Namun, tidak, lama "Arkhmmmmmm! MMmmmm, lepaskan aku, mmmmphhhhhh!"
Alice berusaha untuk berontak saat merasakan ada tangan yang membekap mulutnya.
"Stttttt, janan panik Alice. Ini aku, Xander!"
Mendengar suara itu, Alice segera rileks. Ia hendak berbalik dan ingin memberi jarak di antara mereka, namun Xander masih menahan bahunya. "Stttt, jangan banyak bergerak Alice. Apa kau bisa merasakannya?" seru Xander mulai serius dan menatap sekeliling nya
"Aura ini, aura apa ini?" seru Alice yang baru menyadari bahwa ternyata memang ada sesuatu di sekitar mereka. Alice mulai fokus dan menatap sekeliling, tiba-tiba "Arkhhh!" Seru Alice menyebabkan ia membentur dada Xander
"hey, ada apa?"
"Dia berada di sebelah ku Xander!" seru Alice semakin mendekat kepada Xander sambil memegang tangan lelaki itu
"Apa yang kau lihat?"
"Sosok yang aku lihat di sekolah juga, a-aaku!"
"Alice, hey, heyyyy!"
Xander segera memapah tubuh Alice yang sudah mesorot.
tinggg
Lampu menyala, membuat Xander lebih leluasa melihat.
"Alice?Xander?Ada apa dengan nya?" seru Logan yang baru saja datang dan segera menghampiri mereka. Telepon Alice beberapa menit yang lalu membawa Logan segera menuju ke bawah.
"Hey, apa kau melihat sesuatu di sini?" seru Xander menatap Logan
"Sesuatu?"
"Alice bilang, yang dia lihat di sekolah juga berada di sini!" seru Xander
Logan segera berdiri lalu segera menerawang ruangan itu, aneh, ini aneh, ia sama-sekali tidak bisa melihat apa-apa namun ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berada di sini. Xander menatap Logan yang menggelengkan kepalanya. "Aku tidak berhasil melihatnya, penglihatan ku kabur, namun aku bisa merasakan nya ada di sekitar sini!" seru Logan sambil mengembalikan lagi penglihatannya
"Sudah lah, kita harus segera membawa Alice kembali!" seru Xander lalu segera menggendong Alice dan meninggalkan Logan yang masih diam di tempatnya.
"Holl, aura menyeramkan apa ini!" seru Logan saat sadar dirinya ditinggalkan sendirian. Ia segera beranjak pergi dan menuju Alice dan Xander.
Alice menggelengkan kepalanya, berusaha untuk keluar dari ruangan gelap yang terus membelenggunya. Sejauh apa-pun Alice berlari, sejauh itu juga bayangan itu mengejarnya. Hingga, pada akhirnya. Alice berhenti dan menatap sosok itu sambil menaik turunkan dadanya, dengan nafas yang tersegal-segal."Tidak, a-apa yang kau ingin kan dari ku? Mengapa kau terus mengikutiku hah?" bentak Alice sakin tidak tahan nya terus di kuntit oleh sosok di depan nya.
Hoss....hoss...hoss...Nafas gadis itu memburu, ia berhenti berlari dan berdiri di depan ruangan kelas mereka. Lyra, gadis itu menatap nuansa kelas mereka yang terasa begitu horor. Menimang, apakah dia harus masuk atau tidak. Tapi, jika ia tidak masuk maka handpone nya akan tetap berada di ruangan kelas mereka.
***Mobil Logan terhenti di depan rumah yang sudah tidak berpenghuni. Nuansa nya terasa begitu menyeramkan ketika tidak ada penerangan sama-sekali. Alice menatap sekeliling rumah itu, lalu menghela nafas. Baru saja menatap area luar rumah itu, sudah membuat bulu kuduk nya berdiri. Ia juga tidak tau mengapa ia ikut dengan rencana gila kali ini.
*****Mereka bertiga mulai memasuki ruangan itu, rasanya benar-benar menyeramkan. Ini sungguhan, baru saja memasuki ruangan itu. Sepasang tangan sudah merayap dari atas tangga dan kali ini mengenai Xander. Wajah lelaki itu langsung pucat saat melihat banyaknya darah yang mengalir dari arah datang nya tangan itu."enyalah, dasar sialan!" seru Alice berusaha untuk menyingkir dari lab
Alice dan Logan memasuki ruangan itu, di depan mereka Xander sudah berdiri dengan tatapan nya yang tidak biasa. Logan sedikit melirik Alice yang memegang nya erat. Gadis itu terlihat sedikit katakutan saat menatap ke ruangan yang menjadi ruangan yang sekarang mereka tempati.Logan lalu kembali menatap Xander yang masih diam di tempat nya. "Jika kalian tidak segera masuk, setan di belakang kalian akan segera memakan kalian berdua!" seru XanderShutt...Pisau Xander tepat mengen
Xander, Alice dan Logan duduk di ruang tamu sementara mr.Robert masih sibuk di dalam ruangan nya. Hanya ada mereka bertiga dan suasananya kali ini benar-benar canggung. Alice menghela nafas nya, tidak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Sementara Logan masih dalam pikirannya sendiri, ia sendiri bingung harus berkata seperti apa saat ini. Jika apa yang ia alami beberapa menit yang lalu hanya lah sebuah mimpi, tapi, mengapa rasanya itu benar-benar nyata sekali? Dan, ia juga mendapatkan sebuah luka di lengannya. Luka ketika pisau Alice menggores tangan nya ketika membunuh Jikininki yang hendak membunuh nya, pertanyaannya untuk sekarang.Adakah mimpi yang senyata ini??
Alice menatap jam tangan nya, ini sudah pukul 12 malam. Lebih tepat nya pukul 12.01, dan Xander benar. Ia mendengar suara-suara itu lagi. Alice berusaha untuk tidak bergerak dari ranjang nya. Ia menarik nafas dan mengeluarkan nya pelan. Suara itu seolah ingin membawa diri nya ke atas, tepatnya pada sesuatu yang berbunyi itu. Alice juga masih memikirkan apa yang dikatakan oleh mr.Robert padanya beberapa jam yang lalu.drtttt......drt.......drt....Ponsel nya tiba-tiba berbunyi, Alice menatap nomor Xander yang tertera di layar utama.
Malam natal yang seharusnya dihabiskan dengan penuh kegembiraan malah berakhir dengan berbaring diatas ranjang. Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi kedepannya, tidak satupun. Yang kita hanya bisa adalah, terus berharap dan percaya dengan apa yang terbaik untuk kita. Sama seperti gadis yang masih memejamkan matanya dan berbaring lemah di atas ranjang."Apa dia baik-baik saja Ayah?"
Oliver menatap sosok yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit, ia berusaha untuk memendam amarahnya saat ini. "Apa yang terjadi pada mu Rey? Mengapa kau bisa menjadi seperti ini?" seru Oliver. Menatap Rey yang di gips, tulang-tulang lelaki itu semuanya bergeser dari tempatnya yang seharusnya. Semua badan Rey terkenal cakaran, hanya menyisakan wajahnya yang sama-sekali tidak tergores barang sedikit pun. Mata Rey menatap Oliver, lalu menatap sosok yang sedang duduk dengan buku yang dibolak-balikan di atas tangan nya sedang berada di atas sofa. Duduk tenang, seperti tidak ada yang terjadi."Dia—dia yang melakukan ini pada kami!" ujar Rey dengan air mata nya yang mengalir. Menunjuk Aldo yang masih membaca buku.Merasa dirinya di tunjuk dan ditatap, membuat Aldo menutup bukunya. Dan menatap Oliver yang menatap nya dengan keningnya yang sedang berkerut. "Dia benci pada ku sejak kau menjebakku untuk bergabung dengan mu Oliver!" ujar Aldo ikut berdiri, berjalan ke sebelah sisi ranjan
Mobil yang dibawa oleh Xander sedikit mengambil rute berbeda, mereka menatap ke belakang. Mobil berwarna silver dengan aksen kehitam-hitaman itu terus mengikuti mereka sejak Xander keluar dari dalam hotel itu, tempat mereka melakukan lomba itu. Alice yang duduk di depan bersamanya juga merasakan hal yang sama. Mobil itu memasuki belokan daerah gang yang cukup sempit, dan juga sedikit rawan. Xander sedikit salah mengambil rute ini, karena bukannya semakin mempermudah. Mereka malah sedikit kewalahan. Xander menatap ke belakang dari kaca spion di luar kaca. Mobil itu benar-benar mengikuti mereka sampai saat ini."mobil itu masih mengikuti kita!" seru Logan yang sudah sedikit panik"jalan ini menuju ke daerah mana? Aku tidak pernah berkeliling daerah ini sebelumnya!" seru Alice yang sedikit cemas. Ia tidak pernah melewati jalan ini sebelumnya. Namun ia tidak tahu dengan Xander atau Logan."Aku rasa kita di dalam masalah kali ini!" seru Xander mengerem mobil nya tiba-tiba. Karena sebuah mo
Xander, Alice dan Logan sampai di sekolah, mereka turun dari mobil mereka yang sudah terparkir di lokasi parkir yang biasanya. Banyak pasang mata yang mencuri-curi pandang ke arah mereka. Mereka bertiga melangkah menuju gedung sekolah mereka, namun sosok lelaki paruh baya lengkap dengan tas coklat nya yang terpampang di samping nya menghadang langkah mereka. Mereka lalu menatap Mr.Tanaka yang menatap mereka dengan garang. Logan menatap Alice dan juga Xander, ia lalu menggaruk kepalanya dengan sedikit tidak enak."ikut bapak sekarang!" seru Mr.Tanaka lalu berjalan menuju ke arah ruangannya.Logan hendak kabur, namun Mr.Tanaka segera berbalik badan dan menatap ke arah mereka bertiga dengan tatapan tajam. "Jangan coba-coba untuk kabur, atau nilai kalian tidak akan keluar satu semester ini dan kalian tidak akan bisa melanjut ke jenjang universitas!" ujar Mr.Tanaka lalu segera pergiLogan, Xander dan Alice saling menatap dan melangkah mengikuti Mr.Tanaka ke ruangan nya. Beberapa tatapan da
Mobil itu berhenti di depan garasi, Xander masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sementara Alice sudah tertidur dengan tangan yang ada di atas kepala Xander. Logan menatap ke belakang, dan menatap Tristan."Apa kau tidak bisa membangunkan Alice?" ujar Tristan menatap Logan"Alice—Alice...!"ujar Logan pelan menggoyang bahu Alice. Gadis itu mengerjapkan matanya dan menatap Logan. Alice lalu menatap ke luar kaca, dan mereka ternyata sudah berada di depan rumah besar itu. Alice lalu menatap Xander yang masih belum sadarkan diri dan masih berbaring dengan kepala di atas pangkuannya. Alice menggerakkan tangannya, membuat Xander mulai mengerjapkan matanya depan pelan membuat semua perhatian tertuju pada lelaki itu."Xander? Apa kau sudah sadar? Kau bisa mendengar ku?" ujar Alice pelan, sambil mengusap wajah tegas Xander dengan pelan. Membuat Xander yang tadi masih merasa lelah tiba-tiba teransang dengan sentuhan Alice. Xander membuka kedua mata nya dan hal pertama yang ia lihat adalah waj
Xander menatap Alice dan Logan sekali lagi, meyakin kan mereka dengan ide gila mereka malam ini. Menatap kedua sahabatnya yang menganggukan kepalanya, membuat Xander segera menutup kedua matanya. Namun sebelum mereka berteleportasi, pintu kamar mereka tiba-tiba terbuka. Semua mata tertuju pada pintu itu. Sementara sosok yang baru saja membuka pintu itu menatap Xander, Alice , dan Logan yang saling berpegangan satu-sama lain. Ralat—jika bisa dinilai lebih rinci, mereka lebih berpegangan pada Xander. Tristan mengerutkan keningnya, tidak ada tidak angin. Mengapa ketiga manusia itu berperilaku aneh?"A—apa kau mengganggu acara kalian?" ujar Tristan menatap mereka dengan alis yang mengerut"Ada apa?" guman Xander yang melepaskan pegangan tangan nya pada Alice dan juga Logan. Ia menatap Tristan—lelaki itu dengan kesal. Tinggal sebentar lagi, maka mereka akan berteleportasi. Namun jika di pikir-pikir, lebih baik juga Tristan datang sekarang daripada nanti setelah ia beserta Alice dan Logan s
Mereka langsung keluar dari dalam rumah itu, namun begitu keluar mereka terkejut saat mendapati sosok seseorang yang sedang menunggu mereka di depan mobil yang terparkir di luar. Duduk di atas jok depan sambil menatap mereka satu persatu. Logan seketika memegang Alice, Xander juga mendekat pada Alice. Logan menatap Xander yang juga menatapnya. Membuat Logan dengan segera menutup matanya dan warna matanya berubah menjadi putih. Ia lalu melepaskan tangannya dari Alice setelah mengubah kembali warna matanya."Tidak ada orang, kecuali dia!" ujar Logan menatap Xander yang menunggu jawaban darinya."Mengapa lelaki itu datang kemari?" guman Tristan menatap kesal lelaki yang membuat amarah nya seketika meningkat itu. Tristan menatap Xander yang menahan kepergiannya, ia memang hendak menyampari lelaki itu. Namun urung karena Xander menahannya."Biar aku saja Tristan, aku rasa dia ingin berbicara padaku!" ujar Xander lalu berjalan mendekati mobil nya, dimana sosok itu langsung berdiri dan menat
Mereka mendorong pintu itu, suara decitan terdengar menyilaukan menandakan bahwa besi yang menyusun pintu itu sudah berkarat. Begitu mereka membuka pintu itu, tidak ada yang terjadi, lalu langkah kaki mereka terdengar di dalam ruangan kosong itu. Ruangan itu luas, terdapat tangga yang berada di sudut ruangan untuk menuju ke lantai atas. Alice masih berada bersama dengan Xander kemana pun lelaki itu melangkah. Alice menatap rumah itu, dan tatapannya tertuju pada lantai di seberang tangga itu. Ia berjalan berbeda dengan jalur yang berbeda dengan Xander."Rumah ini benar-benar tidak ada yang memasukinya!" seru Logan saat menerawang ruangan itu. Benar-benar tidak ada aura negatif sama-sekali. Benar-benar terasa di lindungi oleh aura yang sangat berbeda namun terasa pernah Logan rasakan. Ia lalu mengubah matanya kembali menjadi normal, energy nya terasa lebih cepat berkurang saat ia tidak memegang Alice maupun Xander saat menggunakan kekuatannya. Sebenarnya tidak hanya dia, Xander pun jika
Mizuki menatap Alice yang ada di depan nya, dahinya menyerngit mendapati Alice yang tidak mengenakan seragam sekolah mereka. Ia jelas tau bahwa semalam, saat mereka ada kelas malam. Tiga manusia yang ada di depannya ini tidak masuk sekolah. Mizuki sempat khawatir, khawatir kalau sewaktu-waktu Xavier menyerang mereka. Namun melihat Alice yang berdiri di depan nya membuat perasaan khawatir Mizuki berkurang."Apa yang kau lakukan di sini? Tidak memakai seragam dan nafas ngos-ngosan!" ujar Mizuki menilai Alice yang sedang berdiri di depannya. Semua tatapan siswi lain yang ada di ruangan itu tertuju pada Alice. Menatap mereka berdua dengan sangat-amat teramat penasaran. Alice dikenal jarang bergaul dengan sembarang orang, dia hanya bergaul dengan orang-orang pintar saja—begitu lah rumor yang beredar. Membuat semua siswa itu terkejut, bahkan siswa dari kelas lain ikut nimbrung menatap nya dari kaca-kaca jendela."Nanti akan aku jelaskan, tapi kau harus ikut dengan ku. Segeralah!" ujar Alice
Aldo menatap tajam pada sosok lelaki yang sudah babak belur di hadapannya. Tidak sadarkan diri dan sekujur tubuhnya bermandikan darah membuat sosok lelaki itu tidak mudah untuk dikenali. Namun Aldo tetap menunggu di depan lelaki yang tidak sadarkan diri itu. Hingga langkah kecil dan pelukan di pinggangnya membuat Aldo tersenyum sejenak. Lengan kecil itu memeluk nya erat, Aldo tahu bahwa sosok yang sedang memeluknya itu sedang menenggelamkan wajah nya di dalam punggungnya. Key bilang gadis itu senang memeluknya dari belakang, itu sebabnya Aldo selalu membuat tubuh nya harum. Semua demi gadis nya, Key tidak boleh merasa jijik dengannya. Bahkan saat ini Aldo sudah sangat ingin membasuh tubuh nya karena darah yang mengotorinya."Key, Aa lagi kotor. Darah nya guru kamu itu buat Aa jijik banget!" ujar Aldo membuat Key melepaskan tangannya yang sedang memeluk Aldo. Membuat lelaki itu membalikkan badannya dan menatap Key."Key—jijik ya..?" seru Aldo menatap gadis nya itu yang mundur beberapa