Share

Bab 2

last update Last Updated: 2025-01-04 00:32:40

Setelah Elyse memberikan kabar buruk tentang pencarian pengkhianat oleh kerajaan, Rainer terdiam sejenak. Wajahnya yang biasanya penuh dengan rasa ingin tahu kini terlihat serius. Pengkhianatan. Itu adalah kata yang sudah sering ia dengar, tapi kali ini, itu bukan hanya kata-kata kosong dalam politik. Ini adalah kenyataan yang akan memengaruhi hidupnya.

Elyse tampak gelisah, matanya yang lembut penuh dengan kecemasan. "Kau pasti tahu apa artinya itu, bukan? Jika mereka menganggap seseorang berbahaya, mereka tidak akan ragu untuk menindak tanpa ampun."

Rainer mengangguk perlahan. Dalam hidup sebelumnya, ia telah menyaksikan bagaimana kekuasaan bisa menghancurkan siapa saja yang dianggap ancaman. Namun, situasi kali ini berbeda. Ia kini bukan lagi seorang jenius yang memegang kekuasaan, tetapi seseorang yang terlahir kembali dalam dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan sistem kasta yang membatasi.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Rainer, suara tenang meskipun pikirannya sedang berputar cepat. Ia tahu bahwa hidupnya di desa ini, meskipun sederhana, akan terganggu jika kerajaan benar-benar datang mencari orang-orang yang mereka anggap berbahaya.

"Kita harus berhati-hati," jawab Elyse, suaranya semakin lemah. "Mereka sudah mulai menguatkan penjagaan di sekitar desa. Ayahku, dia tidak akan bisa melindungi kita jika sesuatu terjadi. Aku khawatir mereka akan datang lebih cepat daripada yang kita kira."

Rainer memutar otaknya. Dengan pengetahuannya tentang strategi dan analisis taktis, ia tahu bahwa jika kerajaan benar-benar berfokus pada memburu ancaman, mereka akan datang dalam waktu singkat. Waktu yang sangat singkat. Tapi, ini juga kesempatan untuk melawan—meski itu tampak mustahil.

"Mungkin kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita," ujar Rainer dengan tenang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Jika kerajaan mencari pengkhianat, maka mereka pasti memantau orang-orang yang berpotensi menjadi ancaman. Ini kesempatan untuk menilai siapa yang bisa kita percayai dan siapa yang berbahaya."

Elyse menatapnya dengan mata penuh ketidakpercayaan. "Apa maksudmu? Kita harus melawan mereka?"

Rainer menggelengkan kepala, matanya menyala dengan perhitungan. "Tidak langsung. Tapi kita harus tahu siapa yang berkuasa di balik layar, siapa yang memanipulasi situasi ini. Kita butuh lebih banyak informasi."

Elyse masih ragu. "Tapi jika mereka menemukanmu, mereka akan..."

"Saya tahu risikonya," potong Rainer. "Tapi kita tidak bisa bersembunyi selamanya. Jika kita ingin mengubah dunia ini, kita harus siap menghadapi kenyataan. Dunia ini tidak akan berubah dengan diam saja."

Elyse menghela napas panjang, akhirnya mengangguk. "Aku mengerti. Tapi kita harus berhati-hati."

Pada malam hari, setelah mereka berbicara, Rainer memutuskan untuk keluar dari rumah sementara desa tidur. Hati-hati, ia melangkah menuju hutan di luar desa. Tempat yang jauh dari keramaian, tempat di mana ia bisa berpikir lebih jernih.

Di bawah cahaya bulan yang lembut, Rainer berlari menembus hutan, menenangkan pikirannya. Di sinilah, di dunia baru yang penuh dengan sihir dan intrik ini, ia merasa harus memulai langkah pertama. Apa yang bisa ia lakukan untuk mengubah takdirnya, takdir yang dipenuhi dengan ketidakadilan?

Sesampainya di tengah hutan, Rainer duduk di atas batu besar, memandang bintang yang bersinar di langit malam. Dunia ini begitu berbeda—di dunia lamanya, ia adalah seorang jenius yang dihormati, meskipun hidupnya penuh dengan kesendirian. Sekarang, ia terlahir kembali di dunia yang penuh dengan sihir, tetapi ia tak memiliki apapun. Tak ada kekayaan, tak ada pengaruh, hanya kecerdasannya yang kini bisa ia andalkan.

Tiba-tiba, ia mendengar suara di belakangnya. Dengan gesit, Rainer berdiri dan meraih pisau kecil yang ia bawa. Namun, suara yang muncul bukanlah ancaman. Seorang pria tua berdiri di hadapannya, mengenakan jubah panjang dan membawa tongkat kayu yang tampaknya telah digunakan selama bertahun-tahun. Wajahnya penuh kerutan, namun matanya tajam dan penuh kebijaksanaan.

"Kau terlihat cemas, anak muda," kata pria itu dengan suara dalam. "Apa yang mengganggumu di tengah malam seperti ini?"

Rainer menurunkan pisau dengan hati-hati, meskipun waspada. "Siapa Anda?" tanyanya, mencoba memastikan apakah pria ini teman atau musuh.

"Nama saya Alaric," jawab pria itu sambil tersenyum tipis. "Saya seorang penyihir. Sepertinya tak banyak orang yang mengenal saya di desa ini."

Rainer memandangi pria itu dengan cermat. "Seorang penyihir?" bisiknya. "Apa yang Anda inginkan dari saya?"

Alaric tertawa pelan, tidak merasa terancam. "Saya tidak menginginkan apapun darimu, anak muda. Tapi saya merasa kita punya banyak kesamaan. Kecerdasanmu, meskipun kau mencoba menyembunyikannya, menarik perhatian saya. Dunia ini membutuhkan orang-orang sepertimu."

Rainer terkejut. "Apa maksud Anda?"

Alaric mendekat, suara rendah dan misterius. "Kau tahu, dunia ini penuh dengan sihir, tapi juga penuh dengan ketidakadilan. Kerajaan ini menguasai segalanya—bukan hanya dengan kekuatan militer, tetapi dengan cara mereka mengendalikan sihir itu sendiri. Mereka tahu bahwa orang dengan kecerdasan luar biasa bisa menjadi ancaman bagi mereka."

Rainer menatap Alaric dengan tajam. "Jadi, Anda juga melawan kerajaan?"

"Sebagai seorang penyihir, saya selalu berada di luar perhatian mereka. Tapi saya melihat sesuatu dalam dirimu—sesuatu yang bisa mengubah dunia ini. Kau bisa menjadi kunci untuk menggulingkan mereka."

Rainer merasa ada beban besar yang kini menekan dirinya. Di satu sisi, ia ingin bertindak, melawan ketidakadilan yang ada. Namun, di sisi lain, ia tahu betapa berbahayanya hal itu. Apakah ia siap untuk menghadapi dunia yang penuh dengan sihir dan kekuasaan yang lebih besar dari dirinya?

Alaric tersenyum tipis, seolah membaca keraguan di dalam diri Rainer. "Ini bukan keputusan yang mudah, anak muda. Tapi jika kau memilih untuk bertindak, kau harus siap dengan konsekuensinya. Karena kekuatan yang akan kau hadapi tak hanya bisa dihentikan dengan kecerdasan semata. Sihir, taktik, dan kekuatan militer—semuanya akan berperan."

Rainer menghela napas panjang. Ia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai, dan apapun yang akan terjadi, ia harus siap untuk menghadapinya.

"Jika ini jalannya," jawabnya akhirnya, "Saya akan melawan. Saya tidak bisa membiarkan ketidakadilan ini berlanjut."

Di malam yang tenang itu, di bawah cahaya bintang yang redup, Rainer akhirnya memutuskan untuk menghadapi dunia ini dengan segala kekuatan dan kecerdasannya.

Related chapters

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 3

    Rainer duduk kembali di batu besar itu, memandang ke langit yang perlahan mulai gelap. Angin malam menerpa wajahnya, membawa wangi tanah dan pohon yang lembab setelah hujan ringan. Dunia baru ini terasa asing, namun ada sesuatu yang membuatnya merasa seolah ia baru saja memulai perjalanan besar. Sebuah perjalanan yang penuh ketidakpastian, dan meskipun ia seorang jenius, kali ini, itu tidak menjamin segalanya akan mudah."Jika hanya aku memiliki kekuatan untuk mengubahnya," gumam Rainer, lebih pada dirinya sendiri. "Tapi apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan kekuatan itu?"Hatinya bergejolak dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantuinya. Rainer menyadari bahwa, meskipun dirinya telah diberikan kehidupan kedua, ia masih berada di tengah dunia yang penuh dengan keajaiban yang tidak ia pahami sepenuhnya. Sihir, takdir, politik—semua itu hanyalah bagian dari teka-teki besar yang belum ia pecahkan.Ketika ia mulai menutup matanya dan mencoba merasakan atmosfer dunia baru ini

    Last Updated : 2025-01-04
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 4

    Hari itu semakin larut, dan dunia di sekitar Rainer mulai terbungkus dalam bayang-bayang malam. Rasa dingin mulai merayap ke dalam tulang, tetapi itu bukan hal yang paling mengganggunya. Apa yang ia rasakan lebih dari sekadar cuaca—ia merasakan beratnya takdir yang menantinya di dunia baru ini. Dunia yang penuh dengan sihir dan takdir yang tak bisa ia prediksi.Langkahnya ringan, tetapi pikirannya terus berputar. Ia melangkah melalui hutan lebat, melewati pepohonan yang tinggi dan rerumputan yang lembap. Di tengah hutan ini, Rainer merasa seolah dunia ini tidak pernah mengenalnya—semua yang ia ketahui dari kehidupan sebelumnya, semua yang ia pelajari, tampak tidak berguna di dunia yang penuh dengan misteri ini. Bahkan kecerdasannya, meskipun luar biasa, terasa seolah tidak cukup.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Langkah itu cepat dan ragu, bukan langkah seseorang yang biasa berjalan melalui hutan di malam hari. Rainer berhenti sejenak, mencoba mendengar lebih je

    Last Updated : 2025-01-04
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 5

    Matahari baru saja terbit, dan udara pagi yang sejuk menerpa wajah Rainer dan Elyse saat mereka melanjutkan perjalanan menuju kota terdekat. Selama berhari-hari mereka berjalan di hutan, menghindari jalur utama, dan bersembunyi dari mata-mata kerajaan yang mungkin sedang mencari mereka. Setiap langkah yang mereka ambil lebih berat dari sebelumnya, bukan hanya karena medan yang sulit, tetapi juga karena perasaan bahwa setiap keputusan mereka bisa mengubah jalan hidup mereka.“Ada sesuatu yang aneh tentang dunia ini,” kata Elyse, suaranya penuh dengan kebingungan, matanya memandang ke arah pegunungan yang jauh di cakrawala. “Aku merasa kita seperti berada di dunia yang berbeda. Tidak hanya sihir, tapi segala sesuatunya terasa tidak pada tempatnya.”Rainer menoleh ke Elyse, wajahnya tetap tenang meskipun ada keraguan yang mendalam di dalam dirinya. Dunia ini memang asing, jauh dari apa yang ia kenal. Dan meskipun ia sudah mengetahui bahwa dunia ini penuh dengan sihir dan keajaiban, ia mu

    Last Updated : 2025-01-04
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 6

    Langit senja mulai meredupkan warnanya, dan kedai kopi yang mereka masuki semakin sepi. Hanya ada beberapa orang yang duduk di sudut-sudut ruangan, berbicara dengan suara pelan. Namun, bagi Rainer dan Elyse, dunia mereka seakan terhenti sejenak ketika pria bertubuh besar itu berbicara.Pria itu, yang memperkenalkan dirinya sebagai Darvin, memiliki pandangan tajam yang membuat Rainer merasa waspada. Bahkan di tengah keraguan dan kebingungannya, Rainer tidak bisa menahan rasa penasaran. Siapa pria ini? Dan apa yang dia inginkan dengan menawarkan bantuan di dunia yang begitu rumit ini?“Jadi, bagaimana?” Darvin melanjutkan, melihat ke arah mereka dengan senyum licik. “Apakah kalian berdua ingin mengetahui bagaimana cara mengakses kekuatan yang lebih besar, atau apakah kalian akan tetap berjalan di jalur yang penuh rintangan ini, tanpa arah dan tujuan?”Rainer menatapnya dengan dingin. “Kekuatan besar… apa yang sebenarnya kamu tawarkan, Darvin?”Darvin menyandarkan tubuhnya ke belakang, m

    Last Updated : 2025-01-04
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 7

    Hari-hari pertama di akademi sihir bukanlah apa yang dibayangkan Rainer. Meskipun dunia ini penuh dengan keajaiban dan kemungkinan tak terbatas, kenyataan yang ia hadapi lebih keras dari yang ia kira. Bangunan besar akademi yang menjulang tinggi di depannya tak mengurangi beban yang terasa di pundaknya. Di dalamnya, tak hanya sihir yang dipelajari, tetapi juga intrik politik yang lebih rumit daripada yang pernah ia bayangkan.Saat mereka tiba di gerbang akademi, Elyse berjalan di sampingnya, dengan wajah yang tegang. Mereka berdua tahu bahwa ini adalah tempat di mana mereka akan dibentuk—bukan hanya sebagai penyihir, tetapi juga sebagai individu yang mampu bertahan di dunia yang keras ini. Rainer melangkah dengan tegas, meskipun di dalam hatinya ada kecemasan yang tak terucapkan."Rainer," Elyse memanggilnya dengan suara pelan. "Apa yang akan kita lakukan di sini? Bagaimana kita bisa membuat langkah besar di tengah semua orang yang lebih kuat dan berkuasa?"Rainer menatapnya dengan ma

    Last Updated : 2025-01-04
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 8

    Setelah beberapa minggu di akademi sihir, Rainer dan Elyse mulai merasa sedikit lebih nyaman dengan rutinitas yang mereka jalani. Namun, kenyamanan itu hanya bersifat sementara. Dunia akademi bukanlah tempat yang memberi ruang untuk bersantai. Setiap langkah mereka dipenuhi dengan tantangan baru, dan sering kali, mereka harus menghadapi ujian yang menguji ketahanan fisik dan mental mereka.Hari itu, mereka menjalani ujian pertama mereka di akademi, sebuah ujian yang sangat bergengsi dan menentukan apakah mereka akan dianggap layak untuk melanjutkan pelajaran di tingkat yang lebih tinggi. Ujian tersebut bukan hanya soal sihir, tetapi juga tentang seberapa baik mereka memahami politik, strategi, dan permainan kekuasaan yang sedang berlangsung di antara para siswa.Rainer duduk di meja ujian bersama Elyse, merasa ketegangan semakin meningkat. Meskipun ujian ini hanya untuk menguji kemampuan dasar mereka dalam mengendalikan sihir, dia tahu bahwa itu adalah langkah pertama untuk membuktika

    Last Updated : 2025-01-04
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 9

    Seiring berjalannya waktu di Akademi Magia, dunia yang sebelumnya penuh dengan misteri bagi Rainer kini mulai terasa lebih familiar. Namun, familiaritas itu datang bersama dengan tantangan yang semakin besar. Ia menyadari bahwa meskipun keberhasilannya di ujian pertama membuka pintu kesempatan, itu hanyalah sebagian kecil dari perjalanan panjang yang harus ia tempuh.Setiap hari, Rainer semakin menyadari betapa ketatnya sistem yang ada di akademi. Di balik semua pelajaran sihir yang sulit dan rumit, ada politik, intrik, dan persaingan yang lebih licik dari yang ia bayangkan. Para siswa dari keluarga bangsawan tampaknya selalu memiliki keunggulan. Mereka memiliki akses lebih mudah ke sumber daya, informasi, bahkan hubungan yang mendalam dengan pengajar dan para pemimpin akademi.Rainer merasa kesulitan untuk bersaing dengan mereka dalam hal itu. Meskipun ia tidak diragukan lagi unggul dalam hal kecerdasan dan strategi, ia juga tahu bahwa untuk bertahan di dunia ini, ia harus membangun

    Last Updated : 2025-01-06
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 10

    Rainer mengamati peta yang ada di tangannya dengan tatapan penuh fokus. Informasi yang baru saja ia dapatkan dari Alaric telah membuka mata tentang kemungkinan-kemungkinan besar yang tersembunyi di dunia ini. Namun, peta itu bukan hanya soal penunjuk arah—peta itu adalah petunjuk ke arah yang lebih besar, ke kekuatan yang selama ini tidak mereka ketahui. Dunia ini, dengan segala sihir dan politiknya, memiliki banyak lapisan yang bisa dieksplorasi. Dan kini, mereka harus bergerak hati-hati.Alaric telah mengungkapkan bahwa di luar tembok akademi, ada tempat-tempat yang lebih penting—kekuatan kuno yang tidak terhubung langsung dengan sistem kasta yang ada. Tempat-tempat itu adalah wilayah yang sangat dijaga ketat oleh mereka yang berkuasa, dan untuk mencapainya, mereka membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan fisik atau sihir.Namun, dengan bantuan peta yang telah Alaric berikan, setidaknya mereka tahu di mana harus mencari. Bahkan jika itu berarti harus menghadapi bahaya yang jauh lebi

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 115

    Denting langkah mereka bergema di lorong sempit yang menuju ke dalam Benteng Ardentia.Udara di dalam terasa lebih dingin dibandingkan di luar. Cahaya obor yang berkedip-kedip di sepanjang dinding batu menciptakan bayangan yang bergerak seperti sosok-sosok hantu. Rainer dan Elyse berjalan pelan, memastikan setiap langkah mereka tidak menimbulkan suara berlebihan.Di depan, lorong bercabang menjadi dua.Elyse menoleh ke arah Rainer. "Ke mana?" bisiknya.Rainer mengamati ukiran kecil di sudut tembok. Sebuah tanda, samar tapi jelas bagi yang tahu cara membacanya. Itu adalah simbol navigasi kuno yang digunakan oleh para arsitek istana di masa lalu."Ke kanan," katanya pelan.Mereka bergerak mengikuti lorong itu, mendekati jantung benteng tempat arsip rahasia Ordo Maledicta kemungkinan besar disimpan.Di pusat Benteng Ardentia, sebuah ruangan tersembunyi menyimpan dokumen yang telah ada selama berabad-abad.Rainer menempelkan telinganya ke pintu kayu besar di hadapannya. Tidak ada suara da

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 114

    Gema pertempuran masih tersisa di udara, meski keheningan kini menyelimuti gua bawah tanah.Rainer berdiri di tengah ruangan, napasnya sedikit berat. Jejak sihir yang baru saja ia gunakan masih berkilauan di lantai, menghilang sedikit demi sedikit seperti embun yang menguap. Di sekelilingnya, tubuh-tubuh penyihir bertopeng telah lenyap, terbakar oleh kekuatan ritual pemurnian yang ia ciptakan.Elyse mengamati simbol-simbol kuno yang terpahat di dinding gua. Matanya menyipit. "Ini bukan sekadar tempat pertemuan biasa, Rainer. Tempat ini… lebih tua dari yang kita duga."Rainer melangkah mendekat, menyentuh salah satu ukiran di dinding. Goresan-goresan itu bukan hanya sekadar tulisan sihir biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang terasa seperti bagian dari sebuah teka-teki yang lebih besar."Lambang ini…" Rainer bergumam. "Aku pernah melihatnya sebelumnya."Elyse menoleh. "Di mana?""Di perpustakaan bawah tanah di Akademi Arcadia," jawab Rainer, suaranya penuh pertimbangan. "Itu

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 113

    Suara ledakan menggema di dalam gua bawah tanah.Rainer mundur selangkah saat debu berhamburan di udara. Cahaya biru dari perangkap sihir yang ia aktifkan membentuk pola rumit di tanah, mengurung sosok bertopeng emas dalam lingkaran bercahaya.Namun, bukannya panik, sosok itu justru tertawa pelan. “Kau cukup cerdas. Tapi apakah kau benar-benar berpikir perangkap seperti ini cukup untuk menahan kami?”Rainer tak menjawab. Matanya menyipit, memerhatikan pergerakan lawannya. Terlalu tenang. Ini bukan sekadar penyihir biasa.Elyse bergerak cepat ke sisinya, belatinya sudah siap. “Kita habisi dia sekarang.”Namun sebelum mereka bisa bergerak, kabut semakin menebal. Udara berubah berat, seolah ada sesuatu yang menarik energi dari sekitar mereka.Sosok itu mengangkat tangannya. “Jika kau ingin menantang kami, maka bersiaplah menghadapi kekuatan yang telah menjaga dunia ini selama berabad-abad.”Rainer hanya tersenyum kecil. “Sudah kuduga.”Dengan satu gerakan tangan, lingkaran sihir di lanta

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 112

    Di dalam aula yang penuh dengan kemewahan, Rainer tetap menjaga ekspresi tenangnya saat Duke Marquez menatapnya dengan tajam. Elyse, yang berdiri di sampingnya, tetap siaga, tangannya hampir selalu berada di dekat belatinya, bersiap menghadapi kemungkinan ancaman.Duke Marquez tersenyum tipis, meski matanya penuh dengan ketegangan. “Kita bisa saling menguntungkan, Rainer. Kau ingin meruntuhkan sistem ini, bukan? Aku bisa membantumu.”Rainer menyilangkan tangannya di depan dada. “Setelah kau mengirim pembunuh untuk membunuhku? Itu cara yang aneh untuk mengundang kerja sama.”Duke Marquez tertawa kecil. “Kau lebih cerdas dari yang kukira. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku perlu tahu seberapa besar ancaman yang kau bawa.”Elyse menatapnya tajam. “Dan sekarang kau takut?”Duke Marquez menghela napas. “Aku realistis. Apa yang kau lakukan terhadap kota perdaganganku—itu adalah pukulan yang menghancurkan. Aku kehilangan kendali atas para pedagangku. Sekutuku mulai meragukanku. Jika aku

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 111

    Langit di atas desa yang hancur mulai memudar menjadi merah keemasan saat matahari terbit. Rainer berdiri di tengah reruntuhan, memandangi tubuh para pembunuh yang dikirim untuk menghabisinya. Simbol keluarga Duke Marquez di salah satu tubuh mereka menjadi bukti tak terbantahkan bahwa serangan ini bukan kebetulan.Elyse berjalan mendekat, matanya tajam menatap luka di lengannya yang masih mengeluarkan sedikit darah. “Kita tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja, Rainer.”Rainer mengangguk. “Tentu saja tidak. Tapi kita juga tidak bisa menyerang balik tanpa perhitungan. Jika kita gegabah, kita bisa kehilangan legitimasi yang telah kita bangun.”Lord Gaillard, yang telah menyusul mereka bersama pasukan tambahan, menatap mayat-mayat di tanah dengan ekspresi serius. “Jika Duke Marquez benar-benar di balik ini, berarti dia sudah siap untuk mengumumkan permusuhan terbuka.”Rainer tersenyum tipis, tetapi matanya dingin. “Belum. Jika dia benar-benar siap, dia tidak akan mengirim tentara

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 110

    Setelah pertemuan besar di istana, ketegangan yang semula menggantung di udara mulai berubah menjadi rasa penasaran dan perhitungan. Beberapa bangsawan tampak mulai mempertimbangkan tawaran Rainer, sementara yang lain masih bersikeras mempertahankan sistem lama. Namun, yang paling berbahaya bukanlah mereka yang berbicara secara terang-terangan—melainkan mereka yang tetap diam.Di dalam ruang pribadinya, Rainer duduk di hadapan Elyse dan Lord Gaillard, mengamati laporan-laporan terbaru dari para mata-matanya.“Ada pergerakan mencurigakan dari kubu Duke Marquez,” ujar Elyse, menunjuk ke sebuah dokumen di meja. “Mereka mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa bangsawan yang tidak menghadiri pertemuan kita.”Rainer mengangguk pelan, ekspresinya tetap tenang. “Sudah kuduga. Mereka yang terlalu diam justru yang paling harus kita waspadai.”Lord Gaillard menatap peta kerajaan. “Sepertinya mereka tidak akan langsung melawan kita secara terbuka. Tapi jika mereka berhasil membentuk aliansi

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 109

    Setelah kejatuhan Duke Alvaric, suasana di istana mulai berubah. Para bangsawan yang sebelumnya merasa aman di balik status mereka kini mulai berhati-hati. Kekuatan Rainer sudah terbukti tidak hanya dalam kecerdasannya, tetapi juga dalam cara ia menggulingkan musuhnya tanpa mengangkat pedang sendiri.Namun, Rainer tahu ini hanyalah awal.Di ruang pertemuan rahasia, ia duduk bersama Elyse, Lord Gaillard, dan beberapa sekutu terdekatnya. Di depan mereka terbentang peta kerajaan dengan berbagai wilayah yang menandakan pengaruh para bangsawan.“Kejatuhan Alvaric menciptakan kekosongan kekuasaan,” Rainer memulai. “Beberapa bangsawan akan mencoba mengisi tempatnya, dan yang lainnya akan menunggu dalam bayang-bayang, mencari kesempatan untuk menyerang kita.”Lord Gaillard mengangguk. “Beberapa dari mereka mungkin mulai membentuk aliansi untuk melawan kita.”Elyse menambahkan, “Tapi kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita. Jika kita bisa mendekati beberapa bangsawan sebelum mereka ber

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 108

    Rainer berdiri di balkon istananya, menatap langit malam yang berhiaskan bintang-bintang. Angin malam yang dingin berhembus pelan, tetapi pikirannya jauh lebih dingin.Veltan telah tersingkir, tetapi kata-katanya sebelum diseret keluar masih terngiang di benaknya. "Aku hanya mengikuti perintah..."Jika Veltan hanyalah boneka, maka siapa dalang sebenarnya?Elyse berjalan mendekat, membawa segelas anggur. “Kau tampak lebih murung dari biasanya.”Rainer menerima gelas itu dan menyesapnya sedikit sebelum berkata, “Veltan hanya permulaan. Masih ada sosok yang lebih besar di balik semua ini.”Elyse menyandarkan punggungnya ke pagar balkon. “Aku setuju. Kita harus mencari tahu siapa yang menarik tali di balik layar.”Rainer mengangguk. “Aku ingin tahu siapa saja yang menjalin hubungan dengan Veltan sebelum semua ini terjadi. Jika kita bisa menemukan pola, kita mungkin bisa menemukan dalangnya.”Elyse tersenyum tipis. “Kau sudah punya sesuatu dalam pikiran?”Rainer menatap gelasnya sejenak se

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 107

    Malam menyelimuti istana, tetapi pikiran Rainer tetap bekerja tanpa henti. Pengkhianatan bukan lagi sekadar kemungkinan—itu adalah kepastian. Namun, ia masih belum mengetahui siapa pengkhianatnya, kapan mereka akan bergerak, atau bagaimana mereka berencana untuk menghancurkan semuanya.Elyse duduk di seberangnya, tangannya menopang dagu, matanya terfokus pada peta kerajaan yang terbentang di atas meja kayu besar. "Kita tidak bisa terus dalam keadaan defensif, Rainer. Jika kita hanya menunggu dan berjaga-jaga, kita akan kehilangan inisiatif. Kita harus mencari tahu siapa yang berkhianat sebelum mereka menyerang lebih dulu."Rainer mengangguk pelan, matanya menyipit, menganalisis berbagai kemungkinan. "Kita harus memancing mereka keluar. Membuat mereka merasa cukup percaya diri untuk mengungkap niat mereka."Elyse mengangkat alis. "Bagaimana caranya?"Rainer tersenyum kecil, meskipun ada ketegangan di baliknya. "Kita akan menyebarkan kabar bahwa aku berencana bertemu dengan seorang bang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status