"Hey, sedang apa kau di sini, Wanita Jalang?!!"
Sarra terkejut saat tiba-tiba ada seorang wanita yang menghampiri dirinya. Mata Sarra membulat sempurna karena wanita itu adalah ibu Lorena.
Demi Tuhan, degup jantung Sarra berpacu cepat, tapi beruntung Garrand segera menarik tubuhnya yang hampir saja didorong oleh mantan calon mertua pria dingin tersebut.
"Oh, dua pengkhianat sudah berada di sini? Siapa yang mengizinkan kalian datang kemari, huh?" Wanita itu masih meluapkan kemarahan pada Garrand dan juga Sarra.
"Lorna!!" Sungguh Sarra ingin pergi sekarang, ia tidak sanggup untuk melihat satu orang lagi yang pastinya juga merasa benci pada dirinya.
Setelah pasangan Lorna Reyes dan suaminya menatap benci, sekarang giliran Elizabeth Morea dan ayah dari Luca yang mendatangi pasangan muda Sarra dan Garrand, mereka hanya bisa terdiam menerima semua kemarahan dari dua pasangan suami-istri tersebut.
"Eliza, lihat siapa yang datang?" ucap Lorna pada Ibu Luca.
Tanpa sadar Sarra memegang erat lengan Garrand karena ia merasakan tubuhnya tidak kuasa menahan gejolak di dalam dada.
Garrand yang mengerti kegelisahan Sarra hanya bisa menyentuh punggung tangan Sarra sebagai bentuk bahwa semua akan baik-baik saja, intinya mungkin Garrand meminta Sarra untuk tetap tenang.
Namun, hal itu dilihat oleh Lorna dan Elizabeth, mereka terlihat marah karena hal tersebut. "Aku tidak menyangka putraku bisa mencintai wanita murahan seperti dia," ucap Elizabeth sambil menatap benci pada Sarra.
"Dia juga membuat putriku menderita," timpal Lorna, sedangkan para suami hanya terdiam, sebagai pria mungkin mereka lebih bisa mengendalikan emosi.
"Sudahlah, ayo kita pulang! Lagipula putra kita dan Lorena sudah pergi," ucap pria dewasa yang berstatus sebagai ayah Luca.
"Apa kau akan membiarkan mereka begitu saja! Lihatlah mereka bahkan tidak ragu menunjukkan kemersraan bahkan setelah mengkhianati putra dan putri kita?!" Lorna kembali menaikkan nada suara.
"Cukup, Nyonya!! Kami memang bersalah, tapi berhentilah menghina Sarra!" Suara Garrand mulai terdengar membuat Sarra hanya bisa melihat ke arah pria itu.
Garrand melihat tatapan Sarra yang seolah meminta dirinya untuk berhenti berdebat dan membawanya pergi dari tempat yang menyesakkan itu.
"Oh, bagus sekali, kalian memang sampah yang menjijikan!!" Lorna yang tidak terima perkataan sang mantan calon menantu terlihat semakin marah dan ia menarik tangan Sarra sampai wanita itu terlepas dan menjauh dari Garrand.
Plak ...
Satu tamparan mendarat di pipi putih Sarra, semua orang terkejut bahkan semua orang yang berada di tempat tersebut juga melihat kejadian itu.
"Kau pantas menerima itu!!" geram Lorna.
"Hentikan, Nyonya!! Ingatlah satu hal bahwa semua bisa melakukan kesalahan dan anda tidak berhak melakukan ini pada Sarra!!"
Garrand terpancing emosi, ia kembali menarik tubuh Sarra. Wanita itu masih terdiam tanpa perlawanan, dia hanya bisa pasrah saat Garrand membawanya pergi dari sana.
"Bagus, pergilah kalian ke neraka!!!"
Teriakkan itu masih terdengar oleh Sarra, sedangkan Garrand bersikap seolah tidak mendengarnya, atau mungkin dia tidak peduli.
...
"Kau tidak apa-apa?" tanya Garrand saat ini berada mereka di dalam taksi. Garrand sedikit cemas dan khawatir pada Sarra karena ia sudah direndahkan ibu Lorena dan Luca.
Garrand juga merasa bersalah karena ia juga punya andil, mungkin sebenarnya ia yang paling bersalah selama ini.
"Aku tidak akan mati dengan hinaan seperti itu," jawab Sarra dengan suara yang dingin.
Garrand sangat terkejut mendengar ucapan Sarra, ia tidak menyangka bahwa wanita itu bisa berkata demikian setelah ia dipermalukan seperti tadi.
"Begitu? Lalu kenapa kau hanya diam dan seperti ketakutan?" tanya Garrand seolah tidak terima dengan jawaban dari Sarra. "Jika kau memang merasa kuat, kenapa tidak bisa membela diri di hadapan mereka?"
"Kau pikir kita bisa membela diri? Kita sudah bersalah," jawab Sarra kembali. "Itu hanya akan memperkeruh keadaan."
"Jadi kau sengaja membiarkan ibu Lorena menamparmu?" Garrand terus menuntut jawaban dari Sarra yang semakin tidak memuaskan.
"Dia seorang wanita," ucap Sarra dengan jeda dalam ucapannya.
"Sebagai seorang wanita ia hanya merasakan apa yang putrinya rasakan," ungkap Sarra.
"Cih, kau memang pandai bersandiwara, kupikir kau menderita tapi aku salah, kau wanita paling munafik yang pernah kukenal," ucap Garrand, setelahnya mereka kembali terdiam.
Sarra tidak menimpali kemarahan Garrand, ia tidak peduli jika pria itu juga membencinya sekarang.
"Satu hal yang perlu kau tahu! Aku tidak suka dikasihani!" Sarra menegaskan ucapannya pada Garrand, membuat pria itu hanya mendengus tidak suka.
...
Sinar matahari di pagi hari yang segar tidak membuat suasana lebih baik untuk sepasang manusia yang sedang dilanda masalah.
Keadaan semakin buruk dan tidak terkendali, Sarra memikirkan banyak hal untuk dirinya, ia hanya bisa membuat rencana setelah Luca meninggalkannya.
Bagaimana dengan Garrand? Ia tidak tahu, pria itu bisa memilih jalan hidupnya sendiri, lagipula mereka tidak saling kenal sebelumnya.
Jadi sudah waktunya mereka berjalan di jalan masing-masing, walaupun tidak dipungkiri mereka pernah menyatukan tubuh dengan mendapat kenikmatan singkat.
Mereka pernah menghabiskan waktu dan bergumul dengan gairah yang sangat memuncak, dan itu membuat mereka lupa diri karena hasrat sudah menguasai akal dan pikiran.
Sarra hanya bisa menepuk pipi dan menggelengkan kepala saat mengingat itu, tapi ia tidak pernah lupa kejadian malam itu. Dimana dirinya mengubah status menjadi seoarang wanita seutuhnya, dia memberikan kehormatan dan kesucian pada pria yang tidak dikenal.
Sarra tetap memungkiri dan berpikir rasioanal untuk tidak mengingat hal itu, tapi nyatanya kemelut tentang kebersamaan dengan Garrand terus membekas bahkan seperti tergambar di pelupuk matanya.
Bagaimana pinggul Garrand tidak berbohong saat mereka menyatukan keintiman, pria itu bahkan menampilkan raut wajah memesona yang membuat Sarra juga terlena dibuatnya.
Perut Sarra terasa bergejolak dan berdesir, seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya. Bahkan dadanya ikut merasakan rasa sakit yang menyenangkan itu. Gairah pertama baginya sebagai seorang perempuan.
Pori-pori di tubuh Sarra juga meremang ketika ia mengingat betapa menggebu ciuman Garrand saat itu. Padahal ia tahu seorang pria bisa melakukan itu tanpa cinta, lalu bagaimana dengan dirinya? Bukankah saat itu tidak ada sedikit pun perasaan untuk Garrand?
Apakah gairah wanita juga sama seperti para pria?
Satu hal yang tidak akan pernah ia lupakan bahwa Garrand adalah pria pertama yang menyentuh tubuhnya yang bahkan hal itu tidak pernah ia lakukan bersama Luca.
Sarra terlahir dari keluarga Bellou yang ketat peraturan serta didikan moral yang diutamakan, lalu kenapa malam itu ia melepas segalanya bersama Garrand, ia bahkan lupa dari keluarga mana ia terlahir.
"Ya Tuhan, kenapa aku bisa bercinta dengannya?" Sarra memeluk dirinya sendiri, bahkan ia mengusap lengan seolah merasa kedinginan.
TBC
See you on the next chap ...
Sedikit keterangan: Nama tokoh, tempat (setting) dan kejadian dalam cerita semua hanyalah fiksi dan karangan semata, jika ada kesamaan dengan cerita lain, itu murni hanya kebetulan, karena cerita ini murni dari pemikiranku....Dia yang paling kejam dan tanpa toleransi. Meninggalkan segalanya tanpa pernah menoleh kembali, ia bahkan tidak peduli jika masih ada yang tertinggal di belakang sana.Tidak ada yang yang akan tahu bagaimana dan apa yang terjadi besok, karena hanya dia yang akan membawamu pada masa itu, dan dialah Sang Waktu....Sarra menikmati rasa dan aroma dari teh hangat yang i
Kebodohan memang terkadang dimiliki setiap orang di dalam hidupnya. Baik itu yang ringan atau yang berat sekalipun, berujung penyesalan atau yang ringan adalah kekecewaan."Satu kebodohan jika kau menerjang hujan lebat saat kau sedang sakit," gerutu Sarra saat memeras kain kompres."Kau memang merepotkan!" ketusnya lagi. Saat pulang tadi ia mendapati teman satu atapnya sedang demam tinggi dengan pakaian yang masih basah.Pria yang sedang berbaring di sofa terlihat tidak berdaya. Walaupun terdengar marah, Sarra masih mau merawat dirinya yang sedang sakit."Karena aku tahu kau pasti tidak ingin berjalan di bawah satu payung bersamaku," jawab si pria dengan suara yang hampir serak."Aku merasa tidak enak hati kalau menolak permintaan Nyonya Maria," tambah pria itu lagi.Sarra menatap Garrand yang memejamkan mata, pria itu menderita sekarang. Sejak pagi ia mengeluh sakit pungg
Warna fantasi fisikmu, filosofi dan anatomi tubuhmu membawaku pada gairah yang terlarang.Kau menunjukkan pikiran cinta dan aku terjebak dalam pesona keindahan dari beningnya sinar matamu.Aku tidak berdusta, aku tidak berbohong, kau cantik, sangat cantik.Aku tidak mengganggu, tapi aku sudah terganggu. Seperti minuman hangat yang melewati tenggorokan.Warna bibir yang ranum seperti anggur yang ingin kuteguk. Kau indah dan sempurna....Garrand sudah pulih, semua berkat Sarra yang sudah merawatn
Hidup seperti bermain kartu saat kau sudah mengeluarkan kau tidak akan bisa mengambil atau harus mengulang lagi dari awal. Hidup seharusnya seperti mengemudi dengan navigasi penunjuk arah. Namun, tanpa ada panduan kau akan tersesat. Kau tidak tahu ke mana arah untuk dituju dan kapan cinta mendatangimu kau tidak akan pernah tahu. ... Tidak seperti yang dibayangkan, ternyata Lewis Conty adalah tempat yang sangat ramai, tempat itu cukup padat penduduk, walaupun gaya pakaian mereka bisa dikatakan masih sederhana dan sedikit kuno.
Matahari terbit di pegunungan memang terlihat lebih indah, sama hal nya seperti ketika melihat matahari terbenam di pantai.Berbeda dengan suasana kota yang hanya terdengar suara deru kendaraan, di pedesaan suasana hening yang menenangkan menyelimuti hampir di semua bagian bukit.Namun, suasana ceria begitu terasa, karena penduduk desa bangun lebih pagi untuk memulai aktifitas, sekali lagi berbeda dengan keadaan di kota di mana waktu tersebut justru ada sebagian orang yang baru beranjak naik ke tempat tidur untuk beristirahat....Sarra terbangun sambil menggeliat, sepertinya ia tidur cukup lelap tadi malam padahal udara terasa begitu dingin di kamarnya. Mungkin itu karena ia lelah dari perjalanan kemarin.Wanita muda itu keluar kamar dan mendapati si pria bernama Garrand yang masih lelap dalam tidurnya--mungkin.Garrand terlihat melipat tangan, mungkin karena ia merasa kedinginan, hanya berselimut tipis di tengah udara dingin jelas itu seperti percuma.
Sarra berlari di tengah hujan dengan tubuh yang basah kuyup, ia tidak menyangka bahwa hujan akan turun begitu lebat.Semua memang karena kebodohannya yang berpikir bahwa hujan hanyalah air dan itu tidak perlu ditakutkan.Dia panik dan lupa caranya kembali, penglihatannya terbatas karena air hujan membuat keadaan sekitar tidak cukup jelas untuk dilihat.Sepertinya ia juga lupa pada buah apel yang sudah ia petik dan ditinggalkan begitu saja.Tanah pegunungan tergerus air dan Sarra kesulitan untuk melangkah karena tanah yang menjadi lunak. Dia juga melihat beberapa pohon tumbang oleh sapuan angin kencang."Tolong aku!!" Ketakutan mulai merasuk dalam pikiran wanita muda itu.Terjebak sendirian di bawah hujan di tempat yang asing membuat wanita itu merasa putus asa, dia berlari mencari tempat aman, mungkin ada rumah terdekat dengan pegunungan.Berteduh di bawah pohon bukanlah hal tepat untuk saat ini, karena bisa saja petir menyambar atau pohon itu akan tumbang karena badai.Masih berpikir
Sarra membuka mata, beberapa detik dia tidak ingat apa yang terjadi sampai ia mendapati wajah tampan seorang pria yang sedang tertidur pulas di hadapannya, jangan lupakan tangan pria itu yang berada di pinggang polosnya.Seketika wajah wanita muda itu memerah, ia tidak berani bergerak karena takut akan membuat si pria terbangun.Sarra ingin kembali tertidur untuk menghilangkan rasa malu karena saat ini ia merasa terlalu intim dengan si pria berwajah dingin.Netra bening kembali terbuka ia hanya mampu menatap Garrand yang terlelap. Pria itu memiliki wajah yang rupawan, tidak ada cela, garis rahang yang tegas, hidung mancung, serta bulu mata yang sedikit lebat.Sarra hanya bisa menggigit bibir, ia kembali menatap wajah itu. Bukan karena dia terpesona, melainkan dia sedang mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami.Dengan kata lain Sarra memang terbangun karena mimpi yang aneh baginya. Mimpi itu hanya berisi bayangan dirinya yang sedang merasa bahagia, dia memakai gaun putih dan b
Kali ini entah kesalahan apalagi yang ia buat, Garrand merasa kebingungan dengan sikap Sarra yang sulit ditebak.Setelah kembali pulang dari tempat kerja, ia bermaksud mengantar Sarra ke dokter untuk memeriksakan cidera kaki wanita tersebut.Namun, ia tidak mendapat respon yang baik dari lawan bicaranya. Setelah beristirahat dan makan malam sederhana yang diberikan Sarra, mereka menghabiskan waktu untuk berbincang di ruang tamu."Sebaiknya kita tidak tinggal bersama lagi, mulai besok kau bisa menempati rumah ini dan tetap bekerja pada Nyonya Maria, aku yakin dia tidak akan keberatan," ucap Sarra secara tiba-tiba."Kebetulan ada kerabat yang masih mau menampungku, jadi aku akan pergi dan tinggal bersama mereka," lanjut wanita muda tersebut.Garrand menatap tidak percaya, entah kenapa ungkapan Sarra membuat perasaannya begitu sakit.Seharusnya ia merasa senang karena itu artinya urusan dengan Sarra sudah selesai dan ia sudah bisa menjalani kehidupan walaupun sangat sederhana.Tidak, Gar