Ardian datang kembali setelah mengetahui keadaan Ayu sudah berangsur membaik. Segenap hatinya ia mencoba mendekati Ayu secara perlahan. Kedatangannya tentu disambut baik oleh Sandi dan keluarga. Saat ini tidak ada yang perlu disembunyikan, kenyataannya semuanya sudah terlanjur. Pria itu, harus bertanggung jawab menjadi sosok suami yang terpaksa karena perbuatannya di luar kesadaran.
Kinji Ayu dan Ardian duduk bersama. Kecanggungan begitu terasa nampaknya pria dewasa itu terlihat gugup saat bersama Ayu.Sedikit salah tingkah Ardian memberikan sebuket bunga yang ia bawa sengaja untuk Ayu."Maaf ya! Hanya ini yang mungkin bisa kuberikan!" ucapnya. Sungguh sulit rasanya untuk Ardian, ia sudah lupa bagaimana merayu dan menggoda wanita seperti dirinya dulu saat masih remaja."Ayu! Apakah kau memaafkan aku? Apa kita bisa menikah?!" tanyanya seakan tak sabar.Ayu merasa kesal melihat mimik wajah Ardian, pria itu justeru begitu terburu-buru meminta pernikahan padanya."Aku belum ikhlas memaafkan Anda! Pernikahan ini mungkin akan terjadi, tapi tidak seperti suami dan istri pada umumnya!" tuturnya.Ardian masih melihat kebencian di mata calon istrinya. “Bisakah suatu hari nanti hatinya dapat luluh?” bisiknya. Ardian membuang pandangannya, ia tidak akan bersikap kekanak-kanakan. Pasalnya ia berusaha menerima Ayu, dan mencoba jatuh hati padanya."Baiklah, setidaknya aku masih bisa diberi kesempatan untuk menikahimu dan bertanggung jawab atas semua yang kulakukan."Ardian tersenyum, ia tidak berani mengenggam kedua tangan Ayu. Gadis itu sedang memasang tembok yang kuat dari pria yang sudah melunturkan harga dirinya.Tidak butuh waktu lama, Ardian pergi untuk menemui Sandi. Dan Ayu masih terdiam memandang buket bunga pemberian Ardian dan membuangnya.Otaknya terus berputar, seperti yang dikatakan oleh Rahma, hal tidak terduga ini adalah hal yang tidak mungkin kesengajaan. Beberapa hari ini, ia mencari keberadaan Siska, gadis itu yang mengundangnya untuk datang ke acara pesta ulang tahun.Berkali-kali ia berusaha menghubungi Siska, namun sama sekali Siska tidak membalas pesan dan menjawab panggilannya. Hatinya semakin kesal, kesalahan apa yang sudah ia perbuat sampai temannya itu tega menjebaknya seperti ini?“Haruskah aku memanfaatkan keadaan ini? Untuk memberi gadis itu pelajaran?”Ingin rasanya ia mencabik-cabik wajah Siska, namun apa daya, ia tidak memiliki bukti apapun. Ia memeluk tubuhnya, tidak ada waktu untuk memikirkan hal yang lain. Keluarga pun sudah menyetujui jika ia menikah bersama dengan Ardian.“Mungkin, gadis itu perlu tahu bagaimana caranya bersikap sopan dengan temannya!” bisik Ayu.Saka mengisap puntung rokok bersama sang ayah di ruang tamu. Tatapannya tajam ke arah Ardian yang memilih menonton Saka dan Sandi."Kau bisa mabuk malam itu, kenapa kau tidak bisa merokok seperti ini?" tanya Saka menyindir.Ardian mengangguk tersenyum kecil, sejak kemarin ia sudah memutuskan untuk berhenti merokok. "Dan, kemarin aku terjebak mengikuti partner kantor yang memaksaku terus meminum-minum!" ujarnya.Sandi mengambil dan menawarkan kopi hitam milik Ardian untuk segera diminum." Ayu dan Kau akan menikah dalam waktu dekat. Aku harap Kau tidak akan mengecewakan lagi setelah semua yang terjadi.""Tentu Pak, saya akan berusaha membuat Ayu bahagia!" ucapnya.Saka meliriknya dengan tajam, rasa tidak suka pada Ardian benar-benar membuatnya muak, dan memilih pergi dari ruang tamu.Ayu menghembuskan napasnya perlahan, ia masih melihat Ardian bersenda gurau dengan ayahnya. Pria yang beberapa hari lalu menolongnya, saat ini belum menemuinya kembali. Kehadiran Dika membuatnya dilema, ia hanya menyukai pria itu didalam hatinya.Ardian menangkap Ayu tengah memandangnya, Ayu pun memilih untuk masuk dan menghindari ayah temannya itu.“Wanita memang susah ditebak!” desisnya memandang pundak Ayu yang pergi menjauh.Ayu masuk ke dalam kamarnya, entah mengapa mengetahui pernikahannya semakin dekat. Ia benar-benar merasa rindu ingin bertemu pria yang sudah membuatnya jatuh cinta.Dika, seorang guru yang berperangai baik, sopan, dan santun saat berbicara dengan wanita. Itu yang membuatnya jatuh hati padanya setelah mengenal dekat selama dua tahun. “Perlukah aku melupakannya? Ah! Belum tentu kak Dika menyukaiku? Jika dia tahu aku sudah tidak suci, pasti dia akan menjauhiku!”Sosok yang dirindukan datang, ia mendengar suara deru motor matic yang masuk ke dalam halaman rumahnya. Senyum terbit menghela sebentar di wajahnya. Dika melambaikan tangan saat melihat Ayu membuka jendela kamarnya.Dengan gembira pria itu masuk ke dalam rumah, ia sudah terbiasa seperti ini. Belum lagi Saka adalah sahabat Dika yang sangat akrab dengannya.Ardian bangkit mendengar suara seseorang menyapa, tampak pria itu menyalami Sandi dan dirinya."Nak Dika, ada hal apa?!" tanya Sandi.Dika tersenyum, dan Sandi memintanya untuk duduk bersama di ruang tamu."Apa Ayu sudah membaik? Kemarin, aku sangat sibuk sekali disekolah, jadi aku baru sempat datang untuk menjenguknya!" ucapnya.Sandi menjawab pertanyaan Dika, sementara Ardian menyelidik sosok pria yang sepertinya mengenal Ayu begitu dekat."Kenalkan Dika, ini Ardian! Dia calon suami Ayu!"Mendengar itu, bak seperti disambar petir. Dika menatap dua pria dihadapannya tak percaya. “Suami? Ayu akan menikah?” bisiknya.Terpaksa memasang senyum, Dika mengangguk dan berusaha mengucapkan selamat pada Ardian.Raut wajahnya dapat ditebak, Ardian tahu pria itu nampak menyukai dan mencintai Ayu. “Ah, apakah aku adalah orang ketiga diantara mereka?” bisik Ardian.Dika menitipkan sebuah bingkisan kepada Sandi, ia memilih untuk pulang dan tidak jadi bertemu dengan Ayu. Hatinya rapuh, mengetahui wanita yang begitu ia cintai akan menikah dengan pria pilihan kedua orang tuanya.Dika pergi keluar dan menyalakan motornya, kedua matanya memandang ke arah kamar Ayu dengan perasaan yang hancur. Sementara itu, Ayu memandang Dika yang sudah pergi menjauh, membuat benaknya bertanya apa yang terjadi ketika Dika bertemu Ardian.Ardian melonggarkan dasinya saat tiba dirumah setelah ia kembali menjenguk calon istrinya, ia melepaskan kedua sepatu hitam khas pekerja kantoran. Beberapa hari ini ia merasa lelah untuk mencari jalan keluar atas masalahnya. Ia pun masih teringat sedikit kejadian awal sebelum semuanya terjadi. Sampai saat ini, ia masih begitu ragu untuk menyampaikan pernikahannya kepada orang tuanya dikampung. Hari ini pun suasana terlihat sepi, tidak ada sosok putrinya. "Tidak dijawab! Kemana dia? Hanya Siska yang bisa menjelaskan kesalah pahaman ini, karena dia yang membawa Ayu masuk ke rumah ini, atau mungkin ini rencana Siska, agar aku menikah dengan temannya?" Ia mencoba menerka-nerka. Ia melangkah masuk ke kamar mandi, sungguh ia tidak bisa membayangkan pernikahan esok. Benaknya terus bertanya-tanya. Pria itu pernah gagal dalam membina rumah tangga dulu. Ia takut, hal itu akan terulang kembali pada pernikahan Keduanya ini. Sekar memang belum dapat tergantikan, sosok itu selalu terbayang sela
Selama perjalanan pulang Ayu terlihat diam dan memandang ke luar jendela mobil Ardian. Pria yang sedang menyetir pun tengah menerka-nerka, apa sebenarnya yang dibicarakan Ayu dengan pria tadi? Sedikit demi sedikit, ia merasa terusik dengan kehidupan Ayu dengan Dika. 'Apakah dia menyesal jika terpaksa menikah denganku? Justeru meninggalkan pria yang begitu tulus mencintainya, disini aku seperti peran jahat yang tega mengambil wanita orang lain!'Pria itu pun asik dengan pemikirannya sendiri. Saat ini yang harus ia lakukan adalah menebus kesalahan akibat perbuatannya. 'Bagaimana bisa jika nanti aku menyukai anak kecil seperti dia?' Bertahan di suasana sunyi membuat Ardian gundah, sesekali ia berusaha memikirkan sesuatu ungkapan agar gadis itu mau berbicara. Namun, rasa gugupnya terus membuat semuanya menjadi kacau. Pada akhirnya, Ayu memejamkan kedua matanya yang sudah memaksanya sedari tadi. Sesampainya di rumah Ayu ia membangunkan gadis itu. "Sudah sampai, ayo turun! Hujan sudah r
Keputusannya sudah bulat, kini balutan kebaya putih dan hiasan bunga di atas kepalanya merubah dirinya yang akan menjadi seorang ratu.Ratu untuk Ardian dan menunggu sang calon suami mengucapkan ijab qabul di depan ayahnya. Sedih itu yang dirasakan, ia sudah tidak bisa menahan bulir air matanya yang terus memaksa untuk keluar. Ia berusaha bertahan untuk menghadapi kenyataan yang saat ini ia hadapi. “Aku harus bisa!” desisnya. Bayangan Dika terus menghantuinya. "Aku mampu, aku harus melupakannya!" Ayu menghapus air matanya. Dewi sudah mengundangnya untuk turun ke bawah, ia pun tersenyum dihadapan cermin besar miliknya, dan beranjak untuk menemui Ardian. Ayu berusaha untuk terlihat Bahagia, ia harus berpura-pura dihadapan semua orang yang hadir, dan bersandiwara menerima Ardian dengan penuh suka hati. Ayu duduk disamping Ardian lalu mencium tangan suaminya itu, kedua netranya sekilas memandang pesona Ardian yang begitu gagah, nampak begitu berbeda seperti sebelumnya. Rambutnya ter
Setelah melakukan prosesi yang begitu sederhana, Ardian dan Ayu pamit untuk pergi dari rumah, mengingat mereka sudah menjadi sepasang suami-istri yang sah. Tangisan Dewi pecah, bagian ini menjadi hal terberat untuknya. Hati kecilnya belum bisa menerima semuanya secara ikhlas. Tentu ia masih merasa khawatir, gadis kecilnya itu belum cukup umur untuk mengarungi kehidupan rumah tangga. "Jangan menangis Bu, Ayu tidak pergi jauh, Ayu masih di sekitar Jakarta, kalau ada waktu Ayu akan bermain ke sini!" Senyum yang terbit dari sang putri menguatkan hati sang ibu. Ayu mengusap air mata yang sudah luruh membasahi wajah Dewi. Kenangan bersama sejak dulu seakan menjadi kisah yang tidak bisa dilupakan sampai kapan pun. "Ibu akan merindukan kamu, Nak! Sehat-sehat ya Sayang. Kamu harus kuat Nak, rumah tangga itu tidak mudah seperti jalan yang lurus, kalian harus bisa melewati segalanya bersama. Jangan egois dalam menghadapi masalah. Ingat Nak, jangan Jangan bersikap buruk pada suamimu, sekara
Kepulangannya dari kota Bali, Siska sengaja mengajak sang ibunda untuk kembali. Niat dari lubuk hatinya adalah menyatukan kembali ayah dan sang ibunda yang sudah lama sekali berpisah sejak dirinya dilahirkan. Alasan mengapa mereka bercerai, Ardian tidak mau membahas, apalagi menceritakan pada anak perempuannya itu. Sambil bergandengan tangan Sekar kembali mengingat memori bersama selama menikah dengan Ardian. "Mah! Mamah tunggu disini ya, pasti Daddy terkejut kalau Mamah datang dan kembali lagi bersama aku juga Daddy," tuturnya, terlihat nampak raut wajah bahagia dari Siska. Sekar hanya tersenyum dan mengangguk, Sambil mengenang rumah lamanya, ia pun menunggu Siska dan meraih majalah yang tergeletak di meja ruang tamu. Sementara itu Siska berlari kecil menuju kamar Ardian, bajunya sedikit basah karena harus terkena tetesan air hujan sesaat dirinya keluar dari dalam mobil taksi. Siska membuka pintu kamar sang ayah yang berada di lantai dua. Rumah ini begitu sunyi, sampai ia berter
Siska melempar semua barang-barang di kamarnya, ia mengutuki dirinya sendiri yang bodoh karena semua rencananya untuk Ayu yang seharusnya berhasil, kini dirinya yang terjebak. "Pernikahan Ayu dengan Daddy harus segera berakhir, aku tidak mau memiliki Mommy seperti dia, apalagi ia teman sekolahku, apa yang akan di katakan Sintia dan Runia? Jika mereka tahu hal ini. Aku harus bisa membuat mereka bercerai. Saat ini Ayu terus membuat Ardian sibuk dengan dirinya, ia sengaja menahan Ardian untuk tidak menemui Siska. “Maafkan aku Siska, rasa sakit hatiku belum bisa terbalaskan atas semua rencana kamu yang ingin menghancurkan hidupku.” Ia pun terpaksa harus berpura-pura bersikap manja, ia memeluk tubuh Ardian, tubuh kecil Ayu mampu membuat Ardian mulai merasakan gejolak dihatinya. "Ayu," panggil Ardian lembut. Ayu melepaskan pelukannya, Adrian memutar tubuhnya, ia menarik lengan Ayu dan menggendong nya. Kedua mata mereka bertemu. cukup lama Ayu dan Ardian berpandangan satu sama lain
“Sabar Sekar, kamu harus bisa merebut Ardian kembali, kamu harus bisa bermain halus kepada istri dari mantan suamimu!”Sekar beranjak pergi keluar, masih ada desiran cemburu dari dalam hatinya. "Benarkah aku masih memiliki rasa pada Ardian? Bagaimana dulu aku bisa sebodoh itu, meninggalkannya demi ayahnya Siska!"Suara petir menggelegar, sekilas kilat cahaya itu mampu membuat tubuh Sekar bergetar. Sementara, setelah mendengar suara petir, Ardian segera menghentikan aksinya. Ia bergegas berjalan menuju ke arah jendela, berniat untuk menutup jendela. Pandangannya tertuju pada Sekar yang masih berdiri karena tiba-tiba hujan deras mengguyur cepat. “Sejak kapan dia disini?” desisnya. Ayu beranjak pergi meninggalkan Ardian, ia berniat untuk membersihkan dirinya kembali. Ada rasa sesal telah membuat Ardian kembali menyentuh dirinya. Tanpa ragu, Ardian bergegas pergi untuk menemui Sekar. Wanita yang pernah singgah dihatinya, wanita yang pernah mendampinginya. "Kamu disini Sekar?" Sekar
Ayu terdiam, lututnya terasa lemas, belum pernah ia merasakan sedih yang membuat tubuhnya lemas. “Tidak, aku tidak akan pernah menyukai pria ini! Aku harus bisa menahan agar tidak pernah jatuh cinta dengannya!” Ardian masih terdiam, memandang wajah Ayu yang begitu gelisah. Ia terus menatapnya tanpa berkedip. Tangan kanannya menyentuh dadanya yang bidang, jantungnya kembali berdebar tak karuan. “Aku sudah pernah merasakan berhubungan dengan setiap wanita, hanya saja, Ayu terus membuatku tidak bisa melupakannya! Apa ini, padahal dahulu aku pernah mencintai wanita, tapi tidak pernah sedalam seperti ini!” Ayu terjengkit mendengar suara ponselnya berbunyi. Panggilan masuk dari seseorang yang selalu merindukan kehadirannya. "Kak Dika?" Ayu begitu gugup, ia begitu gelisah dan sekilas ia merasa senang ada Dika yang menghubunginya. Dengan sedikit ragu, Ayu menjawab panggilan Dika."Hallo Ayu? Ayu?" Suara serak Dika, membuat Ayu sedikit cemas, ada apa dengan pria ini. "Hallo Kak? Aku de