PLAK!
Tamparan keras kembali mendarat di pipi mulus Brianna. Siapa lagi jika bukan Draco yang menamparnya keras seperti ini. Dengan refleks pula Brianna melepaskan kotak yang sedari tadi ia pegang.
"Jangan berani-beraninya menyentuh apa yang bukan milikmu!" Draco menyerang Brianna seraya mencengkram bagian belakang rambut Brianna kencang.
"Ma-maafkan aku, kumohon..."
"Keluar!!" titahnya.
Brianna keluar meninggalkan kamar Draco, berlari menuju kamar pelayan miliknya dan mengunci pintunya dari dalam. Ia tak menyangka akan mengalami hidup semenderita dan sekejam ini sekarang.
"Oh, Tuhan ... apa yang harus kulakukan sekarang?" Brianna berkata seraya menangis.
Tok! Tok!
Seseorang nampak mengetuk pintu kamar Brianna. Namun ia tak berani membukakan pintunya pada siapa pun.
"Buka!" Draco berkata dengan kasar, menitahkan Brianna membuka pintu kamarnya.
Brianna bergeming, tetap pada tempatnya. Ia tak peduli jika Draco semakin marah dan menggila padanya. Ia hanya ingin sendiri untuk saat ini.
"Kau berani melawanku?" sentak Draco lagi ia terus menggedor pintu kamar Brianna sampai akhirnya ia membuka pintu kamar Brianna menggunakan kunci cadangan yang ia simpan.
Brianna tak berani menatap Draco yang kini sudah berdiri dihadapannya.
"Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" Draco menekan kedua pipi Brianna seraya mendongakan wajahnya agar Brianna menatapnya.
"Aku hanya ingin pergi dari tempat ini," sahut Brianna. Lagi-lagi ia tak bisa menjelaskan siapa dirinya pada Draco.
"Ck!" Draco berdecak kesal. "Kau milikku! Aku sudah membayar mahal pada Collin, saat ia memintaku menjadikanmu pelayan di rumahku," ucap Draco.
Brianna tak menjawab, ia sudah lelah dengan apa yang terjadi padanya. Apa pun yang ia lakukan semuanya akan sia-sia, mengingat ia sama sekali tak mempunyai kuasa di negeri ini.
Tak ada yang mengenalnya saat ini. Bahkan pria di hadapannya ini hanya tahu bahwa Brianna adalah gadis yang berasal dari Wales dan berstatus sebagai seorang pelayan.
"Sebentar lagi gelap, buatkan aku makan malam sekarang juga!" Draco kembali memerintah.
Brianna hanya menganggukan kepalanya lalu beranjak dari tempatnya duduk. Ia melesat pergi melewati Drac. Namun sayang, kecepatannya terkalahkan oleh kecepatan tangan Draco saat menarik Brianna kedalam dekapannya.
"Tak bisakah kau menuruti saja perintahku tanpa ingin tahu hal lainnya?" bisik Draco.
"Meski aku pelayan, tapi aku bukan wanita murahan yang bisa kau paksa untuk memuaskan nafsumu itu!" sahut Brianna dengan tegas.
"Kau berbeda dengan pelayan lainnya. Saat pertama kali melihatmu, aku merasa kau seperti memiliki aura bangsawan.”
Brianna terdiam, ia ingin melepaskan diri dari dekapan Draco namun tak bisa. Draco terlalu kuat mendekap tubuhnya sehingga Brianna kesulitan untuk bergerak.
"Lepaskan pakaianmu! Kau hanya pelayan dan tak diperbolehkan memakai gaun mewah seperti itu." Draco kembali berkata seraya melepaskan dekapannya.
Brianna memundurkan langkah kakinya untuk mengambil satu set gaun pelayan dari dalam lemari pakaian.
BLAM!
Draco membanting pintu kamar Brianna dan menguncinya.
"Tak bisakah kau keluar? Aku harus mengganti pakaianku," pinta Brianna.
"Lepaskan disini! Di hadapanku!"
Brianna menggelengkan kepalanya, lengannya memeluk gaun pelayan yang ia pegang erat-erat dan mendekapkannya di dada.
"Kau mau aku memaksamu?" tanya Draco.
"Kau membuatku merasa kotor!" sentak Brianna. Air mata kembali bercucuran tanpa permisi membasahi pipinya.
Draco yang tak kehabisan akal dan merasa ia yang paling berkuasa atas Brianna kembali mendekati Brianna dengan tatapannya yang mendominasi.
Ia memutar tubuh Brianna dengan cepat dan menarik turun resleting gaun yang Brianna kenakan. Lengannya yang besar dan kekar mencengkram salah satu bahu Brianna dan lengan lainnya melepas tali gaun Brianna.
Dapat ia lihat dengan jelas punggung putih mulus milik Brianna yang membuat hasratnya semakin menggebu.
"Berhenti menangis!" sentaknya.
Namun bukannya berhenti, suara isak tangis Brianna terdengar semakin kencang.
Tok! Tok!
"Tuan." Suara wanita paruh baya membuat Draco menghentikan aksinya seketika.
"Diam!" Sekali lagi Draco menitahkan Brianna untuk diam. Ia melangkahkan kakinya dan membuka pintu lalu menguncinya kembali dari luar.
"Ada yang ingin menemuimu."
"Siapa?" tanya Draco ketus. Ia tak suka jika ada seseorang yang tiba-tiba saja mengganggu apa yang sedang ia lakukan.
"Duke of Edgar, dia menunggumu di ruang tamu utama," sahutnya.
"Jangan berani-berani mendekati kamar itu! Siapa pun yang menolongnya akan berhadapan langsung denganku." Draco memperingatkan seraya menunjuk kamar milik Brianna.
Ia melangkahkan kakinya cepat, menuju ruang tamu utama. Dapat ia lihat dengan jelas pria yang sudah lama menjadi musuhnya tersebut. Draco sungguh sangat membenci Harry Radcliffe.
Percayalah meski mereka berdua sangat tak akrab dan tak terlihat akur sama sekali. Kenyataannya Draco dan Harry adalah saudara tiri beda ayah.
"Ada apa?" tanya Draco dingin.
"Aku mendengar ada pelayan baru disini," sahut Harry.
"Lalu apa pedulimu? Mengapa seorang pangeran kebanggan Inggris sangat memperdulikan kehidupanku?"
"Aku harus melihatnya," sahut Harry santai seraya berjalan masuk kedalam rumah Draco lebih dalam.
"Kau gila! HARRY!" Draco berteriak.
"Aku harus melihatnya," sahut Harry santai seraya berjalan masuk kedalam rumah Draco lebih dalam. "Kau gila! HARRY!!" Draco berteriak. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat guna mengejar Harry yang sudah berjalan jauh di depannya. "HARRY!!" lagi-lagi Draco berteriak kencang, agar Harry mau berhenti dan tak melangkahkan kakinya lebih jauh lagi. Draco sudah hampir setengah berlari sebelum akhirnya ia mendapati Harry berbalik kearahnya. "Kau berisik sekali. Kau ketakutan? Memangnya kau menyembunyikan apa?" Harry membrondong Draco dengan banyak pertanyaan. "Pulanglah, aku sedang sibuk dan tak ingin ribut denganmu," sahut Draco seraya memalingkan wajahnya dari Harry. "Suara apa itu?" tanya Harry pada Draco. "Astaga!! Pergilah!" Draco menarik kasar lengan Harry, agar kakak tirinya tersebut pergi dari hadapannya. Akan sangat menyebalkan jika Harry mengetahui ada seorang gadis s
Ya! Draco sudah membuat Brianna tak menggenakan sehelai apapun di tubuhnya saat ini. Tubuh mulusnya terekspos jelas dihadapan Draco. "Apalagi yang akan kau lakukan?" tanya Brianna dengan suara bergetar. Draco mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Ck! Kau pikir, apa yang akan dilakukan oleh sepasang pria dan wanita dewasa jika sudah seperti ini?" Draco mengajukan pertanyaanya pada Brianna. "Jangan berlagak polos!" sentaknya kemudian. Brianna yang masih berada di atas tempat tidur, dengan cepat meringkukkan tubuhnya sebelum Draco kembali menindihnya kuat. Namun, bukannya kewalahan dan memaksanya kembali untuk terlentang, Draco hanya mendekati Brianna dan membelai bagian inti milik Brianna menggunakan jemarinya. Terang saja! Draco sudah melepas semuanya, dan jika saat ini Brianna meringkuk melindungi bagian depan miliknya, Draco masih bisa membelai bagian bawah p
"Baiklah, jika kau tak mau. Aku akan tidur di kamarku saja," Arabella melangkahkan kakinya melewati Draco menuju kamarnya yang berada tak jauh dari kamar milik Brianna. "Tunggu!" Draco menarik cepat lengan Arabella. "Ada apa?" tanya Arabella. "Kau menyembunyikan sesuatu? Itu terlihat jelas pada raut wajahmu," "Jangan mendekati kamar yang berada tak jauh dari kamarmu," pinta Draco. Arabella menyeringai. "Kau sedang memintaku? Oke, apapun yang kau minta memang sudah seharusnya aku turuti, bukan?" sahut Arabella kemudian. "He-em, jangan berbuat yang aneh-aneh apalagi macam-macam. Aku akan mengawasimu," "Terserah apa katamu, namun berbaik-baiklah pada ibu dan ayahku nanti. Mereka berdua sebentar lagi akan sampai disini," Arabella memberitahu Draco. "Mereka adalah partner kerjaku, maka aku akan bersikap baik pada mereka ber
Terdengar teriakan Arabella yang tengah mengejarnya. Entah apa yang akan Arabella lakukan pada Brianna nantinya, ia dapat melihat dengan jelas bahwa Draco bukan hanya menjadikan Brianna sebagai pelayannya semata. Namun ia yakin, Draco tengah terobsesi pada Brianna. "Berhenti di sana, atau aku akan mengusirmu sekarang juga!" titah Draco pada Arabella. "Kau dan aku tak memiliki hubungan apa-apa selain dari pernikahan kontrak ini," lanjutnya. "Kau menyukainya? Kau menyukai pelayan rendahan sepertinya? Darimana kau mendapatkannya? Club malam di ujung jalan kota?" Arabella terus membrondong Draco dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dan merendahkan Brianna. "Jaga ucapanmu!!" sergah Draco geram. Ia hampir saja menampar Arabella jika Brianna tak menahannya. Brianna menggelengkan kepalanya. Meski saat ini ia pun sangat kesal dan takut akan sosok Draco yang hampir saja merengut semua kesucian
Sebenarnya ia tak ingin mengatakannya. Namun, meski begitu ia sangat mengenal Draco Felton. Meski Draco seringkali bersikap kasar kepadanya. Ia sudah mengenal Draco semenjak Draco masih sangat kecil."Kau sedang bermain-main, kan, Bi?" selidik Brianna lesu.Bibi Arletta hanya menganggukan kepalanya. "Simpan ini menjadi rahasiamu saja," ucapnyq pelan."Ba-bagiamana bisa? Astaga, Bi ...""Memang itulah kenyataanya, meski ia terlihat sangat kasar tapi, ia merupakan pria yang baik," imbuh bibi Arletta."Dia kasar dan juga menakutkan, Bi! Bagaimana bisa kau menyebut tuan Draco adalah pria yang baik?" Brianna nampak sangat kebingungan.Bibi Arletta seorang kepala pelayan di sana berkata bahwa pria yang jelas-jelas selalu bersikap kasar padanya, bahkan tak segan untuk menamparnya tersebut adalah pria yang baik? Ini benar-benar tak masuk akal."I
Draco menatap Arabella dari ujung kaki hingga kepala lalu mengulanginya lagi dari ujung kepala hingga ke kakinya."Wanita itu bahkan takut kepadaku, kau masih menuduhku bahwa aku menyukainya?" tanya Draco lebih dingin dari sebelumnya."Lambat laun pelayan itu juga akan menyukaimu!" sentak Arabella."Haha, hanya sebegini kah kepercayaan dirimu? Kau takut terkalahkan oleh seorang pelayan?" tanya Draco lagi dengan nada setengah mengejek, yang sering kali ia gunakan untuk membuat lawan bicaranya merasa kalah.Arabelle mendengus kesal dengan semua perkataan yang Draco ucapkan. Ia membuang wajahnya dan beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Lalu berjalan ke arah belakang Draco dan memeluk Draco dari belakang.Ia benar-benar berusaha keras meski sangat kesal dan tak yakin bahwa Draco akan meladeninya."Apa kau masih tak mengerti dengan apa yang aku katakan bar
"Aku tak menyukainya. Jangan sampai ia berhasil merengut semua kesucianku," tukas Brianna."Aku akan membantumu, sebisa mungkin aku akan membantumu bebas dari sini," bibi Arletta berkata. "Habiskan makananmu dulu, dan beristirahatlah."Brianna mengangguk. Meski hidupnya saat ini mungkin adalah yang terpahit bagi semua orang kebanyakan, namun ia masih bersyukur bahwa ia memiliki bibi Arletta disisinya.Hari demi hari berlalu begitu cepat, beruntungnya Brianna seakan dewi keberuntungan sedang berada di pihaknya. Sudah dua hari berlalu dan Draco sangat di sibukan oleh pekerjaannya, sehingga ia pun tak bisa mengganggu Brianna untuk beberapa saat.Lain halnya dengan Arabella yang sampai saat ini masih bersikap ketus pada Brianna. Arabella selalu menghabiskan sepanjang waktunya berada di rumah untuk mengawasi Brianna. Ia terus mengawasi dan mengamati Brianna untuk mencari tahu apa yang sebenarnya Draco suk
Maka dari itulah, tak banyak masyarakat yang memprotes James Radcliffe manakala ia memilih untuk menikahi Lily, yang notabanenya sudah pernah menikah dan memiliki seorang putera dari keluarga Felton."Kau mau, aku mengundur acara tradisi kita ini?" tanya James pada Harry."Jika, kau tak keberatan yang mulia, Raja ..." sahut Harry sembari membungkukan tubuhnya.Harry selalu memanggil James yang mulia jika mereka semua sedang berkumpul di jam-jam tertentu. Meski acap kali James selalu keberatan jika Harry memanggilnya seperti itu.James merasa ada batas antara ayah dan putera jika Harry memanggilnya dengan sebutan itu."Haha, jangan panggil aku seperti itu. Aku ini ayahmu," imbuh James. Ia mendekati Harry dan menepuk bahu Harry pelan. "Berdiri tegaplah," ucapnya.Melihat itu semua, baik Lily mau pun Merlyn tersenyum kecil. Mereka selalu mengagumi kebijaka