Pulang sekolah gini biasanya Cira sedang duduk menunggu jemputan di kursi tunggu atau pergi dengan teman lainnya nongkrong sambil makan. Ngabisin uang jajan yang seharusnya disimpan untuk keperluan sekolah. Udah dari kemarin Cira pengen nabung uang jajan tapi selalu aja ada teman yang ngajakin dia pergi ke tempat yang harus ngeluarin uang. Alhasil tabungan Cira hanya tinggal sedikit padahal banyak keperluan sekolah yang harus di beli. Sekarang Cira sedang berlari di tengah lapangan dengan teman sekelas lainnya untuk pemanasan sebelum melakukan permainan yang lebih seru lagi.
Pelajaran olahraga hanya dilakukan dua minggu sekali dan diluar jam mata pelajaran lainnya. Makanya banyak orang yang tidak hadir saat ini. Pukul empat sore ini seharusnya dipakai untuk istirahat di rumah. Meski hanya dihadiri oleh dua puluh orang semangat mer
“Cira.” kata Ade dengan raut wajah cemas. “Tolongin aku kali ini aja. Pliss.” katanya memohon banget.“Santai dong.” jawab Cira menenangkan ade yang tampak panik.“Emak aku keracunan jengkol. Sekarang ada di rumah sakit.” Ade merengek untuk pertama kalinya. “Tolong masukkan peralatan olahraga ke ruang penjas. Jangan sampai tercecer.” Ade berlari menyandang tasnya keluar lapangan menuju parkiran. Ara terkekeh keras setelah kepergian Ade. Ia memegang perut merasa geli dengan tingkah Ade.“Jahat banget jadi orang.” kata Cira dengan reaksi Ara seraya memungut bola yang berserakan di lapangan.“Habis emaknya kenapa bisa keracunan jengkol. Juragan jengkol, keracunan jengkol.” katanya kembali tertawa mengingat wajah Ade seperti tadi.“Udah ketawanya mending cepat bereskan semua bolanya.”
Benar kata Nando hari ini perwakilan anggota ektrakurikuler masuk ke dalam kelas secara bergantian untuk mengajak para murid baru untuk bergabung bersama mereka. Bermacam-macam keunggulan dan promosi yang disampaikan agar peserta didik baru berminat bergabung ke dalam kegiatan tersebut. Perwakilan yang menyampaikan pun dipilih dari segi penampilan wajah dan pandainya berbicara di depan umum. Terakhir Nando dan teman-temannya masuk ke dalam kelas memperkenalkan drumband yang sudah memiliki banyak anggota, masih saja membutuhkan anggota baru untuk meneruskan ekskul yang menguras tenaga tersebut. Ia berdiri di depan kelas dengan simpul yang terbentuk di sudut bibirnya dan tentu saja semua mata tertuju padanya dalam diam dan kagum. Termasuk Cira sekarang sedang senyum-senyum malu seperti Nando sedang menyatakan cinta dengannya.“Siang adik-adik.” kata Nando menyapa. Para kaum h
Untuk kegiatan penginapan nanti malam di sekolah. Semuanya pada heboh memikirkan mau pakai baju apa? atau mau tidur dimana dan banyak lagi yang harus mereka persiapkan hanya untuk satu malam. Padahal tinggal pakai baju tidur terus merem sebentar, alhasil mereka bakalan sampai di dunia mimpi. Apalagi para cewek yang rempong banget bakalan bawa peralatan apa saja untuk penginapan satu malam tersebut. Padahal di sana sudah disebutkan makanan akan ditanggung oleh pihak sekolah dan menginap bersama-sama di lapangan sekolah. Di ruang terbuka beralaskan kain seadanya dan beratapkan langit dan bertabur bintang serta diterangi cahaya bulan. Kabar yang didengar dari Nando, biasanya saat kegiatan seperti ini bakalan banyak terlahir pasangan baru. Kegiatan ini juga mempunyai julukan yang diberikan oleh para murid yaitu kegiatan ajang para jomlo. Dan
Berbekal kepercayaan. Sore harinya Cira sudah bersiap untuk berangkat kembali ke sekolah. Membawa makanan seadanya untuk ngemil di malam hari serta jacket tebal yang sudah di balut ke tubuh. Meski matahari sore ini cukup panas. Namun Cira tetap menggunakan baju hangat untuk tidur di tengah lapangan nanti. Cira menggunakan celana jeans dipadukan dengan kaos hitam dan sepatu kets bewarna kuning. Ia berpakaian senyaman mungkin selama menginap nanti. Sentuhan terakhir Cira memoleskan lipstick pink ke bibirnya.“Hati – hati.” kata Mama ketika Cira menutup pintu kamar.“Iya, Ma. Aku pergi dulu. Assalamualaikum.”"Waalaikumsalam. Jangan lupa oleskan minyak kayu putih. Jangan sampai masuk angin.""Iya-iya."&n
Tidak disangka banyak yang berminat mengikuti kegiatan ini. Jika dilihat lagi lapangan sekolah ini penuh dengan murid dan beberapa senior yang akan membimbing mereka. Kelihatan banget rata-rata para cewek lebih ke arah ingin cari perhatian, daripada acara kegiatan ini. Dari pandangan Cira banyak cewek yang berpakaian yang tidak sesuai dengan tema malam ini. Penginapan, bukan pesta yang diadakan malam hari. Memakai dress dan rambut yang ditata dengan berbagai pernak penik kayak anak alay serta make up yang tentunya sangat norak. Sangat tidak nyaman jika dibawa tidur.“Perhatian semuanya.” kata Mami berbicara menggunakan mic. Tetap saja suasana masih riuh dengan keributan tidak jelas. “Hey kamu yang di sana.” tunjuknya kepada salah satu murid dari kelas Cira yang sedang berdandan. Seluruh perhatian men
Habis sholat maghrib waktunya makan malam yang disediakan oleh pihak sekolah. Nasi dengan lauk ikan teri plus makanan penutup tiga potongan timun yang sudah dikupas. Mereka terdiam menatap nasi dihadapan mereka dalam keadaan dingin. Untuk mempelancar tenggorokan pihak sekolah hanya memberikan dua gelas air mineral per orang. Tidak boleh minta tambahan air atau makanan jika merasa kurang. Untungnya sore tadi mereka sempat ngemil dan cukup kenyang untuk malam ini sedangkan nasi tersebut harus habis dalam waktu yang ditentukan hanya dua puluh menit waktu yang ada. Jika tidak habis akan diberikan hukuman dengan mencuci seluruh piring kotor yang ada di sini. Alasan mereka harus makan dengan lauk sederhana ini adalah agar mereka bisa merasakan bagaimana orang-orang serba kekurangan dilanda kelaparan terkadang hanya makan nasi seadanya dan makan dari hasil bekas dari tempat sampah untuk memenuhi kebutuhan
“Udah nggak usah diliatin terus.” kata Agung. “Atau kita mau cari angin aja ke tempat lain.”“Oke deh.” jawab Cira setuju menggengam erat jacketnya ketubuh. Mereka berdiri hendak mencari angin entah kemana. Yang jelas tidak di bawah pohon yang berubah menjadi suasana horror gara-gara teriakan histeris dari dalam ruangan.“Kalian kemana?” tanya Aska menghampiri.“Cari angin.” jawab Cira malas.“Apa belum cukup angin di sini. Mau cari kemana lagi.” Aska memandangnya lekat. “Liat tuh kamu aja sampai menggigil gitu.”“Terserah aku dong mau kemana, kok kamu yang sewot.” tandasnya.“Berdua aja?” tanya Aska kembali seperti sedang menginterogasi.“Iyalah. Nggak usah banyak tanya. Aku mau cari angin yang gede.”“Bentar.”
Malam semakin larut dan orang-orang mulai tidur bergelimpangan di lapangan tanpa alas. Rasa kantuk mengalahkan keadaan mereka yang awalnya ogah banget tidur di bawah langit dan harus terkapar tanpa mempedulikan rasa dingin. Mereka meringkuk memeluk diri sendiri dengan jacket seadanya di tubuh. Beberapa orang masih saja berlalu lalang entah apa yang dilakukannya sedangkan Cira hanya bisa berbaring sambil menatap langit kosong, memikirkan Aska yang semakin lengket dengan Raula. Padahal jelas sekali hubungan mereka tidak begitu special kayak martabak manis yang bertabur dengan banyak toping. Ibaratkan Cira itu hanyalah martabak original yang tidak diingankan oleh Aska. Seandainya saja Aska tidak pernah mendekati Cira ataupun Raula tidak pernah hadir diantara mereka. Pastilah hatinya tidak akan pernah seperti ini. Galau, bimbang, dan merasa hatinya harus segera pulih dan kembali seperti semula. Menjauhi c
Cira duduk di teras rumah, menunggu Aska yang tak kunjung kembali dari masjid. Belum ada tanda-tanda kedatangannya saat ini, saat Abang Cira sudah pulang ke rumah, Bahkan, mungkin saja, Abang Cira tidak sadar kalau sebelumnya Aska berangkat ke masjid bersamanya. Sama sekali tidak ada membicarakan temannya tersebut ketika sampai di rumah. Untuk meredam kekhawatiran, Cira mencoba mengalihkannya dengan membaca buku meski tidak fokus. Cira hanya membalikkan lembaran demi lembaran ke halaman selanjutnya tanpa tahu alur ceritanya. Sebenarnya saat ini Cira sedang tidak ingin membaca buku novel. Apalagi diwaktu maghrib, yang seharusnya saat ini, ia sudah berada di meja makan bersama keluarga. Sebenarnya dengan membaca buku dapat mengalihkan rasa bosannya selama menunggu Aska. Biasanya Cira bisa masuk ke dalam alur cerita novel tersebut. Seakan bi
Di ruang tengah, saat hendak pamit pulang, mama menyiapkan aneka gorengan yang masih panas di meja kecil kayu, dihidangkan khusus buat teman-teman Cira.“Kalian mau kemana?” tanya Mama.“Kami pamit pulang, buk.” jawab Nando sopan.“Nanti aja pulangnya. Makan dulu gorengannya. Kalau udah habis baru boleh pulang.” seru Mama menahan mereka untuk tetap tinggal lebih lama. Melihat banyak gorengan yang baru keluar dari penggorengan. Akhirnya mereka duduk sembari menikmati aneka gorengan, bakwan, tahu isi, risoles. Juga ditemani dengan minuman teh es yang segar.“Assalamualaikum.” Terdengar ucapan salam dari luar. Suara yang tidak asing di telinga Cira. Suara lantang seperti tukang palak yang ada di pasar.“Waalaikumsalam.” jawab mereka serentak.&nbs
Cira mempersilahkan teman – temannya masuk ke dalam kamar, sekaligus Cira juga belum bisa berdiri terlalu lama dan ingin duduk di atas kasur lebih lama dan menselonjorkan kakinya.“Masuklah.” kata Cira. Mereka masuk dengan sungkan, sembari menyusuri seisi kamar dengan tatapannya. Ini pertama kalinya mengajak teman sekolahnya masuk ke dalam kamar. Terutama para cowok, mungkin baru kali ini juga mereka masuk ke dalam kamar cewek yang berisi banyak boneka dan buku-buku di rak kecil. Tidak ada foto masa kecil. Hanya ada foto remaja yang terpajang di bingkai foto kecil. Itupun foto bersama saat dengan teman se-geng SMPnya sebelum kelulusan.“Maaf, ya. Duduknya di bawah aja.” kata Cira.“Nggak apa-apa, Cir. Santai aja.” jawab Aska. Ia masih saja berdiri sementara teman yang lainnya sudah duduk di lantai karpet. Memperhatikan rak buku Cira yang berisi ban
Pagi ini merupakan awal yang buruk untuk memulai hari, bagaimana tidak. Kaki Cira sulit untuk digerakkan saat akan melangkah. Bahkan tidak merasakan apapun saat menginjakkan kakinya di lantai. Ia panic dan mulai berpikir buruk. Mungkinkah ia lumpuh atau bahkan kakinya kini sedikit berair dan tidak bisa tertolong. Pikirnya. Cira berjalan dengan satu kaki dan menjadikan dinding sebagai alat bantunya untuk berjalan, perlahan membuka pintu. Kemudian menangis keras agar seisi rumah tahu keadaannya sekarang.“Ma. Kaki aku sakit.” kata Cira. Abang Cira yang sedang merapikan kasetnya di ruang keluarga, tidak kaget dengan kaki Cira dan berkata, “O Bengkak. Bentar lagi kita ke kliniknya. Soalnya baru jam tujuh.”“E
Sepulang sekolah di ruang tunggu, seperti biasa Cira sedang menunggu jemputan sendirian. Sebelumnya ada Agung yang duduk bersamanya sekitar beberapa menit yang lalu. Entah apa yang dimakannya hari ini. Hingga membuatnya dua kali keluar masuk toilet dengan wajah yang kecut. Memegang perut dengan sedikit membungkuk, tanpa pamit ia kabur tanpa suara. Mengatakan dengan bahasa isyarat kalau ini adalah keadaan darurat. Cira pun paham betapa darurat keadaannya. Suara drumband terdengar keras dari lapangan. Para anggotanya akan berlatih keras selama satu minggu kedepan untuk acara festival antar sekolah yang diadakan setahun sekali. Pihak sekolah biasanya akan mengundang sekolah swasta lain. Tentu saja hal itu membuat para murid menyambut gembira acara tersebut. Akan banyak cowok
Cira berjalan sedikit terbata – bata menahan sakit di pergelangan kakinya. Belum lagi punggungnya yang juga ikut sakit akibat terkena himpitan Agung saat melompat, bercampur menjadi satu.“Sorry, Cir. Biar abang bantu jalan.” kata Nando merasa bersalah, memapah Cira berjalan.“Gak usah bang. Biar aku aja yang bantuin Cira. Abang jalan aja sana.” kata Agung ikut memapah Cira.“Udahlah, Gung. Biar abang aja. Kayaknya kaki kamu terkilir tuh.” seru Nando. Padahal kakinya hanya sedikit lecet, akibat tersandung saat melompat tadi.“Lecet gini aja, udah biasa bang. Masak luka gini aja aku harus minta rangkul juga.” balas Agung ikut merangkul Cira. Cira berhenti sejenak, menatap Agung. “Kamu nyindir aku. Mending aku jalan sendiri aja deh. Gak perlu ditolong
Cira mendongak ketika Nando ikut memasukkan sampah minuman.“Iya nih, Hitung-hitung cari pahala.” jawabnya asal. Sebenarnya Cira hanya ingin menghindar dari Aska. Entah sampai kapan seperti ini. Bagaimanapun ia menghindar, tetap saja tidak bisa. Mereka akan terus bertemu setiap hari di kelas.“Yang lainnya mana, nggak bantuin.”“Aku mau ngerjainnya sendiri bang. Kalau semuanya ikut. Entar aku cuma dapat sedikit pahala.” kekehnya. Kemudian menyeret kantung sampah berisi penuh ke tempat pembuangannya.“Biar abang bantu.” Merebutnya dari tangan Cira. Cira pasrah dengan kebaikan Nando, semakin hari mereka semakin dekat. Cira merasa ada yang melindunginya di sekolah. Seorang senior sekaligus abang yang akan berpisah beberapa bulan lagi dengannya. Akan lebih sibuk lagi ke dep
Cira menyusuri seisi kelas dengan pandangannya. Tentu saja yang ia cari adalah pasangan yang belum berstatus menjadi pacar. Dan berharap mereka segera menjadi pacar sungguhan meski sedikit menyakitkan. Daripada merasa digantungin, diberi harapan seperti ini. Lebih baik mereka segera mengumumkan perubahan statusnya dari ‘teman’ menjadi ‘pacar’ itu lebih baik bagi Cira. Entahlah. mendadak Cira menjadi sangat khawatir dengan mereka. Perasaan yang bimbang antara ingin tahu lebih dalam atau hanya sekedar penasaran.Seperti biasa cuaca panas melanda kelas yang berada di lantai tiga ini. Sedangkan kelas unggul dan bilingual sedang menikmati pelajaran dengan suhu sejuk di ruangn AC. Tidak seperti mereka yang hanya mempunyai dua kipas angin yang bergelantunagn di atap. Itupun sudah tidak berputar seperti layaknya kipas angin. Akibat ulah dari sekelompok teman cowok yang berharap jika kipas angin ini rusak akan segera diganti oleh pihak sekolah. Makanya mereka m
Baru saja kemarin Aska bersumpah bahwa dia tidak mempunyai hubungan special kepada Raula. Bahkan Aska juga meyakinkannya kalau mereka hanyalah sekedar teman. Kalau dilihat lagi hari ini. Dari ekspresinya disaat semua tidak ada yang memihak Raula. Ada Aska yang selalu siap menjadi pelindungnya, bagaikan malaikat. Bahkan Aska tidak pantas dianggap sebagai malaikat. Karena dia hanya bersikap lembut kepada Raula. Murid baru yang menjadi pusat perhatian sejak hadir di kelas X.5. Mereka pun bubar ketika bel baru saja berbunyi. Ade pun menirukan suara bel dengan nada jengkel. Karena baru saja mereka selesai menyantap makanan, belum sempat mengobrol banyak, bel sudah berbunyi. Raula bahkan menggandeng tangan Cira seakan mereka adalaha teman yang sangat dek