Share

Duda Pilihan Ayah
Duda Pilihan Ayah
Penulis: Rose

Satu

Penulis: Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-20 22:57:07

“Masa Naya harus nikah sama duda sih, Yah….“ Naya membalas dengan malas sambil berdecak.

“Memangnya kenapa kalau duda?“ tanya Aslan membuat Naya terdiam.

Sebenarnya, Naya hanya mencari alasan agar bisa menolak, namun sepertinya ayahnya sangat menantikan perjodohan ini. Naya menghela napas panjang. Sejak seminggu lalu, ayahnya selalu membicarakan soal perjodohan dirinya dengan anak temannya. Padahal dirinya belum kepikiran untuk menikah sama sekali.

Bukan hanya tidak suka dijodoh-jodohkan, masalah yang lain adalah laki-lai yang dikenalkan ayahnya itu sudah berusia 32 tahun, dan pernah menikah. Bagi perempuan berusia 23 tahun sepertinya, tentu saja itu terlalu tua.

“Tapi, Yah… Ayah tega emang nikahkan anak perawannya sama duda?” Naya masih mencoba untuk merayu ayahnya.

“Kalau Bunda sama Ayah sih ngga papa,“ jawab sang Bunda yang duduk di sebelah ayahnya. Senyum bundanya membuat Naya mengerucutkan bibirnya kesal.

"Nak Dewa itu baik, dewasa dan sudah mapan, Nay. Ayah yakin dia bisa membimbing dan membahagiakan kamu nantinya,“ sambung ayahnya yakin.

‘Oh… jadi namanya Dewa… Kok, familiar, ya?’ Naya berpikir lagi. Namanya itu mengingatkannya dengan atasannya dulu, sebelum resign satu bulan lalu.

Dia terkenal sebagai laki-laki yang dingin, tegas dan juga tertutup. Bahkan selama Naya menjadi karyawan, laki-laki itu tidak pernah sekalipun bersikap ramah padanya, justru selalu menindasnya di kantor.

“Naya, cepat siapkan mobil, kita akan meeting di luar.”

“Naya, mana laporan keuangan yang saya minta?”

“Naya, reservasi restoran malam ini.”

‘Naya ini, Naya itu… ugh! Benci banget!’ Naya menggerutu dalam hati kala mengingat ocehan bosnya itu dulu. Semoga saja calonnya ini tidak semenyebalkan Dewa yang itu.

Aslan menatap Naya. “Nay, selama ini Ayah ngga pernah minta apapun dari kamu kan? Dan anggap ini permintaan pertama dan terakhir Ayah."

“Ih, kok Ayah bilangnya gitu sih!” Naya semakin cemberut. Ia sangat lemah ketika ayahnya sudah berbicara seperti itu.

Namun, sang ayah hanya terkekeh, seolah senang karena triknya berhasil. Ia pun melanjutkan, “Ayah udah tua, Nay… Ayah dan Bunda pun ngga selamanya bisa jagain kamu terus.”

"Bagaimana, Nay?“ tanya Ika, bundanya.

Naya menghela nafas. "Bun, Naya belum siap untuk menikah, apalagi laki-laki yang dijodohkan dengan Naya sudah pernah menikah sebelumnya."

Ika menatap Naya. "Ingat nggak Nay, dalam agama kita ada empat kriteria untuk memilih calon suami, yaitu tauhid dan ibadah, akhlak baik, ilmu dan pengetahuan agama, serta keberanian dan kecakapan. Dan keempat kriteria itu bisa kamu jadikan pertimbangan untuk memilih."

Ika mengelus pundak putrinya dengan penuh kelembutan. "Menurut Bunda dan Ayah, Dewa sudah sesuai dengan empat kriteria itu."

Naya terdiam.

"Coba kamu pikirkan lagi, dan ikuti kata hatimu." ujar Ika menepuk bahu Naya, kemudian bangkit dan meninggalkan Naya.

Namun semakin dipikirkan, Naya semakin pusing sendiri. Bunda sudah memberikan nomor telepon Naya ke pria itu, dan mereka sudah sepakat untuk bertemu hari ini.

‘Pokoknya, aku harus menolak perjodohan ini!’ tekad Naya di sepanjang perjalanan menuju tempat pertemuan.

‘Ihhh kenapa malah deg-degan?!’ Naya memegangi dadanya yang berdegup kencang.

Saat ini, ia sudah menunggu di salah satu cafe dekat kantor lamanya. Setelah 10 menit menunggu, akhirnya Naya melihat seorang pria yang berjalan ke arahnya dengan kemeja warna putih yang digulung hingga siku.

“Pak Dewa?” Naya bergumam sendiri ketika Dewa berjalan ke arahnya.

Naya menelan air liurnya sendiri. Ia akui, Dewa terlihat tampan jika berpakaian seperti itu. Apalagi ketika aroma parfum bergamot yang maskulin itu menyapa hidungnya. Jantung Naya semakin tidak karuan.

“Maaf, saya telat.“ ujar Dewa setelah sampai di meja Naya.

“Hah?!” Naya tidak mengerti.

“Kita udah janji bertemu hari ini, kan?” Dewa langsung saja duduk di hadapan Naya.

“APA?!”’

Jadi, Dewa yang ia pikirkan kemarin benar-benar menjadi orang yang akan dijodohkannya. Dewangga Aditama, seorang CEO berusia 32 tahun, yang sudah bercerai dengan istrinya, dan mantan atasannya di kantor dulu.

“Kok, bisa Bapak!” Naya memekik kaget, tapi buru-buru menutup mulutnya. “K-kok… malah Bapak?”

“Memangnya kenapa kalau saya?”

Naya jadi pusing sendiri. Ia tidak bisa berpikir benar sekarang.

Sebenarnya tidak banyak yang Naya tau soal Dewa selain suka menindas. Wajahnya yang tampan, single, dan banyak duit tentunya, siapa yang tidak menginginkan laki-laki seperti Dewangga.

Untuk beberapa detik, mereka tidak saling berbicara. Jujur, Naya merasa canggung karena Dewa adalah mantan atasannya. Terlebih, wajah pria ini kenapa terlihat makin tampan sekarang?

‘Pak Dewa potong rambut kah? Kayak lebih pendek dari sebulan lalu. Eh, itu bekas cukurannya juga baru–’

“Jadi, ada apa, Kanaya?"

Naya terkejut ketika Dewa tiba-tiba bertanya dan membuyarkan lamunannya. “B-bapak ngga mau pesan minum dulu?“

“Ice americano.“ jawab Dewa.

Naya memesankan minuman untuk Dewa dan tidak lama menimumannya datang. Tidak mau membuang waktu lagi, Naya segera bertanya maksud tujuannya mengajak Dewa bertemu.

“Bapak pasti tau apa yang mau saya bicarakan, bukan?“ Naya mengawali.

“Apa yang mau kamu bicarakan?“ Dewa bersedekap dada dan menyandarkan punggungnya ke kursi.

“Soal perjodohan.“

“Ada masalah?“

Naya menatap Dewa. “Memangnya Bapak mau menikah sama saya?“

Di balik wajah tampannya itu terdapat sifat dingin tak tersentuh sehingga menjadi magnet para wanita untuk tertarik serta tertantang. Apalagi, status laki-laki ternyata seorang duda.

“Saya tidak bisa menolak, kamu pilihan ibu saya,” jawab Dewa setelah meminum kopinya.

Selama dirinya menjadi bawahan Dewa, laki-laki itu tampak tidak ada keinginan untuk menikah lagi. Setiap kali mantan istrinya datang, pasti langsung diusir. Begitu juga beberapa klien wanita yang sering modus dengannya. Tidak jarang pula Naya melihat mereka menangis begitu keluar dari ruangan Dewa.

Namun sekarang, laki-laki itu dengan santainya menerima perjodohan mereka.

Naya hanya menghela nafas. “Bapak ngga ada keinginan untuk menolak?“

Dewa menatapnya. “Tidak."

Naya mendengus. Sebenarnya, dirinya berharap Dewa membuatnya menangis hari ini, sehingga dia bisa mengadu pada ayah dan bunda, untuk membatalkan perjodohan. Namun, melihat betapa tenangnya Dewa, Naya jadi kesal sendiri.

‘Kenapa sih dia tenang dan santai banget?!’ teriak Naya dalam hati.

“Saya juga butuh istri,“ sambung Dewa kemudian dengan wajah tenang dan santainya.

“Butuh istri?“ tanya Naya bingung.

Dewa mengangguk. "Umur saya sudah tidak muda lagi, jadi saya butuh istri untuk memiliki keluarga dan anak.“

Naya menyerngitkan dahinya. “Maksud Bapak?“

“Bukankah tujuan pernikahan untuk membangun sebuah keluarga dan memiliki keturunan?“ tanya Dewa.

Yang dikatakan Dewa memang benar tapi akankah bisa menjalani pernikahan yang berdasarkan paksaan? Bahkan mereka tidak pernah mengenal dekat sebelumnya. Hubungan mereka hanya sebatas bos dan karyawan dulu, dan yang Naya ketahui Dewa tidak terlalu menyukai dirinya.

“Tapi kita tidak saling mencintai, Pak,“ ujar Naya.

“Saya rasa komitmen dulu cukup, cinta akan datang seiring berjalannya waktu."

Laki-laki itu kembali meneguk minumannya dengan wajah santainya, sedangkan Naya menatap Dewa kesal.

"Bagaimana bisa! Pernikahan itu bukan hal main-main!"

"Yang bilang pernikahan itu main-main siapa?" sahut Dewa sambil menegakkan tubuhnya. Dia menumpukan tangannya di meja dan menatap Naya dengan lurus. “Saya tidak pernah main-main dengan komitmen, Kanaya.”

Deg!

Naya menelan air liurnya sendiri.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Nisa Komalasari
cerita bagus & seru ...
goodnovel comment avatar
Umie Kalsum
Keren Lanjuttt
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
wahh bagus semoga happy ending
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Duda Pilihan Ayah   Dua

    Naya menelan air liurnya sendiri. "M-Maaf, Pak, tapi saya tidak bisa menikah dengan laki-laki yang tidak saya cintai."Naya yang sempat terpesona dengan tatapan tajam Dewa, langsung menyadarkan diri. Di kepalanya terbayang bagaimana pernikahannya nantinya, dan Naya tidak siap. Apalagi selama ini Naya hanya mengenal Dewa sebagai atasannya di kantor yang suka menindasnya."Lalu, kamu mau menolak pernikahan ini?" tanya Dewa.Naya mengangguk, karena itulah tujuannya mengajak laki-laki itu bertemu hari ini."Iya, karena saya memiliki prinsip menikah sekali seumur hidup! Dan saya tidak bisa menikah dengan laki-laki yang tidak saya cintai."Dewa tampak menghela nafas. Lalu mengangkat tangan untuk memanggil pelayan. Setelah pelayan memberikan bill, Dewa langsung memberikan kartu kreditnya.“Kalau berani, kamu bisa katakan itu di depan orangtuamu dan orangtuaku.” Dewa berdiri dari duduknya ketika pelayan kembali dengan membawa kartu kreditnya."Malam Sabtu ini, keluarga saya akan datang untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-21
  • Duda Pilihan Ayah   Tiga

    Hari pernikahan tiba, dan Naya sebisa mungkin mempertahankan senyum bisnisnya dari pagi. Ini sangat melelahkan untuk Kanaya yang harus berdiri di atas pelaminan dengan heels. Apalagi harus berpura-pura bahagia, ini lebih melelahkan daripada mengejar deadline yang diberi Dewa dulu.Naya menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya.“Capek?” Dewa, yang berdiri di sebelahnya tiba-tiba bertanya.“Eh?” Naya menoleh. “Ya, lumayan.”“Mau saya ambilkan makan?”“Ambilin pudding atau buah aja deh, Pak. Buat ganjel.”Dewa mengangguk, lalu beranjak dari pelaminan. Kini, hanya Naya yang tinggal di situ. Orang tua dan mertuanya sibuk sendiri, menyambut tamu-tamu kenalannya. Naya akhirnya kembali duduk sambil memainkan jari-jarinya.“Oh, ini ISTRI barunya Mas Dewa.” Ucapan itu sontak membuat Naya mengangkat kepala. “Ternyata emang sukanya daun muda, ya?”Naya mengerutkan dahi. Ia kenal wanita ini, itu adalah mantan istri Dewa yang sering keluar-masuk kantor seenaknya. Kenapa dia ada di sini? Seinga

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • Duda Pilihan Ayah   Empat

    Seperti kesepakatan mereka, hari ini Naya akan tinggal bersama dengan Dewa di rumahnya. Hanya berdua. Membayangkannya saja sudah membuat Naya merinding.Saat pertama kali dirinya masuk ke rumah Dewa, yang Naya rasakan adalah kosong. Rumah ini tidak ada foto-foto sama sekali bahkan hiasan pun hanya seadanya.‘Rumahnya sedingin pemiliknya ternyata,’ batin Naya.Sampai detik ini, Naya masih penasaran kenapa Dewa bercerai dengan mantan istrinya. Yang dirinya tau mantan istrinya itu sangat cantik, tinggi dan seorang dokter.‘Apa mungkin Dewa menduda selama ini karena belum bisa move on dari mantan istrinya itu? Apalagi mantan istrinya itu masih sering menemui dia di kantor.’"Ini kamar kita."Naya seketika tersadar dari pikirannya, dan mengangguk. Ia mengikuti Dewa yang sudah lebih dulu masuk."Saya ke ruang kerja sebentar," ujarnya membuat Naya menoleh, kemudian mengangguk.Setelah suaminya keluar Naya kembali melihat-lihat kamar. Sama seperti bagian ruang tamu tadi, kamar ini pun tampak

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-27
  • Duda Pilihan Ayah   Lima

    ‘Apa katanya tadi? Jangan panggil saya bapak! Dih mukanya aja mendukung untuk di panggil bapak,’ gumannya.Naya berdecih. Kenapa sih laki-laki itu selalu membuat dirinya kesal, namun di balik sisi menyebalkan suaminya itu ternyata ada sisi perhatiannya juga.Tapi apakah mungkin suaminya itu akan berubah menjadi suami yang perhatian dan romantis‘Mustahil ngga sih kalau gue bisa bikin tu orang bucin?’ Kemudian Naya menggelengkan kepalanya menepis semua yang ada di pikirannya, karena dirinya harus ke supermarket untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan dapur.Naya sudah sampai di salah satu pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari rumahnya, ah lebih tepatnya rumah Dewa yang sekarang jadi suaminya. Inilah part yang paling dirinya sukai belanja memilih semua sesuai dengan keinginannya, dulu setiap kali mengantarkan belanja bundanya, dirinya selalu di larang untuk mengambil makanan ringan kesukaannya.‘Ahh, jadi rindu bunda,” gumannya dengan wajah sedihnya.Sejak dirinya kecil hingga usia

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-28
  • Duda Pilihan Ayah   Enam

    Naya menghampiri Dewa yang sedang duduk santai diruang keluarga, dengan segelas kopi yang dirinya buat kemudian menaruh di atas meja di depan Dewa. “Diminum, Pak,” Dewa melirik sebentar ke arah kopi yang Naya buatan, bahkan ucapan terimakasih tidak Naya dapatkan. ‘Sebenarnya maunya dia itu apa sih, minta gue menerima pernikahan ini dianya masih cosplay jadi atasan.’ gerutu Naya.Dirinya sudah mencoba untuk menerima Dewa namun laki-laki itu justru mengabaikannya. Naya mendudukan dirinya di sebelah Dewa melirik ponsel suaminya yang ternyata mengecek beberapa email pekerjaan.Seminggu menikah dengan Dewa dirinya mulai hafal aktivitas laki-laki itu setiap harinya. Bahkan laki-laki itu lebih produktif daripada dirinya, ini adalah kali pertama dirinya bisa duduk santai dengan Dewa setelah menikah.Biasanya laki-laki itu pergi bekerja pukul 7 pagi dan pulang pukul 8/9 malam. Jadi sangat sedikit waktu mereka bertemu, bahkan hari libur pun Dewa tetap sibuk dengan pekerjaanya.Sebenarnya Naya

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-03
  • Duda Pilihan Ayah   Tujuh

    Hari ini, Naya memilih jalan-jalan ke mall tentu saja untuk refreshing. Beberapa hari ini Naya memang mendiamkan Dewa entah dirinya masih enggan untuk menatap dan berbicara dengan suaminya itu.Sebenarnya apa mau suaminya itu?Menikah dengan Dewa memang bukan keinginannya, bahkan belum ada dua minggu pernikahan selalu saja ada hal yang membuat mereka bertengkar. Naya tau seperti apa seorang Dewa, awalnya Naya berpikir menikah dengan Dewa bukanlah hal yang susah karena yang Naya tau laki-laki itu terlalu sibuk dengan pekerjaanya.“Gimana rasanya menikah? Bahagia?” tanya Citra sembari bertopang dagu.Saat ini mereka ada di salah satu restoran jepang yang menjadi tempat mereka bertemu sekaligus makan siang.Naya menghela nafas. “Capek tau, Cit.” lirih Naya.“Capek?” “Dia semakin nuntut gue untuk menerima dia, tapi dia sendiri seolah acuh sama gue!”“Pelan-pelan aja. Lo kan baru tau pak Dewa aslinya gimana, karena dulu kalian kenal hanya sebatas bos dan karyawan kan. Jadi ya harus saling

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-04
  • Duda Pilihan Ayah   Delapan

    ‘Sebenarnya apa sih mau suaminya itu, mau gini nggak boleh mau gitu nggak boleh terus gue harus gimana?’“Apa kata orang, aku sudah resign balik kerja lagi?” Tanya Nara membuat Dewa menatap Naya.“Tidak jadi masalah,”“Iya nggak jadi masalah buat Bapak! Tapi jadi masalah buat saya!” Sahutnya kesal.“Ya Sudah, dirumah saja.”Kenapa jawaban suaminya itu selalu membuatnya kesal. Tidak bisakah, suaminya itu sekali saja bersikap baik padanya?Naya menatap suaminya penuh dengan permusuhan, hingga membuat Dewa membalas menatap istrinya.“Apa kurang jatah bulanan dari saya?” tanya Dewa.Dirinya mau kembali bekerja bukan karena uang, tapi ingin menyibukan diri karena percuma saja dirinya di rumah karena selalu kesepian karena suaminya itu sering pulang malam dan berangkat pagi, dan weekend pun suaminya tetap bekerja.“Ini bukan soal uang, Pak. Tapi saya bosan kalau dirumah terus.” jawab Naya kesal. Apakah dirinya terlihat mata duitan sekali, hingga suaminya berkata seperti itu, bahkan uang bul

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-07
  • Duda Pilihan Ayah   Sembilan

    Naya menatap Dewa yang sedang fokus dengan layar ponselnya yang sedang membalas email masuk yang membahas pekerjaan. Sekarang Naya tau alasan suaminya kerja keras selama ini. “Kenapa kamu lihatin saya seperti itu?” tanya Dewa.Sebenarnya Naya juga tidak tahu kenapa dirinya menatap laki-laki yang selalu terlihat tegas dan galak ini ternyata memiliki masalalu yang berat.“Eh iya, sebentar.” Naya mengambil paperback itu lalu membawanya ke atas ranjang. “Saya tadi belanja sama ibu, terus lihat kemeja ini kayaknya cocok buat, Bapak.” ujar Naya dengan senyum di wajahnya lalu mengambilnya dan menunjukan ke Dewa.“Kemeja saya sudah banyak,” respon suaminya membuat wajah Naya berubah cemberut.“Bapak, itu ngga bisa menghargai usaha istrinya untuk mengubah penampilan suaminya agar berwarna sedikit.” “Kanaya. saya sudah bilang berapa kali, jangan panggil saya, Bapak.” Naya tersenyum canggung bahkan memperlihatkan barisan gigi rapinya.“Nggak terbiasa, P..”Tak.“Aw.. sakit!” Keluhnya sambil men

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-07

Bab terbaru

  • Duda Pilihan Ayah   136

    "Cucu Oma makin ganteng aja," ujar Ika sambil menciumi pipi cubby cucunya dengan gemas. Wajah Kai yang bulat dan menggemaskan membuat hati Ika semakin hangat setiap kali melihatnya.Hari itu, Ika sengaja mengunjungi putrinya setelah beberapa waktu tidak bertemu. Rasa rindu kepada cucunya semakin membuncah, dan akhirnya ia memutuskan untuk datang."Di minum, Bun" ujar Kanaya mempersilahkan, sambil menaruh nampan berisi minuman dan makanan ringan untuk bundanya.Ika tersenyum. "Dewangga lagi sibuk banget, Nay?" tanyanya dengan tatapan penuh perhatian.Kanaya mengangguk pelan, sedikit terlihat lelah. Sejak kecelakaan di Bali beberapa minggu yang lalu, suaminya memang terlihat sangat sibuk. Pekerjaan dan masalah yang datang setelah kecelakaan itu membuat Dewangga hampir tidak punya waktu untuk istirahat."Iya, Bun," jawab Kanaya, membuka bungkus snack untuk Kai, yang tampaknya sudah mulai lapar. Snack itu adalah oleh-oleh dari Oma Ika.Ika menarik napas panjang, seolah berpikir sejenak se

  • Duda Pilihan Ayah   135

    "Beneran mau kerja?" tanya Kanaya, suaranya penuh keraguan setelah kembali dari kamar putranya.Dia melihat Dewangga yang sudah berdiri di depan cermin dengan pakaian kerjanya, terlihat begitu siap untuk meninggalkan rumah. Kanaya mendekat dan meraih dasi di tangan suaminya, lalu mulai memakaikannya dengan lembut."Rambut kamu udah kepanjangan," ujar Kanaya sambil menatap rambut Dewangga yang mulai menutupi dahinya, seakan menyembunyikan sebagian dari wajahnya yang serius itu.Dewangga hanya terdiam, memilih untuk menatap Kanaya yang sedang dengan cekatan menyimpulkan dasinya. Kanaya merasa suaminya memperhatikannya dengan penuh perhatian, membuatnya sedikit salah tingkah. Tanpa sadar, dia mendongak dan membalas tatapan Dewangga, meskipun tinggi mereka sangat berbeda. Dia hanya sejajar dengan dada suaminya."Kenapa?" tanya Kanaya, sedikit canggung, sambil mengelus rahang Dewangga dengan lembut. Senyumnya terbit, meski hatinya sedikit tergerak oleh perhatian suaminya."Kenapa?" Dewangg

  • Duda Pilihan Ayah   134

    "Mau sama Mama," Kai memeluk erat leher Kanaya, bahkan tidak mau melepaskan, meskipun sejak tadi Kanaya sudah berusaha membujuk putranya dengan lembut."Anak mama bobok yaa," "Ndak mau," Kai menggeleng keras, suara tangisan mulai terdengar, membuat hati Kanaya semakin terenyuh.Kanaya hanya bisa menghela napas dan mencoba menenangkan Kai, mengelus punggungnya dengan lembut. "Bobo yaa, sudah malam," bisiknya, mencoba memberikan ketenangan. Ia mengecup kepala Kai beberapa kali, merasakan kehangatan tubuh kecil itu yang semakin membuatnya merasa sulit untuk melepaskannya.Kanaya melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah waktunya tidur, namun mata Kai belum juga terpejam. Mungkin Kai merasa ada yang berbeda malam ini, apalagi Dewangga, suaminya, yang tengah sakit dan belum bisa melakukan banyak hal. Waktu Kanaya hampir sepenuhnya tersita untuk merawat Dewangga seminggu ini. Mungkin itu yang membuat Kai merasa cemas, merasa iri pada perhatian yang diberikan unt

  • Duda Pilihan Ayah   133

    Kanaya terus menatap suaminya, Dewangga, yang sejak tadi hanya diam saja, memerhatikannya tanpa sepatah kata pun. Matanya penuh dengan kekesalan, tapi Dewangga tetap tidak memberikan reaksi apapun. Hanya tatapannya yang diam, seolah menunggu sesuatu yang tidak bisa Kanaya pahami."Kenapa? Mau marah aku?" tanya Kanaya dengan nada menantang, meskipun ia tahu betul bahwa Dewangga tidak pernah melakukan hal seperti itu padanya. Dulu, jika Dewangga menegurnya, Kanaya hanya diam dan mengabaikan suaminya selama berhari-hari sebagai bentuk pembalasan. Tapi kali ini, perasaannya begitu sulit untuk diredakan.Dewangga hanya menatapnya dengan penuh pengertian, tanpa mengatakan apapun. Lalu, ia mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Kanaya dengan lembut, mencoba menenangkan suasana yang semakin tegang. Namun, Kanaya merasa kesal dan segera menarik tangannya dengan cepat. Ia berbalik, hendak meninggalkan Dewangga begitu saja.Melihat itu, Dewangga hanya bisa menggelengkan kepala dengan ekspresi

  • Duda Pilihan Ayah   132

    Sejak dokter muda itu mulai memeriksa Dewangga, Kanaya tidak bisa melepaskan pandangannya dari wanita itu. Cara dokter itu bekerja terlihat cekatan dan penuh perhatian. Namun, ada yang aneh di balik perhatian itu. Beberapa kali, Kanaya menangkap tatapan yang lebih lama dari yang seharusnya, tatapan yang seolah memuji Dewangga dengan penuh kekaguman.Dan itu membuat hati Kanaya bergemuruh, perasaan cemburu yang tiba-tiba muncul begitu saja, menyesakkan dadanya."Sudah selesai, Mas. Saya akan meresepkan obatnya sekarang," ujar dokter itu, dengan senyum hangat, lalu kembali ke meja untuk menulis resep."Mas?" tanya Kanaya merasa aneh dengan panggilan dokter itu.Kanaya menatap suaminya dengan nada yang lebih tajam dari biasanya. Dewangga menoleh, tatapannya penuh kebingungan."Ada apa?" tanya Dewangga, mencoba membaca ekspresi wajah Kanaya yang tampak tidak biasa.Kanaya menatap dokter itu sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke Dewangga. "Kenapa pilih dokter perempuan? Kenapa nggak ya

  • Duda Pilihan Ayah   131

    Hari itu, rumah Dewangga dipenuhi oleh kolega dan teman-temannya. Sejak pagi, Kanaya tak sempat beristirahat sedikit pun karena tamu yang datang silih berganti. Keramaian ini adalah hal yang baru baginya, apalagi karena ia bukan tipe orang yang sering terlibat dalam acara-acara pekerjaan suaminya.Di tengah keramaian itu, salah satu rekan kerja Dewangga mendekat dan tanpa basa-basi berkata, "Pantas saja sekarang Dewa nggak pernah lama-lama di kantor, istrinya cantik, masih muda pula." Kanaya hanya bisa terdiam, bingung dan sedikit canggung karena ia tidak mengenali pria itu. Dewangga hanya tersenyum kecil, sementara rekan-rekan lain ikut melemparkan candaan yang membuat suasana semakin riuh. Bahkan Ayah mertuanya ikut tertawa, karena disini Dewangga terkena bahan keisengan para sahabatnya hal itu cukup membuat suasannya terasa hangat.Sementara itu, Kanaya memilih untuk duduk tenang di ruang tengah bersama para ibu-ibu yang sedang asyik berbincang. Mereka lebih banyak membahas anak-an

  • Duda Pilihan Ayah   130

    "Saya nggak tahu kenapa dia ada di sini," ujar Dewangga, nada suaranya datar tetapi menyimpan tanya.Naya tak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gelombang emosi yang mengaduk dirinya. Ia tahu, Savira—mantan istri suaminya—tidak lagi memiliki hubungan apa pun dengan Dewangga. Tapi, rasa tidak nyaman tetap merayap di hatinya. Bagaimana mungkin ia bisa merasa tenang berada dalam satu ruangan yang sama dengannya?"Kanaya," suara Dewangga memecah lamunan Naya, lembut namun tegas. Ia menatap suaminya, mencoba mengendalikan gejolak di dadanya."Mbak Vira tinggal di sini, Mas," ujar Naya pelan, seolah mengungkapkan rahasia yang ia simpan. Pernyataannya membuat Dewangga mengernyit."Kamu masih berhubungan sama dia?" tanya Dewangga, nadanya berubah serius.Naya menggeleng pelan, lalu menjelaskan, "Bukan, Mas. Dia yang menghubungiku duluan, bilang mau pindah ke sini. Aku nggak kabar-kabaran sama dia."Dewangga menghela napas, wajahnya mencerminkan rasa b

  • Duda Pilihan Ayah   129

    "Maaf, Wa. Aku kesini karena khawatir begitu mendengar kamu kecelakaan," kata Savira dengan suara lirih, matanya penuh kekhawatiran. Dia berdiri di depan pintu ruang perawatan, memandang Dewangga yang terbaring di ranjang rumah sakit.Kebetulan hari ini Savira tengah menemani ibunya untuk terapi agar bisa kembali berjalan seperti semula, dan saat di depan administrasi dia tidak sengaja bertemu dengan Naufal."Saya tidak apa-apa, kamu bisa keluar," ujar Dewangga dengan suara tegas."Wa... aku..." Savira terbata-bata, tidak tahu harus berkata apa. Namun, sebelum dia bisa melanjutkan kata-katanya, pintu ruangan tiba-tiba terbuka.Naya berdiri di ambang pintu, matanya langsung tertuju pada sosok wanita yang berdiri di samping ranjang suaminya. Hatinya sedikit terkejut, namun ia mencoba tetap tenang, menyembunyikan perasaannya di balik senyuman.Kanaya segera berjalan ke arah suaminya tanpa memerdulikan Savira atau menyapanya lebih dulu."Kamu nggak papa kan, mas?" tanya Naya dengan suara

  • Duda Pilihan Ayah   128

    "Sekarang lo ngerti kan apa yang gue rasain dulu?" Naya terkekeh sambil menatap wajah Citra yang cemberut. Beberapa hari ini, Citra merasa terabaikan karena suaminya, Naufal, sedang perjalanan dinas ke luar kota. Naya yang dulu sering merasa ditinggalkan suaminya, Dewangga, kini bisa merasakan betapa beratnya perasaan Citra.Kebetulan setiap pulang bekerja, Citra selalu menyempatkan untuk mampir kerumahnya. Karena merasakan kesepian di tinggal suaminya ke luar kota."Iya, gue dulu sering ngejek lo," jawab Citra, matanya yang sembab menatap kosong ke arah meja. "Gue nggak tahu kalau rindu seberat ini."Naya mendengus kesal meski masih ada rasa ingin menggoda sahabatnya. "Lo lebih alay daripada gue," katanya sambil melemparkan tatapan mengejek ke arah Citra yang semakin tidak terima."Lo kan dulu nikah tanpa cinta, Nay. Kalau gue sama Mas Naufal, kita menikah dengan penuh cinta," balas Citra, sedikit membela diri dengan ekspresi yang lebih tegas.Naya hanya tertawa kecil mendengar itu.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status