Hingga menjelang siang, Mansa masih saja mengikuti Mike dan perhatiannya tak luput dari kantong celana sebelah kiri itu. Meskipun Mike sudah mandi dan mengganti pakaiannya, tentu saja masih dengan busana yang sama, tapi Mansa tetap penasaran dengan kantong celana bagian kiri tersebut.
Di ruang santai itu, Mike dan yang lainnya meneruskan diskusi mereka. Apa lagi Mike baru saja mendapat pesan baru dari ibunya Mansa bahwa akun WA Dewi baru saja menerima pesan dari organisasi Indigo Collector tersebut.
“Apa kalian tak terlalu naif masih saja membiarkan wanita tersebut berkomunikasi dengan mafia itu?” tanya Aryan pada Mike.
Mike tersenyum mendengarkan pertanyaan Aryan. Meskipun begitu dia sadar juga kalau keraguan Aryan cukup beralasan.
“Kami tidak senaif itu kok. Tepat sebelum aku membawanya ke pulau, aku sudah membuang HP kedua orang tersebut,” terang M
Di salah satu titik di kedalaman hutan sub-urban Panovec Forest di pinggiran kota Nova Gorica, seorang pemuda menyusuri hutan bertelanjang kaki dan tanpa baju. Hanya ada celana yang sudah compang-camping yang hanya tersisa bagian atasnya saja, cukup untuk menutupi bagian kemaluannya. Laki-laki itu duduk bersandar di sebuah batu karang, sedikit bersembunyi di bawah sebuah akar pohon Ek besar di sebuah tebing sungai. Badannya lusuh dan kotor, nampak begitu kelelahan seperti tentara yang baru saja selamat dari sebuah peperangan. Tak satupun luka terlihat dari tubuhnya, namun dia terlihat begitu kelelahan, hingga akhirnya dia pingsan tak sadarkan diri. Beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan rambut serta bulu mata dan alis yang serba putih datang dengan menyandang sebuah ransel, menemukan keberadaan pemuda itu dari seberang sungai. Dengan cekatan dan nampak begitu ringan, wanita itu melakukan lompatan yang cukup jauh dari seberang sungai. Satu kali dia mendarat di
Zulkifli melihat Mike nampak begitu tak bersemangat. Dia tahu seharusnya Mike tak akan selelah itu hanya untuk mencapai tempat tersebut. Namun sekarang Mike terlihat begitu tak bersemangat, memegangi kedua pundaknya karena dingin.Dia melepas jacketnya dan memberikan pada Mike. Tentu Mike tak sungkan untuk menerimanya, dan langsung memakai jacket besar itu.“Bagaimana dengan Leona dan keluarganya?” tanya Zulkifli.“Syukurlah, tak ada seorangpun yang tertangkap. Mereka sudah pindah ke tempat persembunyian lain,” jawab Mike.“Ngomong-ngomong, ada seseorang yang mengikuti ku sejak aku keluar ke jalan utama. Jadi aku pancing saja dia ke sini,” lanjutnya.“Apa kamu selelah itu?” tanya Zulkifli.“Aku sudah meladeni mereka kemarin semalaman suntuk. Aku hanya ragu nanti aku tak bisa mengend
Mansa terdiam, meski tak nampak juga ada kegaduhan di dalam dirinya setelah mendengar semua cerita dari Mike. Mungkin dia masih mencoba untuk memahami beberapa detail dari cerita itu, atau mungkin sedang mencari celah dan keganjilan dari cerita itu untuk sekadar menilai apakah Mike menceritakan yang sebenarnya, atau hanya sekadar bualan saja. Terlebih lagi, mengenai ayahnya yang masih hidup yang tentu saja tak bisa diterimanya begitu saja.Dia mulai bingung bagaimana harus bereaksi karena dia juga tak memilik sedikitpun kenangan bersama ayahnya. Haruskah dia mendramatisasinya seperti yang biasa terjadi di sinetron-sinetron? Haruskah dia menangis histeris dan protes pada ibunya karena tidak memberitahukan soal ayahnya?Pikirannya campur aduk meski hanya di sebatas pikirannya saja, tidak sampai mempengaruhi perasaannya. Karena dia memang tidak memiliki sedikitpun kenangan dengan ayahnya tersebut.“Dan di situ lah aku bertemu denga
Sekitar 2 Km dari bundaran HI, terdapat sebuah proyek bangunan gedung 20 lantai yang sedang dalam proses pengerjaan. Kebetulan saja, di minggu mereka melakukan misi, pengerjaan gedung bagian atas sedang dihentikan. Meskipun begitu, masih ada beberapa pekerja yang mondar-mandir di lantai dasar meski tidak banyak.Siang itu, Mike nampak asyik memancing seorang mandor di lantai paling bawah untuk menemaninya mengobrol. Sementara Mansa dan ‘Aini hanya berdiri saja, pura-pura sibuk melihat berkeliling. Katanya, sembari menunggu teman mereka selesai membongkar muatan di sebuah gudang di seberang jalan.Begitu Mansa mulai menaiki anak tangga, mandor itu memanggilnya sekadar mengingatkan untuk tidak berbuat macam-macam di tempat tersebut. Belum sempat dia berbicara apa-apa, tiba-tiba Mandor itu pingsan dan langsung dipapah oleh Mike.Setelah itu, Mansa dan Musa membuat pekerja lainnya pingsan satu-persatu. Baru kemudian ‘Aini keluar sesaat menuju mobil, meng
‘Aini langsung mengeluarkan HPnya dan menelepon Mike yang masih berada di lantai dasar. Dia kembali memasukkan HPnya, dan berbicara lewat microfon dan handfree-nya.“Maafkan aku, entah bagaimana orang tua itu mengetahui keberadaanku,” katanya sembari membereskan senjatanya.[Jadi tembakanmu meleset?]“Jangan salahkan aku tembakanku meleset. Siapa juga yang akan menyangka dia bisa tahu aku akan menembaknya dari jarak sejauh itu,” sanggah ‘Aini.[Bagaimana bisa?]“Itu bukan keahlianku untuk menjawab pertanyaanmu itu. Yang jelas beberapa anak buahnya sudah berlarian ke arah sini. Aku lihat orang tua itu menginstruksikan untuk segera memeriksa tempat ini,” jelas ‘Aini.Setelah dia membereskan senjatanya itu dan memasukkan ke da
Kecelakaan beruntun itu memancing perhatian banyak orang. Namun tak ada yang berani mendekat karena melihat ada satu orang yang memegang senjata.Mike menurunkan kaca jendela mobil, masih nampak santai meski ditodong seperti itu. Dia bahkan tidak mengangkat tangannya. Dia tahu, jika memang preman itu ingin membunuhnya, tentu dia tidak akan menodong seperti itu.“Hey, temanmu sudah seperti adonan kue begitu. Apa kau tak kasihan sama sekali?” tanya Mike.Pria itu sedikit mundur dan memang perhatiannya sedikit terpancing hendak melihat kondisi temannya. Namun dia berusaha untuk tidak terpancing.“Jangan banyak bacot, cepat keluar dari mobil!” bentaknya, sembari menjaga jarak dari pintu mobil tersebut.Mike nampak menghela nafas sesaat dan membuka pintu mobil itu sembari geleng-geleng kepala. Dia keluar d
Di dalam sebuah ruangan gelap dan pengap, seorang pria merasakan kepengapan yang lebih gila karena saat ini wajahnya sedang dibungkus dalam plastik sempit. Sebenarnya ada sedikit lubang yang sangat kecil seperti hasil tusukan jarum. Hanya ada satu lubang itu saja dan tak ada yang lain untuknya bernafas.Plastik yang membungkus kepala pria itu kembang kempis seiring dirinya mencoba untuk bernafas senormal mungkin. Namun beberapa kali Acil yang sudah menjaganya semalaman suntuk mengerjainya tanpa ampun.Dia sengaja menampung kentutnya sendiri dengan telapak tangan, dan menepukkannya pada lubang kecil itu.“Om juga sih!” ujar Acil kesal.“Om jawab saja napa, pertanyaan mereka. Kan saya tak harus ikutan begadang begini juga jagain Om,” keluhnya.Kondisi itu terus berlangsung sampai esok paginya. Ketika Mike datang memasuki gudang itu, Acil langsung
“Mang, Terang Bulan satu ya,” ujar seorang pelanggan memesan pada penjual martabak di pinggir jalan. “Lho, malam mingguan sendirian saja mas?” tanya penjual mertabak tersebut.“Eneng yang kemarin ga ikut?” “Ini mau main ke rumahnya, Mang,” jawab pria tersebut. “Ooh, iya! Ngerti, ngerti. Buat bokapnya, ya?” tanya si penjual sedikit beretorika, senyum-senyum sembari menuang adonan martabak di wajan. Setelah menunggu beberapa saat, pria itu menerima pesanannya. Wajah pria itu nampak sumringah meski terlihat jelas dia berusaha menyembunyikan perasaan berbunga-bunga di dalam hatinya. “Semoga malam minggunya lancar, Mas,” ujar si penjual martabak ketika pria itu baru menyalakan scooter matic-nya Pria itu berbalik sesaat dan menundukkan kepalanya sekali