***
Mobil Logan terhenti di depan rumah yang sudah tidak berpenghuni. Nuansa nya terasa begitu menyeramkan ketika tidak ada penerangan sama-sekali. Alice menatap sekeliling rumah itu, lalu menghela nafas. Baru saja menatap area luar rumah itu, sudah membuat bulu kuduk nya berdiri. Ia juga tidak tau mengapa ia ikut dengan rencana gila kali ini.
*****Mereka bertiga mulai memasuki ruangan itu, rasanya benar-benar menyeramkan. Ini sungguhan, baru saja memasuki ruangan itu. Sepasang tangan sudah merayap dari atas tangga dan kali ini mengenai Xander. Wajah lelaki itu langsung pucat saat melihat banyaknya darah yang mengalir dari arah datang nya tangan itu."enyalah, dasar sialan!" seru Alice berusaha untuk menyingkir dari lab
Alice dan Logan memasuki ruangan itu, di depan mereka Xander sudah berdiri dengan tatapan nya yang tidak biasa. Logan sedikit melirik Alice yang memegang nya erat. Gadis itu terlihat sedikit katakutan saat menatap ke ruangan yang menjadi ruangan yang sekarang mereka tempati.Logan lalu kembali menatap Xander yang masih diam di tempat nya. "Jika kalian tidak segera masuk, setan di belakang kalian akan segera memakan kalian berdua!" seru XanderShutt...Pisau Xander tepat mengen
Xander, Alice dan Logan duduk di ruang tamu sementara mr.Robert masih sibuk di dalam ruangan nya. Hanya ada mereka bertiga dan suasananya kali ini benar-benar canggung. Alice menghela nafas nya, tidak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Sementara Logan masih dalam pikirannya sendiri, ia sendiri bingung harus berkata seperti apa saat ini. Jika apa yang ia alami beberapa menit yang lalu hanya lah sebuah mimpi, tapi, mengapa rasanya itu benar-benar nyata sekali? Dan, ia juga mendapatkan sebuah luka di lengannya. Luka ketika pisau Alice menggores tangan nya ketika membunuh Jikininki yang hendak membunuh nya, pertanyaannya untuk sekarang.Adakah mimpi yang senyata ini??
Alice menatap jam tangan nya, ini sudah pukul 12 malam. Lebih tepat nya pukul 12.01, dan Xander benar. Ia mendengar suara-suara itu lagi. Alice berusaha untuk tidak bergerak dari ranjang nya. Ia menarik nafas dan mengeluarkan nya pelan. Suara itu seolah ingin membawa diri nya ke atas, tepatnya pada sesuatu yang berbunyi itu. Alice juga masih memikirkan apa yang dikatakan oleh mr.Robert padanya beberapa jam yang lalu.drtttt......drt.......drt....Ponsel nya tiba-tiba berbunyi, Alice menatap nomor Xander yang tertera di layar utama.
Malam natal yang seharusnya dihabiskan dengan penuh kegembiraan malah berakhir dengan berbaring diatas ranjang. Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi kedepannya, tidak satupun. Yang kita hanya bisa adalah, terus berharap dan percaya dengan apa yang terbaik untuk kita. Sama seperti gadis yang masih memejamkan matanya dan berbaring lemah di atas ranjang."Apa dia baik-baik saja Ayah?"
"Bagimana keadaan nya?" seru Mr.Erick sambil duduk di sebelah putra nya yang sedang menyiapkan sup. Rasanya sudah cukup lama bagi Erick tidak menatap ruang dapur nya kembali terasa hidup seperti ini. Tepat nya saat sebelum Xander memutuskan untuk tinggal di apartemen nya sendiri."Tidak cukup baik! Tapi, aku rasa dia akan segera sadar!" seru Xander segera berjalan menuju kamar Alice dengan semangkok sup di tangan nya. Erick menghela nafas nya, putra nya tidak pernah seperhatian ini pada sosok lain. Bahkan pada nya sendir
Gadis dengan topeng yang menutupi wajah nya, serta jubah hitam nya membuat nya tidak bisa dikenali. Gadis itu memantau dari ketinggian, tepatnya di atap sekolah mereka. Meski sekolah sudah libur natal, masih ada saja beberapa siswa yang memakai sekolah untuk acara-acara kecil. Dan, dari siswa yang ada di dalam sekolah itu, ada seseorang yang menjadi target gadis itu."Kau sudah tau bukan? Kau harus mengambil hatinya dan sudah harus ada di dalam singgasana ku malam ini. Jika kau tidak berhasil, maka hati mu yang akan menj
Mizuki menghela nafas nya, ia mengeluarkan belati dari sakunya dan menatap sosok gadis di depan nya dengan wajah datar dan mata yang ditutupi. Sedangkan sosok gadis di depan itu menatap Mizuki dengan gelengan kepala. Jantung Mizuki terasa sakit, menandakan bahwa Xavier sepertinya menyuruh nya agar tidak lama menyelesaikan misi nya,maaf kan akubatin Mizuki dalam hati."Ehmmm, mmmmphhhh!" seru Mitha menggelengkan kepala saat Mizuki mulai melangkah dengan seringai n
Oliver menatap sosok yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit, ia berusaha untuk memendam amarahnya saat ini. "Apa yang terjadi pada mu Rey? Mengapa kau bisa menjadi seperti ini?" seru Oliver. Menatap Rey yang di gips, tulang-tulang lelaki itu semuanya bergeser dari tempatnya yang seharusnya. Semua badan Rey terkenal cakaran, hanya menyisakan wajahnya yang sama-sekali tidak tergores barang sedikit pun. Mata Rey menatap Oliver, lalu menatap sosok yang sedang duduk dengan buku yang dibolak-balikan di atas tangan nya sedang berada di atas sofa. Duduk tenang, seperti tidak ada yang terjadi."Dia—dia yang melakukan ini pada kami!" ujar Rey dengan air mata nya yang mengalir. Menunjuk Aldo yang masih membaca buku.Merasa dirinya di tunjuk dan ditatap, membuat Aldo menutup bukunya. Dan menatap Oliver yang menatap nya dengan keningnya yang sedang berkerut. "Dia benci pada ku sejak kau menjebakku untuk bergabung dengan mu Oliver!" ujar Aldo ikut berdiri, berjalan ke sebelah sisi ranjan
Mobil yang dibawa oleh Xander sedikit mengambil rute berbeda, mereka menatap ke belakang. Mobil berwarna silver dengan aksen kehitam-hitaman itu terus mengikuti mereka sejak Xander keluar dari dalam hotel itu, tempat mereka melakukan lomba itu. Alice yang duduk di depan bersamanya juga merasakan hal yang sama. Mobil itu memasuki belokan daerah gang yang cukup sempit, dan juga sedikit rawan. Xander sedikit salah mengambil rute ini, karena bukannya semakin mempermudah. Mereka malah sedikit kewalahan. Xander menatap ke belakang dari kaca spion di luar kaca. Mobil itu benar-benar mengikuti mereka sampai saat ini."mobil itu masih mengikuti kita!" seru Logan yang sudah sedikit panik"jalan ini menuju ke daerah mana? Aku tidak pernah berkeliling daerah ini sebelumnya!" seru Alice yang sedikit cemas. Ia tidak pernah melewati jalan ini sebelumnya. Namun ia tidak tahu dengan Xander atau Logan."Aku rasa kita di dalam masalah kali ini!" seru Xander mengerem mobil nya tiba-tiba. Karena sebuah mo
Xander, Alice dan Logan sampai di sekolah, mereka turun dari mobil mereka yang sudah terparkir di lokasi parkir yang biasanya. Banyak pasang mata yang mencuri-curi pandang ke arah mereka. Mereka bertiga melangkah menuju gedung sekolah mereka, namun sosok lelaki paruh baya lengkap dengan tas coklat nya yang terpampang di samping nya menghadang langkah mereka. Mereka lalu menatap Mr.Tanaka yang menatap mereka dengan garang. Logan menatap Alice dan juga Xander, ia lalu menggaruk kepalanya dengan sedikit tidak enak."ikut bapak sekarang!" seru Mr.Tanaka lalu berjalan menuju ke arah ruangannya.Logan hendak kabur, namun Mr.Tanaka segera berbalik badan dan menatap ke arah mereka bertiga dengan tatapan tajam. "Jangan coba-coba untuk kabur, atau nilai kalian tidak akan keluar satu semester ini dan kalian tidak akan bisa melanjut ke jenjang universitas!" ujar Mr.Tanaka lalu segera pergiLogan, Xander dan Alice saling menatap dan melangkah mengikuti Mr.Tanaka ke ruangan nya. Beberapa tatapan da
Mobil itu berhenti di depan garasi, Xander masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sementara Alice sudah tertidur dengan tangan yang ada di atas kepala Xander. Logan menatap ke belakang, dan menatap Tristan."Apa kau tidak bisa membangunkan Alice?" ujar Tristan menatap Logan"Alice—Alice...!"ujar Logan pelan menggoyang bahu Alice. Gadis itu mengerjapkan matanya dan menatap Logan. Alice lalu menatap ke luar kaca, dan mereka ternyata sudah berada di depan rumah besar itu. Alice lalu menatap Xander yang masih belum sadarkan diri dan masih berbaring dengan kepala di atas pangkuannya. Alice menggerakkan tangannya, membuat Xander mulai mengerjapkan matanya depan pelan membuat semua perhatian tertuju pada lelaki itu."Xander? Apa kau sudah sadar? Kau bisa mendengar ku?" ujar Alice pelan, sambil mengusap wajah tegas Xander dengan pelan. Membuat Xander yang tadi masih merasa lelah tiba-tiba teransang dengan sentuhan Alice. Xander membuka kedua mata nya dan hal pertama yang ia lihat adalah waj
Xander menatap Alice dan Logan sekali lagi, meyakin kan mereka dengan ide gila mereka malam ini. Menatap kedua sahabatnya yang menganggukan kepalanya, membuat Xander segera menutup kedua matanya. Namun sebelum mereka berteleportasi, pintu kamar mereka tiba-tiba terbuka. Semua mata tertuju pada pintu itu. Sementara sosok yang baru saja membuka pintu itu menatap Xander, Alice , dan Logan yang saling berpegangan satu-sama lain. Ralat—jika bisa dinilai lebih rinci, mereka lebih berpegangan pada Xander. Tristan mengerutkan keningnya, tidak ada tidak angin. Mengapa ketiga manusia itu berperilaku aneh?"A—apa kau mengganggu acara kalian?" ujar Tristan menatap mereka dengan alis yang mengerut"Ada apa?" guman Xander yang melepaskan pegangan tangan nya pada Alice dan juga Logan. Ia menatap Tristan—lelaki itu dengan kesal. Tinggal sebentar lagi, maka mereka akan berteleportasi. Namun jika di pikir-pikir, lebih baik juga Tristan datang sekarang daripada nanti setelah ia beserta Alice dan Logan s
Mereka langsung keluar dari dalam rumah itu, namun begitu keluar mereka terkejut saat mendapati sosok seseorang yang sedang menunggu mereka di depan mobil yang terparkir di luar. Duduk di atas jok depan sambil menatap mereka satu persatu. Logan seketika memegang Alice, Xander juga mendekat pada Alice. Logan menatap Xander yang juga menatapnya. Membuat Logan dengan segera menutup matanya dan warna matanya berubah menjadi putih. Ia lalu melepaskan tangannya dari Alice setelah mengubah kembali warna matanya."Tidak ada orang, kecuali dia!" ujar Logan menatap Xander yang menunggu jawaban darinya."Mengapa lelaki itu datang kemari?" guman Tristan menatap kesal lelaki yang membuat amarah nya seketika meningkat itu. Tristan menatap Xander yang menahan kepergiannya, ia memang hendak menyampari lelaki itu. Namun urung karena Xander menahannya."Biar aku saja Tristan, aku rasa dia ingin berbicara padaku!" ujar Xander lalu berjalan mendekati mobil nya, dimana sosok itu langsung berdiri dan menat
Mereka mendorong pintu itu, suara decitan terdengar menyilaukan menandakan bahwa besi yang menyusun pintu itu sudah berkarat. Begitu mereka membuka pintu itu, tidak ada yang terjadi, lalu langkah kaki mereka terdengar di dalam ruangan kosong itu. Ruangan itu luas, terdapat tangga yang berada di sudut ruangan untuk menuju ke lantai atas. Alice masih berada bersama dengan Xander kemana pun lelaki itu melangkah. Alice menatap rumah itu, dan tatapannya tertuju pada lantai di seberang tangga itu. Ia berjalan berbeda dengan jalur yang berbeda dengan Xander."Rumah ini benar-benar tidak ada yang memasukinya!" seru Logan saat menerawang ruangan itu. Benar-benar tidak ada aura negatif sama-sekali. Benar-benar terasa di lindungi oleh aura yang sangat berbeda namun terasa pernah Logan rasakan. Ia lalu mengubah matanya kembali menjadi normal, energy nya terasa lebih cepat berkurang saat ia tidak memegang Alice maupun Xander saat menggunakan kekuatannya. Sebenarnya tidak hanya dia, Xander pun jika
Mizuki menatap Alice yang ada di depan nya, dahinya menyerngit mendapati Alice yang tidak mengenakan seragam sekolah mereka. Ia jelas tau bahwa semalam, saat mereka ada kelas malam. Tiga manusia yang ada di depannya ini tidak masuk sekolah. Mizuki sempat khawatir, khawatir kalau sewaktu-waktu Xavier menyerang mereka. Namun melihat Alice yang berdiri di depan nya membuat perasaan khawatir Mizuki berkurang."Apa yang kau lakukan di sini? Tidak memakai seragam dan nafas ngos-ngosan!" ujar Mizuki menilai Alice yang sedang berdiri di depannya. Semua tatapan siswi lain yang ada di ruangan itu tertuju pada Alice. Menatap mereka berdua dengan sangat-amat teramat penasaran. Alice dikenal jarang bergaul dengan sembarang orang, dia hanya bergaul dengan orang-orang pintar saja—begitu lah rumor yang beredar. Membuat semua siswa itu terkejut, bahkan siswa dari kelas lain ikut nimbrung menatap nya dari kaca-kaca jendela."Nanti akan aku jelaskan, tapi kau harus ikut dengan ku. Segeralah!" ujar Alice
Aldo menatap tajam pada sosok lelaki yang sudah babak belur di hadapannya. Tidak sadarkan diri dan sekujur tubuhnya bermandikan darah membuat sosok lelaki itu tidak mudah untuk dikenali. Namun Aldo tetap menunggu di depan lelaki yang tidak sadarkan diri itu. Hingga langkah kecil dan pelukan di pinggangnya membuat Aldo tersenyum sejenak. Lengan kecil itu memeluk nya erat, Aldo tahu bahwa sosok yang sedang memeluknya itu sedang menenggelamkan wajah nya di dalam punggungnya. Key bilang gadis itu senang memeluknya dari belakang, itu sebabnya Aldo selalu membuat tubuh nya harum. Semua demi gadis nya, Key tidak boleh merasa jijik dengannya. Bahkan saat ini Aldo sudah sangat ingin membasuh tubuh nya karena darah yang mengotorinya."Key, Aa lagi kotor. Darah nya guru kamu itu buat Aa jijik banget!" ujar Aldo membuat Key melepaskan tangannya yang sedang memeluk Aldo. Membuat lelaki itu membalikkan badannya dan menatap Key."Key—jijik ya..?" seru Aldo menatap gadis nya itu yang mundur beberapa