Kalau mau tau kebenarannya, langsung saja buktikan dengan mata kepala sendiri biar nggak penasaran nantinya atau bisa saja bakalan menjadi momok yang menakutkan setiap kali melewati ruang piket bawah tangga yang hanya muat untuk hunian dua orang dan penghuni kecil lainnya si kecoa yang muncul entah dari mana asalnya. Pagi buta begini Cira sudah datang ke sekolah untuk pertama kalinya dalam sejarah. Datang bersamaan dengan terbitnya matahari. Ditemani dengan sejuknya udara hingga sampai di depan pagar sekolah yang baru dibuka oleh Pak Jep, security tertua di sekolah ini.
“Pagi pak.” sapa Cira dengan ceria.
“Pagi.” jawabnya ketus masih membuka gembok ruang piket bagian atas dengan sedikit berjinjit.
“Bapak beneran orangkan?” tanya Cira mencoba meyakinkan.
“Nggak usah banyak tanya.” jawabnya memasukkan kunci ke dalam saku kemudian berlalu meninggalkan Cira yang masih penasaran dengan ruangan yang ad
“Sok cantik.” kata seorang cewek di lantai dua. Kakak kelas yang pernah bermasalah dengan Ade. Ia bersandar di pembatas koridor dengan teman-teman lainnya dengan berlagak sengak. Cira yang sedang dongkol menghentikan langkahnya yang sudah menginjakkan kakinya di anak tangga menuju lantai tiga.“Nggak usah cari masalah pagi-pagi gini.” kata Cira menuruni beberapa anak tangga, bicara lebih dekat dengan mereka.“Lagak kamu mentang-mentang baru dapat seragam sekolah udah ngerasa sok hebat.” jawabnya maju selangkah menaikkan dagunya sedikit ke atas memandangi Cira menantang.“Pikiran kamu aja tuh picik. Emang kenapa kalau aku pakai seragam sekolah. Bukan bapak kamukan yang bayarin uang sekolah aku. Mending kamu masuk kelas sana, belajar yang baik. Jangan urusin hidup orang. Terus cuci tuh mulut pakai garam.” balas Cira pedas. Sejak ia berteman dengan Ara keberaniannya terkumpul penuh hingga bisa mengucapkan kata sepahit
Perkara cemburu emang sulit untuk di jelaskan. Sesuatu yang tidak terlihat namun terasa banget sampai ke hati, hingga merubah perasaan yang goodmood menjadi badmood. Saat ini Cira sedang dilanda oleh rasa cemburu yang tidak boleh bersarang terlalu lama di hatinya.Cira menyeruput minumannya dalam bentuk kemasan tanpa sadar air di dalam botol tersebut habis tanpa tersisa. Kemudian ia meremasnya dengan sebelah tangan dengan emosi yang meluap sampai ke ubun-ubun. Melemparkannya ke sembarang tempat sampai botol yang yang sudah menjadi sampah tersebut terlempar mengenai kepala seseorang yang tidur di kursi Aula.“Wooii.. siapa nih yang buang sampah sembarangan.” Seseorang bangkit dari tidur dengan mengelus dahinya. Menyerngit kesal memandangi botol yang ada di tangannya.“Mampus deh!” kata Cira menutup mulutnya. Ia bersembunyi di bawah kursi yang tersusun berjejer.“Siapa woii.” teriaknya kembali menc
Di tengah obrolan, di Aula pada saat jam istirahat mereka kedatangan tiga orang cewek yang sedang melarikan diri dari kejaran guru BK. Dari ambang pintu ketiga sosok yang tidak begitu jelas itu ketitiran berlari berdesakan mencari tempat persembunyian meskipun sudah berada di ruang Aula yang tertutup tetap saja masih merasa tidak aman. Wajah ketiga cewek tersebut semakin terlihat jelas ketika menghampiri, meminta mereka untuk disembunyikan dari guru yang mengejarnya. Barulah tahu sosok tersebut itu adalah Laras dan kedua temannya yang tak pernah terpisahkan oleh situasi apapun. Dandanannya kembali menor seperti pertama kali bertemu. Laras memang berbeda dari cewek lain di sekolah. Ia terlihat seperti barang mahal tapi tidak menarik.“Nando tolong dong. Kalau ada guru yang datang nyariin kita bertiga bilang aja nggak tau. Pliss.” ucapnya memohon dengan sera merunduk di bawah kursi diantara me
Lapangan sekolah saat ini dipenuhi oleh anggota drumband dan murid murid yang berlalu lalang menghabiskan waktu istirahat. Beberapa ada yang melakukan aktifitas bermain basket tanpa aturan dengan menggunakan seragam putih abu- abu. Dan yang paling banyak memasukkan bola ke dalam ring, dialah pemenangnya. Meskipun lawan mainnya berbuat curang saat bermain. Kemenangan tetap dapat diraihnya. Langkah Cira terhenti sesaat memperhatikan Aska sejenak dari koridor depan kelas sampai akhirnya Ara mengejutkannya dengan menempelkan minuman kemasan botol ke pipinya.“Ara. Ngagetin aja.” katanya terkesiap memalingkan pandangan ke arah lain.“Kalian kemana aja.” tanya Ara. Tampak Cira sedang berpikir. “Tadi kalian dari arah sanakan. Berduaan.” Ara menunjuk Aula dengan matanya.“Rame kok. Ada bang Nando, ada-““Nando? Abang yang kemarin itu.&rd
“Kok tumben traktirin kita semua.” seru Aska.“Ya aku cuma pengen beramal aja. Katanya mentraktir teman itu sama aja dengan sedekah. Hitung-hitung buat pahala ke akhirat.” jawab Agung ngeles. Agung takut rencananya akan terbongkar, sebisa mungkin ia terus berbohong demi traktiran dari Laras. Kakak kelas yang kayaknya emang punya banyak uang. Bisa request apa saja dan dimana saja. Asalkan ada Aska di sampingnya.“Cepetan.” desak Agung segera menuju parkiran di sana sudah ada Cira dan Ara, terus secara bersamaan dari arah yang berbeda Laras dan Nando tiba bergabung dengan mereka. Laras dengan gaya yang berbeda berdiri di tengah panasnya matahari dengan payung kuning dan topi hitam yang melekat di kepalanya. Untuk menghindari cahaya yang menyorot langsung ke matanya.“Kakak mau
Di tempat ini mereka kembali berkumpul tanpa Raula. Tidak ada rasa cemburu dan semuanya terlihat sama. Mereka bisa menikmati makanan dan menepikan rasa ego untuk sementara waktu. Beberapa obrolan kecil terjadi di antara mereka ketika meminta bantuan mengambil makanan yang sedikit jauh dari jangkauan tangan. Begitu juga dengan Laras tampak sangat ceria. Hilang sudah sikap manja dan genitnya saat bersama mereka. Bahkan tertawanya saja bisa lepas ceria tanpa harus menirukan gaya hidup orang lain.“Makan dong Aska.” kata Laras mengambil potongan kentang goreng, dilumuri saus dan menyuapi Aska.“Sok sweet.” kata Ara mencoba melakukannya pada Cira.“Makasih sayang.” sahut Cira terkekeh. Seharusnya Aska juga mengatakan seperti itu pada Laras.“Makan Cir.” kata Nando dan Agung serentak menggeser piring ke hadapan Cira.“Itu bagian
Gelap…Cira membuka mata menatap kegelapan di atas sofa yang terasa menusuk di belakang punggunnya. Ia meraba sesuatu yang mengganggu tidurnya. Di sana terdapat besi yang menonjol dari dalam sofa diantara busa yang sudah mulai robek di gigitin tikus yang biasa nagkring di malam hari. Cira duduk tanpa melihat apapun disekelilingnya. Tidak ada lampu yang dinyalakan. Matanya masih saja mengantuk meski sudah bangun dari tidur. Ia mengusap mata, meregangkan badan dan menguap lebar seperti kucing yang puas akan istirahatnya. Namun tidak untuk Cira. Pikirannya menerawang. Tangannya sibuk menggaruk dan menepuk nyamuk yang hinggap di permukaan kulitnya. Nyamuk penghisap darah kini telah merenggut sebagian hidup Cira dan terasa ada cairan kecil yang kental di telapak tangannya. Setetes darah yang menjadi bercak di lengannya. Ci
Pulang sekolah gini biasanya Cira sedang duduk menunggu jemputan di kursi tunggu atau pergi dengan teman lainnya nongkrong sambil makan. Ngabisin uang jajan yang seharusnya disimpan untuk keperluan sekolah. Udah dari kemarin Cira pengen nabung uang jajan tapi selalu aja ada teman yang ngajakin dia pergi ke tempat yang harus ngeluarin uang. Alhasil tabungan Cira hanya tinggal sedikit padahal banyak keperluan sekolah yang harus di beli. Sekarang Cira sedang berlari di tengah lapangan dengan teman sekelas lainnya untuk pemanasan sebelum melakukan permainan yang lebih seru lagi. Pelajaran olahraga hanya dilakukan dua minggu sekali dan diluar jam mata pelajaran lainnya. Makanya banyak orang yang tidak hadir saat ini. Pukul empat sore ini seharusnya dipakai untuk istirahat di rumah. Meski hanya dihadiri oleh dua puluh orang semangat mer