Pada kisaran tahun 2011, beberapa tim ilmuan melakukan sebuah penelitian di beberapa titik di lingkar kutub utara. Mereka fokus meneliti segala kemungkinan bentuk kehidupan yang mungkin tersimpan membeku di bongkahan es di kawasan kutub tersebut.
Namun, diantara sekian banyak peneliti tersebut, ada sebagian kelompok yang memiliki tujuan lain secara rahasia di beberapa titik di kawasan Siberia. Tujuan rahasia yang tidak diketahui oleh para pekerja yang ikut dalam proyek itu akhirnya menjadi malapetaka bagi rombongan tersebut.
“Boris, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya salah seorang peneliti dengan Bahasa Slovenski standar kepada operator yang kebetulan adalah orang Slovenia.
“Aku tidak tahu, tiba-tiba temperaturnya naik begitu tajam,” jawab operator tersebut panik.
“Apa kau tahu sumbernya?” Tanya nya lagi.
“Sepertinya dari bongkahan es yang sedang di gali,” terang operator itu bergegas turun dari tempatnya memonitor proyek menuju lokasi penggalian.
Seorang peneliti dari Malaysia bernama Azzim yang memimpin proyek tersebut berteriak memberikan perintah untuk segera menghentikan penggalian.
“Segera hentikan penggalian sebelum terjadi apa-apa!”
“Hentikan dulu penggaliannya!” teriaknya.Namun pria itu sedikit terlambat. Meski penggalian tersebut sempat mereka hentikan, tapi sudah muncul retakan pada satu bongkahan es yang sedang mereka gali. Bongkahan es tersebut mulai tampak memanas dan mencair serta terlihat cahaya menyilaukan keluar dari sana. Hal itu membuat para perkerja sedikit penasaran untuk mendekatinya.
Tiba-tiba bongkahan es itu meledak dan mengeluarkan panas yang begitu tinggi. Azzim yang berada cukup jauh masih sempat berlari mencari perlindungan. Namun sayangnya, dorongan dari ledakan tersebut membuatnya terpental cukup jauh hingga tersandar pada salah satu dinding bangunan.
Beberapa saat setelah itu, dia terbangun dan menyaksikan semua krunya bergelimpangan di lantai. Seseorang dari bangunan sebelah datang menghampiri lokasi penggalian tersebut dan segera mendekati Azzim yang saat itu masih sedang tergeletak di lantai.
“Azzim, apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?” tanya pria tersebut.
Begitu Azzim melihat pria itu, jari-jarinya bergemetaran memegang wajah dari pria yang sangat dikenalinya itu.
“Zul, syukur lah sepertinya kau baik-baik saja.”
Pria tersebut adalah Zulkifli, seorang kru teman dekat Azzim dari Indonesia.
Zulkifli membantu Azzim berdiri dan membawanya ke bangunan sebelah. Setelah membantunya berbaring, Azzim masih bertanya-tanya pada Zul soal nasib anggota yang lainnya.
“Tunggulah di sini! Aku akan pergi memeriksanya sebentar,” seru Zulkifli.
Ketika sampai di gedung sebelah Zul memeriksa ke berbagai sudut. Dari situ dia melihat ke lantai bawah ke lokasi penggalian dan menyadari bahwa sepertinya semua kru pada saat itu mendatangi lokasi penggalian sebelum ledakan itu terjadi.
Zul mendekati lokasi tersebut. Tak seorang pun yang selamat. Semua tergeletak dengan luka bakar yang masih seperti menyala memerah di sekujur tubuh mereka.
Masih terasa hawa hangat keluar dari tempat yang tadinya mereka gali. Penasaran dengan hawa panas yang ia rasakan Zul mendekati sebuah puing-puing. Dia tidak menyadari bahwa di situlah tadi ledakan itu terjadi.
Di situ dia menemukan sebuah pecahan batu alam seperti berlian hitam seukuran jempol orang dewasa. Pecahan batu itu seperti mengeluarkan radiasi hangat yang cukup lembut sehingga membuat Zul tidak begitu khawatir mendekatinya.
Dia pun mengambil pecahan batu tersebut dan tiba-tiba hawa hangat itu pudar dan batu itu tidak lagi berpendar. Dia jadi ragu apa benar dari batu itu hawa hangat yang baru saja dia rasakan sebelumnya.
“Sepertinya hanya batu akik biasa,” pikirnya.
Karena dianggapnya itu hanya batu biasa, Zul menyimpannya entah itu sebagai pengingat baginya atas peristiwa naas yang terjadi di tempat itu.
Pada akhirnya hanya Azzim dan Zul yang masih selamat dan kembali di bawa ke Nova Gorica, Slovenia Bagian Barat. Berbeda dengan Zul, Azzim tidak bisa langsung pulang ke Malaysia karena terpaksa harus mengikuti wawancara dari orang-orang yang mensponsori proyek tersebut.
Hingga sampai pada suatu hari dia mendapatkan kabar bahwa sahabatnya tersebut akan datang berkunjung ke Indonesia khusus untuk menemuinya.
Ketika dia melihat Azzim yang baru datang Zul dengan haru memeluk sahabatnya itu.
“Kenapa tidak pernah memberi kabar?” tanya Zul pada Azzim.
Azzim hanya sedikit tersenyum sesaat sebelum akhirnya dia berkata. “Maaf, ada hal penting yang ingin aku sampaikan.”
“Hal penting apa?!” tanya Zul singkat. “Sudah jauh-jauh kamu datang, masuk lah ke dalam dulu. Nanti kita bicarakan di dalam,” lanjutnya mengajak Azzim masuk.
Ketika sudah berada di dalam Azzim semakin terlihat tidak sabaran untuk bercerita sementara Zul begitu sibuk di dapur. Baru saja Zul duduk di depan Azzim, tanpa basa-basi Azzim langsung saja menyampaikan niat kedatangannya.
“Maaf, Zul. Aku ingin kamu ikut denganku ke Slovenia. Aku khawatir kondisimu sedang tidak aman,” terang Azzim
“Apa maksudmu? Slovenia?” tanya Zul penasaran. “Apa ini ada hubungannya dengan kejadian di Siberia?” tanya Zul seperti sudah tahu sumber kekhawatiran sahabatnya tersebut.
Melihat Azzim hanya diam, Zul pun berkata, “ikutlah denganku sebentar.”
Dia mengajak sahabatnya tersebut ke sebuah rubanah di dekat dapur. Azzim cukup terkejut ketika melihat luasnya rubanah tersebut serta perlengkapan alat-alat penelitian canggih yang ada di dalamnya.
“Meski aku tidak memiliki sederet titel yang membanggakan, setidaknya aku masih memiliki hasrat dan ketertarikan dengan dunia penelitian,” celutuk Zul terlihat sedikit malu-malu.
“Dari mana kau dapat biaya untuk semua ini?” tanya Azzim.
“Aku pernah bilang untuk tidak pernah meremehkan orang yang memiliki hasrat dan ambisi, kan?” jawab Zul dengan retorika sedikit membanggakan diri.
“Jangan-jangan kau menghabiskan semua uang yang kau dapat dari proyek Siberia itu?” tanya Azzim dengan wajah tidak percaya.
“Yaah...”
“Sebagian dari tabunganku sejak kecil siih.”“Tapi sebagian besarnya adalah uang dari proyek tersebut, termasuk uang tutup mulut yang mereka berikan padaku. Sedari dulu aku selalu bercita-cita untuk memiliki sebuah laboratorium pribadi milikku sendiri.”“Ikutlah denganku,” seru Zulkifli kembali mengajak sahabatnya tersebut.
Di salah satu rubanah tersebut, ada sebuah ruangan khusus yang terlihat seperti dibuat dengan sistem keselamatan khusus.
“Lihat lah!” serunya.
"Ini batu yang kutemukan dari tempat kecelakaan tersebut. Aku kira tadinya ini hanya batu biasa dan menyimpannya untuk kenang-kenangan. Tapi belakangan aku menyadari sesuatu yang menarik dan menelitinya.”Mendengar cerita itu, tiba-tiba Azzim menarik Zul keluar dari ruangan kecil itu dan sedikit membanting pintu ketika menutupnya.
“Kenapa kau tak pernah menceritakan hal sepenting ini padaku, Zul? Bagaimana jika benda ini sesuatu yang sangat penting bagi penelitianku itu?”
Bantingan pintu itu memang tidak terlalu keras namun cukup terdengar sampai ke dapur. Seorang wanita di dapur bergegas menuju rubanah dan mendapati dua orang tersebut di ujung ruangan seperti sedang berdebat.
“Hey, jadi di sini kalian rupanya. Aku sudah membuatkan minuman untuk kalian,” kata wanita itu dari tangga rubanah tepat di saat Azzim baru saja memegang kerah baju Zul.
Azzim merasa tidak enak langung melepaskannya. Sementara wanita itu langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Azzim sempat memperhatikan bahwa sepertinya wanita itu sedang hamil dan itu membuatnya semakin khawatir.
“Apa itu istrimu? Sudah berapa bulan usia kandungannya?” tanya Azzim.
“Sekitar 4, atau mungkin 5 bulan," jawab Zul ragu-ragu.
Tiba-tiba Azzim membuka jas dan kemejanya dan memperlihatkan kondisi tubuhnya yang tak biasa. Terlihat sebagian kecil dadanya memerah seperti sesekali cahaya berpendar dari balik kulit walau agak redup.
“Lihatlah keadaanku ini!!!”
“Bahkan sekarang kondisi anak bungsuku dan juga istriku mulai mengkhawatirkan,” terang Azzim dengan mata sayu terlihat begitu sedih dan penuh penyesalan.Melihat kondisi tubuh sahabatnya tersebut, Zul jadi teringat dengan kondisi tubuh dari korban di kecelakaan Siberia pada waktu itu dan mulai memahami kekhawatiran Azzim. Namun sekarang Zul tidak hanya mengkhawatirkan kondisi dirinya dan sahabatnya itu, tapi juga kondisi istri dan calon anak yang dikandungnya.
15 Tahun kemudian, di sebuah kelas. “Isu pemanasan global bukanlah masalah remeh-temeh sebatas keresahan soal naiknya suhu ruangan kelas. Atau soal melesetnya prakiraan cuaca sehingga membuat beberapa siswa basah kuyup karena hujan yang sering kali turun tanpa sempat memberikan notifikasi di grup W*.” “Ini sesuatu yang serius, dan kenaifan kita dalam meremehkan isu tersebut menambah keseriusan masalah ini.” “Salah satunya, mengenai isu yang sudah cukup hangat sejak dua dekade terakhir, tentang naiknya permukaan air laut.” “Meski banyak yang berpendapat tenggelamnya bekas Ibu Kota negara kita, Jakarta, sejak lima tahun yang lalu bukanlah akibat dari pemanasan global. Misalnya, tentang teori penyedotan air tanah secara berlebihan.” “Kenyataannya, beberapa pulau di negara kawasan Polynesia sudah mulai hilang dari peta dunia. Satu yang pasti, pulau tersebut sama sekali tidak memiliki isu yang sama soal air tanah. Namun mereka tenggelam juga. ” “Satu lagi soal merebaknya virus Antrak
Keanehan Mansa selama di sekolah membuatnya sering dianggap sebagai anak yang tidak normal. Sudah sering beredar isu tentangnya sebagai anak indigo. Namun tak sedikit yang berpikir bahwa dia hanya suka ngigau atau gejala skizofrenia.Meskipun begitu ada juga yang sedikit percaya karena tak jarang Mansa bisa membantu orang-orang yang datang meminta pertolongan padanya. Seperti pada suatu hari ada seorang siswi dari kelas sebelah mendatangi Mansa. Beberapa siswa yang ada di kelas hari itu menyadari bahwa akan ada sesuatu yang menarik sehingga mereka mengikuti siswi tersebut mengerubungi Mansa. Mansa yang tahu apa yang sedang menhampirinya terlihat sedikit jengkel. “Sudah berapa kali kubilang, berhenti memperlakukanku seperti orang aneh”Sedikit ragu-ragu, siswi itu langsung berbicara kepada Mansa. “Maaf, aku butuh bantuanmu,” ujarnya.“Bantuan apa?” tanya Mansa singkat.“Kucing kesayanganku hilang,” terangnya.“Sumpah, bukan aku yang nyuri,” jawab Mansa menghindar. “Dan jangan coba-cob
Sudah hampir tiga tahun Mansa menjalani kehidupan sebagai siswa SMP dengan identitas yang dipaksakan oleh sosial pada dirinya sebagai anak indigo. Meski begitu, Mansa cukup pandai beradaptasi dan menjaga diri untuk tidak terlalu menjadi sasaran bully.Hingga pada satu kejadian kecil yang memicu rentetan masalah dalam kehidupannya, membuatnya tak lagi bisa menjalani kehidupan sebagai seorang anak SMP normal pada umumnya.Suatu ketika, Mansa meminta izin untuk keluar dari kelas karena panggilan alam. Efektivitas dari sistem ekskresinya membuatnya tak kuasa berlama-lama mengikuti presentasi yang sedang berlangsung. Dia pun bergegas ke toilet untuk memenuhi hajatnya.Tak lama setelah Mansa keluar dari kelas, Danu dan dua orang temannya mengikuti Mansa keluar sementara guru yang mengajar di kelas saat itu seperti tak peduli dengan mereka.Ketika tiga orang siswa tersebut baru sampai di toilet, Mansa baru saja selesai menyetor jatah pengeluaran hariannya dan hendak bergegas kembali ke kelas.
Masalahnya, hanya tiga hari anak-anak bandel itu tidak masuk. Di hari ke empat mereka bertiga seperti kompak kembali datang ke sekolah. Kebetulan saja, guru yang sebelumnya memberikan skors pada mereka tidak mengajar di kelas tersebut. Sementara guru yang lain tidak tahu-menahu soal skrosing itu. Tak seperti biasanya, Danu, Eri dan Dodi hanya diam saja sejak awal mereka masuk sampai habis jam pelajaran. Mereka sama sekali tidak mengobrol, tidak terlihat juga saling sapa. Tak sekalipun mereka bertingkah usil menggoda cewek-cewek yang ada di dekat mereka seperti yang sering mereka lakukan. Setelah pelajaran hari itu habis, hampir semua murid-murid pergi meninggalkan kelas. Mereka bertiga masih tetap diam di tempat duduknya. Entah alasan apa, Mansa pun juga sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya. Seakan dia tahu mereka sengaja menunggu kelas kosong untuk berurusan dengannya, dan Mansa seperti tak ada niat untuk menghindar. Hingga Danu mulai berdiri dan berjalan menenteng tasny
Tak seorang pun yang tahu kondisi dua orang siswa tersebut selepas Dodi pergi meninggalkan kelas. Bahkan di hari-hari berikutnya, tak satupun dari mereka yang kembali masuk ke sekolah. Sementara Mansa sendiri tetap mengikuti pelajaran seperti biasanya seperti tak pernah terjadi apa-apa. Lagi pula, sedari awal ketiga anak itu memang sedang menjalani skorsing selama tiga minggu sehingga tak ada yang mempertanyakan perihal mereka. Namun ketika masa skorsing itu telah lewat, Danu dan Eri masih saja tidak masuk ke sekolah. Dodi sendiri sudah kembali masuk menjadi murid patuh dan pendiam selama beberapa hari itu. Kebetulan saat itu yang mengajar adalah Pak Syamsudin, guru geografi yang dulu memberikan skorsing pada tiga siswa bermasalah tersebut. Karena ingat masa skorsing tiga anak itu seharusnya sudah lewat, guru tersebut menanyakan keadaan Danu dan Eri yang tidak masuk kepada Dodi. “Dodi Permana, ada apa dengan Danu dan Eri?” tanya guru tersebut. Dodi hanya diam terlihat ragu-ragu un
Tak banyak yang berubah setelah seminggu Mansa tak lagi masuk. Tak sedikit yang berpikir bahwa dia adalah dukun sakti yang entah bagaimana caranya, bisa menggunakan kemampuan itu untuk bisa lulus pada seleksi yang diikutinya. Namun rumor tetaplah rumor. Setelah itu, semua kembali pada kehidupan mereka masing-masing, menjalani masa-masa sekolah seperti biasanya. Tapi tidak bagi Rani. Baginya, Mansa sudah seperti sebuah novel misteri dalam kehidupan remajanya. Sudah tiga tahun dia sekelas dengan Mansa, dan dia sengaja memilih duduk dekat dengannya karena satu alasan khusus. Rani yang kepo dan penasaran, sementara Mansa yang misterius, membuatnya seperti terperangkap dalam lumpur hisap yang dia sendiri tak ingin terbebas darinya. Namun sekarang Mansa tak lagi ada di tempat duduk itu. Bangku itu kosong namun pikiran Rani tidak. Saat ini pikirannya masih sibuk mengulang-ulang kembali segala hal yang pernah sempat terlintas perihal novel misteri yang berjudul Mansa tersebut. “Oh, bukank
Keesokan harinya, kekhawatiran yang diceritakan Rani benar-benar datang menghampiri rumah Mansa. Ketika Mansa baru keluar dari hutan, terlihat tiga orang berstelan kemeja hitam sedang berbicara dengan ibunya. Satu orang dengan seragam polisi masih duduk di dalam mobil menatap ke arah Mansa. “Mansa, sepertinya bapak-bapak ini ada perlu dengan kamu.”“Cukup lama beliau menunggu di sini” “Ada perlu apa, ya?!” tanya Mansa singkat.” “Sebenarnya bukan kami yang ada keperluan di sini”, jawab salah seorang dari pria itu. Tak berselang lama, pria berseragam polisi yang sedari tadi masih di dalam mobil datang menghampiri mereka dari belakang. “Ehm.. “ petugas tersebut memotong permbicaraan.“Maaf jika kedatangan kami mengganggu.”“Sebelumnya perkenalkan saya Handoko dan kebetulan pamannya Danu”. Mendengar nama Danu, Mansa langsung bisa membaca alas
Mansa mulai sadar mobil yang membawanya pergi sudah lewat dari Polsek kecamatan di mana seharusnya menjadi tujuan mereka. Namun mobil tersebut masih tetap melaju sementara Mansa masih bersikap tenang seakan tak menyadari apa-apa. Terlihat salah seorang dari pria berjas hitam yang duduk di sebelah kirinya mulai mengeluarkan rokok dan mencoba menyalakannya. Hal tersebut membuat pria yang satunya lagi yang sedang duduk di depan di sebelah Pak Handoko yang menyetir mobil menjadi rewel. “Sudah kubilang jangan merokok di dalam mobil, Ded!!!” bentaknya mengingatkan rekannya yang sedang mencoba menyalakan rokok. Pria tersebut terlihat cuek dan akhirnya rokok itu pun berhasil dibakarnya. Dihisapnya rokok begitu dalam. Terlihat sepertinya dia begitu lega akhirnya bisa merokok, sesuatu yang sudah beberapa jam dia tahan. Begitu nikmat dihisapnya rokok itu dalam dan begitu dia menghembuskannya, asap rokok mengepul memenuhi ruangan di
Dia pun menjawab panggilan itu dengan raut wajah yang nampak tegang. “Tumben, ada perlu apa Pak Jenderal menelepon saya?” tanyanya berlagak bersikap tenang. << Mike, apa kau ada hubungannya dengan kejadian di Majalengka? >> Pertanyaan yang to do point itu sukses membuat Mike terdiam. [ Aku tak tahu apa motifmu, tapi apa yang telah kau perbuat ini benar-benar serius. Kau akan membuat negera ini kacau ] “Apa maksud Bapak berbicara seperti itu?” tanya Mike dengan ekspresi wajah yang semakin suram dengan wajah yang mulai pucat. Bagaimana dia tidak pucat, tiba-tiba saja seorang jenderal meneleponnya dan sekonyong-konyong bicara soal keamanan negara. [ Aku tak tahu apakah kau sudah menyadarinya atau belum.
Mike masih diam saja, tak menanggapi pertanyaan kedua pria asing itu. Namun Mike cukup sadar bahwa pria berkaca mata itu tak begitu memerlukan jawaban darinya. Dari reaksinya, jelas terlihat kalau dia sudah bisa membacanya sejauh itu.“Aku cukup mengerti jika kau memilih diam soal ini, karena dia adalah orang yang paling dicari saat ini,” lanjut pria berkaca mata itu.“Aku tak tahu apakah ini juga ada hubungannya denganmu, tapi dari informasi yang kami dapatkan, dalam waktu dekat mereka akan kembali melakukan pergerakan di Eropa. Awalnya aku tak begitu mengerti karena dari kabar, katanya mereka akan berburu serigala di sana,” jelasnya.Mendengar cerita itu, reaksi Mike nampak berubah dan pria itu menangkap perubahan itu dengan cermat.Laki-laki itu nampak tersenyum karena deduksinya seperti mencapai titik temunya.&nb
Sementara itu, di halaman rumah terdengar suara Acil dan ‘Aini. Mereka nampak kebingungan sekaligus ngeri dengan kondisi di tempat itu.“Apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini?” gumam Acil, menutupi mulutnya seperti sedang berusaha menahan diri agar tidak muntah.Wajah mereka nampak pucat. Mereka pun semakin tercengang begitu berdiri di pintu masuk rumah. Pada detik itu, Acil tak lagi kuasa menahan diri dan memuntahkan semua isi perutnya. Sementara ‘Aini masih nampak berdiri melongo di pintu masuk itu.Hingga tiba-tiba Mike sadar dan bangkit. Tanpa sepenuhnya sadar dengan kondisinya, dia membiarkan kain itu terlepas dari badannya.“Hey, Mike!” seru Mansa kaget, berusaha mengingatkan.Namun ‘Aini sudah terlanjur melihatnya. Dia berteriak dan sesaat kemudian pingsan, kaget karena ti
Suara burung gagak itu menarik perhatian dua orang asing yang masih sibuk di perkarangan halaman. Mereka menyaksikan burung gagak berapi itu terus terbang menuju sedikit celah di bagian puncak dari kelopak bunga raksasa yang tidak sepenuhnya menutup itu.“Did you see that, mate?” tanya pria yang berkaca mata.“Apa mungkin itu Ki Bejo? Aku tak menyangka kalau dia juga chimera, tapi bentuk apa itu? Burung Phoenix?” balas pria yang berambut afro itu dengan berbahasa inggris.“Dasar bodoh, mana ada chimera model phoenix,” balas temannya.“Tapi entahlah, aku juga tak tahu apa itu. Sebaiknya kita coba periksa ke dalam,” seru pria berkaca mata itu, bergegas berlari ke dalam rumah.Begitu mereka masuk ke dalam rumah, ruangan tengah itu sudah begitu sesak oleh
Ki Bejo nampak menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kerisnya berada. Dia tak tahu bahwa pria itu sebelumnya telah menendang keris itu dan saat ini berada di bawah kulkas tak jauh dari tempatnya bersimpuh. Namun entah bagaimana, Ki Bejo seperti menyadari keberadaan keris itu. Dia pun mulai meraba-raba ke bawah kulkas itu, berusaha meraihnya dengan jari-jarinya. Pria itu menyeret kaki Mansa ketika dia hendak menghampiri Ki Bejo di bagian dapur. Musa langsung datang mencoba menolongnya. Namun pria itu hanya berteriak, melepaskan tekanan energi yang cukup besar. Tekanan energi yang dilepaskannya itu mendorong Musa cukup jauh dan membuat sebagian besar tubuhnya terurai. Setelah itu pria tersebut kembali berjalan menghampiri Ki Bejo. Begitu sampai, diapun menginjak tangannya hingga patah. “Sayang sekali, sepertinya tanganmu tak bisa menjangkau keris itu,” ujarnya nampak menatap d
Mansa yang mulai menyadari keunikan tubuh dari pria misterius itu langsung menyerangnya dari belakang dengan tenaga espernya. Serangan itu mengenai bahunya, dan membuat bagian itu pecah seperti kembali ke bentuk api.Pria itu memang nampak kesakitan, namun dia segera menyerang Mike yang ada di dekatnya dan mengabaikan Mansa. Tubuhnya kembali memadat, dan mulai menghantam Mike ke lantai.Mulut Mike yang sudah seperti kepala serigala itu menganga seperti mencoba menerkam pria itu. Namun dia langsung memukul kepalanya begitu brutal.Sementara itu, Mansa diam saja melihat Mike menjadi bulan-bulanan. Ternyata serangan yang terakhir itu telah menguras staminanya. Meski dia masih bisa berdiri dan pandangannya belum benar-benar kabur, namun dia sudah mulai kesulitan mengumpulkan aura espernya.“Diam kau!” ujar pria itu terus memukuli mulut Mike yang terus saja meronta.
Meskipun terlihat saling mengenal, tak nampak bahwa kedua orang tersebut memiliki hubungan yang baik. Ki Bejo sendiri meski sedang mengintimidasi pria yang dipanggilnya Mantir itu, dia sendiri nampak ragu dengannya.Kedua orang itu nampak saling waspada satu sama lainnya. Hanya ketika pria misterius itu sudah merasa cukup memperhatikan kondisi Ki Bejo, dia pun nampak bersikap tenang.“Apa yang bisa kau lakukan dengan kondisimu saat ini?” tanya pria itu mulai bersikap santai.Lantas pria itu bergerak sesaat, dan tiba-tiba Ki Bejo langsung menyabetkan keris yang dipegangnya. Ternyata memang benar, dalam sekejap pria itu sudah mendekati Ki Bejo dan saat ini tangannya terkena sabetan keris dari Ki Bejo.Pria itu langsung kembali mundur, memegangi lengannya yang terkena sabetan keris. Tangannya yang terkena sabetan keris itu seperti terbakar dan berubah seperti ongg
Mike kembali berdiri, melepaskan satu pukulan Oizuki dari jarak jauh. Pria misterius itu hanya sedikit memiringkan tubuhnya. Dengan mudah dia menghindari serangan tersebut. Namun saat itu Mike langsung bergerak ke arahnya. Dia sudah bergitu dekat, siap menyerang dengan kedua lengan dan kuku-kuku tajamnya. Braakk!!! Tiba-tiba pria misterius itu menghempaskan satu bangku kayu ke tubuh Mike. Mike pun dibanting ke salah satu dinding dapur dan lansung tergeletak di lantai. Pria misterius itu hendak membantingkan bangku kayu di tangannya itu ke arah Mike. Namun bangku kayu itu langsung hancur berantakan sebelum dia berhasil melakukannya. Pria misterius itu menoleh ke arah Mansa. Salah satu alis matanya naik, memperhatikan Mansa dalam postur tubuh Oizukinya. Namun secara tiba-tiba Mansa kembali melancarkan serangan cepat ke arahnya. Se
“Jadi benar kalian adalah orang-orangnya Belial yang dari Amerika itu?” tanya Mike.“Maaf saja, tapi dua orang yang sedang kalian cari sudah tewas, dan kalian pun akan bernasib sama jika mengganggu kami,” lanjutnya mengancam.Ekspresi laki-laki berambut afro itu sedikit berubah mendengar kata-kata dari Mike.“Dari caramu berbicara, sepertinya aku bisa menebak siapa yang membunuh mereka. Tapi soal anak buah Belial, sepertinya kau salah paham dan itu cukup bisa aku pahami,” balas laki-laki itu.Namun dedemit baru terus bermunculan, baik itu dari dalam rumah maupun dari tanah. Mereka pun tak punya waktu untuk meluruskan kesalahpahaman mereka.“Nanti saja kita bicarakan, yang jelas kita harus cari jalan keluar dari tempat ini,” ujar laki-laki berambut afro itu.