Pukul 19:00 ...
Di sebuah rumah mewah bergaya klasik, sebuah keluarga berkumpul untuk makan malam. Seorang pria paruh baya serta istrinya. Jangan lupakan seorang gadis remaja yang juga sudah bergabung di tempat tersebut.
Mereka makan dengan tenang, tapi hal itu tidak menyembunyikan perasaan tidak nyaman satu sama lain, terlebih untuk si gadis remaja.
Sudah lebih dari satu bulan, acara makan keluarga tersebut terasa begitu hambar dan juga sepi tanpa kehangatan.
Keluarga itu sudah kehilangan putri sulung yang mereka sayangi. Semua tidak lain karena aib yang sudah diperbuat sang putri, seperti tidak ada kata maaf bagi pembuat masalah.
"Sejak kakak pergi, rumah ini jadi sepi," ucap gadis muda yang tampak tidak selera makan.
Sang kepala keluarga yang terlihat berwibawa hanya melirik sekilas. Ia tidak suka saat masalah itu selalu diungkit.
"Habiskan makanan mu, Clara! Setelah ini kau pergi ke kamar karena besok kau harus sekolah!" ucap sang kepala keluarga yang lebih tepat dikatakan sebagai perintah.
"Kau putriku satu-satunya, tidak ada yang lain!" ucap pria paruh baya tersebut, menegaskan bahwa tidak boleh ada yang menyinggung masalah yang baru saja mereka alami.
Gadis bernama Clara hanya bisa menunduk sedih, ia tidak kuasa menolak atau melawan pria karismatik tersebut.
Clara hanya merindukan kehadiran sang kakak--Sarra yang sudah diusir dari rumah. Gadis itu merasa hidup tidak adil karena Sarra yang biasanya selalu dinomer satukan oleh ayah dan ibunya sekarang tidak lebih dari sampah yang dilupakan.
Katakan saja sang ayah yang arogan dan selalu ingin segalanya sempurna justru harus mendapat malu karena kesalahan yang diperbuat putri sulungnya itu.
Norman Bellou tidak bisa menerima tatapan buruk dari seluruh anggota keluarga besar lain yang menganggap dirinya tidak becus mendidik anaknya sendiri.
Seperti tanaman rusak yang akan membawa kerusakan lain, maka itu harus segera disingkirkan atau dibuang, itulah perumpaan yang sesuai untuk keadaan Sarra saat ini.
Tradisi keluarga Bellou yang sudah turun temurun dipertahankan selalu mengutakan norma-norma kental tatakrama dan kehormatan, sehingga noda sekecil apapun tidak diizinkan untuk berada di kerajaan mereka sendiri.
Tidak peduli perubahan zaman atau kebiasaan, keluarga Bellou tetap berpegang teguh pada tradisi tersebut dan hal itu berhasil membuat nama mereka tetap dikagumi banyak kalangan bangsawan.
.
..Evanescent
...Garrand merasakan dadanya begitu sesak saat mendengar sebuah kabar dari sahabat lama. Bukan hanya dirinya bahkan Sarra juga merasakan hal yang sama.
Pria itu berlari cepat meninggalkan Sarra beberapa langkah di belakangnya. Ternyata mereka berdua mengejar hal yang sama yaitu untuk mencegah kepergian kekasih tercinta.
Sarra kelelahan, ia sudah tidak kuat untuk berlari, tetapi Garrand terus melangkah cepat mengabaikan wanita muda itu.
Dia sudah sampai di pintu masuk bandara, tetapi Sarra sudah tidak sanggup bahkan lututnya sudah semakin tidak bertenaga.
Apakah ia masih bisa bertemu dengan Luca, atau semua berakhir sampai di situ saja. Bukan karena ia masih berharap pada Luca, dia hanya ingin semua berakhir dengan baik.
Dari kejauhan ia bisa melihat si pria berwajah dingin berlari ke arah kekasihnya yang sudah ia temukan, mereka terlihat saling memeluk dan Lorena juga menyambut tubuh sang kekasih dengan suka cita.
Sarra merasakan dadanya begitu sesak, ia tidak bisa menemukan Luca, dimana pria itu? Sarra hanya bisa menatap pasangan kekasih yang tampaknya tidak rela untuk berpisah.
"Sarra?!" Mendengar namanya dipanggil tubuh Sarra terdiam membatu, ia tidak ingin berbalik untuk melihat pada sumber suara yang begitu ia kenal.
Tanpa diduga pria itu yang sekarang berdiri di hadapannya. Sarra menatap Luca yang wajahnya menyiratkan sebuah kesedihan yang mendalam.
Luca mendekat perlahan dan ia memeluk erat sang mantan kekasih. Sarra tidak berani untuk membalas pelukan pria itu, bukan karena tidak ingin, tapi ia merasa itu tidaklah benar, seperti ada penghalang yang tidak memperbolehkan dirinya memberi harapan pada pria itu.
"Apa kau datang ke sini untuk mencegah kepergianku?" tanya Luca pada wanita berambut gelap tersebut.
Sarra terdiam kemudian berusaha melepas secara perlahan pelukan Luca. Pria itu tidak rela saat sang mantan kekasih sedikit menjauh darinya.
"Aku hanya ingin melihat mu untuk terakhir kali," jawab Sarra walaupun tatapannya terlihat sedikit menggenang.
"Apa kau rela jika aku pergi dan kita tidak akan bertemu lagi?" tanya Luca dengan tatapan putus asa.
"Kau akan mendapat kebahagiaan yang lebih baik, Luca! Aku tahu itu," ucap Sarra sambil berusaha untuk tersenyum
"Kau selalu begitu. Kau tidak pernah jujur pada dirimu sendiri," ucap Luca dengan memasang senyum kecut.
"Katakan sekali saja! Katakan kau ingin aku tetap tinggal dan aku akan melakukan semua hanya untukmu!" Luca menggenggam tangan Sarra, ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Bahkan jika perlu aku akan membawa mu pergi sejauh mungkin," tambah Luca, berusaha meyakinkan Sarra bahwa ia akan melakukan apa saja demi bersama wanita yang dicintainya itu.
"Ini hal terbaik untuk diriku, aku berjanji padamu aku akan baik-baik saja." Luca hanya menatap sendu pada Sarra, wanita muda itu sudah memasang penghalang dengan dirinya.
Luca sangat memahami isi pikiran wanita itu dan juga menghargai segala keputusan yang diambil Sarra. Bukan karena ia sudah tidak mencintai dirinya, tetapi Sarra hanya membatasi diri bahwa Luca tidak pantas untuk menderita.
"Berjanjilah padaku! Berjanji kau akan selalu bahagia!" Ucapan Sarra benar-benar seperti kalimat perpisahan bagi Luca, ia masih tidak percaya bahwa Sarra masih berusaha untuk tegar menghadapi cobaan dalam hidupnya.
"Sarra aku tidak bisa," rajuk Luca, ia masih berharap Sarra mencegahnya untuk pergi.
"Nikmati perjalanmu!" Itu adalah kalimat terakhir yang dikatakan Sarra sebelum suara panggilan keberangkatan memutuskan harapan Luca.
Apa semua sudah tidak bisa diperbaiki? Sarra tidak mengharapkan apapun selain kebahagiaan untuk Luca.
Pria itu terlalu baik bagi dirinya yang hanya seorang pengkhianat. Luca berhak mendapat yang terbaik dalam hidupnya, mungkin akan sulit di awal, tapi Sarra meyakinkan diri untuk selalu memanjatkan doa untuk pria itu.
"Kata maaf tidak akan pernah cukup bagiku, aku akan menerima hukuman Tuhan karena menyakitimu, Luca! Selamat jalan!" lirih Sarra yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Luca dan Lorena sudah pergi meninggalkan dirinya juga Garrand. Semua berakhir untuk kisah satu sama lain dan sekarang ia akan membayar semua perbuatannya.
Sulit bernapas terasa begitu sesak, Sarra merasakan itu. Apa yang harus ia lakukan? Hanya bisa menahan dan sadar akn dirinya yang tidak berhak lagi untuk sekadar berharap waktu bisa diputar kembali.
Dia kehilangan segalanya sekarang. Tatapannya semakin memburam oleh genangan air yang siap meluncur jika ia berkedip satu kali saja.
Percuma menahan karena Sarra tidak bisa melakukan itu. Tanpa dia sadari bahwa sekarang Garrand tengah menatap dengan sorot mata yang sulit terbaca, mungkin sebenarnya pria itu merasakan hal yang sama seperti Sarra.
Mereka kehilangan cinta, dan semua sudah berakhir.
TBC
See you next chapter ...
"Hey, sedang apa kau di sini, Wanita Jalang?!!"Sarra terkejut saat tiba-tiba ada seorang wanita yang menghampiri dirinya. Mata Sarra membulat sempurna karena wanita itu adalah ibu Lorena.Demi Tuhan, degup jantung Sarra berpacu cepat, tapi beruntung Garrand segera menarik tubuhnya yang hampir saja didorong oleh mantan calon mertua pria dingin tersebut."Oh, dua pengkhianat sudah berada di sini? Siapa yang mengizinkan kalian datang kemari, huh?" Wanita itu masih meluapkan kemarahan pada Garrand dan juga Sarra."Lorna!!" Sungguh Sarra ingin pergi sekarang, ia tidak sanggup untuk melihat satu orang lagi yang pastinya juga merasa benci pada dirinya.
Sedikit keterangan: Nama tokoh, tempat (setting) dan kejadian dalam cerita semua hanyalah fiksi dan karangan semata, jika ada kesamaan dengan cerita lain, itu murni hanya kebetulan, karena cerita ini murni dari pemikiranku....Dia yang paling kejam dan tanpa toleransi. Meninggalkan segalanya tanpa pernah menoleh kembali, ia bahkan tidak peduli jika masih ada yang tertinggal di belakang sana.Tidak ada yang yang akan tahu bagaimana dan apa yang terjadi besok, karena hanya dia yang akan membawamu pada masa itu, dan dialah Sang Waktu....Sarra menikmati rasa dan aroma dari teh hangat yang i
Kebodohan memang terkadang dimiliki setiap orang di dalam hidupnya. Baik itu yang ringan atau yang berat sekalipun, berujung penyesalan atau yang ringan adalah kekecewaan."Satu kebodohan jika kau menerjang hujan lebat saat kau sedang sakit," gerutu Sarra saat memeras kain kompres."Kau memang merepotkan!" ketusnya lagi. Saat pulang tadi ia mendapati teman satu atapnya sedang demam tinggi dengan pakaian yang masih basah.Pria yang sedang berbaring di sofa terlihat tidak berdaya. Walaupun terdengar marah, Sarra masih mau merawat dirinya yang sedang sakit."Karena aku tahu kau pasti tidak ingin berjalan di bawah satu payung bersamaku," jawab si pria dengan suara yang hampir serak."Aku merasa tidak enak hati kalau menolak permintaan Nyonya Maria," tambah pria itu lagi.Sarra menatap Garrand yang memejamkan mata, pria itu menderita sekarang. Sejak pagi ia mengeluh sakit pungg
Warna fantasi fisikmu, filosofi dan anatomi tubuhmu membawaku pada gairah yang terlarang.Kau menunjukkan pikiran cinta dan aku terjebak dalam pesona keindahan dari beningnya sinar matamu.Aku tidak berdusta, aku tidak berbohong, kau cantik, sangat cantik.Aku tidak mengganggu, tapi aku sudah terganggu. Seperti minuman hangat yang melewati tenggorokan.Warna bibir yang ranum seperti anggur yang ingin kuteguk. Kau indah dan sempurna....Garrand sudah pulih, semua berkat Sarra yang sudah merawatn
Hidup seperti bermain kartu saat kau sudah mengeluarkan kau tidak akan bisa mengambil atau harus mengulang lagi dari awal. Hidup seharusnya seperti mengemudi dengan navigasi penunjuk arah. Namun, tanpa ada panduan kau akan tersesat. Kau tidak tahu ke mana arah untuk dituju dan kapan cinta mendatangimu kau tidak akan pernah tahu. ... Tidak seperti yang dibayangkan, ternyata Lewis Conty adalah tempat yang sangat ramai, tempat itu cukup padat penduduk, walaupun gaya pakaian mereka bisa dikatakan masih sederhana dan sedikit kuno.
Matahari terbit di pegunungan memang terlihat lebih indah, sama hal nya seperti ketika melihat matahari terbenam di pantai.Berbeda dengan suasana kota yang hanya terdengar suara deru kendaraan, di pedesaan suasana hening yang menenangkan menyelimuti hampir di semua bagian bukit.Namun, suasana ceria begitu terasa, karena penduduk desa bangun lebih pagi untuk memulai aktifitas, sekali lagi berbeda dengan keadaan di kota di mana waktu tersebut justru ada sebagian orang yang baru beranjak naik ke tempat tidur untuk beristirahat....Sarra terbangun sambil menggeliat, sepertinya ia tidur cukup lelap tadi malam padahal udara terasa begitu dingin di kamarnya. Mungkin itu karena ia lelah dari perjalanan kemarin.Wanita muda itu keluar kamar dan mendapati si pria bernama Garrand yang masih lelap dalam tidurnya--mungkin.Garrand terlihat melipat tangan, mungkin karena ia merasa kedinginan, hanya berselimut tipis di tengah udara dingin jelas itu seperti percuma.
Sarra berlari di tengah hujan dengan tubuh yang basah kuyup, ia tidak menyangka bahwa hujan akan turun begitu lebat.Semua memang karena kebodohannya yang berpikir bahwa hujan hanyalah air dan itu tidak perlu ditakutkan.Dia panik dan lupa caranya kembali, penglihatannya terbatas karena air hujan membuat keadaan sekitar tidak cukup jelas untuk dilihat.Sepertinya ia juga lupa pada buah apel yang sudah ia petik dan ditinggalkan begitu saja.Tanah pegunungan tergerus air dan Sarra kesulitan untuk melangkah karena tanah yang menjadi lunak. Dia juga melihat beberapa pohon tumbang oleh sapuan angin kencang."Tolong aku!!" Ketakutan mulai merasuk dalam pikiran wanita muda itu.Terjebak sendirian di bawah hujan di tempat yang asing membuat wanita itu merasa putus asa, dia berlari mencari tempat aman, mungkin ada rumah terdekat dengan pegunungan.Berteduh di bawah pohon bukanlah hal tepat untuk saat ini, karena bisa saja petir menyambar atau pohon itu akan tumbang karena badai.Masih berpikir
Sarra membuka mata, beberapa detik dia tidak ingat apa yang terjadi sampai ia mendapati wajah tampan seorang pria yang sedang tertidur pulas di hadapannya, jangan lupakan tangan pria itu yang berada di pinggang polosnya.Seketika wajah wanita muda itu memerah, ia tidak berani bergerak karena takut akan membuat si pria terbangun.Sarra ingin kembali tertidur untuk menghilangkan rasa malu karena saat ini ia merasa terlalu intim dengan si pria berwajah dingin.Netra bening kembali terbuka ia hanya mampu menatap Garrand yang terlelap. Pria itu memiliki wajah yang rupawan, tidak ada cela, garis rahang yang tegas, hidung mancung, serta bulu mata yang sedikit lebat.Sarra hanya bisa menggigit bibir, ia kembali menatap wajah itu. Bukan karena dia terpesona, melainkan dia sedang mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami.Dengan kata lain Sarra memang terbangun karena mimpi yang aneh baginya. Mimpi itu hanya berisi bayangan dirinya yang sedang merasa bahagia, dia memakai gaun putih dan b