Home / Pernikahan / Evanescent / Everything Is Lie

Share

Everything Is Lie

Kebodohan memang terkadang dimiliki setiap orang di dalam hidupnya. Baik itu yang ringan atau yang berat sekalipun, berujung penyesalan atau yang ringan adalah kekecewaan.

"Satu kebodohan jika kau menerjang hujan lebat saat kau sedang sakit," gerutu Sarra saat memeras kain kompres.

"Kau memang merepotkan!" ketusnya lagi. Saat pulang tadi ia mendapati teman satu atapnya sedang demam tinggi dengan pakaian yang masih basah.

Pria yang sedang berbaring di sofa terlihat tidak berdaya. Walaupun terdengar marah, Sarra masih mau merawat dirinya yang sedang sakit.

"Karena aku tahu kau pasti tidak ingin berjalan di bawah satu payung bersamaku," jawab si pria dengan suara yang hampir serak.

"Aku merasa tidak enak hati kalau menolak permintaan Nyonya Maria," tambah pria itu lagi.

Sarra menatap Garrand yang memejamkan mata, pria itu menderita sekarang. Sejak pagi ia mengeluh sakit punggung dan wajahnya sudah pucat.

Sarra terpaksa pergi bekerja dan meninggalkan Garrand sendirian. Entah apa yang ia lakukan seharian saat Sarra tidak ada di rumah.

Sebenarnya saat Garrand menjemputnya tadi Sarra sangat terkejut karena ia ingat pria itu sedang kurang sehat. Dan sekarang keadaannya semakin buruk karena kesalahannya yang sudah membiarkan Garrand pergi menerjang hujan.

"Besok kita pergi ke dokter saja!" ucap Sarra saat mengganti kain kompres yang sudah sedikit kering dengan kain yang baru.

Garrand yang sedang terpejam segera membuka mata. "Tidak, itu tidak perlu! Uangnya tidak akan cukup!" tolak Garrand.

Sarra terdiam, dia tahu Garrand adalah mantan seorang direktur. Dia tidak pernah sesulit ini sebelumnya bahkan hanya untuk pergi menemui seorang dokter.

Pria itu diusir ayahnya tanpa membawa apapun kecuali barang-barang yang melekat di tubuhnya. Hanya sebuah jam tangan bermerek dan pakaian jas kantor mahal yang saat itu sedang dikenakan Garrand.

Nasib Sarra tidak jauh berbeda, hanya saja ia memakai barang yang sedikit bernilai seperti kalung, gelang, dan beberapa perhiasan lain yang saat itu kebetulan sedang ia kenakan.

"Kalau begitu aku akan pergi ke apotik untuk membeli obat, kau tunggulah!" ucap Sarra sambil melirik ke arah jam dinding yang sudang menunjukkan waktu sudah lebih dari jam sembilan malam.

"Ini sudah terlalu larut, jangan pergi! Besok aku akan membelinya sendiri," tolak Garrand untuk kedua kalinya.

"Apa kau ingin menderita semalaman?! Sudahlah, kita berdua tahu masalah yang kita hadapi, jangan berpura-pura bahwa kau kuat!" marah Sarra, ia hanya merasa putus asa sekarang.

Sarra segera beranjak untuk mengambil sebuah coat coklat tua yang tergantung di dekat pintu keluar. Wanita itu pergi tanpa menoleh lagi pada pria yang masih demam tinggi.

Bukan karena ia tidak peduli, tapi karena ia juga tidak kuasa untuk menahan laju air matanya yang bahkan sudah turun ketika pintu belum sepenuhnya tertutup saat ia pergi.

Garrand kembali memejamkan mata ketika Sarra menutup pintu, ia merasa bersalah karena tidak bisa mencegah Sarra untuk pergi keluar saat larut malam.

Mau bagaimana lagi, ia memang tidak mengenal Sarra, tapi sekarang ia sedikit tahu bahwa ada sedikit sifat keras kepala pada diri wanita itu.

Di saat seperti itu, ia teringat bahkan merindukan Lorena. Dia berbeda dengan Sarra. Mantan kekasihnya itu punya sifat periang dan cerewet, selalu menghibur dirinya yang punya sifat pendiam.

Sifat Sarra dan Lorena berbanding terbalik. Sarra adalah wanita yang sifatnya hampir sama dengan sifat dirinya yang jarang berbicara.

Garrand tidak akan pernah lupa saat pertama kali ia bertemu Sarra, wanita itu justru terlihat seperti memiliki sifat pemalu. Rona merah selalu terlihat di pipinya yang sedikit tembam--itu menurut Garrand.

Wanita itu tidak tertawa terlalu lebar, sekali lagi ia berbeda dengan Lorena yang selalu tertawa lepas. Sarra selalu bicara dengan gugup di hadapan Luca.

Semua beda, Lorena selalu bicara dengan lantang dan penuh percaya diri. Lorena gadis yang suka menggodanya dengan candaan.

"Aku merindukanmu, Lorena!"

...

Sarra pergi ke swalayan yang buka dua-puluh-empat jam. Wanita itu memilih semua keperluan yang dirasa cukup penting saja. Tentu setelah ia pergi ke apotik untuk membeli obat si pria berwajah dingin.

Sudah hampir jam sepuluh dan keadaan mulai sedikit sepi. Hanya ada beberapa pengunjung ke swalayan kecil tersebut. Sarra hanya melihat dua orang wanita pengunjung dan seorang pria tua yang menjaga kasir.

Kasihan sekali, hampir sama seperti Nyonya Maria yang masih harus bekerja di hari tua karena tidak memiliki sanak keluarga.

Sarra menggelengkan kepala, ia sudah berpikir terlalu jauh, setiap orang memiliki masalah masing-masing termasuk dirinya yang belum tentu orang lain akan memikirkan dirinya juga.

'Hey, apa kau tahu kabar terbaru keluarga bangsawan Bellou dan pengusaha kaya dari keluarga Hoecklyn?'

Tangan Sarra yang ingin mengambil susu kemasan sedikit terhenti, tubuhnya sedikit gemetar dan ia merasa sesak secara mendadak.

Ia tidak bisa melihat dua wanita yang sedang berbicara tepat di ujung lorong tempat ia memilih barang. Apakah ketenaran keluarga Bellou dan Hoecklyn bisa sampai sejauh itu?

Pandora adalah kota kecil, rupanya dua keluarga yang bermusuhan itu memang terkenal begitu jauh.

'Kabar mereka sudah ada di koran.'

'Mengejutkan sekali, keluarga bangsawan juga membuat skandal memalukan seperti itu.'

'Ya, tapi menurut cerita putra dan putri dari dua keluarga itu memang sangat cantik dan tampan. Oh, mungkin karena kelebihan itu mereka jadi lupa diri.'

'Apa kau pernah melihat mereka.'

'Tidak.'

Sarra tidak tahan lagi, dia takut akan mendengar hal lebih buruk lebih dari pada itu. Ternyata dunia begitu kecil, sulit sekali untuk bersembunyi. Padahal dia sudah berusaha untuk bersembunyi dari kejamnya tatapan dunia.

Sarra segera berhenti dari acara belanjanya. Setelah membayar pada kasir ia segera menuju pintu kaca dan matanya menangkap sebuah pemandangan pada sebuah koran media yang dijual di tempat tersebut.

Foto dua keluarga dicetak di halaman utama tentu dengan foto dirinya dan Garrand yang disamarkan. Dia tidak percaya kisah hidupnya menjadi berita yang dikomsumsi khalayak umum.

Sekarang ia mengerti bahwa ia memang sudah melakukan kesalahan besar. Orang-orang yang membicarakan dirinya hanya mengatakan apa yang mereka lihat dan dengar tanpa mengetahui cerita di balik itu semua.

Apakah mereka tahu bahwa semua murni ketidak sengajaan. Kenapa semua orang menghakimi seolah dirinya adalah parasit yang harus dihilangkan, dia hanya manusia biasa yang juga punya banyak kesalahan.

Apakah dia dan Garrand sama sekali tidak punya kesempatan? Masalah apalagi yang akan timbul jika identitas mereka berdua juga diketahui orang-orang di kota kecil tersebut?

Sarra hanya berharap Garrand akan segera menghilang dalam hidupnya, tetspi ajankah ia tahu bahwa Tuhan selalu punya rencana lain bagi semua kehidupan?

TBC

C u next chap ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status