Kebodohan memang terkadang dimiliki setiap orang di dalam hidupnya. Baik itu yang ringan atau yang berat sekalipun, berujung penyesalan atau yang ringan adalah kekecewaan.
"Satu kebodohan jika kau menerjang hujan lebat saat kau sedang sakit," gerutu Sarra saat memeras kain kompres.
"Kau memang merepotkan!" ketusnya lagi. Saat pulang tadi ia mendapati teman satu atapnya sedang demam tinggi dengan pakaian yang masih basah.
Pria yang sedang berbaring di sofa terlihat tidak berdaya. Walaupun terdengar marah, Sarra masih mau merawat dirinya yang sedang sakit.
"Karena aku tahu kau pasti tidak ingin berjalan di bawah satu payung bersamaku," jawab si pria dengan suara yang hampir serak.
"Aku merasa tidak enak hati kalau menolak permintaan Nyonya Maria," tambah pria itu lagi.
Sarra menatap Garrand yang memejamkan mata, pria itu menderita sekarang. Sejak pagi ia mengeluh sakit punggung dan wajahnya sudah pucat.
Sarra terpaksa pergi bekerja dan meninggalkan Garrand sendirian. Entah apa yang ia lakukan seharian saat Sarra tidak ada di rumah.
Sebenarnya saat Garrand menjemputnya tadi Sarra sangat terkejut karena ia ingat pria itu sedang kurang sehat. Dan sekarang keadaannya semakin buruk karena kesalahannya yang sudah membiarkan Garrand pergi menerjang hujan.
"Besok kita pergi ke dokter saja!" ucap Sarra saat mengganti kain kompres yang sudah sedikit kering dengan kain yang baru.
Garrand yang sedang terpejam segera membuka mata. "Tidak, itu tidak perlu! Uangnya tidak akan cukup!" tolak Garrand.
Sarra terdiam, dia tahu Garrand adalah mantan seorang direktur. Dia tidak pernah sesulit ini sebelumnya bahkan hanya untuk pergi menemui seorang dokter.
Pria itu diusir ayahnya tanpa membawa apapun kecuali barang-barang yang melekat di tubuhnya. Hanya sebuah jam tangan bermerek dan pakaian jas kantor mahal yang saat itu sedang dikenakan Garrand.
Nasib Sarra tidak jauh berbeda, hanya saja ia memakai barang yang sedikit bernilai seperti kalung, gelang, dan beberapa perhiasan lain yang saat itu kebetulan sedang ia kenakan.
"Kalau begitu aku akan pergi ke apotik untuk membeli obat, kau tunggulah!" ucap Sarra sambil melirik ke arah jam dinding yang sudang menunjukkan waktu sudah lebih dari jam sembilan malam.
"Ini sudah terlalu larut, jangan pergi! Besok aku akan membelinya sendiri," tolak Garrand untuk kedua kalinya.
"Apa kau ingin menderita semalaman?! Sudahlah, kita berdua tahu masalah yang kita hadapi, jangan berpura-pura bahwa kau kuat!" marah Sarra, ia hanya merasa putus asa sekarang.
Sarra segera beranjak untuk mengambil sebuah coat coklat tua yang tergantung di dekat pintu keluar. Wanita itu pergi tanpa menoleh lagi pada pria yang masih demam tinggi.
Bukan karena ia tidak peduli, tapi karena ia juga tidak kuasa untuk menahan laju air matanya yang bahkan sudah turun ketika pintu belum sepenuhnya tertutup saat ia pergi.
Garrand kembali memejamkan mata ketika Sarra menutup pintu, ia merasa bersalah karena tidak bisa mencegah Sarra untuk pergi keluar saat larut malam.
Mau bagaimana lagi, ia memang tidak mengenal Sarra, tapi sekarang ia sedikit tahu bahwa ada sedikit sifat keras kepala pada diri wanita itu.
Di saat seperti itu, ia teringat bahkan merindukan Lorena. Dia berbeda dengan Sarra. Mantan kekasihnya itu punya sifat periang dan cerewet, selalu menghibur dirinya yang punya sifat pendiam.
Sifat Sarra dan Lorena berbanding terbalik. Sarra adalah wanita yang sifatnya hampir sama dengan sifat dirinya yang jarang berbicara.
Garrand tidak akan pernah lupa saat pertama kali ia bertemu Sarra, wanita itu justru terlihat seperti memiliki sifat pemalu. Rona merah selalu terlihat di pipinya yang sedikit tembam--itu menurut Garrand.
Wanita itu tidak tertawa terlalu lebar, sekali lagi ia berbeda dengan Lorena yang selalu tertawa lepas. Sarra selalu bicara dengan gugup di hadapan Luca.
Semua beda, Lorena selalu bicara dengan lantang dan penuh percaya diri. Lorena gadis yang suka menggodanya dengan candaan.
"Aku merindukanmu, Lorena!"
...
Sarra pergi ke swalayan yang buka dua-puluh-empat jam. Wanita itu memilih semua keperluan yang dirasa cukup penting saja. Tentu setelah ia pergi ke apotik untuk membeli obat si pria berwajah dingin.
Sudah hampir jam sepuluh dan keadaan mulai sedikit sepi. Hanya ada beberapa pengunjung ke swalayan kecil tersebut. Sarra hanya melihat dua orang wanita pengunjung dan seorang pria tua yang menjaga kasir.
Kasihan sekali, hampir sama seperti Nyonya Maria yang masih harus bekerja di hari tua karena tidak memiliki sanak keluarga.
Sarra menggelengkan kepala, ia sudah berpikir terlalu jauh, setiap orang memiliki masalah masing-masing termasuk dirinya yang belum tentu orang lain akan memikirkan dirinya juga.
'Hey, apa kau tahu kabar terbaru keluarga bangsawan Bellou dan pengusaha kaya dari keluarga Hoecklyn?'
Tangan Sarra yang ingin mengambil susu kemasan sedikit terhenti, tubuhnya sedikit gemetar dan ia merasa sesak secara mendadak.
Ia tidak bisa melihat dua wanita yang sedang berbicara tepat di ujung lorong tempat ia memilih barang. Apakah ketenaran keluarga Bellou dan Hoecklyn bisa sampai sejauh itu?
Pandora adalah kota kecil, rupanya dua keluarga yang bermusuhan itu memang terkenal begitu jauh.
'Kabar mereka sudah ada di koran.'
'Mengejutkan sekali, keluarga bangsawan juga membuat skandal memalukan seperti itu.'
'Ya, tapi menurut cerita putra dan putri dari dua keluarga itu memang sangat cantik dan tampan. Oh, mungkin karena kelebihan itu mereka jadi lupa diri.'
'Apa kau pernah melihat mereka.'
'Tidak.'
Sarra tidak tahan lagi, dia takut akan mendengar hal lebih buruk lebih dari pada itu. Ternyata dunia begitu kecil, sulit sekali untuk bersembunyi. Padahal dia sudah berusaha untuk bersembunyi dari kejamnya tatapan dunia.
Sarra segera berhenti dari acara belanjanya. Setelah membayar pada kasir ia segera menuju pintu kaca dan matanya menangkap sebuah pemandangan pada sebuah koran media yang dijual di tempat tersebut.
Foto dua keluarga dicetak di halaman utama tentu dengan foto dirinya dan Garrand yang disamarkan. Dia tidak percaya kisah hidupnya menjadi berita yang dikomsumsi khalayak umum.
Sekarang ia mengerti bahwa ia memang sudah melakukan kesalahan besar. Orang-orang yang membicarakan dirinya hanya mengatakan apa yang mereka lihat dan dengar tanpa mengetahui cerita di balik itu semua.
Apakah mereka tahu bahwa semua murni ketidak sengajaan. Kenapa semua orang menghakimi seolah dirinya adalah parasit yang harus dihilangkan, dia hanya manusia biasa yang juga punya banyak kesalahan.
Apakah dia dan Garrand sama sekali tidak punya kesempatan? Masalah apalagi yang akan timbul jika identitas mereka berdua juga diketahui orang-orang di kota kecil tersebut?
Sarra hanya berharap Garrand akan segera menghilang dalam hidupnya, tetspi ajankah ia tahu bahwa Tuhan selalu punya rencana lain bagi semua kehidupan?
TBC
C u next chap ...
Warna fantasi fisikmu, filosofi dan anatomi tubuhmu membawaku pada gairah yang terlarang.Kau menunjukkan pikiran cinta dan aku terjebak dalam pesona keindahan dari beningnya sinar matamu.Aku tidak berdusta, aku tidak berbohong, kau cantik, sangat cantik.Aku tidak mengganggu, tapi aku sudah terganggu. Seperti minuman hangat yang melewati tenggorokan.Warna bibir yang ranum seperti anggur yang ingin kuteguk. Kau indah dan sempurna....Garrand sudah pulih, semua berkat Sarra yang sudah merawatn
Hidup seperti bermain kartu saat kau sudah mengeluarkan kau tidak akan bisa mengambil atau harus mengulang lagi dari awal. Hidup seharusnya seperti mengemudi dengan navigasi penunjuk arah. Namun, tanpa ada panduan kau akan tersesat. Kau tidak tahu ke mana arah untuk dituju dan kapan cinta mendatangimu kau tidak akan pernah tahu. ... Tidak seperti yang dibayangkan, ternyata Lewis Conty adalah tempat yang sangat ramai, tempat itu cukup padat penduduk, walaupun gaya pakaian mereka bisa dikatakan masih sederhana dan sedikit kuno.
Matahari terbit di pegunungan memang terlihat lebih indah, sama hal nya seperti ketika melihat matahari terbenam di pantai.Berbeda dengan suasana kota yang hanya terdengar suara deru kendaraan, di pedesaan suasana hening yang menenangkan menyelimuti hampir di semua bagian bukit.Namun, suasana ceria begitu terasa, karena penduduk desa bangun lebih pagi untuk memulai aktifitas, sekali lagi berbeda dengan keadaan di kota di mana waktu tersebut justru ada sebagian orang yang baru beranjak naik ke tempat tidur untuk beristirahat....Sarra terbangun sambil menggeliat, sepertinya ia tidur cukup lelap tadi malam padahal udara terasa begitu dingin di kamarnya. Mungkin itu karena ia lelah dari perjalanan kemarin.Wanita muda itu keluar kamar dan mendapati si pria bernama Garrand yang masih lelap dalam tidurnya--mungkin.Garrand terlihat melipat tangan, mungkin karena ia merasa kedinginan, hanya berselimut tipis di tengah udara dingin jelas itu seperti percuma.
Sarra berlari di tengah hujan dengan tubuh yang basah kuyup, ia tidak menyangka bahwa hujan akan turun begitu lebat.Semua memang karena kebodohannya yang berpikir bahwa hujan hanyalah air dan itu tidak perlu ditakutkan.Dia panik dan lupa caranya kembali, penglihatannya terbatas karena air hujan membuat keadaan sekitar tidak cukup jelas untuk dilihat.Sepertinya ia juga lupa pada buah apel yang sudah ia petik dan ditinggalkan begitu saja.Tanah pegunungan tergerus air dan Sarra kesulitan untuk melangkah karena tanah yang menjadi lunak. Dia juga melihat beberapa pohon tumbang oleh sapuan angin kencang."Tolong aku!!" Ketakutan mulai merasuk dalam pikiran wanita muda itu.Terjebak sendirian di bawah hujan di tempat yang asing membuat wanita itu merasa putus asa, dia berlari mencari tempat aman, mungkin ada rumah terdekat dengan pegunungan.Berteduh di bawah pohon bukanlah hal tepat untuk saat ini, karena bisa saja petir menyambar atau pohon itu akan tumbang karena badai.Masih berpikir
Sarra membuka mata, beberapa detik dia tidak ingat apa yang terjadi sampai ia mendapati wajah tampan seorang pria yang sedang tertidur pulas di hadapannya, jangan lupakan tangan pria itu yang berada di pinggang polosnya.Seketika wajah wanita muda itu memerah, ia tidak berani bergerak karena takut akan membuat si pria terbangun.Sarra ingin kembali tertidur untuk menghilangkan rasa malu karena saat ini ia merasa terlalu intim dengan si pria berwajah dingin.Netra bening kembali terbuka ia hanya mampu menatap Garrand yang terlelap. Pria itu memiliki wajah yang rupawan, tidak ada cela, garis rahang yang tegas, hidung mancung, serta bulu mata yang sedikit lebat.Sarra hanya bisa menggigit bibir, ia kembali menatap wajah itu. Bukan karena dia terpesona, melainkan dia sedang mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami.Dengan kata lain Sarra memang terbangun karena mimpi yang aneh baginya. Mimpi itu hanya berisi bayangan dirinya yang sedang merasa bahagia, dia memakai gaun putih dan b
Kali ini entah kesalahan apalagi yang ia buat, Garrand merasa kebingungan dengan sikap Sarra yang sulit ditebak.Setelah kembali pulang dari tempat kerja, ia bermaksud mengantar Sarra ke dokter untuk memeriksakan cidera kaki wanita tersebut.Namun, ia tidak mendapat respon yang baik dari lawan bicaranya. Setelah beristirahat dan makan malam sederhana yang diberikan Sarra, mereka menghabiskan waktu untuk berbincang di ruang tamu."Sebaiknya kita tidak tinggal bersama lagi, mulai besok kau bisa menempati rumah ini dan tetap bekerja pada Nyonya Maria, aku yakin dia tidak akan keberatan," ucap Sarra secara tiba-tiba."Kebetulan ada kerabat yang masih mau menampungku, jadi aku akan pergi dan tinggal bersama mereka," lanjut wanita muda tersebut.Garrand menatap tidak percaya, entah kenapa ungkapan Sarra membuat perasaannya begitu sakit.Seharusnya ia merasa senang karena itu artinya urusan dengan Sarra sudah selesai dan ia sudah bisa menjalani kehidupan walaupun sangat sederhana.Tidak, Gar
Flashback"Terima kasih, Nyonya Maria!" ucap Sarra setelah wanita lanjut usia pemilik toko buah memberinya teh hangat.Entah kenapa sejak beberapa hari terakhir dia merasakan tidak nyaman pada tubuhnya, ia selalu merasa mual dan pusing terutama di pagi hari.Sarra juga melihat wajahnya juga sedikit pucat dan kurang bergairah. Ia sering merasa mudah letih dan emosi yang tidak stabil.Sarra hanya berpikir mungkin itu karena ia terlalu tertekan atas masalah yang dihadapi, tapi satu masalah sudah berkurang karena Maria juga memberikan pekerjaan kepada Garrand.Keadaan tubuhnya semakin tidak baik, Sarra hanya tidak mengatakan hal itu karena tidak ingin orang lain cemas. 'Sayang, kau ingin buah apa?''Tentunya yang segar dan sedikit asam.''Jangan terlalu asam, itu tidak baik untuk bayi kita nantinya.''Aku mengidam dan itu tidak masalah.'Sarra yang menjaga toko hanya bisa tersenyum saat mendapat kedatangan pelanggan pasangan suami istri. Sepertinya sang istri sedang hamil muda karena per
Tidak akan ada yang tahu apa yang berada di dalam hati setiap manusia kecuali Tuhan dan dirinya sendiri. Baik atau buruk tidak ada yang bisa menebaknya.Bahkan hati hanya menyimpan semua keinginan yang tidak bisa didapat, hati juga mampu menyimpan rahasia yang tidak boleh terungkap....Tanpa Garrand meminta sebenarnya Sarra memang berniat untuk menjaga bayi di dalam perutnya itu, bahkan jika ia harus membesarkannya seorang diri.Sekarang ia tahu rasanya menjadi wanita yang sempurna. Benar, menurut Sarra tingkat sempurna seorang perempuan adalah bisa mengandung apalagi jika bayi itu milik pria yang ia cintai.Kembali Sarra merasakan desiran di dada saat mengingat siapa pemilik bayi yang ada diperutnya, ia tidak tahu hanya saja detak jantungnya melaju cepat seperti akan meledak.Saat ini wanita muda yang menyanggul rambutnya itu sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga pria yang belakangan menjadi teman hidupnya.Seperti biasa Garrand masih tidur di sebuah sofa lusuh, dan pria