Setelah melakukan prosesi yang begitu sederhana, Ardian dan Ayu pamit untuk pergi dari rumah, mengingat mereka sudah menjadi sepasang suami-istri yang sah.
Tangisan Dewi pecah, bagian ini menjadi hal terberat untuknya. Hati kecilnya belum bisa menerima semuanya secara ikhlas. Tentu ia masih merasa khawatir, gadis kecilnya itu belum cukup umur untuk mengarungi kehidupan rumah tangga.
"Jangan menangis Bu, Ayu tidak pergi jauh, Ayu masih di sekitar Jakarta, kalau ada waktu Ayu akan bermain ke sini!"
Senyum yang terbit dari sang putri menguatkan hati sang ibu. Ayu mengusap air mata yang sudah luruh membasahi wajah Dewi. Kenangan bersama sejak dulu seakan menjadi kisah yang tidak bisa dilupakan sampai kapan pun.
"Ibu akan merindukan kamu, Nak! Sehat-sehat ya Sayang. Kamu harus kuat Nak, rumah tangga itu tidak mudah seperti jalan yang lurus, kalian harus bisa melewati segalanya bersama. Jangan egois dalam menghadapi masalah. Ingat Nak, jangan Jangan bersikap buruk pada suamimu, sekarang Ardian adalah imam-mu bersikap baik padanya. Jangan lupakan Ibu ya, sering datang ke rumah ya."
Dewi memeluk erat putrinya, rasa sesak di dadanya perlahan menghilang. Bagaimana pun, ia akan merasakan kejadian ini. Melepaskan buah hatinya untuk melanjutkan hidup, membangun kehidupan bersama pasangannya.
"Kami pamit, assalamualaikum!" ucap Ardian.
Terasa berat ketika melangkah pergi meninggalkan keluarganya. Ia pun tidak mau meneteskan air matanya di depan kedua orang tuanya juga kakaknya.
Keduanya menaiki mobil, Ayu hanya tersenyum dan melambaikan tangannya kepada keluarganya.
“Maafkan aku Ayu, jika aku harus memisahkan kamu dengan keluargamu!”
Ardian mulai melajukan mobilnya, lelaki itu tahu bagaimana perasaan yang tengah dirasakan Ayu.
Ardian meraih jemari Ayu, lalu mengecupnya. Spontan ia menarik kembali tangannya, berusaha menjaga jarak dengan suaminya.
"Ada apa?" tanya Ardian.
"Tidak! Aku hanya terkejut!"
"Sudah halal, tentu aku bisa melakukan itu kapan saja bukan?" tanyanya.
"Melakukan hal?"
Sesaat ia terdiam, dan menoleh ke arah suaminya, dan Ardian hanya menampakkan senyum nakal kepadanya.
"Bisakah kau bersikap sopan di depan-ku?" Nada suaranya mulai tinggi.
"Maksudku, aku bisa bergandengan tangan denganmu, melakukan kegiatan bersama selama di rumah. Bukankah aku sudah bersikap sopan di depan keluargamu? Apa kau masih belum yakin dengan hubungan ini?!" tanyanya lagi.
"Ah ..., itu. Aku butuh waktu, tidak mungkin aku langsung jatuh cinta padamu."
"Ya, aku paham! Aku akan berdoa semoga kau bisa membuka hati untuk orang sepertiku," balasnya.
Namun tampak kilatan kedua matanya yang masih berair."Jangan bersedih Ayu, seminggu sekali kamu bisa mengunjungi keluargamu, aku tidak memisahkan kamu dengan keluarga-mu!"
Mendengar itu, tanpa sadar ia mengangguk. Ia memilih membuka handpone-nya, berselancar di sosial media. Nampak sesekali ia mengukir senyum, sesuatu tengah menghiburnya lewat video lucu.
Sebuah pesan masuk tertera di layar, pesan seseorang yang masih menjadi penguasa hatinya.
[Bagaimana kabarmu? Bisakah kita bertemu?]
Berat untuknya mencoba membalas salam sapa yang selalu ia nantikan.
[Maaf, aku sudah pergi menuju rumah suamiku!]
[Jaga dirimu! Aku mencintaimu!]
Jemarinya terus bergerak mengetik di layar ponsel namun, suara hatinya merasa berat untuk kembali membalas pesan pujaan hatinya.
Tak kuat lagi menahan sesak dan sakit di dada. Ia menangis tersedu, dan pilu.
"Ayu, tenanglah, ada aku disini!" bisik Ardian, ia berhenti sejenak untuk menenangkan istri kecilnya itu.
Tanpa sadar Ayu memeluk Ardian, menumpahkan segala apa yang ia rasakan saat ini. Kedua tangannya memeluk erat, sehingga Ardian merasakan sesuatu berdesir di hatinya.
Ardian mengecup kening Ayu. Pandangannya tertuju pada handphone yang menyala. Dalam hati ia membacanya.
"Maaf," ucapnya.
Ardian menghela napasnya, ia membalas pelukan Ayu dengan erat. Entah bagaimana, saat ini ia tidak ingin melepaskan pelukannya. Aroma wangi pada Ayu, mampu membuatnya tergoda untuk menyentuhnya.
"Ayu bolehkah aku memintanya?" tanyanya.
Tidak ada jawaban, akhirnya Ardian melepaskan pelukannya, dan tersenyum kecil melihat Ayu sudah lelap dalam tidurnya.
Kedua matanya terus menatap wajah Ayu.
"Cantik," ucapnya.
Jemarinya bergerak membelai rambut wanitanya, dari atas sampai menyentuh bibir merah merona yang sudah mulai menggodanya.
"Ayu," bisiknya lalu memejamkan kedua matanya memberi sentuhan manis pada istrinya.
Kepulangannya dari kota Bali, Siska sengaja mengajak sang ibunda untuk kembali. Niat dari lubuk hatinya adalah menyatukan kembali ayah dan sang ibunda yang sudah lama sekali berpisah sejak dirinya dilahirkan. Alasan mengapa mereka bercerai, Ardian tidak mau membahas, apalagi menceritakan pada anak perempuannya itu. Sambil bergandengan tangan Sekar kembali mengingat memori bersama selama menikah dengan Ardian. "Mah! Mamah tunggu disini ya, pasti Daddy terkejut kalau Mamah datang dan kembali lagi bersama aku juga Daddy," tuturnya, terlihat nampak raut wajah bahagia dari Siska. Sekar hanya tersenyum dan mengangguk, Sambil mengenang rumah lamanya, ia pun menunggu Siska dan meraih majalah yang tergeletak di meja ruang tamu. Sementara itu Siska berlari kecil menuju kamar Ardian, bajunya sedikit basah karena harus terkena tetesan air hujan sesaat dirinya keluar dari dalam mobil taksi. Siska membuka pintu kamar sang ayah yang berada di lantai dua. Rumah ini begitu sunyi, sampai ia berter
Siska melempar semua barang-barang di kamarnya, ia mengutuki dirinya sendiri yang bodoh karena semua rencananya untuk Ayu yang seharusnya berhasil, kini dirinya yang terjebak. "Pernikahan Ayu dengan Daddy harus segera berakhir, aku tidak mau memiliki Mommy seperti dia, apalagi ia teman sekolahku, apa yang akan di katakan Sintia dan Runia? Jika mereka tahu hal ini. Aku harus bisa membuat mereka bercerai. Saat ini Ayu terus membuat Ardian sibuk dengan dirinya, ia sengaja menahan Ardian untuk tidak menemui Siska. “Maafkan aku Siska, rasa sakit hatiku belum bisa terbalaskan atas semua rencana kamu yang ingin menghancurkan hidupku.” Ia pun terpaksa harus berpura-pura bersikap manja, ia memeluk tubuh Ardian, tubuh kecil Ayu mampu membuat Ardian mulai merasakan gejolak dihatinya. "Ayu," panggil Ardian lembut. Ayu melepaskan pelukannya, Adrian memutar tubuhnya, ia menarik lengan Ayu dan menggendong nya. Kedua mata mereka bertemu. cukup lama Ayu dan Ardian berpandangan satu sama lain
“Sabar Sekar, kamu harus bisa merebut Ardian kembali, kamu harus bisa bermain halus kepada istri dari mantan suamimu!”Sekar beranjak pergi keluar, masih ada desiran cemburu dari dalam hatinya. "Benarkah aku masih memiliki rasa pada Ardian? Bagaimana dulu aku bisa sebodoh itu, meninggalkannya demi ayahnya Siska!"Suara petir menggelegar, sekilas kilat cahaya itu mampu membuat tubuh Sekar bergetar. Sementara, setelah mendengar suara petir, Ardian segera menghentikan aksinya. Ia bergegas berjalan menuju ke arah jendela, berniat untuk menutup jendela. Pandangannya tertuju pada Sekar yang masih berdiri karena tiba-tiba hujan deras mengguyur cepat. “Sejak kapan dia disini?” desisnya. Ayu beranjak pergi meninggalkan Ardian, ia berniat untuk membersihkan dirinya kembali. Ada rasa sesal telah membuat Ardian kembali menyentuh dirinya. Tanpa ragu, Ardian bergegas pergi untuk menemui Sekar. Wanita yang pernah singgah dihatinya, wanita yang pernah mendampinginya. "Kamu disini Sekar?" Sekar
Ayu terdiam, lututnya terasa lemas, belum pernah ia merasakan sedih yang membuat tubuhnya lemas. “Tidak, aku tidak akan pernah menyukai pria ini! Aku harus bisa menahan agar tidak pernah jatuh cinta dengannya!” Ardian masih terdiam, memandang wajah Ayu yang begitu gelisah. Ia terus menatapnya tanpa berkedip. Tangan kanannya menyentuh dadanya yang bidang, jantungnya kembali berdebar tak karuan. “Aku sudah pernah merasakan berhubungan dengan setiap wanita, hanya saja, Ayu terus membuatku tidak bisa melupakannya! Apa ini, padahal dahulu aku pernah mencintai wanita, tapi tidak pernah sedalam seperti ini!” Ayu terjengkit mendengar suara ponselnya berbunyi. Panggilan masuk dari seseorang yang selalu merindukan kehadirannya. "Kak Dika?" Ayu begitu gugup, ia begitu gelisah dan sekilas ia merasa senang ada Dika yang menghubunginya. Dengan sedikit ragu, Ayu menjawab panggilan Dika."Hallo Ayu? Ayu?" Suara serak Dika, membuat Ayu sedikit cemas, ada apa dengan pria ini. "Hallo Kak? Aku de
Tidur di kamar terpisah membuat Ardian memilih cepat untuk bersiap pergi ke kantor. Hari ini, ia mencoba untuk tidak peduli dengan Ayu. Biasanya ia membuatkan sarapan, kali ini ia membiarkan Ayu. Tidak ada jawaban dari bibir Ayu semalam, jika wanita itu benar-benar cemburu. Sambil bercermin, Ardian pun memasang dasi sendiri. Ia terdiam dan menatap cermin besar, memandangi dirinya. “Aku tampan, bagaimana bisa kau tidak takluk denganku? Bagaimana bisa kau masih mencintai orang lain, padahal aku mengikat cincin di jemarimu. Aku tahu kau datang karena sebuah dendam, tapi bisakah sedikit kau membuka hati untukku?” Ia menelan salivanya, dan berlalu dan keluar kamar. Di saat itu pula, Ayu keluar dari kamarnya, bertemu tatap sebentar membuat hati Ardian berdesir. “Ingin rasanya membawa dia ke pelukanku!” Ayu menatap heran melihat Ardian berwajah murung, dan nampak tidak begitu ceria. “Apa ia bersedih karena aku atau mantannya? Ah, sudahlah, aku harus bertemu kak Dika hari ini juga!”Ayu be
Menunggu membuat Ardian merasa gusar sejak tadi. Ayu masih belum berada di rumah sampai matahari tenggelam. Sesekali ia meneguk air di dalam gelas yang ia bawa, rasa khawatir mulai mengusik pikirannya. “Jelas-jelas ia tidak mencintaimu, tapi kenapa kau masih peduli dengannya!” desisnya. Ardian keluar dari kamarnya, ia memilih untuk menunggu Ayu di ruang tamu. Namun, terlihat Sekar datang bersama Siska. "Itu Daddy!" Siska tersenyum bersamaan dengan Sekar. “Sepertinya Ayu tidak di rumah, ini kesempatanku!” Sekar tersenyum kepada Siska seolah mengerti, Siska akhirnya meninggalkan keduanya di ruang tamu. "Apa kabar Mas? Aku senang bisa berjumpa dengan kamu lagi!" Kedua tangannya mulai bermain disekitar tubuh Ardian. Suasana hatinya begitu buruk, rasanya risi sekali ketika Sekar mulai menggodanya. Jemari Sekar mengusap bibir Ardian. Tampak ada gelora hasrat yang membara di hati Sekar. Ardian terdiam, mantan istrinya itu ia biarkan bermain mengecup lehernya. "Hentikan Sekar," pintany
Pagi cerah yang nampak hari ini, membuat suasana hati Ayu menjadi lebih baik. Seragam sekolah yang lama tidak terpakai, kini ia kenakan. Rasa rindunya kepada teman-teman semakin memuncak di dada. Tidak sabar rasanya ia ingin bertemu sapa dengan teman-temannya. Ardian yang sudah siap dengan pakaian kantornya, menghampiri Ayu yang sedang mengikat tali sepatu.“Tidak bisa di percaya jika istriku anak ABG, masih bersekolah, tapi tidak apa hanya beberapa bulan lagi dia akan lulus sekolah!”"Kenapa melamun?" tanya Ayu. "Tidak! Sudah siap, aku akan mengantar kamu!" ucap Ardian yang menggandeng tangan Ayu. Siska yang tengah asik menyantap roti tawarnya, tiba-tiba tangannya gemetar melihat Daddynya menggandeng mesra Ayu.Siska segera menghabiskan roti tawarnya, nampaknya rumah tangga Ayu dan Daddynya akan berjalan baik. “Kenapa sih? Ia selalu merebut semuanya, pertama Randy, cowok yang aku taksir, kedua Daddy, apalagi saat ini Dewangga terus menanyakan kabar Ayu lewat aku!” Ardian mengusap
Siska dan Ayu turun bersama sesampainya mereka tiba di rumah, langkah keduanya terhenti melihat sosok seorang wanita tua, dan pria tua membawa tas besar-besar. "Oma!" panggil Siska, yang berlari memeluk omanya. Ayu hanya tersenyum dan menunggu Ardian datang menghampirinya. "Ibu, Bapak" ucap Ardian tidak percaya. "Hai, apa kabar Nak, cucuku yang cantik ini?" sapa oma Mora."Ah, selamat datang Pak, Bu!" salam Ardian. Ayu pun ikut menyalami kedua orang tua Ardian. "Yuk masuk!" ajak Ardian. "Tunggu, ini siapa?" tanya oma Mora. "Teman aku Oma, keluarganya sedang berlibur, jadi menginap sementara di sini, soalnya sebentar lagi kami ujian!" sambung Sekar. Oma Mora hanya mengangguk dan tersenyum melihat Ayu.Keluarga itu pun masuk ke dalam rumah, Oma dan Opa di antar Siska menuju kamar mereka yang berada di lantai bawah, yakni memakai kamar tamu. Sedangkan Ayu dan Ardian naik bersama ke la