Sedikit keterangan:
Nama tokoh, tempat (setting) dan kejadian dalam cerita semua hanyalah fiksi dan karangan semata, jika ada kesamaan dengan cerita lain, itu murni hanya kebetulan, karena cerita ini murni dari pemikiranku.
...
Tidak ada yang yang akan tahu bagaimana dan apa yang terjadi besok, karena hanya dia yang akan membawamu pada masa itu, dan dialah Sang Waktu.
...
Sarra menikmati rasa dan aroma dari teh hangat yang ia sesap pagi ini. Ia berterima kasih pada seorang wanita tua yang sudah repot menyajikannya.
Seorang wanita tua yang berbaik hati memberi pekerjaan pada Sarra sejak satu bulan yang lalu. Tepatnya sejak ia diusir dari keluarganya sendiri.
"Bagaimana, apa sudah lebih baik?" tanya wanita tua yang mengisi kembali cangkir Sarra yang hampir kosong.
Sarra mengangguk sambil tersenyum. "Jauh lebih baik," jawabnya sambil menikmati kembali air seduhan daun teh yang membuatnya merasa tenang.
"Terima kasih, Nyonya Maria!" Sarra berucap tulus, ia merasa jauh lebih baik setelah minum air hangat yang diberikan Maria.
Saat berangkat dari rumah tadi pagi untuk bekerja, ia merasa tubuhnya sedikit tidak nyaman juga perut yang terasa bergejolak. Beruntung Nyonya Maria yang juga berstatus majikan di tempat kerja berbaik hati memberi perhatian padanya.
"Tidak perlu sungkan, Nak! Ini hanya hal kecil," jawab Maria, wanita yang rambutnya sudah memutih itu berkata ramah.
"Ah, Nyonya! Apa anda masih membutuhkan karyawan di toko anda ini?" tanya Sarra walaupun penuh dengan keraguan.
Sebenarnya ia merasa malu pada si wanita pemilik toko buah yang sudah berbaik hati padanya. Seandainya ia tidak diberi pekerjaan oleh Maria, mungkin saat ini ia berada dalam kesulitan bahkan hanya sekadar untuk mencari makan.
Sarra sangat besyukur setidaknya untuk mengisi perut ia masih bisa mendapatkannya. Tabungan hasil penjualan perhiasan miliknya sudah hampir habis.
Simpanan Garrand dari hasil penjualan jam tangan mahal milik pria itu juga hampir habis digunakan untuk membayar uang sewa flat beberapa bulan ke depan.
Takdir memang tidak bisa ditebak, Sarra tidak pernah membayangkan bisa hidup bersama seseorang yang tidak diduga, bahkan tidak pernah sedikit pun tersirat dalam pikiran bahwa jalan hidupnya akan berubah drastis seperti sekarang.
"Memangnya siapa yang sedang butuh pekerjaan?" tanya Maria sambil membuka tutup wadah camilan yang ia suguhkan pada Sarra.
"Untuk temanku," jawab Sarra tanpamelepaskan pegangan pada cangkir berisi teh hangat di atas meja.
"Oh, pria tampan yang tinggal bersamamu itu, ya?" Ucapan Maria terdengar seperti godaan. Ya, Maria hanya mengatakan apa yang ia lihat, mungkin pada kenyataannya memang seperti itu.
Maria pernah beberapa kali melihat Sarra yang berjalan atau pergi ke swalayan bersama seorang pria muda yang sangat tampan.
"Katakan pada kekasihmu, dia bisa bekerja besok! Kebetulan pegawai lama ku baru berhenti seminggu yang lalu," jawab Maria.
'Kekasih?'
Demi Tuhan bahkan kata itu tidak pernah terbesit sama sekali dalam pikiran wanita berusia dua-puluh-empat tahun tersebut. Untuk saat ini Sarra tidak punya perasaan sedikit pun pada pria itu.
Entahlah, apa nama hubungan yang tepat untuk menggambarkan situasi antara Sarra dan Garrand saat ini, mereka bukan kekasih, teman, rekan, atau apapun itu namanya.
Mereka hanya pernah begitu dekat. Ah, tidak bukan hanya sekedar dekat, mereka memang pernah menjadi satu karena terlalu intim dan terbakar gairah.
Hubungan singkat yang akhirnya mengikat mereka dalam sebuah masalah rumit seperti gulungan benang yang sulit untuk diurai.
Namun, mereka tidak menyadari itu adalah takdir, mungkin benang merah tak kasat mata sudah mengikat jari kelingking mereka berdua, ikatan benang yang menghubungkan satu sama lain.
"Apa itu Tuan Peter?" tanya Sarra mengingat ada seorang pria yang sudah beberapa hari tidak terlihat masuk kerja.
"Iya, dia pindah bersama keluarganya," jawab Maria, terlihat ia sedikit sedih mungkin karena kehilangan salah satu pegawai yang sudah lama bekerja dengannya.
"Aku akan mengatakan pada temankutentang kabar baik ini. Terima kasih sudah bersedia membantu kami," ucap Sarra, ternyata masih banyak orang baik di dunia ini.
"Hey, apa kau tahu sesuatu? Kau dan kekasihmu sangat serasi, aku gemas sendiri melihatnya. Satu cantik dan satu tampan!" seru Maria sambil menangkupkan kedua tangan, wanita itu tidak menyadari raut wajah yang terlihat sedih di wajah wanita muda yang menjadi lawan bicaranya.
Sarra menampilkan senyum yang dipaksakan, ia tidak ingin membuat Maria tersinggung. Biarkan saja Maria berpikir seperti itu karena bagi Sarra wanita tua itu hanya bercanda dengannya.
...
Hujan lebat mengguyur kota Pandora dengan cukup lebat sejak tadi siang, sampai menjelang malam hujan masih setia membuat bumi kebasahan dan menampung banyak air yang turun dari langit. Padahal awal bulan Juli adalah awal musim yang sangat indah.
Namun, sejak pagi sang penguasa siang tidak terlihat menampakkan cahaya yang menjadi sumber kehidupan bagi seluruh alam. Hanya ada awan hitam yang menutupinya.
Kota kecil Pandora berbeda dengan Palostra yang memiliki segala kesibukan dunia yang tidak ada hentinya. Di saat seperti ini biasanya Sarra akan menghabiskan waktu di kamar sambil menikmati tempat tidur hangat ditemani suara obrolan dari Luca melalui sambungan telepon selular.
Ya, ternyata sangat sulit untuk melupakan semua kenangan indah, sama halnya kepercayaan yang akan hancur oleh pengkhianatan, seperti itulah rasa cinta yang berubah menjadi kebencian.
Sarra kembali berpikir, kenapa Luca tidak membenci dirinya yang sudah malakukan kesalahan? Begitu pun dengan Lorena yang masih mau menerima kekasihnya--Garrand.
...
Sarra terkejut saat sebuah payung tiba-tiba menutupi kepala bahkan tubuhnya dari percikan air hujan di halte bis. Ia menatap seseorang yang sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Nyonya Maria memintaku untuk menjemputmu," ucap pria itu yang tidak lain adalah Garrand.
Sarra hanya terdiam tanpa menjawab ucapan pria itu. Maria memang sudah pulang lebih dulu sejak sore tadi, dia pasti bertemu Garrand saat pulang dan wanita itu sengaja mampir karena jalan menuju rumahnya juga melewati flat sewaan mereka berdua.
"Berdiri di halte seperti ini, apa kau sedang menunggu bis yang lewat? Jangan katakan kau ingin melarikan diri!" ucap Garrand dengan nada suara yang dingin.
"Tidak, bukan hanya melarikan diri. Jika bisa aku ingin menghilang dari dunia ini," jawab Sarra, ia mengeratkan jaket yang dikenakan sekadar mengusir hawa dingin di tubuhnya.
"Apapun yang ingin kau lakukan, aku tidak akan menghalangi," ucap Garrand, pria itu mengambil tangan Sarra dan ia memberikan payung hitam yang sedang ia pegang.
"Aku juga tidak mengerti kenapa aku masih berada di sini," tambah Garrand. Setelah mengatakan itu dia segera pergi menembus guyuran air hujan yang sudah tidak terlalu lebat.
Sarra hanya melihat kepergian Garrand, ia tidak berniat sama sekali untuk menghalangi pria itu berlari menghindari hujan yang akan membuatnya kebasahan.
Tidak mungkin mereka bisa berdiri di bawah payung yang sama, berjalan berdua menembus air hujan. Salah satu dari mereka harus mengalah dan Garrand sudah melakukannya.
"Apa kabarmu, Luca?" lirih Sarra saat teringat pada si pria baik hati mantan kekasihnya.
"Kuharap kau selalu bahagia," tambahnya, wajah Sarra menengadah melihat ke arah langit yang menurunkan ribuan titik air.
TBC
C u next chap ...
Kebodohan memang terkadang dimiliki setiap orang di dalam hidupnya. Baik itu yang ringan atau yang berat sekalipun, berujung penyesalan atau yang ringan adalah kekecewaan."Satu kebodohan jika kau menerjang hujan lebat saat kau sedang sakit," gerutu Sarra saat memeras kain kompres."Kau memang merepotkan!" ketusnya lagi. Saat pulang tadi ia mendapati teman satu atapnya sedang demam tinggi dengan pakaian yang masih basah.Pria yang sedang berbaring di sofa terlihat tidak berdaya. Walaupun terdengar marah, Sarra masih mau merawat dirinya yang sedang sakit."Karena aku tahu kau pasti tidak ingin berjalan di bawah satu payung bersamaku," jawab si pria dengan suara yang hampir serak."Aku merasa tidak enak hati kalau menolak permintaan Nyonya Maria," tambah pria itu lagi.Sarra menatap Garrand yang memejamkan mata, pria itu menderita sekarang. Sejak pagi ia mengeluh sakit pungg
Warna fantasi fisikmu, filosofi dan anatomi tubuhmu membawaku pada gairah yang terlarang.Kau menunjukkan pikiran cinta dan aku terjebak dalam pesona keindahan dari beningnya sinar matamu.Aku tidak berdusta, aku tidak berbohong, kau cantik, sangat cantik.Aku tidak mengganggu, tapi aku sudah terganggu. Seperti minuman hangat yang melewati tenggorokan.Warna bibir yang ranum seperti anggur yang ingin kuteguk. Kau indah dan sempurna....Garrand sudah pulih, semua berkat Sarra yang sudah merawatn
Hidup seperti bermain kartu saat kau sudah mengeluarkan kau tidak akan bisa mengambil atau harus mengulang lagi dari awal. Hidup seharusnya seperti mengemudi dengan navigasi penunjuk arah. Namun, tanpa ada panduan kau akan tersesat. Kau tidak tahu ke mana arah untuk dituju dan kapan cinta mendatangimu kau tidak akan pernah tahu. ... Tidak seperti yang dibayangkan, ternyata Lewis Conty adalah tempat yang sangat ramai, tempat itu cukup padat penduduk, walaupun gaya pakaian mereka bisa dikatakan masih sederhana dan sedikit kuno.
Matahari terbit di pegunungan memang terlihat lebih indah, sama hal nya seperti ketika melihat matahari terbenam di pantai.Berbeda dengan suasana kota yang hanya terdengar suara deru kendaraan, di pedesaan suasana hening yang menenangkan menyelimuti hampir di semua bagian bukit.Namun, suasana ceria begitu terasa, karena penduduk desa bangun lebih pagi untuk memulai aktifitas, sekali lagi berbeda dengan keadaan di kota di mana waktu tersebut justru ada sebagian orang yang baru beranjak naik ke tempat tidur untuk beristirahat....Sarra terbangun sambil menggeliat, sepertinya ia tidur cukup lelap tadi malam padahal udara terasa begitu dingin di kamarnya. Mungkin itu karena ia lelah dari perjalanan kemarin.Wanita muda itu keluar kamar dan mendapati si pria bernama Garrand yang masih lelap dalam tidurnya--mungkin.Garrand terlihat melipat tangan, mungkin karena ia merasa kedinginan, hanya berselimut tipis di tengah udara dingin jelas itu seperti percuma.
Sarra berlari di tengah hujan dengan tubuh yang basah kuyup, ia tidak menyangka bahwa hujan akan turun begitu lebat.Semua memang karena kebodohannya yang berpikir bahwa hujan hanyalah air dan itu tidak perlu ditakutkan.Dia panik dan lupa caranya kembali, penglihatannya terbatas karena air hujan membuat keadaan sekitar tidak cukup jelas untuk dilihat.Sepertinya ia juga lupa pada buah apel yang sudah ia petik dan ditinggalkan begitu saja.Tanah pegunungan tergerus air dan Sarra kesulitan untuk melangkah karena tanah yang menjadi lunak. Dia juga melihat beberapa pohon tumbang oleh sapuan angin kencang."Tolong aku!!" Ketakutan mulai merasuk dalam pikiran wanita muda itu.Terjebak sendirian di bawah hujan di tempat yang asing membuat wanita itu merasa putus asa, dia berlari mencari tempat aman, mungkin ada rumah terdekat dengan pegunungan.Berteduh di bawah pohon bukanlah hal tepat untuk saat ini, karena bisa saja petir menyambar atau pohon itu akan tumbang karena badai.Masih berpikir
Sarra membuka mata, beberapa detik dia tidak ingat apa yang terjadi sampai ia mendapati wajah tampan seorang pria yang sedang tertidur pulas di hadapannya, jangan lupakan tangan pria itu yang berada di pinggang polosnya.Seketika wajah wanita muda itu memerah, ia tidak berani bergerak karena takut akan membuat si pria terbangun.Sarra ingin kembali tertidur untuk menghilangkan rasa malu karena saat ini ia merasa terlalu intim dengan si pria berwajah dingin.Netra bening kembali terbuka ia hanya mampu menatap Garrand yang terlelap. Pria itu memiliki wajah yang rupawan, tidak ada cela, garis rahang yang tegas, hidung mancung, serta bulu mata yang sedikit lebat.Sarra hanya bisa menggigit bibir, ia kembali menatap wajah itu. Bukan karena dia terpesona, melainkan dia sedang mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami.Dengan kata lain Sarra memang terbangun karena mimpi yang aneh baginya. Mimpi itu hanya berisi bayangan dirinya yang sedang merasa bahagia, dia memakai gaun putih dan b
Kali ini entah kesalahan apalagi yang ia buat, Garrand merasa kebingungan dengan sikap Sarra yang sulit ditebak.Setelah kembali pulang dari tempat kerja, ia bermaksud mengantar Sarra ke dokter untuk memeriksakan cidera kaki wanita tersebut.Namun, ia tidak mendapat respon yang baik dari lawan bicaranya. Setelah beristirahat dan makan malam sederhana yang diberikan Sarra, mereka menghabiskan waktu untuk berbincang di ruang tamu."Sebaiknya kita tidak tinggal bersama lagi, mulai besok kau bisa menempati rumah ini dan tetap bekerja pada Nyonya Maria, aku yakin dia tidak akan keberatan," ucap Sarra secara tiba-tiba."Kebetulan ada kerabat yang masih mau menampungku, jadi aku akan pergi dan tinggal bersama mereka," lanjut wanita muda tersebut.Garrand menatap tidak percaya, entah kenapa ungkapan Sarra membuat perasaannya begitu sakit.Seharusnya ia merasa senang karena itu artinya urusan dengan Sarra sudah selesai dan ia sudah bisa menjalani kehidupan walaupun sangat sederhana.Tidak, Gar
Flashback"Terima kasih, Nyonya Maria!" ucap Sarra setelah wanita lanjut usia pemilik toko buah memberinya teh hangat.Entah kenapa sejak beberapa hari terakhir dia merasakan tidak nyaman pada tubuhnya, ia selalu merasa mual dan pusing terutama di pagi hari.Sarra juga melihat wajahnya juga sedikit pucat dan kurang bergairah. Ia sering merasa mudah letih dan emosi yang tidak stabil.Sarra hanya berpikir mungkin itu karena ia terlalu tertekan atas masalah yang dihadapi, tapi satu masalah sudah berkurang karena Maria juga memberikan pekerjaan kepada Garrand.Keadaan tubuhnya semakin tidak baik, Sarra hanya tidak mengatakan hal itu karena tidak ingin orang lain cemas. 'Sayang, kau ingin buah apa?''Tentunya yang segar dan sedikit asam.''Jangan terlalu asam, itu tidak baik untuk bayi kita nantinya.''Aku mengidam dan itu tidak masalah.'Sarra yang menjaga toko hanya bisa tersenyum saat mendapat kedatangan pelanggan pasangan suami istri. Sepertinya sang istri sedang hamil muda karena per