"Brianna?" Seseorang tiba-tiba saja menepuk bahunya cepat.
Brianna menolehkan pandangannya. Seketika rona wajahnya berubah pucat pasi saat mendapati pria di hadapannya nampak tersenyum menyeringai padanya
"Kau menjualku!" sentak Brianna memberanikan diri.
"Maka kau harus kembali ketempat itu, adikku.”
"TIDAK!" Brianna berteriak lantang meski tubuhnya bergetar. Amarah dan perasaan takut kini bercampur menjadi satu.
Dengan kasar Collin menarik lengan adiknya tersebut agar ikut bersamanya, kembali ke kediaman Draco Felton. Menjualnya kembali ke sana, memperbudaknya, dan tak akan pernah melepaskan Brianna sampai kapan pun.
Brianna meronta seraya menangis, memohon belas kasih dari kakak tirinya tersebut agar tak membawanya kembali ketempat terkutuk itu.
"Dia hampir merengut kesucianku! Kau mengirimku padanya sebagai pelayan dan kini kau akan mengirimku lagi?"
"Aku tak peduli! Tugas pelayan adalah melayani apa pun yang majikanmu perintahkan dan inginkan. Termasuk memuaskan hasrat dan nafsunya!" sentak Collin.
"Aku wanita terhormat! Aku tak akan mengambil apa pun yang seharusnya menjadi milliku termasuk Winsdor Castle." Brianna masih berusaha semampunya agar Collin tak membawanya.
Collin menatap Brianna dengan tatapan dingin dan tajam. "Wanita terhormat katamu? Bahkan kau lahir dari seorang pelacur yang menggoda ayahku!" ucap Collin geram. Ia mencengkram lengan Brianna semakin kencang dan menyeretnya masuk kedalam mobil sedan cadillac klasik miliknya.
"Kumohon ...," lirih Brianna. "Bahkan ibuku menikah dengan ayah setelah beberapa tahun kematian Lady Anne."
"Diam! Atau aku akan membuatmu semakin menderita."
Brianna menangis meratapi nasibnya yang semakin hari semakin menyiksanya. Bahkan saat ia sudah berhasil melarikan dlri dari kediaman Draco sekali pun, ia harus kembali ke sana karena Collin berhasil menemukannya dengan cepat.
"Turunlah!" perintah Collin dingin saat mereka sudah sampai tepat di rumah megah milik Draco Felton.
Dadanya berdegup kencang. Ia benar-benar tak mau kembali ke rumah megah tersebut, yang ia inginkan hanyalah kembali ke Winsdor Castle menjalani hari-hari seperti biasanya.
Angan hanyalah angan. Kenyataanya ia harus menghadapi kejam dan liciknya Collin dengan menjualnya pada Draco.
Collin turun terlebih dahulu lalu menarik Brianna dengan kasar, agar adik tirinya tersebut turun dari mobilnya. Dari kejauhan nampak Draco berjalan santai mendekati mereka berdua, seraya mengembangkan senyum yang Brianna pikir adalah senyum memuakan dan menjijikan.
"Hello Brianna, kau kembali setelah bertindak kasar padaku semalam?" sapa Draco.
Collin mendorong tubuh Brianna kearah Draco, agar ia membungkuk dan memberi hormat.
"Maafkan dia. Aku membawanya kembali padamu karena kau yang meminta," ucap Collin.
"Thank's. Aku melihat sisi lain dari dalam dirinya, ia tak seperti pelayan biasanya." Draco berkata seraya membelai pipi Brianna dihadapan Collin.
Brianna meringis saat Draco melakukan itu padanya. Kedua tangannya mencengkram gaun yang ia kenakan, menahan rasa jijik dan amarahnya yang sekarang sudah bercampur menjadi satu.
"Ngomong-ngomong, kau memiliki nama keluarga yang sama dengan Brianna. Jangan bilang kau dan pelayan ini merupakan satu keluarga?" ucap Draco lagi.
Collin hanya mendelik namun ia berhasil menguasai emosinya. Ia menepuk-nepuk bahu Draco santai seraya tertawa kecil. "Percayalah bahwa nama keluarga Osborne saat ini sudah sangat terkenal di England," sahut Collin.
"Haha, yeah. Hanya saja aku sedikit penasaran," ucap Draco.
"Baiklah, aku harus kembali pergi. Aku serahkan ia sepenuhnya padamu." Collin berkata dan kembali masuk kedalam mobilnya. Laki-laki itu meninggalkan Brianna tanpa peduli apa yang akan terjadi pada adik tirinya tersebut nanti.
Draco nampak tersenyum tipis pada Brianna, ia menatap Brianna lekat-lekat dengan tatapan penuh hawa nafsu.
"Masuk!" titahnya.
"Lepaskan aku," ucap Brianna pelan. Ia mengerahkan seluruh keberaniannya agar Draco mau melepaskannya.
Tanpa basa basi Draco menarik lengan Brianna secara paksa agar ia masuk ke dalam rumahnya. "Aku tak sedang bernegosiasi denganmu!" kecam Draco.
Mau tak mau Brianna menyamakan langkah kakinya yang terantuk-antuk dengan langkah milik Draco yang menyeretnya paksa. Draco melepaskan cengkramannya seraya mendorong tubuh Brianna sehingga Brianna jatuh keatas ranjang tempat tidur mewah milik Draco.
"Kau masih berani melawanku?" tanya Draco dengan tatapan tajamnya.
"Jangan begini, kumohon ... ak-aku, aku akan melayanimu namun tidak dengan ini."
Draco menahan tubuh Brianna menggunakan tubuhnya. Ia dapat melihat kecantikan Brianna dari dekat. "Apa kau benar-benar pelayan?" tanya Draco. Ia menekan kedua pipi Brianna menggunakan lengannya dan menggerakannya ke kiri dan kanan.
"Le-lepas ... lepaskan aku,"
Draco melepakan lengannya lalu membelai rambut coklat pirang milik Brianna dengan lembut namun tatapannya tetap menusuk.
"Mulai sekarang yang perlu kau lakukan hanyalah melayani dan memuaskanku," ucapnya seraya terus membelai Brianna. Wajahnya sangat dekat sehingga Brianna bisa mencium aroma mint dan tembakau dari mulut Draco.
Brianna memejamkan matanya saat Draco mulai membelai belahan bagian sensitif miliknya. Meski ia tak menggenakan korset paus, tetap saja Brianna masih menggenakan korset sebatas pinggang yang akan menopang dadanya. Sehingga dada miliknya terlihat lebih terangkat keatas.
‘Tidak, bukan ini! Jangan!’ Brianna berteriak dalam hatinya. Dadanya berdegup semakin kencang saat Draco mulai menarik tali gaun yang ia kenakan. "Kumohon, jangan..." batinnya. Air mata mulai mengalir membasahi pipinya.
Namun tiba-tiba saja Draco beranjak dan meninggalkan Brianna sendirian. "Hari ini kau akan kubebaskan. Namun tidak untuk besok," tandasnya lalu pergi dan mengunci Brianna dari luar.
Brianna buru-buru bangun dan kembali mengikat tali gaunnya kuat-kuat. Ia memandang sekelilingnya, untuk mencari tahu apakah ada yang bisa ia gunakan untuk kabur dari kamar tersebut atau tidak.
Nihil! Ia tak dapat menemukan apa pun dikamar Draco. Hanya buku-buku novel roman dan ... Brianna mengerutkan keningnya, ada sebuah kotak yang menarik perhatiannya.
Kotak berwarna cokelat dengan ukiran inisial huruf D dan F berwarna emas di sana. Perlahan ia mendekatinya, mencoba membuka ada apa di dalamnya dan berharap itu adalah kelemahan Draco. Bukankah bagus jika ia bisa menemukan kelemahan Draco? Ia bisa menggunakannya untuk lari dan melepaskan diri dari tempat ini bukan?
"Oh, wait," gumamnya. "Ini terkunci," ucapnya lagi. Brianna melepas hairpin hitam dari rambutnya, dengan tangan bergetar ia berusaha membuka kotak tersebut sebelum akhirnya...
PLAK!!
Seseorang menarik Briana dan melayangkan tamparan keras di pipi mulus Brianna.
PLAK! Tamparan keras kembali mendarat di pipi mulus Brianna. Siapa lagi jika bukan Draco yang menamparnya keras seperti ini. Dengan refleks pula Brianna melepaskan kotak yang sedari tadi ia pegang. "Jangan berani-beraninya menyentuh apa yang bukan milikmu!" Draco menyerang Brianna seraya mencengkram bagian belakang rambut Brianna kencang. "Ma-maafkan aku, kumohon..." "Keluar!!" titahnya. Brianna keluar meninggalkan kamar Draco, berlari menuju kamar pelayan miliknya dan mengunci pintunya dari dalam. Ia tak menyangka akan mengalami hidup semenderita dan sekejam ini sekarang. "Oh, Tuhan ... apa yang harus kulakukan sekarang?" Brianna berkata seraya menangis. Tok! Tok! Seseorang nampak mengetuk pintu kamar Brianna. Namun ia tak berani membukakan pintunya pada siapa pun. "Buka!" Draco
"Aku harus melihatnya," sahut Harry santai seraya berjalan masuk kedalam rumah Draco lebih dalam. "Kau gila! HARRY!!" Draco berteriak. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat guna mengejar Harry yang sudah berjalan jauh di depannya. "HARRY!!" lagi-lagi Draco berteriak kencang, agar Harry mau berhenti dan tak melangkahkan kakinya lebih jauh lagi. Draco sudah hampir setengah berlari sebelum akhirnya ia mendapati Harry berbalik kearahnya. "Kau berisik sekali. Kau ketakutan? Memangnya kau menyembunyikan apa?" Harry membrondong Draco dengan banyak pertanyaan. "Pulanglah, aku sedang sibuk dan tak ingin ribut denganmu," sahut Draco seraya memalingkan wajahnya dari Harry. "Suara apa itu?" tanya Harry pada Draco. "Astaga!! Pergilah!" Draco menarik kasar lengan Harry, agar kakak tirinya tersebut pergi dari hadapannya. Akan sangat menyebalkan jika Harry mengetahui ada seorang gadis s
Ya! Draco sudah membuat Brianna tak menggenakan sehelai apapun di tubuhnya saat ini. Tubuh mulusnya terekspos jelas dihadapan Draco. "Apalagi yang akan kau lakukan?" tanya Brianna dengan suara bergetar. Draco mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Ck! Kau pikir, apa yang akan dilakukan oleh sepasang pria dan wanita dewasa jika sudah seperti ini?" Draco mengajukan pertanyaanya pada Brianna. "Jangan berlagak polos!" sentaknya kemudian. Brianna yang masih berada di atas tempat tidur, dengan cepat meringkukkan tubuhnya sebelum Draco kembali menindihnya kuat. Namun, bukannya kewalahan dan memaksanya kembali untuk terlentang, Draco hanya mendekati Brianna dan membelai bagian inti milik Brianna menggunakan jemarinya. Terang saja! Draco sudah melepas semuanya, dan jika saat ini Brianna meringkuk melindungi bagian depan miliknya, Draco masih bisa membelai bagian bawah p
"Baiklah, jika kau tak mau. Aku akan tidur di kamarku saja," Arabella melangkahkan kakinya melewati Draco menuju kamarnya yang berada tak jauh dari kamar milik Brianna. "Tunggu!" Draco menarik cepat lengan Arabella. "Ada apa?" tanya Arabella. "Kau menyembunyikan sesuatu? Itu terlihat jelas pada raut wajahmu," "Jangan mendekati kamar yang berada tak jauh dari kamarmu," pinta Draco. Arabella menyeringai. "Kau sedang memintaku? Oke, apapun yang kau minta memang sudah seharusnya aku turuti, bukan?" sahut Arabella kemudian. "He-em, jangan berbuat yang aneh-aneh apalagi macam-macam. Aku akan mengawasimu," "Terserah apa katamu, namun berbaik-baiklah pada ibu dan ayahku nanti. Mereka berdua sebentar lagi akan sampai disini," Arabella memberitahu Draco. "Mereka adalah partner kerjaku, maka aku akan bersikap baik pada mereka ber
Terdengar teriakan Arabella yang tengah mengejarnya. Entah apa yang akan Arabella lakukan pada Brianna nantinya, ia dapat melihat dengan jelas bahwa Draco bukan hanya menjadikan Brianna sebagai pelayannya semata. Namun ia yakin, Draco tengah terobsesi pada Brianna. "Berhenti di sana, atau aku akan mengusirmu sekarang juga!" titah Draco pada Arabella. "Kau dan aku tak memiliki hubungan apa-apa selain dari pernikahan kontrak ini," lanjutnya. "Kau menyukainya? Kau menyukai pelayan rendahan sepertinya? Darimana kau mendapatkannya? Club malam di ujung jalan kota?" Arabella terus membrondong Draco dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dan merendahkan Brianna. "Jaga ucapanmu!!" sergah Draco geram. Ia hampir saja menampar Arabella jika Brianna tak menahannya. Brianna menggelengkan kepalanya. Meski saat ini ia pun sangat kesal dan takut akan sosok Draco yang hampir saja merengut semua kesucian
Sebenarnya ia tak ingin mengatakannya. Namun, meski begitu ia sangat mengenal Draco Felton. Meski Draco seringkali bersikap kasar kepadanya. Ia sudah mengenal Draco semenjak Draco masih sangat kecil."Kau sedang bermain-main, kan, Bi?" selidik Brianna lesu.Bibi Arletta hanya menganggukan kepalanya. "Simpan ini menjadi rahasiamu saja," ucapnyq pelan."Ba-bagiamana bisa? Astaga, Bi ...""Memang itulah kenyataanya, meski ia terlihat sangat kasar tapi, ia merupakan pria yang baik," imbuh bibi Arletta."Dia kasar dan juga menakutkan, Bi! Bagaimana bisa kau menyebut tuan Draco adalah pria yang baik?" Brianna nampak sangat kebingungan.Bibi Arletta seorang kepala pelayan di sana berkata bahwa pria yang jelas-jelas selalu bersikap kasar padanya, bahkan tak segan untuk menamparnya tersebut adalah pria yang baik? Ini benar-benar tak masuk akal."I
Draco menatap Arabella dari ujung kaki hingga kepala lalu mengulanginya lagi dari ujung kepala hingga ke kakinya."Wanita itu bahkan takut kepadaku, kau masih menuduhku bahwa aku menyukainya?" tanya Draco lebih dingin dari sebelumnya."Lambat laun pelayan itu juga akan menyukaimu!" sentak Arabella."Haha, hanya sebegini kah kepercayaan dirimu? Kau takut terkalahkan oleh seorang pelayan?" tanya Draco lagi dengan nada setengah mengejek, yang sering kali ia gunakan untuk membuat lawan bicaranya merasa kalah.Arabelle mendengus kesal dengan semua perkataan yang Draco ucapkan. Ia membuang wajahnya dan beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Lalu berjalan ke arah belakang Draco dan memeluk Draco dari belakang.Ia benar-benar berusaha keras meski sangat kesal dan tak yakin bahwa Draco akan meladeninya."Apa kau masih tak mengerti dengan apa yang aku katakan bar
"Aku tak menyukainya. Jangan sampai ia berhasil merengut semua kesucianku," tukas Brianna."Aku akan membantumu, sebisa mungkin aku akan membantumu bebas dari sini," bibi Arletta berkata. "Habiskan makananmu dulu, dan beristirahatlah."Brianna mengangguk. Meski hidupnya saat ini mungkin adalah yang terpahit bagi semua orang kebanyakan, namun ia masih bersyukur bahwa ia memiliki bibi Arletta disisinya.Hari demi hari berlalu begitu cepat, beruntungnya Brianna seakan dewi keberuntungan sedang berada di pihaknya. Sudah dua hari berlalu dan Draco sangat di sibukan oleh pekerjaannya, sehingga ia pun tak bisa mengganggu Brianna untuk beberapa saat.Lain halnya dengan Arabella yang sampai saat ini masih bersikap ketus pada Brianna. Arabella selalu menghabiskan sepanjang waktunya berada di rumah untuk mengawasi Brianna. Ia terus mengawasi dan mengamati Brianna untuk mencari tahu apa yang sebenarnya Draco suk