Aska duduk di samping Cira sembari memainkan rambutnya yang tergerai kusut hingga ke bahu. Tangannya yang jahil terus saja merayap hingga ujung kepalanya, mengacaknya kemudian mengikat rambut Cira dengan kedua tangannya lalu mendongak ke wajah Cira memandangnya dengan lekat. “Kayaknya kamu lebih cocok nggak pakai poni, Ra.”
“Usil banget. Lepasin nggak tangan kamu.” tegasnya menepis tangan Aska dari rambutnya yang kini semakin terlihat kusut. Cira merapikanya dengan sela-sela jari tangannya. “Lagian si Agung lama banget ke toiletnya.” Cira mulai tidak sabar menunggu Agung yang tak kunjung keluar dari toilet sejak bel berbunyi pulang sekolah sampai sekarang. Sudah jam tiga kurang lima belas menit dan sebentar lagi ruangan TU akan segera tutup dan mereka baru bisa mengambil seragam baru besok harinya.
“Agung tuh paham banget dengan perasaan temannya, Ra. Dia nggak mau ganggu kita berdua. Udah biarin aja dia lama-lama di toiletnya.”
“Tenang aku nggak akan b
“Lama banget jemputnya.” gerutu Cira sembari duduk menunggu sendirian dengan menghentakkan kakinya di ruang guru piket bawah tangga. Kemudia ia bersandar lelah memejamkan matanya sejenak melepas penat. “Tau gini mending minta antar Agung aja.” keluhnya kemudian matanya menangkap dua sejoli sedang berboncengan hangat yang sedang berlalu keluar pagar. Mereka kelihatan menikmati kesempatan berdua tersebut. Aska mencoba bermain api di tengah PDKT nya dengan Cira yang saat ini sedang menimang-nimang perasaanya yang bimbang.Oke Fix! Raula memeluknya dengan erat dari belakang, sengaja banget mencondongkan dadanya ke depan supaya kelihatan seperti orang yang sedang pacaran atau dianya emang yang kegenitan. Dan Aska menerima begitu saja pelukan dari Raula. Cewek cengeng dan nyebelin yang mencoba masuk ke circle pertemanannya.&nbs
Kalau mau tau kebenarannya, langsung saja buktikan dengan mata kepala sendiri biar nggak penasaran nantinya atau bisa saja bakalan menjadi momok yang menakutkan setiap kali melewati ruang piket bawah tangga yang hanya muat untuk hunian dua orang dan penghuni kecil lainnya si kecoa yang muncul entah dari mana asalnya. Pagi buta begini Cira sudah datang ke sekolah untuk pertama kalinya dalam sejarah. Datang bersamaan dengan terbitnya matahari. Ditemani dengan sejuknya udara hingga sampai di depan pagar sekolah yang baru dibuka oleh Pak Jep, security tertua di sekolah ini.“Pagi pak.” sapa Cira dengan ceria.“Pagi.” jawabnya ketus masih membuka gembok ruang piket bagian atas dengan sedikit berjinjit.“Bapak beneran orangkan?” tanya Cira mencoba meyakinkan.“Nggak usah banyak tanya.” jawabnya memasukkan kunci ke dalam saku kemudian berlalu meninggalkan Cira yang masih penasaran dengan ruangan yang ad
“Sok cantik.” kata seorang cewek di lantai dua. Kakak kelas yang pernah bermasalah dengan Ade. Ia bersandar di pembatas koridor dengan teman-teman lainnya dengan berlagak sengak. Cira yang sedang dongkol menghentikan langkahnya yang sudah menginjakkan kakinya di anak tangga menuju lantai tiga.“Nggak usah cari masalah pagi-pagi gini.” kata Cira menuruni beberapa anak tangga, bicara lebih dekat dengan mereka.“Lagak kamu mentang-mentang baru dapat seragam sekolah udah ngerasa sok hebat.” jawabnya maju selangkah menaikkan dagunya sedikit ke atas memandangi Cira menantang.“Pikiran kamu aja tuh picik. Emang kenapa kalau aku pakai seragam sekolah. Bukan bapak kamukan yang bayarin uang sekolah aku. Mending kamu masuk kelas sana, belajar yang baik. Jangan urusin hidup orang. Terus cuci tuh mulut pakai garam.” balas Cira pedas. Sejak ia berteman dengan Ara keberaniannya terkumpul penuh hingga bisa mengucapkan kata sepahit
Perkara cemburu emang sulit untuk di jelaskan. Sesuatu yang tidak terlihat namun terasa banget sampai ke hati, hingga merubah perasaan yang goodmood menjadi badmood. Saat ini Cira sedang dilanda oleh rasa cemburu yang tidak boleh bersarang terlalu lama di hatinya.Cira menyeruput minumannya dalam bentuk kemasan tanpa sadar air di dalam botol tersebut habis tanpa tersisa. Kemudian ia meremasnya dengan sebelah tangan dengan emosi yang meluap sampai ke ubun-ubun. Melemparkannya ke sembarang tempat sampai botol yang yang sudah menjadi sampah tersebut terlempar mengenai kepala seseorang yang tidur di kursi Aula.“Wooii.. siapa nih yang buang sampah sembarangan.” Seseorang bangkit dari tidur dengan mengelus dahinya. Menyerngit kesal memandangi botol yang ada di tangannya.“Mampus deh!” kata Cira menutup mulutnya. Ia bersembunyi di bawah kursi yang tersusun berjejer.“Siapa woii.” teriaknya kembali menc
Di tengah obrolan, di Aula pada saat jam istirahat mereka kedatangan tiga orang cewek yang sedang melarikan diri dari kejaran guru BK. Dari ambang pintu ketiga sosok yang tidak begitu jelas itu ketitiran berlari berdesakan mencari tempat persembunyian meskipun sudah berada di ruang Aula yang tertutup tetap saja masih merasa tidak aman. Wajah ketiga cewek tersebut semakin terlihat jelas ketika menghampiri, meminta mereka untuk disembunyikan dari guru yang mengejarnya. Barulah tahu sosok tersebut itu adalah Laras dan kedua temannya yang tak pernah terpisahkan oleh situasi apapun. Dandanannya kembali menor seperti pertama kali bertemu. Laras memang berbeda dari cewek lain di sekolah. Ia terlihat seperti barang mahal tapi tidak menarik.“Nando tolong dong. Kalau ada guru yang datang nyariin kita bertiga bilang aja nggak tau. Pliss.” ucapnya memohon dengan sera merunduk di bawah kursi diantara me
Lapangan sekolah saat ini dipenuhi oleh anggota drumband dan murid murid yang berlalu lalang menghabiskan waktu istirahat. Beberapa ada yang melakukan aktifitas bermain basket tanpa aturan dengan menggunakan seragam putih abu- abu. Dan yang paling banyak memasukkan bola ke dalam ring, dialah pemenangnya. Meskipun lawan mainnya berbuat curang saat bermain. Kemenangan tetap dapat diraihnya. Langkah Cira terhenti sesaat memperhatikan Aska sejenak dari koridor depan kelas sampai akhirnya Ara mengejutkannya dengan menempelkan minuman kemasan botol ke pipinya.“Ara. Ngagetin aja.” katanya terkesiap memalingkan pandangan ke arah lain.“Kalian kemana aja.” tanya Ara. Tampak Cira sedang berpikir. “Tadi kalian dari arah sanakan. Berduaan.” Ara menunjuk Aula dengan matanya.“Rame kok. Ada bang Nando, ada-““Nando? Abang yang kemarin itu.&rd
“Kok tumben traktirin kita semua.” seru Aska.“Ya aku cuma pengen beramal aja. Katanya mentraktir teman itu sama aja dengan sedekah. Hitung-hitung buat pahala ke akhirat.” jawab Agung ngeles. Agung takut rencananya akan terbongkar, sebisa mungkin ia terus berbohong demi traktiran dari Laras. Kakak kelas yang kayaknya emang punya banyak uang. Bisa request apa saja dan dimana saja. Asalkan ada Aska di sampingnya.“Cepetan.” desak Agung segera menuju parkiran di sana sudah ada Cira dan Ara, terus secara bersamaan dari arah yang berbeda Laras dan Nando tiba bergabung dengan mereka. Laras dengan gaya yang berbeda berdiri di tengah panasnya matahari dengan payung kuning dan topi hitam yang melekat di kepalanya. Untuk menghindari cahaya yang menyorot langsung ke matanya.“Kakak mau
Di tempat ini mereka kembali berkumpul tanpa Raula. Tidak ada rasa cemburu dan semuanya terlihat sama. Mereka bisa menikmati makanan dan menepikan rasa ego untuk sementara waktu. Beberapa obrolan kecil terjadi di antara mereka ketika meminta bantuan mengambil makanan yang sedikit jauh dari jangkauan tangan. Begitu juga dengan Laras tampak sangat ceria. Hilang sudah sikap manja dan genitnya saat bersama mereka. Bahkan tertawanya saja bisa lepas ceria tanpa harus menirukan gaya hidup orang lain.“Makan dong Aska.” kata Laras mengambil potongan kentang goreng, dilumuri saus dan menyuapi Aska.“Sok sweet.” kata Ara mencoba melakukannya pada Cira.“Makasih sayang.” sahut Cira terkekeh. Seharusnya Aska juga mengatakan seperti itu pada Laras.“Makan Cir.” kata Nando dan Agung serentak menggeser piring ke hadapan Cira.“Itu bagian
Cira duduk di teras rumah, menunggu Aska yang tak kunjung kembali dari masjid. Belum ada tanda-tanda kedatangannya saat ini, saat Abang Cira sudah pulang ke rumah, Bahkan, mungkin saja, Abang Cira tidak sadar kalau sebelumnya Aska berangkat ke masjid bersamanya. Sama sekali tidak ada membicarakan temannya tersebut ketika sampai di rumah. Untuk meredam kekhawatiran, Cira mencoba mengalihkannya dengan membaca buku meski tidak fokus. Cira hanya membalikkan lembaran demi lembaran ke halaman selanjutnya tanpa tahu alur ceritanya. Sebenarnya saat ini Cira sedang tidak ingin membaca buku novel. Apalagi diwaktu maghrib, yang seharusnya saat ini, ia sudah berada di meja makan bersama keluarga. Sebenarnya dengan membaca buku dapat mengalihkan rasa bosannya selama menunggu Aska. Biasanya Cira bisa masuk ke dalam alur cerita novel tersebut. Seakan bi
Di ruang tengah, saat hendak pamit pulang, mama menyiapkan aneka gorengan yang masih panas di meja kecil kayu, dihidangkan khusus buat teman-teman Cira.“Kalian mau kemana?” tanya Mama.“Kami pamit pulang, buk.” jawab Nando sopan.“Nanti aja pulangnya. Makan dulu gorengannya. Kalau udah habis baru boleh pulang.” seru Mama menahan mereka untuk tetap tinggal lebih lama. Melihat banyak gorengan yang baru keluar dari penggorengan. Akhirnya mereka duduk sembari menikmati aneka gorengan, bakwan, tahu isi, risoles. Juga ditemani dengan minuman teh es yang segar.“Assalamualaikum.” Terdengar ucapan salam dari luar. Suara yang tidak asing di telinga Cira. Suara lantang seperti tukang palak yang ada di pasar.“Waalaikumsalam.” jawab mereka serentak.&nbs
Cira mempersilahkan teman – temannya masuk ke dalam kamar, sekaligus Cira juga belum bisa berdiri terlalu lama dan ingin duduk di atas kasur lebih lama dan menselonjorkan kakinya.“Masuklah.” kata Cira. Mereka masuk dengan sungkan, sembari menyusuri seisi kamar dengan tatapannya. Ini pertama kalinya mengajak teman sekolahnya masuk ke dalam kamar. Terutama para cowok, mungkin baru kali ini juga mereka masuk ke dalam kamar cewek yang berisi banyak boneka dan buku-buku di rak kecil. Tidak ada foto masa kecil. Hanya ada foto remaja yang terpajang di bingkai foto kecil. Itupun foto bersama saat dengan teman se-geng SMPnya sebelum kelulusan.“Maaf, ya. Duduknya di bawah aja.” kata Cira.“Nggak apa-apa, Cir. Santai aja.” jawab Aska. Ia masih saja berdiri sementara teman yang lainnya sudah duduk di lantai karpet. Memperhatikan rak buku Cira yang berisi ban
Pagi ini merupakan awal yang buruk untuk memulai hari, bagaimana tidak. Kaki Cira sulit untuk digerakkan saat akan melangkah. Bahkan tidak merasakan apapun saat menginjakkan kakinya di lantai. Ia panic dan mulai berpikir buruk. Mungkinkah ia lumpuh atau bahkan kakinya kini sedikit berair dan tidak bisa tertolong. Pikirnya. Cira berjalan dengan satu kaki dan menjadikan dinding sebagai alat bantunya untuk berjalan, perlahan membuka pintu. Kemudian menangis keras agar seisi rumah tahu keadaannya sekarang.“Ma. Kaki aku sakit.” kata Cira. Abang Cira yang sedang merapikan kasetnya di ruang keluarga, tidak kaget dengan kaki Cira dan berkata, “O Bengkak. Bentar lagi kita ke kliniknya. Soalnya baru jam tujuh.”“E
Sepulang sekolah di ruang tunggu, seperti biasa Cira sedang menunggu jemputan sendirian. Sebelumnya ada Agung yang duduk bersamanya sekitar beberapa menit yang lalu. Entah apa yang dimakannya hari ini. Hingga membuatnya dua kali keluar masuk toilet dengan wajah yang kecut. Memegang perut dengan sedikit membungkuk, tanpa pamit ia kabur tanpa suara. Mengatakan dengan bahasa isyarat kalau ini adalah keadaan darurat. Cira pun paham betapa darurat keadaannya. Suara drumband terdengar keras dari lapangan. Para anggotanya akan berlatih keras selama satu minggu kedepan untuk acara festival antar sekolah yang diadakan setahun sekali. Pihak sekolah biasanya akan mengundang sekolah swasta lain. Tentu saja hal itu membuat para murid menyambut gembira acara tersebut. Akan banyak cowok
Cira berjalan sedikit terbata – bata menahan sakit di pergelangan kakinya. Belum lagi punggungnya yang juga ikut sakit akibat terkena himpitan Agung saat melompat, bercampur menjadi satu.“Sorry, Cir. Biar abang bantu jalan.” kata Nando merasa bersalah, memapah Cira berjalan.“Gak usah bang. Biar aku aja yang bantuin Cira. Abang jalan aja sana.” kata Agung ikut memapah Cira.“Udahlah, Gung. Biar abang aja. Kayaknya kaki kamu terkilir tuh.” seru Nando. Padahal kakinya hanya sedikit lecet, akibat tersandung saat melompat tadi.“Lecet gini aja, udah biasa bang. Masak luka gini aja aku harus minta rangkul juga.” balas Agung ikut merangkul Cira. Cira berhenti sejenak, menatap Agung. “Kamu nyindir aku. Mending aku jalan sendiri aja deh. Gak perlu ditolong
Cira mendongak ketika Nando ikut memasukkan sampah minuman.“Iya nih, Hitung-hitung cari pahala.” jawabnya asal. Sebenarnya Cira hanya ingin menghindar dari Aska. Entah sampai kapan seperti ini. Bagaimanapun ia menghindar, tetap saja tidak bisa. Mereka akan terus bertemu setiap hari di kelas.“Yang lainnya mana, nggak bantuin.”“Aku mau ngerjainnya sendiri bang. Kalau semuanya ikut. Entar aku cuma dapat sedikit pahala.” kekehnya. Kemudian menyeret kantung sampah berisi penuh ke tempat pembuangannya.“Biar abang bantu.” Merebutnya dari tangan Cira. Cira pasrah dengan kebaikan Nando, semakin hari mereka semakin dekat. Cira merasa ada yang melindunginya di sekolah. Seorang senior sekaligus abang yang akan berpisah beberapa bulan lagi dengannya. Akan lebih sibuk lagi ke dep
Cira menyusuri seisi kelas dengan pandangannya. Tentu saja yang ia cari adalah pasangan yang belum berstatus menjadi pacar. Dan berharap mereka segera menjadi pacar sungguhan meski sedikit menyakitkan. Daripada merasa digantungin, diberi harapan seperti ini. Lebih baik mereka segera mengumumkan perubahan statusnya dari ‘teman’ menjadi ‘pacar’ itu lebih baik bagi Cira. Entahlah. mendadak Cira menjadi sangat khawatir dengan mereka. Perasaan yang bimbang antara ingin tahu lebih dalam atau hanya sekedar penasaran.Seperti biasa cuaca panas melanda kelas yang berada di lantai tiga ini. Sedangkan kelas unggul dan bilingual sedang menikmati pelajaran dengan suhu sejuk di ruangn AC. Tidak seperti mereka yang hanya mempunyai dua kipas angin yang bergelantunagn di atap. Itupun sudah tidak berputar seperti layaknya kipas angin. Akibat ulah dari sekelompok teman cowok yang berharap jika kipas angin ini rusak akan segera diganti oleh pihak sekolah. Makanya mereka m
Baru saja kemarin Aska bersumpah bahwa dia tidak mempunyai hubungan special kepada Raula. Bahkan Aska juga meyakinkannya kalau mereka hanyalah sekedar teman. Kalau dilihat lagi hari ini. Dari ekspresinya disaat semua tidak ada yang memihak Raula. Ada Aska yang selalu siap menjadi pelindungnya, bagaikan malaikat. Bahkan Aska tidak pantas dianggap sebagai malaikat. Karena dia hanya bersikap lembut kepada Raula. Murid baru yang menjadi pusat perhatian sejak hadir di kelas X.5. Mereka pun bubar ketika bel baru saja berbunyi. Ade pun menirukan suara bel dengan nada jengkel. Karena baru saja mereka selesai menyantap makanan, belum sempat mengobrol banyak, bel sudah berbunyi. Raula bahkan menggandeng tangan Cira seakan mereka adalaha teman yang sangat dek