“Udah nggak usah diliatin terus.” kata Agung. “Atau kita mau cari angin aja ke tempat lain.”
“Oke deh.” jawab Cira setuju menggengam erat jacketnya ketubuh.
Mereka berdiri hendak mencari angin entah kemana. Yang jelas tidak di bawah pohon yang berubah menjadi suasana horror gara-gara teriakan histeris dari dalam ruangan.
“Kalian kemana?” tanya Aska menghampiri.
“Cari angin.” jawab Cira malas.
“Apa belum cukup angin di sini. Mau cari kemana lagi.” Aska memandangnya lekat. “Liat tuh kamu aja sampai menggigil gitu.”
“Terserah aku dong mau kemana, kok kamu yang sewot.” tandasnya.
“Berdua aja?” tanya Aska kembali seperti sedang menginterogasi.
“Iyalah. Nggak usah banyak tanya. Aku mau cari angin yang gede.”
“Bentar.”
Malam semakin larut dan orang-orang mulai tidur bergelimpangan di lapangan tanpa alas. Rasa kantuk mengalahkan keadaan mereka yang awalnya ogah banget tidur di bawah langit dan harus terkapar tanpa mempedulikan rasa dingin. Mereka meringkuk memeluk diri sendiri dengan jacket seadanya di tubuh. Beberapa orang masih saja berlalu lalang entah apa yang dilakukannya sedangkan Cira hanya bisa berbaring sambil menatap langit kosong, memikirkan Aska yang semakin lengket dengan Raula. Padahal jelas sekali hubungan mereka tidak begitu special kayak martabak manis yang bertabur dengan banyak toping. Ibaratkan Cira itu hanyalah martabak original yang tidak diingankan oleh Aska. Seandainya saja Aska tidak pernah mendekati Cira ataupun Raula tidak pernah hadir diantara mereka. Pastilah hatinya tidak akan pernah seperti ini. Galau, bimbang, dan merasa hatinya harus segera pulih dan kembali seperti semula. Menjauhi c
Paginya ketika masih pukul empat pagi, mereka semua dikagetkan lewat suara teriakan dari toa. Baru dua jam Cira tertidur dalam keadaan matanyanya yang masih terpejam meski dalam keadaan duduk. “Kalian semua bangun.” Suara itu berulang kali terdengar seperti petugas ronda yang sedang meneriaki maling agar warga setempat mengejar maling tersebut sampai dapat.“Siapa lagi yang kesurupan?” geruru Ade masih dalam berdiri ikut membangunkan semuanya. “Woi kalian semua bangun. Kalau kalian nggak segera bangun si Nenek lampir nggak bakalan berhenti teriak. Cira bangun dalam keadaan setengah sadar. Masih berada di bawah alam lain. Masih terasa di alam mimpi yang tidak begitu indah untuk di mimpikan. Gara-gara ikut berpatroli semalaman suntuk menangkap beberapa murid yang ketahuan melanggar peraturan, termasuk mereka kini Cira hanya bisa tidur selama dua jam dan kini harus bangu
Perdebatan yang tiada henti dari kelas X.5 menjadi rutinitas yang tidak bisa ditinggalkan oleh mereka. Meskipun sudah melewati hari yang menyenangkan maupun candaan di dalam kelas. Tetap saja kalau di kelas wajib sekali melakukan perdebatan yang tidak pantes untuk dibahas contohnya saja ketika Cira baru saja mengubah gaya rambutnya hanya merapikan sedikit bagian poni yang awalnya lurus menutupi jidat dan sekarang agak di kesampingkan sedikit karena sudah mulai panjang menutupi mata. Terkadang ketika belajar, Cira merasa terganggu oleh rambutnya yang menghalangi pandangannya. Bukan Ade namanya kalau hanya diam di kelas seharian dan dia juga yang pertama kali menyadari perubahan dari diri Cira dan membahas soal model rambut barunya. Dari tempatnya yang duduk paling belakang bersama geng ceweknya yang sudah berkurang satu orang karena pindah ke sekolah lain dengan alasan sudah bosan dengan suasana kelas di sini,
Baru saja kemarin Aska bersumpah bahwa dia tidak mempunyai hubungan special kepada Raula. Bahkan Aska juga meyakinkannya kalau mereka hanyalah sekedar teman. Kalau dilihat lagi hari ini. Dari ekspresinya disaat semua tidak ada yang memihak Raula. Ada Aska yang selalu siap menjadi pelindungnya, bagaikan malaikat. Bahkan Aska tidak pantas dianggap sebagai malaikat. Karena dia hanya bersikap lembut kepada Raula. Murid baru yang menjadi pusat perhatian sejak hadir di kelas X.5. Mereka pun bubar ketika bel baru saja berbunyi. Ade pun menirukan suara bel dengan nada jengkel. Karena baru saja mereka selesai menyantap makanan, belum sempat mengobrol banyak, bel sudah berbunyi. Raula bahkan menggandeng tangan Cira seakan mereka adalaha teman yang sangat dek
Cira menyusuri seisi kelas dengan pandangannya. Tentu saja yang ia cari adalah pasangan yang belum berstatus menjadi pacar. Dan berharap mereka segera menjadi pacar sungguhan meski sedikit menyakitkan. Daripada merasa digantungin, diberi harapan seperti ini. Lebih baik mereka segera mengumumkan perubahan statusnya dari ‘teman’ menjadi ‘pacar’ itu lebih baik bagi Cira. Entahlah. mendadak Cira menjadi sangat khawatir dengan mereka. Perasaan yang bimbang antara ingin tahu lebih dalam atau hanya sekedar penasaran.Seperti biasa cuaca panas melanda kelas yang berada di lantai tiga ini. Sedangkan kelas unggul dan bilingual sedang menikmati pelajaran dengan suhu sejuk di ruangn AC. Tidak seperti mereka yang hanya mempunyai dua kipas angin yang bergelantunagn di atap. Itupun sudah tidak berputar seperti layaknya kipas angin. Akibat ulah dari sekelompok teman cowok yang berharap jika kipas angin ini rusak akan segera diganti oleh pihak sekolah. Makanya mereka m
Cira mendongak ketika Nando ikut memasukkan sampah minuman.“Iya nih, Hitung-hitung cari pahala.” jawabnya asal. Sebenarnya Cira hanya ingin menghindar dari Aska. Entah sampai kapan seperti ini. Bagaimanapun ia menghindar, tetap saja tidak bisa. Mereka akan terus bertemu setiap hari di kelas.“Yang lainnya mana, nggak bantuin.”“Aku mau ngerjainnya sendiri bang. Kalau semuanya ikut. Entar aku cuma dapat sedikit pahala.” kekehnya. Kemudian menyeret kantung sampah berisi penuh ke tempat pembuangannya.“Biar abang bantu.” Merebutnya dari tangan Cira. Cira pasrah dengan kebaikan Nando, semakin hari mereka semakin dekat. Cira merasa ada yang melindunginya di sekolah. Seorang senior sekaligus abang yang akan berpisah beberapa bulan lagi dengannya. Akan lebih sibuk lagi ke dep
Cira berjalan sedikit terbata – bata menahan sakit di pergelangan kakinya. Belum lagi punggungnya yang juga ikut sakit akibat terkena himpitan Agung saat melompat, bercampur menjadi satu.“Sorry, Cir. Biar abang bantu jalan.” kata Nando merasa bersalah, memapah Cira berjalan.“Gak usah bang. Biar aku aja yang bantuin Cira. Abang jalan aja sana.” kata Agung ikut memapah Cira.“Udahlah, Gung. Biar abang aja. Kayaknya kaki kamu terkilir tuh.” seru Nando. Padahal kakinya hanya sedikit lecet, akibat tersandung saat melompat tadi.“Lecet gini aja, udah biasa bang. Masak luka gini aja aku harus minta rangkul juga.” balas Agung ikut merangkul Cira. Cira berhenti sejenak, menatap Agung. “Kamu nyindir aku. Mending aku jalan sendiri aja deh. Gak perlu ditolong
Sepulang sekolah di ruang tunggu, seperti biasa Cira sedang menunggu jemputan sendirian. Sebelumnya ada Agung yang duduk bersamanya sekitar beberapa menit yang lalu. Entah apa yang dimakannya hari ini. Hingga membuatnya dua kali keluar masuk toilet dengan wajah yang kecut. Memegang perut dengan sedikit membungkuk, tanpa pamit ia kabur tanpa suara. Mengatakan dengan bahasa isyarat kalau ini adalah keadaan darurat. Cira pun paham betapa darurat keadaannya. Suara drumband terdengar keras dari lapangan. Para anggotanya akan berlatih keras selama satu minggu kedepan untuk acara festival antar sekolah yang diadakan setahun sekali. Pihak sekolah biasanya akan mengundang sekolah swasta lain. Tentu saja hal itu membuat para murid menyambut gembira acara tersebut. Akan banyak cowok