Keesokan harinya, kekhawatiran yang diceritakan Rani benar-benar datang menghampiri rumah Mansa. Ketika Mansa baru keluar dari hutan, terlihat tiga orang berstelan kemeja hitam sedang berbicara dengan ibunya. Satu orang dengan seragam polisi masih duduk di dalam mobil menatap ke arah Mansa.
“Mansa, sepertinya bapak-bapak ini ada perlu dengan kamu.”
“Cukup lama beliau menunggu di sini”“Ada perlu apa, ya?!” tanya Mansa singkat.”
“Sebenarnya bukan kami yang ada keperluan di sini”, jawab salah seorang dari pria itu.
Tak berselang lama, pria berseragam polisi yang sedari tadi masih di dalam mobil datang menghampiri mereka dari belakang.
“Ehm.. “ petugas tersebut memotong permbicaraan.
“Maaf jika kedatangan kami mengganggu.”“Sebelumnya perkenalkan saya Handoko dan kebetulan pamannya Danu”.Mendengar nama Danu, Mansa langsung bisa membaca alas
Mansa mulai sadar mobil yang membawanya pergi sudah lewat dari Polsek kecamatan di mana seharusnya menjadi tujuan mereka. Namun mobil tersebut masih tetap melaju sementara Mansa masih bersikap tenang seakan tak menyadari apa-apa. Terlihat salah seorang dari pria berjas hitam yang duduk di sebelah kirinya mulai mengeluarkan rokok dan mencoba menyalakannya. Hal tersebut membuat pria yang satunya lagi yang sedang duduk di depan di sebelah Pak Handoko yang menyetir mobil menjadi rewel. “Sudah kubilang jangan merokok di dalam mobil, Ded!!!” bentaknya mengingatkan rekannya yang sedang mencoba menyalakan rokok. Pria tersebut terlihat cuek dan akhirnya rokok itu pun berhasil dibakarnya. Dihisapnya rokok begitu dalam. Terlihat sepertinya dia begitu lega akhirnya bisa merokok, sesuatu yang sudah beberapa jam dia tahan. Begitu nikmat dihisapnya rokok itu dalam dan begitu dia menghembuskannya, asap rokok mengepul memenuhi ruangan di
Dalam kekalutan, tiba-tiba Mansa mampu memutus ikatan tali rifet yang mengikat kedua tangannya secara paksa. Ketika lepas, satu tangannya tak sengaja terpental ke samping. Satu pria di sebelah kanannya terkena tepat di bagian pelipis dan kepalanya terdorong keras hingga membuatnya pingsan tak sadarkan diri. Mansa semakin kehilangan kontrol dan membuat pria di sebelah kiri yang sedari tadi menertawakannya mulai khawatir. Pria itu masih berusaha keras menahan sapu tangan tersebut berharap Mansa segera pingsan oleh gas cloroform yang ada di sapu tangan tersebut. Mansa menggigit sapu tangan itu sementara tangan kirinya berusaha mencekik leher pria tersebut secara brutal. Pak Handoko yang sedari awal fokus menyetir mobil mulai ikutan panik dengan kemelut di dalam mobil tersebut. “Hei, apa kau tak bisa mengendalikan seorang bocah SMP?!” teriak Handoko sambil sesekali menoleh ke belakang. “Yusron, apa kau baik-baik saja...
Malam itu, tak berapa lama sehabis menghantarkan Mansa pulang setelah peristiwa kecelakaan mobil, pikiran Mike langsung disibukkan oleh berbagai hal. Dia sesegera mungkin berusaha menggali informasi lebih jauh sebelum kecelakaan tersebut menjadi konsumsi publik. Setelah merasa cukup dekat dengan tujuannya, Mike memarkir SUV nya di bawah sebuah pohon besar dan berniat untuk meneruskannya dengan berjalan kaki. Di sebuah lampu jalan Mike sempat terpikir dengan penampilannya yang mungkin akan mengundang kecurigaan orang lain. Setelah melepas kaca mata dan menyesuaikan kondisi matanya, Mike melonggarkan dasi dan melepas kancing jas hitamnya agar terlihat lebih santai sebelum mendekati sebuah toko kelontong. Dengan sikap santainya yang alamiah seperti biasa, Mike datang menyapa pemilik toko kelontong. “Malam, Pak!” sapanya. “Waah, masih sibuk saja tokonya di jam segini ya?” tanya Mike sekadar basa-basi. “Ooh, iya lumayan,” jawab penjaga toko itu. “Biasa, anak-anak muda dekat sini masih
Merasa cukup, Mike langsung memeriksa nomor telepon dari akun Any dan mencatatnya. Setelah itu dia uninstall kembali aplikasi emulator yang baru saja dipasangnya di komputer Handoko dan segera men-shutdown komputer tersebut begitu proses uninstal selesai. Tak lupa juga dia menghapus folder instalasi aplikasi tersebut untuk menghilangkan jejak. Setelah itu, Mike segera melakukan panggilan sambil bergegas menuju pintu keluar. “Agus, aku baru saja mengirimkan sebuah nomor.” “Tolong periksa, dan segera kabari aku jika kamu memperoleh sesuatu” Secara diam-diam Mike melompati pagar dan apesnya dia tak sengaja membuat pagar besi tersebut sedikit bergetar dan menyebabkan bunyi yang cukup gaduh. Tanpa berpikir lama-lama, dengan berlagak seperti orang yang sedikit panik Mike setengah barlari menghampiri toko kelontong tadi. “Pak, maaf!” seru Mike. “Bapak tahu keluarga Pak Handoko yang bisa dihubungi?”
Sesampainya di tempat penginapan, Mike langsung mengejar tempat tidur. Mike langsung tertidur pulas dengan sepatu yang masih terpasang. Sudah dua hari dia belum tidur. Esok harinya menjelang sore, Mike terbangun oleh suara mesin faximili di ruang sebelah. Tanpa cuci muka, Mike menghampiri faximili yang kebetulan telah selesai mencetak beberapa lembar artikel. Diambilnya kertas-kertas tersebut, dan di tempat itu juga Mike langsung melakukan peregangan. Sekarang dia duduk dengan posisi kaki merentang nyaris 180° sambil membaca-baca artikel yang baru saja diterimanya tersebut secara sekilas. “Sepertinya dugaanku tak terlalu jauh meleset,” gumamnya saat membaca artikel tersebut. Sebelumnya dia sudah mencoba memperkirakan apa maksud dari pesan Handoko serta balasan dari orang dengan nama akun “Any” sebelumnya. Sekarang, berkas yang baru saja dterimanya dari Agus seperti memastikan dugaannya. “Handoko mengirim pesan, IndieCaped dan IndieDeted.” “Deted bisa saja singkatan untuk Detected
> > Beberapa kali terdengar suara samar berusaha menyadarkannya Mansa tak kunjung juga bereaksi terhadap panggilan tersebut. Tubuhnya meronta seperti mencoba berusaha mengendalikan sesuatu. Kembali suara panggian itu terdengar lirih. Pandangan Mansa mulai sedikit terbuka namun yang terlihat olehnya hanya warna merah menutupi segala sudut pandangannya. Mansa ketakutan, panik dan berteriak berharap semua itu hanya mimpi. Tiba-tiba pandangan Mansa kembali gelap. Tak lama, pandangannya kembali diliputi oleh cahaya merah menyala dan kemudian didapati dirinya dikelilingi oleh api bergulung-gulung. Lagi-lagi Mansa kembali berteriak mencoba keluar. Sadar ada pintu dibelakangnya, Mansa mencoba menendang pintu tersebut agar terbuka namun tak kunjung terbuka. Sementara seluruh sudut pandangannya ditutup oleh lahapan api yang membuatnya ketakutan. Nafasnya menjadi sesak, dan tangannya bergerak tak tentu arah karena reaksi panik akan kondisinya. Mansa semakin keta
Mike sedikit merubah posisi duduknya dan menghadap lurus ke arah Mansa mencoba untuk lebih serius membahas kejadian yang baru saja terjadi menimpa Mansa. “Apa kamu bisa ingat dengan jelas tentang apa yang terjadi?” Untuk sesaat Mansa terdiam mencoba merunutkan urutan kejadian peristiwa itu sejauh mana dia bisa kembali mereview semuanya. “Aku ingat mereka membuang HPku.” Sedikit ekspresi Mike berubah mendengarnya. Sekarang dia sadar kenapa tiba-tiba sinyal HP Mansa yang mereka lacak waktu itu sempat berhenti di suatu titik. “Ya, kami menemukan HPmu di jalan.”“Tapi sudah hancur, mungkin tergiling mobil.”“Jadi kami biarkan saja.” Setelah mendengar itu, Mansa kembali mencoba mengingat-ingat kejadian setelahnya. Dia bercerita bagaimana orang-orang tersebut berusaha membuatnya pingsan dan seberapa paniknya Mansa berusaha menahan nafas agar tidak menghirup cloroform itu. “Tapi setelah itu, ingatanku agak...” terlihat Mansa mulai kebingungan.“Entahlah, aku hanya ingat tentang cahay
Terlalu lama beristirahat, Mansa menyadari bahwa tubuhnya menjadi semakin lemah. Dia memutuskan untuk memulihkan level fitnesnya dengan berolahraga. Suatu ketika, dia jadi tertarik untuk menapaki tangga kecil di perbukitan di sepanjang pipa air PLTA yang sudah tak lagi beroperasi. Seperti merasa belum lelah setelah jogging ringan, dia mencoba untuk mendaki tangga tersebut. Ada kepuasan terasa begitu dia sampai di atas. Meski lelah, udara segar terasa begitu nikmat baginya. “Wah.., andai sekarang ada segalas air, mungkin akan lebih nikmat” gumamnya. Dia kembali bergegas turun dan sedikit berlari menuju sebuah kios kecil untuk membeli isotonik. Sengaja dipilihnya yang dingin, pikirnya mungkin akan lebih terasa nikmat jika ia kembali menapaki tangga tersebut dan meminumnya di atas sana. Pada hari-hari berikutnya, Mansa jadi ketagihan dengan rutinitas tersebut. Lama-kelamaan dia jadi tertantang untuk menguji batas kemampuannya. Di minggu pertama, dia berhasil menapaki tangga hingga 5