"Aku harus melihatnya," sahut Harry santai seraya berjalan masuk kedalam rumah Draco lebih dalam.
"Kau gila! HARRY!!" Draco berteriak. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat guna mengejar Harry yang sudah berjalan jauh di depannya. "HARRY!!" lagi-lagi Draco berteriak kencang, agar Harry mau berhenti dan tak melangkahkan kakinya lebih jauh lagi.
Draco sudah hampir setengah berlari sebelum akhirnya ia mendapati Harry berbalik kearahnya. "Kau berisik sekali. Kau ketakutan? Memangnya kau menyembunyikan apa?" Harry membrondong Draco dengan banyak pertanyaan.
"Pulanglah, aku sedang sibuk dan tak ingin ribut denganmu," sahut Draco seraya memalingkan wajahnya dari Harry.
"Suara apa itu?" tanya Harry pada Draco.
"Astaga!! Pergilah!" Draco menarik kasar lengan Harry, agar kakak tirinya tersebut pergi dari hadapannya. Akan sangat menyebalkan jika Harry mengetahui ada seorang gadis setengah telanjang di kamar khusus pelayan di kediamannya.
Bukannya pergi, dengan kuatnya Harry menepis cengkraman lengan Draco seraya menatap wajah adiknya tersebut dengan tatapan yang sangat dalam. Tatapan penuh rasa curiga dan tatapan kesal kini bercampur menjadi satu.
"Tuan, ga-gadis di kamar itu, dia ..."
Draco memalingkan wajahnya kasar, menatap wanita paruh baya yang tak lain adalah kepala pelayan di kediamannya dengan sorot mata nyalak.
"Gadis?" Harry mengulanginya.
"He-em," tiba-tiba saja Draco mengatur nada suaranya agar terdengar lebih normal. "Mungkin yang dia maksud adalah pelayan baruku. Jadi sebaiknya kau pulang, karena seperti yang telah ku katakan barusan, aku sangat sibuk."
Draco merangkulkan lengannya ke bahu Harry sembari menggiringnya berjalan menuju pintu utama rumahnya.
"Sampaikan salamku pada ibumu, sekarang kau boleh pergi." Draco kemudian melepaskan rangkulannya dan tersenyum pada Harry. Tentu saja senyum penuh kepalsuan.
BLAM!
Draco menutup pintu besar rumahnya meski ia tahu, bahwa Harry masih berdiri di beranda.
"Jangan coba-coba mengangguku!" Draco mendengus, lalu kembali melangkahkan kakinya menuju kamar Brianna. Ia melewati kepala pelayan yang masih saja berdiri menunggu dirinya. "Kau boleh pergi." Ucapnya seraya berlalu.
BRAK!
Draco membuka pintu kamar Brianna dengan kasar. Lalu menguncinya lahi dari dalam. Ia dapat melihat Brianna yang sudah berpakaian lengkap terduduk di sisi tempat tidurnya.
"Siapa yang menitahkanmu memakainya?" tanya Draco dingin.
Tak ada jawaban dari Brianna. Rasanya saat ini ia tak punya banyak tenaga untuk menjawab dan melawan Draco yang tak lain adalah majikannya.
"Lepaskan!" titah Draco lagi. Ia berjalan mendekati tubuh Brianna yang semakin lama semakin meringkuk ketakutan. "Lepaskan pakaianmu!" titahnya lagi.
Brianna mendongakan wajahnya sembari mendekap tubuhnya sendiri. Ia menatap wajah Draco yang hanya berjarak 5cm dari wajahnya. Sangat dekat tentu saja, sudah dua kali ia dapat mencium aroma kuat tembakau bercampur alkohol dari tubuh Draco.
"Aku akan menjadi pelayanmu, tapi tidak dengan ini. Aku tak bisa melayanimu jika kau memintaku ini," ucap Brianna pelan. Ia memberanikan diri untuk berbicara demikian, dengan harapan Draco akan berbelas kasih padanya.
PLAK!
Tamparan keras kembali mendarat di pipi mulusnya. Dugaannya salah, seorang pria seperti Draco tak akan pernah bisa berbelas kasih atau merasa iba pada siapapun yang ada di dunia ini.
"Berani-beraninya kau berkata demikian padaku? Kau pikir kau siapa? HA!!"
Draco mendorong tubuh Brianna kasar lalu menindih tubuhnya dengan tubuh kekar dan atletisnya. Ia tersenyum tipis saat melihat Brianna sama sekali tak bisa berkutik di bawah sana.
"Diamlah! Memang seharusnya seperti ini. Collin bilang kau masih belum ternoda, bukankah itu tandanya kau masih perawan, kan?" tanya Draco sembari membelai belahan dada milik Brianna yang tentu saja semakin menyembul keluar akibat korset yang ia kenakan.
"Lepaskan aku ... aku akan melakukan apapun, tapi jangan ini," lirih Brianna. Ia dapat merasakan pipinya masih terasa panas akibat tamparan keras Draco. Tapi, sakit yang ia rasakan kini tak sebanding dengan sakit hatinya pada Draco yang dengan seenaknya bisa menjamah tubuh miliknya.
Draco membungkukan tubuhnya. "Jangan terlalu banyak bicara, percayalah padaku, lambat laun kau akan menikmati permainan ini," bisik Draco.
"Jangan!" Brianna mendorong tubuh Draco yang sekarang sedang asik mencumbu leher jenjangnya dan perlahan semakin turun ke bawah.
"DIAM!!" Draco menahan lengan Brianna dengan sangat kuat. Membuat Brianna tak bisa berkutik dan akhirnya hanya bisa kembali menangis meratapi nasibnya.
Tok! Tok!
Lagi-lagi terdengar ketukan dari luar yang mengetuk pintu kamar Brianna.
"Tu-tuan Draco, maaf. Tapi, keluarga besar nyonya Arabella sebentar lagi akan datang kemari,"
"Oh, sial!" Draco hanya bisa mengumpat sembari melepaskan cengkraman kuatnya pada Brianna.
Sembari beranjak dari atas tubuh Brianna, Draco melepas celana panjangnya dengan cepat. Tentu saja ia tak akan melepaskan kesempatan mencumbu seorang perawan cantik dihadapannya ini.
"Kau pikir aku akan melepasmu?"
Kini Draco sudah menelanjangi dirinya sendiri dan mulai melepas semua gaun berlapis yang Brianna kenakan.
"Tu-tuan ..." lagi-lagi sang kepala pelayan memanggilnya.
"10 menit lagi!" teriak Draco dari dalam kamar.
Brianna menyilangkan lengannya tepat di depan dadanya. Ia tak mau Draco melihatnya lebih dari ini. Meski sudah terlajur.
Ya! Draco sudah membuat Brianna tak menggenakan sehelai apapun di tubuhnya saat ini. Tubuh mulusnya terekspos jelas dihadapan Draco.
Ya! Draco sudah membuat Brianna tak menggenakan sehelai apapun di tubuhnya saat ini. Tubuh mulusnya terekspos jelas dihadapan Draco. "Apalagi yang akan kau lakukan?" tanya Brianna dengan suara bergetar. Draco mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Ck! Kau pikir, apa yang akan dilakukan oleh sepasang pria dan wanita dewasa jika sudah seperti ini?" Draco mengajukan pertanyaanya pada Brianna. "Jangan berlagak polos!" sentaknya kemudian. Brianna yang masih berada di atas tempat tidur, dengan cepat meringkukkan tubuhnya sebelum Draco kembali menindihnya kuat. Namun, bukannya kewalahan dan memaksanya kembali untuk terlentang, Draco hanya mendekati Brianna dan membelai bagian inti milik Brianna menggunakan jemarinya. Terang saja! Draco sudah melepas semuanya, dan jika saat ini Brianna meringkuk melindungi bagian depan miliknya, Draco masih bisa membelai bagian bawah p
"Baiklah, jika kau tak mau. Aku akan tidur di kamarku saja," Arabella melangkahkan kakinya melewati Draco menuju kamarnya yang berada tak jauh dari kamar milik Brianna. "Tunggu!" Draco menarik cepat lengan Arabella. "Ada apa?" tanya Arabella. "Kau menyembunyikan sesuatu? Itu terlihat jelas pada raut wajahmu," "Jangan mendekati kamar yang berada tak jauh dari kamarmu," pinta Draco. Arabella menyeringai. "Kau sedang memintaku? Oke, apapun yang kau minta memang sudah seharusnya aku turuti, bukan?" sahut Arabella kemudian. "He-em, jangan berbuat yang aneh-aneh apalagi macam-macam. Aku akan mengawasimu," "Terserah apa katamu, namun berbaik-baiklah pada ibu dan ayahku nanti. Mereka berdua sebentar lagi akan sampai disini," Arabella memberitahu Draco. "Mereka adalah partner kerjaku, maka aku akan bersikap baik pada mereka ber
Terdengar teriakan Arabella yang tengah mengejarnya. Entah apa yang akan Arabella lakukan pada Brianna nantinya, ia dapat melihat dengan jelas bahwa Draco bukan hanya menjadikan Brianna sebagai pelayannya semata. Namun ia yakin, Draco tengah terobsesi pada Brianna. "Berhenti di sana, atau aku akan mengusirmu sekarang juga!" titah Draco pada Arabella. "Kau dan aku tak memiliki hubungan apa-apa selain dari pernikahan kontrak ini," lanjutnya. "Kau menyukainya? Kau menyukai pelayan rendahan sepertinya? Darimana kau mendapatkannya? Club malam di ujung jalan kota?" Arabella terus membrondong Draco dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dan merendahkan Brianna. "Jaga ucapanmu!!" sergah Draco geram. Ia hampir saja menampar Arabella jika Brianna tak menahannya. Brianna menggelengkan kepalanya. Meski saat ini ia pun sangat kesal dan takut akan sosok Draco yang hampir saja merengut semua kesucian
Sebenarnya ia tak ingin mengatakannya. Namun, meski begitu ia sangat mengenal Draco Felton. Meski Draco seringkali bersikap kasar kepadanya. Ia sudah mengenal Draco semenjak Draco masih sangat kecil."Kau sedang bermain-main, kan, Bi?" selidik Brianna lesu.Bibi Arletta hanya menganggukan kepalanya. "Simpan ini menjadi rahasiamu saja," ucapnyq pelan."Ba-bagiamana bisa? Astaga, Bi ...""Memang itulah kenyataanya, meski ia terlihat sangat kasar tapi, ia merupakan pria yang baik," imbuh bibi Arletta."Dia kasar dan juga menakutkan, Bi! Bagaimana bisa kau menyebut tuan Draco adalah pria yang baik?" Brianna nampak sangat kebingungan.Bibi Arletta seorang kepala pelayan di sana berkata bahwa pria yang jelas-jelas selalu bersikap kasar padanya, bahkan tak segan untuk menamparnya tersebut adalah pria yang baik? Ini benar-benar tak masuk akal."I
Draco menatap Arabella dari ujung kaki hingga kepala lalu mengulanginya lagi dari ujung kepala hingga ke kakinya."Wanita itu bahkan takut kepadaku, kau masih menuduhku bahwa aku menyukainya?" tanya Draco lebih dingin dari sebelumnya."Lambat laun pelayan itu juga akan menyukaimu!" sentak Arabella."Haha, hanya sebegini kah kepercayaan dirimu? Kau takut terkalahkan oleh seorang pelayan?" tanya Draco lagi dengan nada setengah mengejek, yang sering kali ia gunakan untuk membuat lawan bicaranya merasa kalah.Arabelle mendengus kesal dengan semua perkataan yang Draco ucapkan. Ia membuang wajahnya dan beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Lalu berjalan ke arah belakang Draco dan memeluk Draco dari belakang.Ia benar-benar berusaha keras meski sangat kesal dan tak yakin bahwa Draco akan meladeninya."Apa kau masih tak mengerti dengan apa yang aku katakan bar
"Aku tak menyukainya. Jangan sampai ia berhasil merengut semua kesucianku," tukas Brianna."Aku akan membantumu, sebisa mungkin aku akan membantumu bebas dari sini," bibi Arletta berkata. "Habiskan makananmu dulu, dan beristirahatlah."Brianna mengangguk. Meski hidupnya saat ini mungkin adalah yang terpahit bagi semua orang kebanyakan, namun ia masih bersyukur bahwa ia memiliki bibi Arletta disisinya.Hari demi hari berlalu begitu cepat, beruntungnya Brianna seakan dewi keberuntungan sedang berada di pihaknya. Sudah dua hari berlalu dan Draco sangat di sibukan oleh pekerjaannya, sehingga ia pun tak bisa mengganggu Brianna untuk beberapa saat.Lain halnya dengan Arabella yang sampai saat ini masih bersikap ketus pada Brianna. Arabella selalu menghabiskan sepanjang waktunya berada di rumah untuk mengawasi Brianna. Ia terus mengawasi dan mengamati Brianna untuk mencari tahu apa yang sebenarnya Draco suk
Maka dari itulah, tak banyak masyarakat yang memprotes James Radcliffe manakala ia memilih untuk menikahi Lily, yang notabanenya sudah pernah menikah dan memiliki seorang putera dari keluarga Felton."Kau mau, aku mengundur acara tradisi kita ini?" tanya James pada Harry."Jika, kau tak keberatan yang mulia, Raja ..." sahut Harry sembari membungkukan tubuhnya.Harry selalu memanggil James yang mulia jika mereka semua sedang berkumpul di jam-jam tertentu. Meski acap kali James selalu keberatan jika Harry memanggilnya seperti itu.James merasa ada batas antara ayah dan putera jika Harry memanggilnya dengan sebutan itu."Haha, jangan panggil aku seperti itu. Aku ini ayahmu," imbuh James. Ia mendekati Harry dan menepuk bahu Harry pelan. "Berdiri tegaplah," ucapnya.Melihat itu semua, baik Lily mau pun Merlyn tersenyum kecil. Mereka selalu mengagumi kebijaka
"Tidak, please ... kumohon jangan lakukan itu," lirih gadis manis berparas cantik tersebut seraya berlinang air mata. Namun seorang pria jangkung bertubuh kekar terus mendorong tubuh Brianna seraya menggerayanginya. Mencoba menyentuh bagian-bagian sensitif miliknya dengan kasar. PLAK!! Sebuah tamparan keras yang mendarat tepat di pipi Brianna cukup mampu membuat pipi putihnya kini berubah warna menjadi kemerahan. Panas? Sakit? Tentu! Tapi, tak sesakit hatinya kala seorang pria hidung belang beristri dihadapannya ini menggodanya dan hampir saja merengut kesuciannya. "Pelayan rendahan! Keluarga kami tak akan pernah menerimamu bekerja di rumah ini. Jika bukan karena Collin yang meminta. Jalang tak tahu diuntung!" Brianna tak mampu mengungkapkan siapa dia sebenarnya dan siapa Collin yang pria dihadapannya ini maksud. Meski ia adalah seorang putri dari Duke Of Birmingham, kenyataan