Ayu lantas berteriak, merasakan seseorang datang meraih tubuhnya.
Seseorang memeluk tubuhnya dan membawa Ayu sampai terguling untuk menghindari mobil yang ingin menabrak Ayu.Spontan Ayu meronta, ia memukul tubuh pria yang sudah menolongnya."Ayu!" Suara pria itu membuat gadis itu langsung menoleh dan terkejut melihat kehadiran Dika, guru mengaji Ayu."Kak Dika?" desisnya terisak.Ayu mendorong tubuh Dika, ia mencoba bangkit dan meninggalkan Dika yang terlihat bingung.Pria itu merasa heran dengan keberadaan Ayu, di jalan raya dalam waktu tengah malam seperti ini. Sehingga muncul banyak pertanyaan dalam benaknya, yang tidak mampu ia ungkapkan."Aku antar pulang ya Yu," ajaknya, berlari sedikit menyamai langkah muridnya itu.Ayu merasa lemas, kakinya sudah tidak kuat untuk berjalan. Dengan sigap ia menopang tubuh Ayu dan menggendongnya lau membawa masuk ke dalam mobilnya.Karena merasa tidak kuat, Ayu pingsan saat Dika membantunya duduk didalam kursi mobil."Ya Allah, kamu kenapa Yu?"Secepatnya Dika melajukan mobilnya menuju ke rumah Ayu. Prasangka kian menebak di benaknya. “Apa yang terjadi dengannya?”Ia pun mengantar Ayu pulang ke rumahnya. Sesampainya, mobil pajero tiba dan terpakir di halaman luar keluarga Sandi. Dika melihat kedua orang tua Ayu, sudah berdiri di teras depan pintu rumah.Dika membuka pintunya dan menggendong Ayu. Melihat hal itu, lantas membuat kedua orang tua berlari mendekat ke arah Dika."Ya Allah Ayu!"Dika mengantarkan sampai di dalam kamar Ayu. Setelah merebahkan tubuh Ayu, Dika langsung pergi keluar dari kamar diikuti langkah pak Sandi yang mencoba mencecar Dika."Apa yang terjadi dengan Ayu? Kenapa dia bisa pingsan?""Saya tidak tahu Pak, saya bertemu Ayu dan ia sudah terjatuh pingsan di jalan!"Dika tidak dapat menjelaskan dengan detail, nyantanya ia menemukan Ayu yang berusaha menghadang mobil truk. Tentu, jika ia bercerita akan membuat Ayu dalam masalah besar."Kalau begitu terima kasih ya Dika, saya tidak tahu harus berkata apalagi, karena kamu sering menolong Ayu!" balas Sandi, meski ia sedang menghilangkan rasa curiga kepada Dika."Kalau begitu saya permisi!"Dika pamit untuk pulang, ia merasa tidak percaya dengan apa yang sudah dilihatnya tadi. “Semoga kamu baik-baik saja Yu!”Dika pergi dengan mengendarai mobilnya."Bu, apa dia sedang ada masalah?" tanya Sandi, justeru pertanyaan itu membuat Dewi, ibu kandung Ayu merasa heran."Ibu juga tidak tahu Pak, tadi pagi masih baik-baik saja!" balasnya.Keduanya sibuk dalam pemikiran masing-masing. Jalan satu-satunya, yakni bertanya langsung kepada Ayu, apa yang membuatnya menjadi aneh seperti ini.*Ayu menceracau ketika ia tidur. Justeru jiwanya tengah terluka dan sedang tidak baik-baik saja. Ia bukanlah gadis nakal yang mencoba mencari musuh. Namun, mengapa Tuhan membuatnya hancur seperti ini?Saat kedua matanya yang terpejam, lalu terbuka. Ia pun ia lega setelah mengamati suasana nyaman di ruang kamarnya."Apa aku harus mengatakan semuanya pada Ayah dan Ibu? Tidak ... mereka tidak boleh tahu, tapi bagaimana jika aku hamil?"Ayu menjambak rambutnya prustasi, ia membuang semua bantal dan selimut ke lantai hingga berserakan. Sampai ia masih terbayang sosok Ardian, pria yang menyentuhnya dan itu membuat Ayu semakin merasa jijik dengan tubuhnya, hingga sesekali ia berteriak histeris."Ay, Ayu, Ayu!" Suara berat, membuatnya kaget dan memilih diam, menggerakan kedua tangannya menutupi kedua. telinganya."Dek, kamu enggak apa-apa kan? Ay, Ayu, Kakak masuk ya?" tanya Saka lagi, ia cemas akan keadaan sang adik, setelah sang ibu menceritakan kondisi Ayu, semalam.Pintu yang terkunci, terpaksa harus ia dobrak dengan kencang, sebelum terjadi sesuatu dengan sang adik. Ia terkejut melihat Ayu sedang meringkuk di lantai dan menangis."Ayu, kamu kenapa?" Sang kakak mendekati Ayu dan menuntun Ayu, untuk duduk di sofa kamarnya.Gadis itu menatap manik Saka, berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengatakan segalanya."Kak, aku tidak mau hidup, aku ingin mati saja!" tuturnya, membuat Saka bingung dengan keadaannya."Kamu bicara apa sih Ay? Kamu kenapa?""Kak, aku sudah ternodai, aku ... ingin mati saja!""Seorang pria sudah menyentuhku, aku sudah tidak suci lagi, Kak!"Saka menelan salivanya, hatinya merasa pilu. melihat adik kandungnya menangis histeris seperti ini."Katakan siapa yang sudah berbuat seperti itu, kepadamu?""Ayah Siska, Kak!"Saka meradang, ia mengepalkan tangannya dan berusaha untuk pergi."Jangan Kak, jangan katakan ini pada Ayah dan Ibu!" pinta Ayu."Ay, mereka harus tahu, masa depan kamu sudah dirusak oleh orang itu, dia harus bertanggung jawab atas semua yang ia lakukan padamu"Saka meninggalkan Ayu yang masih berteriak histeris, Ayu mencoba menghentikan Saka namun Saka sudah pergi menjauh.“Pria jalang, bisa-bisanya ia merusak hidup Ayu! Pria itu harus kuberi pelajaran!”Saka mengenal Ardian, Ardian sendiri terkenal sebagai seorang pengusaha yang sukses. Saka pernah bekerja sama dengan Ardian beberapa tahun yang lalu dalam mengelola bisnis sang teman.Saat ini ia melajukan mobilnya menuju kantor di mana Ardian sedang bekerja. Setelah sampai, Saka berlari masuk ke dalam kantor dan berteriak memanggil nama Ardian sehingga membuat banyak pegawai yang ikut panik."Dimana Ardian?" tanya Saka pada seseorang pria."Pak Ardian belum datang Pak! Tolong jangan buat keributan ya Pak, kami sedang bekerja!"Ardian masuk ke dalam menyapa para pegawainya, langkahnya terhenti melihat, Saka seseorang yang ia kenal, datang menghampirinyaSaka meraih kerah baju milik Ardian, terlihat tatapan tajam Saka yang memandang wajah Ardian.Satu pukulan di wajah Ardian membuat Ardian tersungkur, beberapa pegawai menahan Saka yang masih ingin melampiaskan kekesalannya."Orang ini! Dia yang sudah membuat hidup adik saya hancur, masa depannya hancur, karena pria ini adik saya berniat untuk bunuh diri!" teriaknya begitu murka."Kita bisa bicara di ruangan saya, tolong tenangkan diri kamu!" pinta Ardian baik-baik."Saat ini saya tidak bisa tenang , saya butuh penjelasan apa maksud kamu ingin merusak hidup adik saya?""Saka, saya benar-benar minta maaf, saya tidak tahu jika ada adikmu yang sedang tertidur, di saat itu saya dalam keadaan mabuk, dan maafkan saya terlanjur melakukannya!"Saka menjadi lebih murka, satu pukulan akhirnya mendarat di wajah Ardian, yang tersungkur dihadapan para pegawainya."Malam ini juga kamu harus datang kerumah! Katakan yang sejujurnya kepada orang tua kami, dan kamu harus menikahi Adikku! Kamu yang berbuat, kamu juga harus bertanggung jawab. Kalau memang kamu tidak datang malamini, dengan senang hati saya akan membawa kasus ini menuju jalur hukum!" ucapnya dan berlalu pergi.*Rasa bersalah masih membuatnya terus bersikap uring-uringan. Ia takut untuk menghadapi semuanya sendirian. Ia tidak mau dibenci oleh keluarganya. Ia juga tidak sanggup di bully oleh teman satu sekolahnya.“Baiklah, jalan satu-satunya adalah aku harus pergi selamanya dari dunia ini!”Langkahnya terus bergerak sampai ia berdiri menghadap balkon dan melihat kebawah, menyiapkan hati untuk melompat dari lantai tiga rumahnya. Suasana rumah sedang sunyi, ia tidak bisa membuang waktu. “Lebih baik aku lompat sekarang!”Satu kaki kanan terangkat, disusul Ayu menggerakkan kaki kirinya. Kedua tangannya mencoba untuk dilepaskan. Ia berharap setelah menutup mata, ia sudah berada di tempat yang berbeda.Kedua tangan yang hampir terlepas dari besi, tertangkap oleh tangan seorang pria yang semalam menolongnya. Dika datang, berniat untuk mencari tahu keberadaan Ayu. Dengan kekuatannya, Dika berhasil membawa Ayu naik dan terduduk kembali di lantai balkon kamarnya. "Kamu nggak waras Yu?" tanyanya dengan hembusan napas yang tersengal-sengal. "Harusnya, kamu jangan menolongku! Biar aku mati saja!" teriak Ayu menatap tajam Dika. Pria itu memeluk Ayu. Gadis yang ia cintai dalam hatinya, benar-benar terlihat hancur. "Sebaiknya tenangkan diri kamu Yu! Aku bantu!" tuturnya. Dika menuntun Ayu masuk kembali ke kamarnya, gadis itu masih menangis tiada henti. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Dika.Ayu menggeleng, ia tidak mau menceritakan masalah yang menimpa dirinya saat ini. Belum lagi, pria yang menolongnya sudah merebut hatinya diam-diam. "Baiklah! Aku tidak akan memaksa hal itu, sekarang kau tenangkan dirimu, beristirahat sejenak. Aku datang karena khawatir melihat keadaanmu semalam. S
Ardian datang kembali setelah mengetahui keadaan Ayu sudah berangsur membaik. Segenap hatinya ia mencoba mendekati Ayu secara perlahan. Kedatangannya tentu disambut baik oleh Sandi dan keluarga. Saat ini tidak ada yang perlu disembunyikan, kenyataannya semuanya sudah terlanjur. Pria itu, harus bertanggung jawab menjadi sosok suami yang terpaksa karena perbuatannya di luar kesadaran. Kinji Ayu dan Ardian duduk bersama. Kecanggungan begitu terasa nampaknya pria dewasa itu terlihat gugup saat bersama Ayu. Sedikit salah tingkah Ardian memberikan sebuket bunga yang ia bawa sengaja untuk Ayu. "Maaf ya! Hanya ini yang mungkin bisa kuberikan!" ucapnya. Sungguh sulit rasanya untuk Ardian, ia sudah lupa bagaimana merayu dan menggoda wanita seperti dirinya dulu saat masih remaja. "Ayu! Apakah kau memaafkan aku? Apa kita bisa menikah?!" tanyanya seakan tak sabar. Ayu merasa kesal melihat mimik wajah Ardian, pria itu justeru begitu terburu-buru meminta pernikahan padanya. "Aku belum ikhlas me
Ardian melonggarkan dasinya saat tiba dirumah setelah ia kembali menjenguk calon istrinya, ia melepaskan kedua sepatu hitam khas pekerja kantoran. Beberapa hari ini ia merasa lelah untuk mencari jalan keluar atas masalahnya. Ia pun masih teringat sedikit kejadian awal sebelum semuanya terjadi. Sampai saat ini, ia masih begitu ragu untuk menyampaikan pernikahannya kepada orang tuanya dikampung. Hari ini pun suasana terlihat sepi, tidak ada sosok putrinya. "Tidak dijawab! Kemana dia? Hanya Siska yang bisa menjelaskan kesalah pahaman ini, karena dia yang membawa Ayu masuk ke rumah ini, atau mungkin ini rencana Siska, agar aku menikah dengan temannya?" Ia mencoba menerka-nerka. Ia melangkah masuk ke kamar mandi, sungguh ia tidak bisa membayangkan pernikahan esok. Benaknya terus bertanya-tanya. Pria itu pernah gagal dalam membina rumah tangga dulu. Ia takut, hal itu akan terulang kembali pada pernikahan Keduanya ini. Sekar memang belum dapat tergantikan, sosok itu selalu terbayang sela
Selama perjalanan pulang Ayu terlihat diam dan memandang ke luar jendela mobil Ardian. Pria yang sedang menyetir pun tengah menerka-nerka, apa sebenarnya yang dibicarakan Ayu dengan pria tadi? Sedikit demi sedikit, ia merasa terusik dengan kehidupan Ayu dengan Dika. 'Apakah dia menyesal jika terpaksa menikah denganku? Justeru meninggalkan pria yang begitu tulus mencintainya, disini aku seperti peran jahat yang tega mengambil wanita orang lain!'Pria itu pun asik dengan pemikirannya sendiri. Saat ini yang harus ia lakukan adalah menebus kesalahan akibat perbuatannya. 'Bagaimana bisa jika nanti aku menyukai anak kecil seperti dia?' Bertahan di suasana sunyi membuat Ardian gundah, sesekali ia berusaha memikirkan sesuatu ungkapan agar gadis itu mau berbicara. Namun, rasa gugupnya terus membuat semuanya menjadi kacau. Pada akhirnya, Ayu memejamkan kedua matanya yang sudah memaksanya sedari tadi. Sesampainya di rumah Ayu ia membangunkan gadis itu. "Sudah sampai, ayo turun! Hujan sudah r
Keputusannya sudah bulat, kini balutan kebaya putih dan hiasan bunga di atas kepalanya merubah dirinya yang akan menjadi seorang ratu.Ratu untuk Ardian dan menunggu sang calon suami mengucapkan ijab qabul di depan ayahnya. Sedih itu yang dirasakan, ia sudah tidak bisa menahan bulir air matanya yang terus memaksa untuk keluar. Ia berusaha bertahan untuk menghadapi kenyataan yang saat ini ia hadapi. “Aku harus bisa!” desisnya. Bayangan Dika terus menghantuinya. "Aku mampu, aku harus melupakannya!" Ayu menghapus air matanya. Dewi sudah mengundangnya untuk turun ke bawah, ia pun tersenyum dihadapan cermin besar miliknya, dan beranjak untuk menemui Ardian. Ayu berusaha untuk terlihat Bahagia, ia harus berpura-pura dihadapan semua orang yang hadir, dan bersandiwara menerima Ardian dengan penuh suka hati. Ayu duduk disamping Ardian lalu mencium tangan suaminya itu, kedua netranya sekilas memandang pesona Ardian yang begitu gagah, nampak begitu berbeda seperti sebelumnya. Rambutnya ter
Setelah melakukan prosesi yang begitu sederhana, Ardian dan Ayu pamit untuk pergi dari rumah, mengingat mereka sudah menjadi sepasang suami-istri yang sah. Tangisan Dewi pecah, bagian ini menjadi hal terberat untuknya. Hati kecilnya belum bisa menerima semuanya secara ikhlas. Tentu ia masih merasa khawatir, gadis kecilnya itu belum cukup umur untuk mengarungi kehidupan rumah tangga. "Jangan menangis Bu, Ayu tidak pergi jauh, Ayu masih di sekitar Jakarta, kalau ada waktu Ayu akan bermain ke sini!" Senyum yang terbit dari sang putri menguatkan hati sang ibu. Ayu mengusap air mata yang sudah luruh membasahi wajah Dewi. Kenangan bersama sejak dulu seakan menjadi kisah yang tidak bisa dilupakan sampai kapan pun. "Ibu akan merindukan kamu, Nak! Sehat-sehat ya Sayang. Kamu harus kuat Nak, rumah tangga itu tidak mudah seperti jalan yang lurus, kalian harus bisa melewati segalanya bersama. Jangan egois dalam menghadapi masalah. Ingat Nak, jangan Jangan bersikap buruk pada suamimu, sekara
Kepulangannya dari kota Bali, Siska sengaja mengajak sang ibunda untuk kembali. Niat dari lubuk hatinya adalah menyatukan kembali ayah dan sang ibunda yang sudah lama sekali berpisah sejak dirinya dilahirkan. Alasan mengapa mereka bercerai, Ardian tidak mau membahas, apalagi menceritakan pada anak perempuannya itu. Sambil bergandengan tangan Sekar kembali mengingat memori bersama selama menikah dengan Ardian. "Mah! Mamah tunggu disini ya, pasti Daddy terkejut kalau Mamah datang dan kembali lagi bersama aku juga Daddy," tuturnya, terlihat nampak raut wajah bahagia dari Siska. Sekar hanya tersenyum dan mengangguk, Sambil mengenang rumah lamanya, ia pun menunggu Siska dan meraih majalah yang tergeletak di meja ruang tamu. Sementara itu Siska berlari kecil menuju kamar Ardian, bajunya sedikit basah karena harus terkena tetesan air hujan sesaat dirinya keluar dari dalam mobil taksi. Siska membuka pintu kamar sang ayah yang berada di lantai dua. Rumah ini begitu sunyi, sampai ia berter
Siska melempar semua barang-barang di kamarnya, ia mengutuki dirinya sendiri yang bodoh karena semua rencananya untuk Ayu yang seharusnya berhasil, kini dirinya yang terjebak. "Pernikahan Ayu dengan Daddy harus segera berakhir, aku tidak mau memiliki Mommy seperti dia, apalagi ia teman sekolahku, apa yang akan di katakan Sintia dan Runia? Jika mereka tahu hal ini. Aku harus bisa membuat mereka bercerai. Saat ini Ayu terus membuat Ardian sibuk dengan dirinya, ia sengaja menahan Ardian untuk tidak menemui Siska. “Maafkan aku Siska, rasa sakit hatiku belum bisa terbalaskan atas semua rencana kamu yang ingin menghancurkan hidupku.” Ia pun terpaksa harus berpura-pura bersikap manja, ia memeluk tubuh Ardian, tubuh kecil Ayu mampu membuat Ardian mulai merasakan gejolak dihatinya. "Ayu," panggil Ardian lembut. Ayu melepaskan pelukannya, Adrian memutar tubuhnya, ia menarik lengan Ayu dan menggendong nya. Kedua mata mereka bertemu. cukup lama Ayu dan Ardian berpandangan satu sama lain
Satya tersenyum saat Sekar sudah kembali sadar. Wanita itu menjadi bingung melihat keberadaanya di rumah sakit. "Aku di mana?" Selang darahnya masih terpasang pada lengannya. "Kau, mengapa kau malah menolongku! Asal kamu tahu, aku ingin mati! Aku tidak ingin hidup, tidak ada yang mengharapkanku! Kenapa lagi-lagi kau membantuku!"Wanita itu meronta-ronta kepada Satya, berusaha mencabut selang transfusinya. "Sadar Sekar! Apa bagusnya kamu menginginkan kematian? Nyatanya Tuhan memberimu kesempatan, semua manusia di takdirkan mati Sekar!""Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku, jika semua manusia di takdirkan mati!""Belum waktumu! Tuhan menyayangimu, dia ingin kamu bertaubat!""Untuk apa? Semua yang menyayangiku sudah pergi dan melupakan aku!""Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, hari ini kamu harus bisa membuktikan akan ada kebahagiaan untukmu!"Sekar terdiam, Satya menghapus air matanya perlahan. "Kenapa? Kenapa kau mau menolongku?""Karena aku peduli kepadamu!"Satya terseny
Langkah Sekar berhenti di kediaman Ardian, ia hanya bisa melihat betapa mewahnya rumah Ardian. Sungguh banyak sekali dosa yang telah ia lakukan pada pria itu. Dosa besar, menghianati cinta dan pernikahannya, juga mengandung anak perempuan yang nyatanya bukan anak biologis Ardian. Dadanya terasa sesak, ia melepas rompi yang di pakainya, jika dilihat semua yang pernah hadir dalam hidupnya kini perlahan meninggalkannya. Wanita ini menangis tersedu, ia mengingat semua memori cinta dan kasih sayang Ardian. Sikap acuh tak acuhnya kepada Siska, dan bodohnya lagi, ia tertipu akan investasi bodong yang sudah mengkuras seluruh aset miliknya. Hanya mobil ini satu-satunya harta Sekar untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari sebagai supir ojek online. "Ya Tuhan, aku kehilangan semua yang menyayangiku, aku terlalu tergiur harta dan kehidupan mewah yang tidak ada artinya, harus dengan siapa lagi aku mengadu! Aku sudah tidak bisa mengharapkan Ardian, apalagi Siska dia sudah bahagia dengan keluarga
Ardian berjalan tergesa-gesa mencari ruangan di mana Ayu di rawat. Siska melihat Roman tengah duduk menatap lurus dinding putih yang ada dihadapannya. Senyum Siska merekah setelah melihat pria itu. "Bagaimana keadaan istriku?" "Dokter belum keluar, tolong tunggu sebentar Bang!" Roman melirik ke arah Siska, yang terlihat terdiam. Ardian menjadi resah, kenapa begitu lama sekali Dokter memeriksa istrinya. "Kau sudah kembali? Bagaimana kabarmu? Roman memberanikan diri untuk bertanya kepada Siska, hatinya sungguh tidak karuan sedari tadi, ragu untuk mulai berbicara dengan Siska. "Aku baik Paman, Oh ya, aku ada sesuatu untuk Paman!" Roman mengerutkan keningnya, melihat Siska tengah sibuk mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. "Ini Paman, oleh-oleh dariku!" "Sarung?" "Ya, itu sarung batik dari Pekalongan, aku pas melihat itu teringat Paman, jadi aku beli saja!" Roman menjadi salah tingkah saat Siska mengatakan mengingat dirinya. Dan di saat yang bersamaan Ardia
"Jadi, bisa kau ceraikan Ayu? Aku ingin kita kembali" pinta Sekar. Ardian menggeleng, ia menatap Sekar dan membuang pandangannya. Ingatan masa-masa saat Sekar menghianatinya terulang kembali di memori ingatannya. Ardian sudah melupakan itu semua, dan berharap jika Sekar dapat mengerti perasaannya. "Tidak Sekar, aku bukanlah pria yang jahat, dulu sekali aku mengharapkan kamu kembali. Nyatanya tidak! Sekarang yang harus kau perjuangankan adalah Siska! Putrimu harus tahu jika ayah kandungnya berada di negara ini!""Aku tidak mau kembali pada laki-laki itu! Dia penghianat, aku tidak bisa!" jawab Sekar. "Pilihan ada dirimu Sekar! Setidaknya saat Siska menikah nanti, aku tidak berkewajiban untuk menjadi wali nikahnya!"Sekar kembali terdiam, yang dikatakan Ardian ada benarnya. Seharusnya ia berjuang untuk mendapatkan hak Siska sebagai seorang anak perempuan dari Aldi. "Hilangkan rasa nafsumu itu! Siska membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya!"Tidak ada jawaban dari bibir Sekar, seb
Sekar, wanita itu tampak geram, dari awal ia sudah membenci Ayu, dan tidak menyukai pernikahan Ardian bersama Ayu, ia menyesal tidak melanjutkan rencananya untuk mengambil Ardian dari Ayu, kesibukannya sebagai seorang pengusaha membuatnya buta harta dan tidak peduli lagi kepada Siska, putri kandungnya. Saat ini nasibnya berubah drastis, ia sudah tidak dikelilingi oleh kemewahan yang ia miliki, ia pun sudah menjadi seorang sopir taksi online yang harus menafkahi diri sendiri. Ingin sekali ia bertemu dengan Siska, putri yang sangat ia rindukan selama menjadi Sekar yang memulai hidup sederhana. Hati dan pikirannya kini tengah beradu, ia ingin memulainya kembali bersama Ardian, pria yang pernah mencintainya dengan tulus dan ikhlas. Setelah sekian lama ia mencari sosok Aldi, pria yang menghianatinya dan meninggalkannya saat ia tengah mengandung Siska. Sekar sudah tidak mau mencari sosok pria tersebut, baginya saat ini Ardian adalah pria terbaik yang pernah hadir di dalam hidupnya, kenang
Pagi ini Ayu merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap pagi ia merasa malas untuk melakukan apapun. Ardian tengah bersiap untuk pergi ke kantor, ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjang mereka, dan mendekati Ayu yang masih meringkuk dan tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Sayang, kamu sakit?" tanya Ardian. "Hem, aku merasa mual, aku sedang malas, huekk ...!" jawab Ayu. Ardian terjengkit, suhu tubuh Ayu begitu hangat, wajahnya sedikit pucat. "Kita periksa saja ya!" ajak Ardian. "Tidak perlu, aku istirahat saja Mas, kamu kan harus bekerja!" jawab Ayu. Ardian tidak bisa memaksa istrinya itu, hari ini ia begitu sibuk sekali dengan urusan pekerjaannya di kantor. "Baiklah, tetapi jika kamu benar-benar ingin periksa, hubungi aku!" tukas Ardian. "Iya Sayang," jawab AyuArdian bergegas untuk pergi, ada rasa khawatir di benaknya karena harus meninggalkan Ayu. Siska saat ini sedang menjalani KKN di luar kota, sementara Arkana sedang berada di rumah neneknya. Ardian berlari menuruni anak
Roman hanya bisa pasrah, namun hidupnya harus terus berjalan sesuai keinginannya, usianya sudah begitu matang untuk memiliki sebuah keluarga. Namun, cintanya kepada Nafa tidak akan pernah pudar sampai detik ini, wajah cantik Nafa terus terbayang di ingatannya, dan sekilas wajah Nafa terlihat sama dengan Ayu di bagian mata, dan senyumnya yang begitu khas. "Ayu, wanita itu yang kemarin mencoba menolongku!" ucapnya. Roman tengah berdiri di balkon ruang tengah, ia tersenyum melihat pemandangan di sekitar teras rumah. "Keluarga yang sempurna!" celetuknya, yang ikut bahagia melihat kebahagiaan sang kakak. Ardian, Arkana dan Ayu tengah asik bermain di taman, mereka begitu ceria dan gembira, sangat serasi ketika Ardian memeluk Ayu dari belakang dan memberikan sebuket bunga mawar merah kesukaan Ayu. "Aku ikut bahagia, jika kau bahagia Bang!" ucap Roman. Roman berjalan menuju dapur, tadi pagi Ayu sudah mengajaknya untuk makan bersama, namun Roman belum merasakan lapar. Beranjak siang, Rom
Ardian dan keluarga kecilnya sudah sampai di rumah mereka, Roman begitu gembira, ia pun masuk lebih dulu dan terpesona melihat seisi rumah mewah sang kakak. "Maaf Roman, kau baru ku ajak ke rumahku!" ucap Ardian, walaupun Roman tidak menanggapi ungkapannya. Ayu mengusap pundak Ardian, ia sendiri merasa iba melihat sang suami yang harus bersabar merawat adik satu-satunya. "Daddy, Mommy, aku bawa Arkana ke kamar ya!" tutur Siska, yang terlihat sudah rindu dengan suasana rumahnya. "Baiklah, hati-hati menggendong Arkana!" timpal Ardian. Ayu pergi menuju dapur, ia mencoba membuat minuman untuk Ardian dan Roman. Ardian terlihat lelah, ia menyandarkan pundaknya di sofa. Sementara Roman sudah berlari ke kolam renang. "Hati-hati Roman, di sana licin!" teriak Ardian. Roman hanya mengangguk, ia merasa senang melihat kolam renang yang luas, tidak lama ia merendamkan kedua kakinya dan bermain air di kolam renang. Ardian melihat ke arah Ayu, ia tersenyum dan berjalan mendekati pujaan hatiny
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.