Share

142

Penulis: Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-27 09:28:34

Kanaya memejamkan mata, menikmati kehangatan pelukan itu. Dalam diam, ia bisa mendengar detak jantung Dewangga, stabil dan menenangkan dan selalu membuatnya merasa aman. Namun saat ia membuka mata, ada keraguan kecil yang menggelayuti hatinya, membuatnya ingin bertanya sesuatu yang selama ini hanya ia simpan sendiri.

"Mas," panggil Kanaya pelan.

"Hm?" gumam Dewangga, masih memeluknya erat.

"Kalau suatu hari aku berubah... kamu masih akan tetap cinta sama aku?" tanyanya, hampir seperti bisikan yang takut mengganggu keheningan di antara mereka.

Dewangga mengendurkan pelukannya, menatap wajah Kanaya yang kini serius. Pandangannya dalam, seakan mencoba membaca isi hati istrinya.

"Apa maksudmu berubah?" tanyanya hati-hati.

Kanaya menggigit bibirnya, lalu berusaha tersenyum. "Ya... kalau aku jadi lebih keras kepala, lebih menyebalkan, atau... kalau aku sering buat kamu kesel."

Ada jeda sejenak. Suasana terasa berat. Tapi kemudian, Dewangga mengangkat tangan Kanaya, menggenggamnya erat.

"Kan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Duda Pilihan Ayah   143

    Malam ini, setelah Kai terlelap dalam tidurnya, Kanaya kembali ke kamar. Lampu tidur temaram memantulkan bayangan lembut di dinding. Dewangga duduk di tepi ranjang, sibuk dengan laptop di pangkuannya, sesekali mengetik sesuatu dengan fokus penuh.Kanaya berjalan mendekat, lalu membaringkan badannya di samping Dewangga sembari memperhatikannya dari balik selimut, menarik napas panjang sebelum memberanikan diri membuka suara."Mas..." panggilnya lembut."Hm?" sahut Dewangga tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.Kanaya menggenggam ujung selimut di tangannya, mencari kata-kata. "Tadi Rian kesini,"Kali ini, Dewangga berhenti mengetik. Ia menutup laptopnya perlahan, meletakkannya di meja samping ranjang. Matanya kini beralih menatap Kanaya, tenang namun waspada."Apa yang dia mau?" tanyanya pendek.Kanaya bergeser mendekat, duduk bersila di atas ranjang, berusaha menjaga suaranya tetap pelan. "Kakek... katanya, pengin ketemu sama Mas. Cuma sekali. Katanya penting."Dewangga menatap K

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-27
  • Duda Pilihan Ayah   144

    Dewangga berdiri di lorong rumah sakit, membiarkan dirinya menarik napas panjang sebelum perlahan menghembuskannya kembali. Udara di sekeliling terasa berat, seakan membawa kembali seluruh kenangan pahit yang selama ini ia pendam dalam-dalam.Beberapa bulan berlalu sejak konflik terakhir mereka, namun luka itu masih menganga. Bahkan sekarang, rasanya masih sulit untuk sekadar melangkah ke depan pintu itu—pintu yang membawanya pada sosok yang pernah menyumbangkan rasa sakit terbesarnya.Dewangga memejamkan mata sejenak, meredakan gemuruh di dadanya. Lalu dengan langkah mantap, ia menatap pintu kamar rawat inap tempat Seodrajat di rawat. Tangannya bergerak perlahan, membuka pintu yang seolah berat bukan karena engselnya, tapi oleh beban emosional di baliknya.Begitu pintu terbuka, pandangannya langsung bertemu dengan sosok pria paruh baya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Mereka saling menatap untuk beberapa detik—sebuah pertemuan yang tidak pernah ia inginkan."Dewangga

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-27
  • Duda Pilihan Ayah   Satu

    “Masa Naya harus nikah sama duda sih, Yah….“ Naya membalas dengan malas sambil berdecak. “Memangnya kenapa kalau duda?“ tanya Aslan membuat Naya terdiam. Sebenarnya, Naya hanya mencari alasan agar bisa menolak, namun sepertinya ayahnya sangat menantikan perjodohan ini. Naya menghela napas panjang. Sejak seminggu lalu, ayahnya selalu membicarakan soal perjodohan dirinya dengan anak temannya. Padahal dirinya belum kepikiran untuk menikah sama sekali. Bukan hanya tidak suka dijodoh-jodohkan, masalah yang lain adalah laki-lai yang dikenalkan ayahnya itu sudah berusia 32 tahun, dan pernah menikah. Bagi perempuan berusia 23 tahun sepertinya, tentu saja itu terlalu tua. “Tapi, Yah… Ayah tega emang nikahkan anak perawannya sama duda?” Naya masih mencoba untuk merayu ayahnya. “Kalau Bunda sama Ayah sih ngga papa,“ jawab sang Bunda yang duduk di sebelah ayahnya. Senyum bundanya membuat Naya mengerucutkan bibirnya kesal. "Nak Dewa itu baik, dewasa dan sudah mapan, Nay. Ayah yakin dia b

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • Duda Pilihan Ayah   Dua

    Naya menelan air liurnya sendiri. "M-Maaf, Pak, tapi saya tidak bisa menikah dengan laki-laki yang tidak saya cintai."Naya yang sempat terpesona dengan tatapan tajam Dewa, langsung menyadarkan diri. Di kepalanya terbayang bagaimana pernikahannya nantinya, dan Naya tidak siap. Apalagi selama ini Naya hanya mengenal Dewa sebagai atasannya di kantor yang suka menindasnya."Lalu, kamu mau menolak pernikahan ini?" tanya Dewa.Naya mengangguk, karena itulah tujuannya mengajak laki-laki itu bertemu hari ini."Iya, karena saya memiliki prinsip menikah sekali seumur hidup! Dan saya tidak bisa menikah dengan laki-laki yang tidak saya cintai."Dewa tampak menghela nafas. Lalu mengangkat tangan untuk memanggil pelayan. Setelah pelayan memberikan bill, Dewa langsung memberikan kartu kreditnya.“Kalau berani, kamu bisa katakan itu di depan orangtuamu dan orangtuaku.” Dewa berdiri dari duduknya ketika pelayan kembali dengan membawa kartu kreditnya."Malam Sabtu ini, keluarga saya akan datang untuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-21
  • Duda Pilihan Ayah   Tiga

    Hari pernikahan tiba, dan Naya sebisa mungkin mempertahankan senyum bisnisnya dari pagi. Ini sangat melelahkan untuk Kanaya yang harus berdiri di atas pelaminan dengan heels. Apalagi harus berpura-pura bahagia, ini lebih melelahkan daripada mengejar deadline yang diberi Dewa dulu.Naya menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya.“Capek?” Dewa, yang berdiri di sebelahnya tiba-tiba bertanya.“Eh?” Naya menoleh. “Ya, lumayan.”“Mau saya ambilkan makan?”“Ambilin pudding atau buah aja deh, Pak. Buat ganjel.”Dewa mengangguk, lalu beranjak dari pelaminan. Kini, hanya Naya yang tinggal di situ. Orang tua dan mertuanya sibuk sendiri, menyambut tamu-tamu kenalannya. Naya akhirnya kembali duduk sambil memainkan jari-jarinya.“Oh, ini ISTRI barunya Mas Dewa.” Ucapan itu sontak membuat Naya mengangkat kepala. “Ternyata emang sukanya daun muda, ya?”Naya mengerutkan dahi. Ia kenal wanita ini, itu adalah mantan istri Dewa yang sering keluar-masuk kantor seenaknya. Kenapa dia ada di sini? Seinga

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • Duda Pilihan Ayah   Empat

    Seperti kesepakatan mereka, hari ini Naya akan tinggal bersama dengan Dewa di rumahnya. Hanya berdua. Membayangkannya saja sudah membuat Naya merinding.Saat pertama kali dirinya masuk ke rumah Dewa, yang Naya rasakan adalah kosong. Rumah ini tidak ada foto-foto sama sekali bahkan hiasan pun hanya seadanya.‘Rumahnya sedingin pemiliknya ternyata,’ batin Naya.Sampai detik ini, Naya masih penasaran kenapa Dewa bercerai dengan mantan istrinya. Yang dirinya tau mantan istrinya itu sangat cantik, tinggi dan seorang dokter.‘Apa mungkin Dewa menduda selama ini karena belum bisa move on dari mantan istrinya itu? Apalagi mantan istrinya itu masih sering menemui dia di kantor.’"Ini kamar kita."Naya seketika tersadar dari pikirannya, dan mengangguk. Ia mengikuti Dewa yang sudah lebih dulu masuk."Saya ke ruang kerja sebentar," ujarnya membuat Naya menoleh, kemudian mengangguk.Setelah suaminya keluar Naya kembali melihat-lihat kamar. Sama seperti bagian ruang tamu tadi, kamar ini pun tampak

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-27
  • Duda Pilihan Ayah   Lima

    ‘Apa katanya tadi? Jangan panggil saya bapak! Dih mukanya aja mendukung untuk di panggil bapak,’ gumannya.Naya berdecih. Kenapa sih laki-laki itu selalu membuat dirinya kesal, namun di balik sisi menyebalkan suaminya itu ternyata ada sisi perhatiannya juga.Tapi apakah mungkin suaminya itu akan berubah menjadi suami yang perhatian dan romantis‘Mustahil ngga sih kalau gue bisa bikin tu orang bucin?’ Kemudian Naya menggelengkan kepalanya menepis semua yang ada di pikirannya, karena dirinya harus ke supermarket untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan dapur.Naya sudah sampai di salah satu pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari rumahnya, ah lebih tepatnya rumah Dewa yang sekarang jadi suaminya. Inilah part yang paling dirinya sukai belanja memilih semua sesuai dengan keinginannya, dulu setiap kali mengantarkan belanja bundanya, dirinya selalu di larang untuk mengambil makanan ringan kesukaannya.‘Ahh, jadi rindu bunda,” gumannya dengan wajah sedihnya.Sejak dirinya kecil hingga usia

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-28
  • Duda Pilihan Ayah   Enam

    Naya menghampiri Dewa yang sedang duduk santai diruang keluarga, dengan segelas kopi yang dirinya buat kemudian menaruh di atas meja di depan Dewa. “Diminum, Pak,” Dewa melirik sebentar ke arah kopi yang Naya buatan, bahkan ucapan terimakasih tidak Naya dapatkan. ‘Sebenarnya maunya dia itu apa sih, minta gue menerima pernikahan ini dianya masih cosplay jadi atasan.’ gerutu Naya.Dirinya sudah mencoba untuk menerima Dewa namun laki-laki itu justru mengabaikannya. Naya mendudukan dirinya di sebelah Dewa melirik ponsel suaminya yang ternyata mengecek beberapa email pekerjaan.Seminggu menikah dengan Dewa dirinya mulai hafal aktivitas laki-laki itu setiap harinya. Bahkan laki-laki itu lebih produktif daripada dirinya, ini adalah kali pertama dirinya bisa duduk santai dengan Dewa setelah menikah.Biasanya laki-laki itu pergi bekerja pukul 7 pagi dan pulang pukul 8/9 malam. Jadi sangat sedikit waktu mereka bertemu, bahkan hari libur pun Dewa tetap sibuk dengan pekerjaanya.Sebenarnya Naya

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-03

Bab terbaru

  • Duda Pilihan Ayah   144

    Dewangga berdiri di lorong rumah sakit, membiarkan dirinya menarik napas panjang sebelum perlahan menghembuskannya kembali. Udara di sekeliling terasa berat, seakan membawa kembali seluruh kenangan pahit yang selama ini ia pendam dalam-dalam.Beberapa bulan berlalu sejak konflik terakhir mereka, namun luka itu masih menganga. Bahkan sekarang, rasanya masih sulit untuk sekadar melangkah ke depan pintu itu—pintu yang membawanya pada sosok yang pernah menyumbangkan rasa sakit terbesarnya.Dewangga memejamkan mata sejenak, meredakan gemuruh di dadanya. Lalu dengan langkah mantap, ia menatap pintu kamar rawat inap tempat Seodrajat di rawat. Tangannya bergerak perlahan, membuka pintu yang seolah berat bukan karena engselnya, tapi oleh beban emosional di baliknya.Begitu pintu terbuka, pandangannya langsung bertemu dengan sosok pria paruh baya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Mereka saling menatap untuk beberapa detik—sebuah pertemuan yang tidak pernah ia inginkan."Dewangga

  • Duda Pilihan Ayah   143

    Malam ini, setelah Kai terlelap dalam tidurnya, Kanaya kembali ke kamar. Lampu tidur temaram memantulkan bayangan lembut di dinding. Dewangga duduk di tepi ranjang, sibuk dengan laptop di pangkuannya, sesekali mengetik sesuatu dengan fokus penuh.Kanaya berjalan mendekat, lalu membaringkan badannya di samping Dewangga sembari memperhatikannya dari balik selimut, menarik napas panjang sebelum memberanikan diri membuka suara."Mas..." panggilnya lembut."Hm?" sahut Dewangga tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.Kanaya menggenggam ujung selimut di tangannya, mencari kata-kata. "Tadi Rian kesini,"Kali ini, Dewangga berhenti mengetik. Ia menutup laptopnya perlahan, meletakkannya di meja samping ranjang. Matanya kini beralih menatap Kanaya, tenang namun waspada."Apa yang dia mau?" tanyanya pendek.Kanaya bergeser mendekat, duduk bersila di atas ranjang, berusaha menjaga suaranya tetap pelan. "Kakek... katanya, pengin ketemu sama Mas. Cuma sekali. Katanya penting."Dewangga menatap K

  • Duda Pilihan Ayah   142

    Kanaya memejamkan mata, menikmati kehangatan pelukan itu. Dalam diam, ia bisa mendengar detak jantung Dewangga, stabil dan menenangkan dan selalu membuatnya merasa aman. Namun saat ia membuka mata, ada keraguan kecil yang menggelayuti hatinya, membuatnya ingin bertanya sesuatu yang selama ini hanya ia simpan sendiri."Mas," panggil Kanaya pelan."Hm?" gumam Dewangga, masih memeluknya erat."Kalau suatu hari aku berubah... kamu masih akan tetap cinta sama aku?" tanyanya, hampir seperti bisikan yang takut mengganggu keheningan di antara mereka.Dewangga mengendurkan pelukannya, menatap wajah Kanaya yang kini serius. Pandangannya dalam, seakan mencoba membaca isi hati istrinya."Apa maksudmu berubah?" tanyanya hati-hati.Kanaya menggigit bibirnya, lalu berusaha tersenyum. "Ya... kalau aku jadi lebih keras kepala, lebih menyebalkan, atau... kalau aku sering buat kamu kesel."Ada jeda sejenak. Suasana terasa berat. Tapi kemudian, Dewangga mengangkat tangan Kanaya, menggenggamnya erat."Kan

  • Duda Pilihan Ayah   141

    "Kemarin seru, ya, Mas?" tanya Kanaya dengan senyum nakal, matanya yang cerah menatap Dewangga yang tengah duduk bersandar di headboard ranjang, sibuk membaca buku tebal yang tampaknya tak pernah jauh dari tangannya.Kemarin adalah hari penuh keceriaan, waktu berkualitas yang dihabiskan bersama keluarga kecil mereka. Laughter and joy filled the house—penuh tawa dan kebahagiaan. Namun, kini mereka kembali pada rutinitas masing-masing, dan semua itu seolah menjadi kenangan manis yang terpatri dalam hati.Dewangga menoleh sejenak dan mengangguk. "Kai terlihat bahagia kemarin," ujarnya dengan suara pelan, seperti mengingat kembali momen itu dengan penuh rasa syukur."Kai aja? Emang Mas nggak bahagia?" tanya Kanaya dengan nada menggoda, membiarkan pertanyaan itu mengalir begitu saja, berharap Dewangga menangkap leluconnya."Jika anak dan istri saya bahagia, maka saya juga bahagia, Kanaya," jawab Dewangga, suaranya tenang, namun ada kehangatan yang menyertai kata-katanya. Senyumnya yang tul

  • Duda Pilihan Ayah   140

    Pagi itu, Kanaya terbangun dan langsung disuguhi pemandangan romantis antara ayah dan anak. Dewangga tengah menciumi wajah putranya, Kai, yang masih terlelap dalam tidurnya.“Aku nggak di-cium?” tanya Kanaya, dengan wajah cemberut dari balik selimut, membuat Dewangga menoleh sejenak ke arahnya.Namun, bukannya menjawab, Dewangga malah kembali menciumi pipi Kai, seakan tidak peduli dengan Kanaya yang sedang merajuk.“Mas,” Kanaya memanggil dengan nada menggoda.Dewangga menoleh sejenak, lalu bangkit dan turun dari ranjang."Loh, mau ke mana?" tanya Kanaya saat melihat suaminya bergerak menuju pintu."Kamar mandi, mau ikut?" tanya Dewangga santai, namun dengan senyum yang khas."Males," jawab Kanaya malas, lalu menatap Kai yang masih tertidur lelap. Tidur Kai pagi itu tampak jauh lebih nyenyak daripada malam sebelumnya yang sedikit rewel.Setelah selesai dengan rutinitasnya, Dewangga kembali ke kamar, di mana Kanaya tengah bercanda dengan Kai di atas ranjang. Jika kalian berpikir Dewang

  • Duda Pilihan Ayah   139

    “Beneran pekerjaan kamu udah selesai? Aku nggak mau, ya, nanti tiba-tiba harus pulang gara-gara kerjaan kamu,” ucap Kanaya dengan nada sedikit kesal.Ia melirik Dewangga yang duduk bersandar di kepala ranjang, laptop bertengger di pangkuannya. Matanya tetap terpaku pada layar, jemarinya mengetik cepat.Walaupun Dewangga sudah banyak berubah tidak sedingin dulu, namun untuk yang satu ini sepertinya tidak akan berubah. Karena di mana pun mereka berada, pekerjaan selalu menjadi prioritas utama.“Hanya mengecek laporan sebentar,” jawab Dewangga santai, tanpa menoleh sedikit pun.Kanaya mendesah pelan, kemudian mengalihkan perhatiannya ke putra mereka, Kai, yang tertidur di tengah-tengah mereka. Nafasnya teratur, wajah mungilnya tampak begitu damai. Senyum kecil muncul di bibir Kanaya, lalu dengan lembut ia mengulurkan tangan untuk membelai pipi anaknya.“Jangan diganggu, dia baru tidur,” tegur Dewangga lembut, masih dengan mata tertuju ke laptop.Kanaya mendengus kecil, lalu cemberut. “A

  • Duda Pilihan Ayah   138

    "Suami kamu jadi nyusul, Nay?" tanya Eyang dengan wajah penuh tanya, membuat Naya menggelengkan kepala. Ia tidak tahu pasti, karena semalam Dewangga mengatakan masih ada beberapa urusan yang harus diselesaikan."Belum tahu, Yang. Soalnya Mas Dewa lagi ada proyek baru," jawab Kanaya sambil tersenyum tipis.Eyang Ratih mengangguk bijak. "Gak papa, suami kamu itu memang pekerja keras dari dulu. Kamu harus lebih pengertian dengan pekerjaan suamimu, Nak," katanya sambil menatap cucunya dengan penuh kasih sayang.Kanaya mengangguk pelan. "Naya sekarang sudah lebih mengerti kok, Yang. Sebelum menikah pun, Mas Dewa memang suka kerja, tapi semenjak ada Kai, dia mulai lebih bisa membagi waktu."Kanaya mengingat bagaimana dulu ia selalu mempermasalahkan kebiasaan Dewangga yang workaholic, bahkan sering kali waktu mereka bersama terasa terbatas karena suaminya lebih banyak di kantor."Kai, anak kamu mirip banget sama papanya," ujar Ratih sambil terkekeh, melihat Kai yang asyik bermain dengan sepu

  • Duda Pilihan Ayah   137

    Pagi ini, suasana di dalam mobil terasa hening. Dewangga mengemudi dengan wajah serius, hanya sesekali mengalihkan pandangannya ke spion atau dashboard, tanpa banyak kata. Kanaya duduk di sampingnya, berusaha mencairkan suasana, tetapi setiap kali ia membuka suara, suaminya hanya memberi gumaman atau jawaban sepintas. Tidak ada kehangatan seperti biasanya. Dewangga tampak begitu jauh, seolah keberangkatan mereka bukanlah hal yang dia inginkan.Kanaya merasakan ketegangan itu dengan jelas. Ia tahu, jika terus memaksa berbicara, suaminya bisa saja berubah pikiran dan membatalkan izin untuk pergi. Itu adalah sesuatu yang sangat ingin ia hindari. Ia sudah menunggu kesempatan ini begitu lama, sebuah kesempatan untuk bertemu keluarganya di Yogyakarta, meski hanya untuk beberapa hari. Namun, perasaan Dewangga yang gelisah, seolah membawa kecemasan yang tak terucapkan, membuatnya merasa bimbang.Mobil mereka akhirnya memasuki area bandara. Di kejauhan, Kanaya bisa melihat keluarganya sudah me

  • Duda Pilihan Ayah   136

    "Cucu Oma makin ganteng aja," ujar Ika sambil menciumi pipi cubby cucunya dengan gemas. Wajah Kai yang bulat dan menggemaskan membuat hati Ika semakin hangat setiap kali melihatnya.Hari itu, Ika sengaja mengunjungi putrinya setelah beberapa waktu tidak bertemu. Rasa rindu kepada cucunya semakin membuncah, dan akhirnya ia memutuskan untuk datang."Di minum, Bun" ujar Kanaya mempersilahkan, sambil menaruh nampan berisi minuman dan makanan ringan untuk bundanya.Ika tersenyum. "Dewangga lagi sibuk banget, Nay?" tanyanya dengan tatapan penuh perhatian.Kanaya mengangguk pelan, sedikit terlihat lelah. Sejak kecelakaan di Bali beberapa minggu yang lalu, suaminya memang terlihat sangat sibuk. Pekerjaan dan masalah yang datang setelah kecelakaan itu membuat Dewangga hampir tidak punya waktu untuk istirahat."Iya, Bun," jawab Kanaya, membuka bungkus snack untuk Kai, yang tampaknya sudah mulai lapar. Snack itu adalah oleh-oleh dari Oma Ika.Ika menarik napas panjang, seolah berpikir sejenak se

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status