Kepulangannya dari kota Bali, Siska sengaja mengajak sang ibunda untuk kembali. Niat dari lubuk hatinya adalah menyatukan kembali ayah dan sang ibunda yang sudah lama sekali berpisah sejak dirinya dilahirkan.
Alasan mengapa mereka bercerai, Ardian tidak mau membahas, apalagi menceritakan pada anak perempuannya itu.Sambil bergandengan tangan Sekar kembali mengingat memori bersama selama menikah dengan Ardian."Mah! Mamah tunggu disini ya, pasti Daddy terkejut kalau Mamah datang dan kembali lagi bersama aku juga Daddy," tuturnya, terlihat nampak raut wajah bahagia dari Siska.Sekar hanya tersenyum dan mengangguk, Sambil mengenang rumah lamanya, ia pun menunggu Siska dan meraih majalah yang tergeletak di meja ruang tamu.Sementara itu Siska berlari kecil menuju kamar Ardian, bajunya sedikit basah karena harus terkena tetesan air hujan sesaat dirinya keluar dari dalam mobil taksi.Siska membuka pintu kamar sang ayah yang berada di lantai dua. Rumah ini begitu sunyi, sampai ia berteriak pun tidak ada jawaban dari Ardian."Di mana Daddy?" tanyanya gelisah.Suara mobil terdengar masuk ke dalam halaman rumah. Siska bernapas lega, ternyata Daddy-nya datang pada waktu yang tepat.Langkahnya semakin riang, untuk menyambut kedatangan Ardian. Namun, alangkah terkejutnya, sang ayah membawa seorang wanita masuk ke dalam tanpa menyapa dirinya dan tidak mengindahkan kehadiran Sekar yang berdiri terpaku melihat pemandangan yang terjadi.“Siapa wanita tadi?”Ia tidak bisa menangkap jelas wajah wanita yang bersama ayahnya. Tanpa berpikir lama, ia langsung mengambil langkah besar untuk menyusul sang Daddy."Biarkan Siska," ucap Sekar."Tapi Mah? Daddy membawa wanita lain ke rumah ini, dan Daddy tidak melihat Mamah!""Kamu bisa bertanya nanti, kita tunggu Daddy-mu untuk menjelaskan ini semua!" Sekar memilih untuk bersabar mencari tahu siapa wanita yang bersama sang mantan suaminya.Siska yang merasa kesal, pergi meninggalkan Sekar sendirian di ruang tamu. Hujan masih belum reda sejak kedatangannya.Suasana hati dalam benak dua wanita ini penuh dengan pertanyaan. Sekar tidak mau merusak pertemuannya dengan Ardian. Entah dengan siapa sang mantan berhubungan, tentu ia akan merebut kembali Ardian."Mah, aku mau Mamah sama Daddy itu bisa bersama lagi, selama aku tumbuh tidak pernah sekalipun kita pergi bersama, Mamah selalu sibuk dengan urusan di luar, begitu pun Daddy!"Anak gadisnya berkeluh kesah tentang hidup yang tengah dirasakannya. Ada sedikit rasa bersalah dari lubuk hati Sekar."Kami semua bekerja demi kehidupan kamu juga! Percayalah, Daddy pasti masih mencintai Mamah!"Siska menghela napas, rasa jengkel menguasai benaknya.Sekar terkejut setelah mendapatkan pesan dari rekan bisnisnya."Sayang, Mamah minta maaf ya, hari ini Mamah harus pergi mengurusi pekerjaan Mamah," ucap Sekar lembut.Siska menggelengkan kepalanya dengan terpaksa. Entah bagaimana caranya Sekar bisa bersatu kembali dengan Daddynya."Mah, tapi Mamah janji kan, akan rujuk lagi sama Daddy, janji kan Mah?" tanya Siska."Kita lihat nanti ya, pokoknya kalau kamu perlu sesuatu kamu bisa bilang Mamah. Semua barang yang kamu suka, kamu mau beli apa, tinggal bilang saja!""Aku cuma ingin Mamah kembali dan kita bisa menjadi keluarga seperti dulu lagi!" Ucapan Siska membuat hati Sekar sedikit bergetar.Sekar memeluk anak gadisnya, dan membatalkan niatnya untuk bertemu Ardian. Baginya urusan pekerjaannya lebih penting saat ini.Ia terdiam memandang jauh punggung sang ibunda. Menyatukan kembali hubungan kedua orang tuanya begitu tidak mudah."Siska, darimana saja kamu Nak? Daddy khawatir!" teriak Ardian yang membuat Siska tersadar dari lamunannya.Siska tersenyum tipis, ia memandang bengis pada Ayahnya."Ada apa Siska? Kenapa kamu tidak mau memeluk Daddy?" tanya Ardian dengan kedua tangan yang menjulur terangkat"Apa Daddy selingkuh? Jawab pertanyaan aku?" bentaknya.Ardian menggarukkan kepalanya, ia tidak mengerti maksud perkataan Siska."Selingkuh? Daddy tidak selingkuh, kamu kan tahu hampir delapan tahun, Daddy dan Mamahmu sudah resmi bercerai!""Aku tahu Daddy dan Mamah sudah bercerai, tapi apa Daddy lupa dengan janji Daddy, yang akan setia dan menunggu ....""Berhenti Siska, itu semua hanya masa lalu, dan Daddy berusaha untuk melupakan itu!"Kenyataannya Ardian tidak bisa mengelak, selama ini ia memang mengharapkan Sekar dapat kembali, namun nyatanya Sekar benar-benar tidak kembali.Siska berlari ke lantai atas, dan tentu membuat Ardian kalang kabut melihat hal itu.Wanita itu harus segera angkat kaki, tidak ada tempat bagi wanita lain selain Sekar untuk Ardian. Napasnya tersengal, sambil membuka pelan daun pintu. Ia masuk perlahan mencari sosok wanita itu.Kedua matanya tertuju pada seseuatu di atas ranjang Ardian. Senyum Siska terbit, karena ia merasa yakin jika wanita itu berada di atas ranjang."Sial!" ucapnya mengetahui hanya bantal yang tertutupi oleh selimut.Wajahnya begitu memerah, ia tidak bisa meredam emosinya. Ia harus segera mencari di tempat lain."Hallo Siska? Masih mengingatku?" tanya Ayu.Mendengar suara Ayu, Siska segera menoleh ke asal suara tersebut. Jantungnya serasa berhenti sejenak, melihat bagaimana Ayu bisa berdiri di kamar ayahnya."Kenapa? Kamu lupa denganku?" Ayu berjalan mendekati Siska."Buat apa kamu disini?" tanya Siska tergagap."Oh ya? Aku disini sebagai istri sah Ardian, ayah kamu!"Mendengar kalimat itu, Siska merasakan kedua kakinya begitu lemas, sehingga ia terduduk di lantai. Tanganya mulai gemetar, apa yang ia pikirkan, benar-benar sudah terjadi."Apa kau ingin balas dendam?" tanya Siska."Hem! Balas dendam? Lebih tepatnya Ya, membalaskan semuanya kepadamu!" jawab Ayu senang."Pergi! Angkat kaki, ini bukanlah rumahmu!" jerit Siska."Dan kau bukan Tuan rumah ini, Siska! Seharusnya kau berpikir lebih jauh, setelah menjebakku, apa yang akan terjadi denganku, hidupku, masa depanku? Juga anak Ardian ini?""Anak?" tanya Siska tidak percaya."Seharusnya kamu menyambutku dengan wajah penuh senyuman Siska, karena aku adalah istri Ayahmu!"Siska melempar semua barang-barang di kamarnya, ia mengutuki dirinya sendiri yang bodoh karena semua rencananya untuk Ayu yang seharusnya berhasil, kini dirinya yang terjebak. "Pernikahan Ayu dengan Daddy harus segera berakhir, aku tidak mau memiliki Mommy seperti dia, apalagi ia teman sekolahku, apa yang akan di katakan Sintia dan Runia? Jika mereka tahu hal ini. Aku harus bisa membuat mereka bercerai. Saat ini Ayu terus membuat Ardian sibuk dengan dirinya, ia sengaja menahan Ardian untuk tidak menemui Siska. “Maafkan aku Siska, rasa sakit hatiku belum bisa terbalaskan atas semua rencana kamu yang ingin menghancurkan hidupku.” Ia pun terpaksa harus berpura-pura bersikap manja, ia memeluk tubuh Ardian, tubuh kecil Ayu mampu membuat Ardian mulai merasakan gejolak dihatinya. "Ayu," panggil Ardian lembut. Ayu melepaskan pelukannya, Adrian memutar tubuhnya, ia menarik lengan Ayu dan menggendong nya. Kedua mata mereka bertemu. cukup lama Ayu dan Ardian berpandangan satu sama lain
“Sabar Sekar, kamu harus bisa merebut Ardian kembali, kamu harus bisa bermain halus kepada istri dari mantan suamimu!”Sekar beranjak pergi keluar, masih ada desiran cemburu dari dalam hatinya. "Benarkah aku masih memiliki rasa pada Ardian? Bagaimana dulu aku bisa sebodoh itu, meninggalkannya demi ayahnya Siska!"Suara petir menggelegar, sekilas kilat cahaya itu mampu membuat tubuh Sekar bergetar. Sementara, setelah mendengar suara petir, Ardian segera menghentikan aksinya. Ia bergegas berjalan menuju ke arah jendela, berniat untuk menutup jendela. Pandangannya tertuju pada Sekar yang masih berdiri karena tiba-tiba hujan deras mengguyur cepat. “Sejak kapan dia disini?” desisnya. Ayu beranjak pergi meninggalkan Ardian, ia berniat untuk membersihkan dirinya kembali. Ada rasa sesal telah membuat Ardian kembali menyentuh dirinya. Tanpa ragu, Ardian bergegas pergi untuk menemui Sekar. Wanita yang pernah singgah dihatinya, wanita yang pernah mendampinginya. "Kamu disini Sekar?" Sekar
Ayu terdiam, lututnya terasa lemas, belum pernah ia merasakan sedih yang membuat tubuhnya lemas. “Tidak, aku tidak akan pernah menyukai pria ini! Aku harus bisa menahan agar tidak pernah jatuh cinta dengannya!” Ardian masih terdiam, memandang wajah Ayu yang begitu gelisah. Ia terus menatapnya tanpa berkedip. Tangan kanannya menyentuh dadanya yang bidang, jantungnya kembali berdebar tak karuan. “Aku sudah pernah merasakan berhubungan dengan setiap wanita, hanya saja, Ayu terus membuatku tidak bisa melupakannya! Apa ini, padahal dahulu aku pernah mencintai wanita, tapi tidak pernah sedalam seperti ini!” Ayu terjengkit mendengar suara ponselnya berbunyi. Panggilan masuk dari seseorang yang selalu merindukan kehadirannya. "Kak Dika?" Ayu begitu gugup, ia begitu gelisah dan sekilas ia merasa senang ada Dika yang menghubunginya. Dengan sedikit ragu, Ayu menjawab panggilan Dika."Hallo Ayu? Ayu?" Suara serak Dika, membuat Ayu sedikit cemas, ada apa dengan pria ini. "Hallo Kak? Aku de
Tidur di kamar terpisah membuat Ardian memilih cepat untuk bersiap pergi ke kantor. Hari ini, ia mencoba untuk tidak peduli dengan Ayu. Biasanya ia membuatkan sarapan, kali ini ia membiarkan Ayu. Tidak ada jawaban dari bibir Ayu semalam, jika wanita itu benar-benar cemburu. Sambil bercermin, Ardian pun memasang dasi sendiri. Ia terdiam dan menatap cermin besar, memandangi dirinya. “Aku tampan, bagaimana bisa kau tidak takluk denganku? Bagaimana bisa kau masih mencintai orang lain, padahal aku mengikat cincin di jemarimu. Aku tahu kau datang karena sebuah dendam, tapi bisakah sedikit kau membuka hati untukku?” Ia menelan salivanya, dan berlalu dan keluar kamar. Di saat itu pula, Ayu keluar dari kamarnya, bertemu tatap sebentar membuat hati Ardian berdesir. “Ingin rasanya membawa dia ke pelukanku!” Ayu menatap heran melihat Ardian berwajah murung, dan nampak tidak begitu ceria. “Apa ia bersedih karena aku atau mantannya? Ah, sudahlah, aku harus bertemu kak Dika hari ini juga!”Ayu be
Menunggu membuat Ardian merasa gusar sejak tadi. Ayu masih belum berada di rumah sampai matahari tenggelam. Sesekali ia meneguk air di dalam gelas yang ia bawa, rasa khawatir mulai mengusik pikirannya. “Jelas-jelas ia tidak mencintaimu, tapi kenapa kau masih peduli dengannya!” desisnya. Ardian keluar dari kamarnya, ia memilih untuk menunggu Ayu di ruang tamu. Namun, terlihat Sekar datang bersama Siska. "Itu Daddy!" Siska tersenyum bersamaan dengan Sekar. “Sepertinya Ayu tidak di rumah, ini kesempatanku!” Sekar tersenyum kepada Siska seolah mengerti, Siska akhirnya meninggalkan keduanya di ruang tamu. "Apa kabar Mas? Aku senang bisa berjumpa dengan kamu lagi!" Kedua tangannya mulai bermain disekitar tubuh Ardian. Suasana hatinya begitu buruk, rasanya risi sekali ketika Sekar mulai menggodanya. Jemari Sekar mengusap bibir Ardian. Tampak ada gelora hasrat yang membara di hati Sekar. Ardian terdiam, mantan istrinya itu ia biarkan bermain mengecup lehernya. "Hentikan Sekar," pintany
Pagi cerah yang nampak hari ini, membuat suasana hati Ayu menjadi lebih baik. Seragam sekolah yang lama tidak terpakai, kini ia kenakan. Rasa rindunya kepada teman-teman semakin memuncak di dada. Tidak sabar rasanya ia ingin bertemu sapa dengan teman-temannya. Ardian yang sudah siap dengan pakaian kantornya, menghampiri Ayu yang sedang mengikat tali sepatu.“Tidak bisa di percaya jika istriku anak ABG, masih bersekolah, tapi tidak apa hanya beberapa bulan lagi dia akan lulus sekolah!”"Kenapa melamun?" tanya Ayu. "Tidak! Sudah siap, aku akan mengantar kamu!" ucap Ardian yang menggandeng tangan Ayu. Siska yang tengah asik menyantap roti tawarnya, tiba-tiba tangannya gemetar melihat Daddynya menggandeng mesra Ayu.Siska segera menghabiskan roti tawarnya, nampaknya rumah tangga Ayu dan Daddynya akan berjalan baik. “Kenapa sih? Ia selalu merebut semuanya, pertama Randy, cowok yang aku taksir, kedua Daddy, apalagi saat ini Dewangga terus menanyakan kabar Ayu lewat aku!” Ardian mengusap
Siska dan Ayu turun bersama sesampainya mereka tiba di rumah, langkah keduanya terhenti melihat sosok seorang wanita tua, dan pria tua membawa tas besar-besar. "Oma!" panggil Siska, yang berlari memeluk omanya. Ayu hanya tersenyum dan menunggu Ardian datang menghampirinya. "Ibu, Bapak" ucap Ardian tidak percaya. "Hai, apa kabar Nak, cucuku yang cantik ini?" sapa oma Mora."Ah, selamat datang Pak, Bu!" salam Ardian. Ayu pun ikut menyalami kedua orang tua Ardian. "Yuk masuk!" ajak Ardian. "Tunggu, ini siapa?" tanya oma Mora. "Teman aku Oma, keluarganya sedang berlibur, jadi menginap sementara di sini, soalnya sebentar lagi kami ujian!" sambung Sekar. Oma Mora hanya mengangguk dan tersenyum melihat Ayu.Keluarga itu pun masuk ke dalam rumah, Oma dan Opa di antar Siska menuju kamar mereka yang berada di lantai bawah, yakni memakai kamar tamu. Sedangkan Ayu dan Ardian naik bersama ke la
Tatapan nanar Ayu tertuju kepada pria yang berada di samping Sakha, Dika menghubunginya dengan ponsel Sakha dan tidak sengaja menemuinya. Ayu terpaku melihat Dika datang ke rumah Ardian untuk menemuinya. "Assalamualaikum Ayu?" panggil Dika lembut. "Waalaikumsalam, Kak!" ucap Ayu yang merasa tidak sanggup mendengar suara Dika. Tangan Ayu gemetar, hatinya berdegup kencang, niat hati sudah memutuskan untuk melupakan Dika, pria yang pernah mengisi hatinya."Aku meminta bantuan Sakha, untuk menemui kamu, ternyata kamu sehat, kamu terlihat berbeda sekarang, syukurlah, aku bahagia melihat kamu bahagia!" ucap Dika."Maaf, saat ini aku tidak bisa berlama-lama di luar, maaf Kak!" jawab Ayu. "Tunggu, Yu!" panggil Dika kembali. "Ini, aku punya sesuatu untuk kamu, aku mau kamu menyimpannya!"Dika memberikan sebuah bingkisan untuk Ayu, Ayu pun terpaksa menerima pemberian tersebut, karena melihat Sakha yang menganggukkan kepalanya pertanda, agar Ayu harus menerimanya. "Aku tidak akan memaksa ja
Satya tersenyum saat Sekar sudah kembali sadar. Wanita itu menjadi bingung melihat keberadaanya di rumah sakit. "Aku di mana?" Selang darahnya masih terpasang pada lengannya. "Kau, mengapa kau malah menolongku! Asal kamu tahu, aku ingin mati! Aku tidak ingin hidup, tidak ada yang mengharapkanku! Kenapa lagi-lagi kau membantuku!"Wanita itu meronta-ronta kepada Satya, berusaha mencabut selang transfusinya. "Sadar Sekar! Apa bagusnya kamu menginginkan kematian? Nyatanya Tuhan memberimu kesempatan, semua manusia di takdirkan mati Sekar!""Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku, jika semua manusia di takdirkan mati!""Belum waktumu! Tuhan menyayangimu, dia ingin kamu bertaubat!""Untuk apa? Semua yang menyayangiku sudah pergi dan melupakan aku!""Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, hari ini kamu harus bisa membuktikan akan ada kebahagiaan untukmu!"Sekar terdiam, Satya menghapus air matanya perlahan. "Kenapa? Kenapa kau mau menolongku?""Karena aku peduli kepadamu!"Satya terseny
Langkah Sekar berhenti di kediaman Ardian, ia hanya bisa melihat betapa mewahnya rumah Ardian. Sungguh banyak sekali dosa yang telah ia lakukan pada pria itu. Dosa besar, menghianati cinta dan pernikahannya, juga mengandung anak perempuan yang nyatanya bukan anak biologis Ardian. Dadanya terasa sesak, ia melepas rompi yang di pakainya, jika dilihat semua yang pernah hadir dalam hidupnya kini perlahan meninggalkannya. Wanita ini menangis tersedu, ia mengingat semua memori cinta dan kasih sayang Ardian. Sikap acuh tak acuhnya kepada Siska, dan bodohnya lagi, ia tertipu akan investasi bodong yang sudah mengkuras seluruh aset miliknya. Hanya mobil ini satu-satunya harta Sekar untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari sebagai supir ojek online. "Ya Tuhan, aku kehilangan semua yang menyayangiku, aku terlalu tergiur harta dan kehidupan mewah yang tidak ada artinya, harus dengan siapa lagi aku mengadu! Aku sudah tidak bisa mengharapkan Ardian, apalagi Siska dia sudah bahagia dengan keluarga
Ardian berjalan tergesa-gesa mencari ruangan di mana Ayu di rawat. Siska melihat Roman tengah duduk menatap lurus dinding putih yang ada dihadapannya. Senyum Siska merekah setelah melihat pria itu. "Bagaimana keadaan istriku?" "Dokter belum keluar, tolong tunggu sebentar Bang!" Roman melirik ke arah Siska, yang terlihat terdiam. Ardian menjadi resah, kenapa begitu lama sekali Dokter memeriksa istrinya. "Kau sudah kembali? Bagaimana kabarmu? Roman memberanikan diri untuk bertanya kepada Siska, hatinya sungguh tidak karuan sedari tadi, ragu untuk mulai berbicara dengan Siska. "Aku baik Paman, Oh ya, aku ada sesuatu untuk Paman!" Roman mengerutkan keningnya, melihat Siska tengah sibuk mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. "Ini Paman, oleh-oleh dariku!" "Sarung?" "Ya, itu sarung batik dari Pekalongan, aku pas melihat itu teringat Paman, jadi aku beli saja!" Roman menjadi salah tingkah saat Siska mengatakan mengingat dirinya. Dan di saat yang bersamaan Ardia
"Jadi, bisa kau ceraikan Ayu? Aku ingin kita kembali" pinta Sekar. Ardian menggeleng, ia menatap Sekar dan membuang pandangannya. Ingatan masa-masa saat Sekar menghianatinya terulang kembali di memori ingatannya. Ardian sudah melupakan itu semua, dan berharap jika Sekar dapat mengerti perasaannya. "Tidak Sekar, aku bukanlah pria yang jahat, dulu sekali aku mengharapkan kamu kembali. Nyatanya tidak! Sekarang yang harus kau perjuangankan adalah Siska! Putrimu harus tahu jika ayah kandungnya berada di negara ini!""Aku tidak mau kembali pada laki-laki itu! Dia penghianat, aku tidak bisa!" jawab Sekar. "Pilihan ada dirimu Sekar! Setidaknya saat Siska menikah nanti, aku tidak berkewajiban untuk menjadi wali nikahnya!"Sekar kembali terdiam, yang dikatakan Ardian ada benarnya. Seharusnya ia berjuang untuk mendapatkan hak Siska sebagai seorang anak perempuan dari Aldi. "Hilangkan rasa nafsumu itu! Siska membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya!"Tidak ada jawaban dari bibir Sekar, seb
Sekar, wanita itu tampak geram, dari awal ia sudah membenci Ayu, dan tidak menyukai pernikahan Ardian bersama Ayu, ia menyesal tidak melanjutkan rencananya untuk mengambil Ardian dari Ayu, kesibukannya sebagai seorang pengusaha membuatnya buta harta dan tidak peduli lagi kepada Siska, putri kandungnya. Saat ini nasibnya berubah drastis, ia sudah tidak dikelilingi oleh kemewahan yang ia miliki, ia pun sudah menjadi seorang sopir taksi online yang harus menafkahi diri sendiri. Ingin sekali ia bertemu dengan Siska, putri yang sangat ia rindukan selama menjadi Sekar yang memulai hidup sederhana. Hati dan pikirannya kini tengah beradu, ia ingin memulainya kembali bersama Ardian, pria yang pernah mencintainya dengan tulus dan ikhlas. Setelah sekian lama ia mencari sosok Aldi, pria yang menghianatinya dan meninggalkannya saat ia tengah mengandung Siska. Sekar sudah tidak mau mencari sosok pria tersebut, baginya saat ini Ardian adalah pria terbaik yang pernah hadir di dalam hidupnya, kenang
Pagi ini Ayu merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap pagi ia merasa malas untuk melakukan apapun. Ardian tengah bersiap untuk pergi ke kantor, ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjang mereka, dan mendekati Ayu yang masih meringkuk dan tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Sayang, kamu sakit?" tanya Ardian. "Hem, aku merasa mual, aku sedang malas, huekk ...!" jawab Ayu. Ardian terjengkit, suhu tubuh Ayu begitu hangat, wajahnya sedikit pucat. "Kita periksa saja ya!" ajak Ardian. "Tidak perlu, aku istirahat saja Mas, kamu kan harus bekerja!" jawab Ayu. Ardian tidak bisa memaksa istrinya itu, hari ini ia begitu sibuk sekali dengan urusan pekerjaannya di kantor. "Baiklah, tetapi jika kamu benar-benar ingin periksa, hubungi aku!" tukas Ardian. "Iya Sayang," jawab AyuArdian bergegas untuk pergi, ada rasa khawatir di benaknya karena harus meninggalkan Ayu. Siska saat ini sedang menjalani KKN di luar kota, sementara Arkana sedang berada di rumah neneknya. Ardian berlari menuruni anak
Roman hanya bisa pasrah, namun hidupnya harus terus berjalan sesuai keinginannya, usianya sudah begitu matang untuk memiliki sebuah keluarga. Namun, cintanya kepada Nafa tidak akan pernah pudar sampai detik ini, wajah cantik Nafa terus terbayang di ingatannya, dan sekilas wajah Nafa terlihat sama dengan Ayu di bagian mata, dan senyumnya yang begitu khas. "Ayu, wanita itu yang kemarin mencoba menolongku!" ucapnya. Roman tengah berdiri di balkon ruang tengah, ia tersenyum melihat pemandangan di sekitar teras rumah. "Keluarga yang sempurna!" celetuknya, yang ikut bahagia melihat kebahagiaan sang kakak. Ardian, Arkana dan Ayu tengah asik bermain di taman, mereka begitu ceria dan gembira, sangat serasi ketika Ardian memeluk Ayu dari belakang dan memberikan sebuket bunga mawar merah kesukaan Ayu. "Aku ikut bahagia, jika kau bahagia Bang!" ucap Roman. Roman berjalan menuju dapur, tadi pagi Ayu sudah mengajaknya untuk makan bersama, namun Roman belum merasakan lapar. Beranjak siang, Rom
Ardian dan keluarga kecilnya sudah sampai di rumah mereka, Roman begitu gembira, ia pun masuk lebih dulu dan terpesona melihat seisi rumah mewah sang kakak. "Maaf Roman, kau baru ku ajak ke rumahku!" ucap Ardian, walaupun Roman tidak menanggapi ungkapannya. Ayu mengusap pundak Ardian, ia sendiri merasa iba melihat sang suami yang harus bersabar merawat adik satu-satunya. "Daddy, Mommy, aku bawa Arkana ke kamar ya!" tutur Siska, yang terlihat sudah rindu dengan suasana rumahnya. "Baiklah, hati-hati menggendong Arkana!" timpal Ardian. Ayu pergi menuju dapur, ia mencoba membuat minuman untuk Ardian dan Roman. Ardian terlihat lelah, ia menyandarkan pundaknya di sofa. Sementara Roman sudah berlari ke kolam renang. "Hati-hati Roman, di sana licin!" teriak Ardian. Roman hanya mengangguk, ia merasa senang melihat kolam renang yang luas, tidak lama ia merendamkan kedua kakinya dan bermain air di kolam renang. Ardian melihat ke arah Ayu, ia tersenyum dan berjalan mendekati pujaan hatiny
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.