Home / Romansa / Duda Incaran Shana / 41. Ibu Dadakan

Share

41. Ibu Dadakan

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2025-03-24 20:32:36

Awalnya, Shana kira dia akan berpura-pura. Memberikan senyum terbaiknya pada semua orang yang menyapa. Awalnya juga, Shana pikir hari ini akan terasa berat. Namun ternyata kenyamanan datang lebih cepat.

Menjadi ibu dadakan adalah hal yang tak pernah Shana duga sebelumnya. Seperti sudah resiko karena ia menikahi seorang duda. Namun entah kenapa dia menikmatinya. Apa lagi melihat senyum Juna yang tak pernah sirna.

"Kayaknya Mas Juna aja yang bahagia kalau pergi sekolah. Dulu saya malah sering nangis karena harus bangun pagi," bisik Shana pada Suster Nur.

Suster Nur tertawa mendengar kata majikannya. "Mas Juna itu pinter, Bu. Dia seneng bisa ditemenin sama ibunya. Umur memang baru dua tahun, tapi Mas Juna sudah bisa mengerti keadaan."

Shana membenarkan. Dia kembali melihat Juna dari kejauhan. Tampak berkumpul bersama anak-anak lain dan bermain bersama. Dari jauh, Juna terlihat mencolok karena senyum lepasnya. Berbeda dengan teman-temannya yang masih malu atau bahkan juga menangi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Duda Incaran Shana   42. Penyelidikan

    Beberapa hari terakhir, hidup seorang Dito Alamsyah dibuat tidak tenang. Berpisah dengan Shana membuatnya kehilangan. Apa lagi tak lama setelah itu sang mantan melaksanakan pernikahan. Patah hati tentu ia rasakan. Namun sayang, semua ini terjadi karena dirinya seorang. Untuk yang kesekian kalinya, Dito sibuk mengaktifkan nomor baru untuk kembali meneror sang mantan. Dia tidak akan menyerah. Ancaman dari Handaru Atmadjiwo seolah bukan apa-apa. Tidak peduli jika sang mantan sudah menikah dan bahagia, Dito tetap ingin merebut kembali Shana. "Gue laper, Dito." "Pesen makan sana," jawab Dito masih fokus pada ponselnya. Wanita yang sedari tadi bersamanya itu mendengkus. Matanya berputar karena rasa jengah. Dia benci ketika semua orang terdekatnya menjadi tergila-gila dengan Shana Arkadewi. Namun dia juga tidak bisa menahan Dito. Dengan pria itu mengusik Shana, maka rumah tangga Ndaru dan Shana juga akan terguncang. Shella Clarissa masih menaruh dendam pada Shana Arkadewi. Bukan

    Last Updated : 2025-03-24
  • Duda Incaran Shana   43. Teka-Teki Arya

    Rencana pertemuan dengan Darma tidak jadi dilakukan. Ndaru baru mendapat kabar jika Darma tidak ada di kantor. Pria itu berada di Kalimantan bersama Guna saat ini. Sebagai pengusaha asli Kalimantan Timur, tentu namanya sangat berpengaruh untuk keberhasilan kakaknya di sana. Akhirnya, Ndaru memilih untuk putar balik kembali ke kantornya. Namun sebelum itu, dari jauh dia melihat Putri yang berjalan mendekat ke arah mobilnya. Dengan segera, Ndaru meminta supirnya untuk berhenti melaju. Ada apa? Sebelum Putri mengetuk jendela mobil, Ndaru lebih dulu membukanya. Dia menatap Putri yang sudah dekat dengan kerutan di dahi. "Mbak di sini?" tanya Ndaru. Putri mengangguk. "Wakilin Papa rapat. Kamu ngapain mau ketemu Papa?" Ah, ternyata niat Ndaru didengar oleh Putri. Jika sudah begini apa harus Ndaru mengungkapkan niatnya? Apa itu hal yang bijak membicarakan kematian kakaknya yang mencurigakan? "Masuk, Mbak. Kita bicara di dalam." Ndaru membuka mobilnya, meminta Putri untuk dud

    Last Updated : 2025-03-25
  • Duda Incaran Shana   44. Pengawal

    Ternyata Ndaru tidak main-main dengan ucapannya. Pria itu mengirim seorang wanita bernama Roro untuk bersama Shana. Bukan hanya untuk mengantar Juna sekolah, melainkan juga mengikutinya ke mana saja. Hingga saat ini, Roro masih berada di sampingnya. Tampak siaga jika Shana membutuhkan sesuatu sewaktu-waktu. Shana tahu jika Roro bukan hanya sekedar supir, melainkan pengawal yang Ndaru pekerjakan untuk mengawasinya. Ada sisi positif dan negatifnya. Positifnya, Dito tidak banyak membuat ulah. Negatifnya, pergerakan Shana menjadi terbatas. Hari ini adalah awal dari semuanya. Awal di mana kesibukan Shana akan kembali menerpa. Sebagai penulis, dia memang tidak selalu datang ke lokasi syuting, tetapi sudut pandangnya sebagai penulis pasti akan dibutuhkan. Malam ini, semua kru berkumpul menjadi satu. Melakukan doa bersama sebelum proses syuting dimulai besok. Tak lupa dengan tumpeng nasi kuning sebagai bentuk rasa terima kasih pada Tuhan. Mereka semua berdoa agar proses pembuatan film

    Last Updated : 2025-03-25
  • Duda Incaran Shana   45. Akal Muslihat

    Tidak, jangan lagi. Ndaru seketika menggeleng tegas. "Mas Juna tidur di kamar sendiri, ya? Nggak kasian sama Suster Nur ditinggal sendiri?" Bibir Juna seketika maju. "Juna mau temenin Mama sama Papa biar nggak sendirian." Bagus. Sebenarnya berapa umur Juna? Kadang ia terlalu pintar untuk anak seusianya. "Oke, kalau gitu kita tunggu Mama Shana di kamar Mas Juna, ya? Nanti Papa minta Mama nyusul." Mata Juna tampak berkedip lucu. Mencoba mencerna ucapan ayahnya yang terlalu panjang. Masih butuh waktu untuk Juna mencerna dan memahami kalimat itu. "Mau Mama Shana." Pada akhinya Juna pun merengek, kembali memeluk kaki ayahnya dengan manja. Ndaru menggeleng pelan. Tatapan mata anaknya sudah terlihat mengantuk. Namun ia tetap keras kepala menunggu Shana. Ndaru meraih ponselnya untuk melihat jam. Sudah jam delapan malam, tetapi belum ada tanda-tanda jika Shana akan kembali. Keterlauan. Baru tadi pagi ia memberi peringatan, tetapi langsung dilanggar begitu saja. Lalu apa jug

    Last Updated : 2025-03-25
  • Duda Incaran Shana   46. Acara Berdua

    Waktu telah berlalu. Seperti permintaan Ndaru, Shana akan meluangkan waktu. Ia kira hanya di hari Sabtu, ternyata juga sampai Minggu. Bukan hanya itu, tetapi Ndaru juga membawanya ke tempat yang baru. Untuk pertama kalinya Shana berlayar di atas yacht. Bukan sekedar kapal biasa melainkan superyacht yang dapat menampung sekitar 90 orang. Awalnya Shana tidak tahu undangan apa yang sebenarnya Ndaru datangi. Dia hanya menurut saat pria itu membawanya terbang ke Bali. Namun ternyata Shana dibuat terkejut berkali-kali. Dia memang bukan orang yang kekurangan, tetapi dia masih terkejut dengan gaya hidup orang yang berkecukupan. Untuk hari jadi pernikahan, acara yang diadakan rekan kerja Ndaru sangatlah mewah. Pasangan sejoli yang tak lagi muda tetapi masih terlihat cinta yang membara itu membawa tamu undangan yang terpilih untuk berlayar selama satu hari. Mereka memang tak mau acara yang biasa katanya. Benar-benar luar biasa. Di sini lah Shana sekarang, duduk di salah satu kursi

    Last Updated : 2025-03-28
  • Duda Incaran Shana   47. Hampir Saja

    Benar-benar berat. Setelah mengikuti berbagai kegiatan yang cukup padat, harusnya Ndaru dan Shana bisa langsung jatuh terlelap. Namun nyatanya, hingga jam satu dini hari mata mereka masih kompak terbuka. Rasa kantuk itu terasa, tetapi rasa canggung yang menjadi juara. Di tengah cahaya remang, Shana berbaring membelakangi Ndaru dan begitu juga sebaliknya. "Pak?" panggil Shana pelan. Mencoba memastikan jika pria yang berbaring di sampingnya itu sudah tidur. "Hm." Ternyata belum. "Kok belum tidur?" Shana membalikkan tubuhnya. "Ini mau tidur." Ndaru masih membelakanginya. "Saya nggak bisa tidur." Shana bisa mendengar Ndaru menghela napas. Pria itu bergerak dan membenarkan posisi bantalnya. Membuat posisinya menjadi setengah berbaring sambil bersandar pada kepala tempat tidur. "Seharusnya kita nggak perlu datang ke sini." "Kenapa?" Shana mengikuti posisi Ndaru yang terlihat nyaman. Tanpa sadar lengan mereka saling bersentuhan. Tangan Ndaru juga bergerak dengan sen

    Last Updated : 2025-03-28
  • Duda Incaran Shana   48. Selamat Pagi Dunia

    Terjebak pada situasi yang tidak disukai memang menyebalkan. Bertarung dengan hati dan pikiran sudah menjadi kebiasaan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menjalankan. Sampai akhirnya bisa terbebas dari yang namanya beban. Ya, Shana menyebutnya beban. Berbagai macam perasaan bak bertarung di dalam pikiran. Ada gelisah, canggung, resah, dan juga senang. Semua bercampur menjadi satu sampai isi perut meminta untuk dikeluarkan. Pagi sudah datang. Hal pertama yang Shana lihat setelah membuka mata adalah sosok pria yang semalam tidur bersamanya. Mereka tidak melakukan apa-apa, bahkan ada pembatas di antara mereka. Namun sepertinya yatch yang mereka naiki ini berhantu. Pembatas selimut yang semalam Shana tempatkan dengan rapi di tengah mereka mendadak menghilang entah ke mana. Lalu saat ini, Shana hanya membatu tanpa bisa bergerak. Jika ia bergerak maka ia akan membangunkan Ndaru. Sejak kapan lengan besar pria itu melingkar di pinggangnya? Bisa saja Shana membangunkan Ndaru dan m

    Last Updated : 2025-03-28
  • Duda Incaran Shana   49. Tamu Tak Diundang

    Akhir pekan begitu cepat berlalu. Rutinitas juga sudah melambai ingin bertemu. Kesibukan mulai meneror Ndaru. Tampak bersemangat untuk menyerbu. Ndaru melewatkan makan siangnya kali ini. Setelah menghadiri rapat penting dia harus menyelesaikan pekerjaan sisanya. Pantang baginya untuk menunda pekerjaan. Setidaknya dia tidak mau membawa pekerjaan ke rumah. Karena itu juga Ndaru sering pulang malam. Ketukan pintu membuat Ndaru mengalihkan pandangannya sebentar. "Masuk," ucapnya. "Permisi, Pak. Ada Pak Guna yang ingin bertemu," kata Fajar, sekretarisnya. "Mas Guna?" gumam Ndaru. "Minta kakak saya masuk," balasnya. Fajar mengangguk dan berlalu pergi. Tak lama Guna masuk bersama istrinya, Dayanti. "Ada apa, Mas?" tanya Ndaru berpindah ke sofa. "Bukannya kamu yang cari aku kemarin?" Guna merenggangkan tubuhnya di sofa. "Jadinya dari bandara langsung ke sini." Ternyata Guna baru saja tiba. Dari mana lagi jika bukan dari daerah pilihannya. Pria itu tampak begitu serius dala

    Last Updated : 2025-03-28

Latest chapter

  • Duda Incaran Shana   107. Menahan Amarah

    "Tapi Pak—" "Papa!" suara melengking membuat Shana kembali menutup mulut. Dari ruang tengah, Juna tampak berlari kecil menghampiri mereka. "Papa Mama udah pulang!" Juna tersenyum dan memeluk kaki Ndaru dan Shana bersamaan. Bukannya menjawab, Ndaru menatap Suster Nur tajam. "Jam berapa ini? Kenapa anak saya belum tidur?" "Maaf, Pak. Mas Juna nggak mau tidur, mau nunggu Bapak sama Ibu katanya," jawabnya menunduk takut. "Bukannya saya sudah minta kamu untuk menidurkan Juna lebih dulu?" geram Ndaru memijat keningnya. "Kenapa orang-orang tidak becus dalam bekerja?" gumamnya sebelum menunduk untuk menyamakan tingginya dengan Juna. "Mas Juna kenapa belum tidur?" tanya Ndaru lembut. "Mau tidur sama Papa-Mama," ucap Juna lucu. Ndaru tersenyum tipis. "Papa harus mandi dulu. Mas Juna tidur dulu, ya. Nanti Papa nyusul." "Nggak mau! Papa bohong." Rahang Ndaru mengeras. Melihat itu, dengan cepat Shana mengambil alih. Dia tahu jika emosi Ndaru sedang tidak baik. Banyak hal

  • Duda Incaran Shana   106. Tidak Pikir Panjang

    Gelisah telah menyerang. Semakin terasa dikala hati meradang. Diam atau tidak menjadi pilihan bimbang. Mengingat jika sang macan sewaktu-waktu bisa saja menyerang. Keheningan membuat suasana mencekam. Hati kalut membuatnya memilih untuk bungkam. Seketika penyesalan terasa semakin dalam. Akibat isi kepalanya yang dipenuhi dengan dendam. "Sudah hubungi tim humas?" tanya Ndaru setelah beberapa menit terjebak dalam keheningan. Gilang menoleh singkat dan mengangguk. "Sudah. Pak Yani, manager humas juga ikut turun tangan ke kantor, Pak." "Pastikan semua selesai malam ini. Saya tidak mau berita ini masih menjadi berita utama besok pagi." Telinga Shana berusaha mendengar dengan seksama. Mencoba mencerna apa yang sedang menjadi sumber kehebohan sosial media. Otak cerdasnya tersadar seketika. Menemukan fakta jika dirinyalah yang menjadi topik utama. Karena penasaran, akhirnya Shana membuka ponselnya sendiri. Ada panggilan tak terjawab sebanyak 13 kali dari Erina, Fathur, dan juga N

  • Duda Incaran Shana   105. Jemput Paksa

    Tawa terdengar merdu di telinga. Saling bersahutan menenangkan jiwa. Rasa lama yang tak lagi terasa, kembali muncul untuk menyapa. Saling mengingatkan kenangan indah yang pernah dirasa. Sejak siang, Shana menikmati waktunya untuk bersantai. Kali ini tidak sendiri, melainkan bersama kakak dan pria yang sudah lama tidak saling bertegur sapa. Nendra Hasan, pria itu ikut bergabung dan rela meluangkan waktu sibuknya yang berharga. Demi bisa menghabiskan waktu bersama Shana yang sudah lama tak ia jumpa... dengan leluasa. "Kamu yakin Ndaru nggak marah?" Nendra bertanya untuk yang kesekian kalinya. "Jangan bahas dia." "Kalian bertengkar?" Shana meringis. Berpikir untuk memilih jujur atau tidak. "Sedikit," jawabnya pada akhirnya. Erina yang duduk di sampingnya hanya melirik sekilas. Dia yang mengetahui semua hal yang terjadi pada adiknya memilih untuk diam. "Jadi gimana? Lo bener mau calonin diri?" Erina mengalihkan pembicaraan. "Calonin apa?" "Yang lagi rame dibicara

  • Duda Incaran Shana   104. Berpikir Realistis

    Hari ini Ndaru benar-benar membuat langkah yang berbeda. Bukan kali pertama, tetapi Gilang sadar jika ada banyak hal di kepalanya. Hanya saja Ndaru memilih untuk menyimpannya. Menguburnya sendiri, menikmati tekanannya yang luar biasa. "Sudah jam sembilan malam, Pak." Ndaru yang sedang melamun sambil memutar cangkir kopinya pun menoleh. "Kamu boleh pulang dulu." Bukan ini yang Gilang inginkan. Dia tahu ada sesuatu yang mengganggu atasannya itu hingga memilih untuk menyendiri seperti ini. Biasanya hidup Ndaru selalu monoton. Bekerja, pulang, lalu bermain bersama Juna. Begitu seterusnya setiap hari. Namun hari ini berbeda. Ndaru tidak fokus bekerja, dia bahkan tidak langsung pulang, malah berakhir di kafe kopi lokal ternama. Tidak ada yang ia lakukan selain berdiam diri. Aneh. Handaru Atmadjiwo memang pendiam. Namum bukan diam yang seperti ini. "Bapak bisa cerita kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Bapak." Ndaru menggeleng pelan sambil menyesap kopinya. "Nggak

  • Duda Incaran Shana   103. Desakan

    Kesibukkan benar-benar terasa. Untuk mengurus banyak hal yang ada di depan mata. Apa lagi pemilihan umum sebentar lagi tiba. Debut perdana keluarga Atmadjiwo harus benar terlaksana. Bukan sekedar tes ombak semata, Guna Atmadjiwo harus bisa mendapatkan jatah kursinya. Banyak uang yang sudah mereka keluarkan. Serta janji yang mereka berikan. Semua itu mereka korbankan. Demi Guna bisa menjadi anggota dewan. Semua orang sibuk dengan itu. Namun tidak dengan Handaru. Banyak sekali hal yang ada di kepalanya. Membuatnya untuk kali ini saja melenceng dari prinsip hidupnya, yang harus sempurna. Ndaru melarikan diri. Keputusan diambil secara tiba-tiba. Membuat Gilang, sang asisten menggelengkan kepala. Rapat penting bersama keluarga mendadak ditunda. Mengingat Ndaru memilih untuk pergi ke tempat yang tak terduga. Pemakaman. Setelah kembali ke Jakarta, ini pertama kalinya Ndaru mengunjungi makam almarhum Farah. Entah kenapa kemarahan Shella waktu lalu tiba-tiba mengusiknya. Mengang

  • Duda Incaran Shana   102. Kembali Fokus

    "Sialan!" Erina melempar bantal sofa. "Yang itu nggak perlu diperjelas." Shana menghela napas dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Dia menatap lampu kristal dengan tatapan menerawang. "Gue nggak bisa gini terus, Mbak." "Gue udah sering minta lo buat berhenti. Lupain semuanya." "Udah setengah jalan." Shana tersenyum kecut. "Keluarga kita hancur dan itu karena mereka." Erina menggenggam tangan Shana erat. "Keras kepala, persis kayak Mama." "Boleh gue minta tolong?" Shana menegakkan duduknya. "Apa?" "Ajak gue keluar. Gua mau ketemu Mas Nendra. Pak Ndaru larang dia buat jenguk gue kemarin." Shana mengetahuinya dari sosial media. Ternyata Nendra menjenguknya kemarin. Hanya saja pria itu tidak menemuinya. Sudah dipastikan Ndaru yang melarangnya, atau bahkan mengusirnya. "Kalau Ndaru tau dia bisa ngamuk." "Jangan sampai dia tau." "Roro gimana?" "Kita kabur." Shana mulai berdiri. Erina menggeleng pasrah. "Pantes aja Ndaru kasih pengawal. Tingkah lo emang

  • Duda Incaran Shana   101. Terlena

    Seperti hari sebelumnya, suasana pagi di kediaman Putri tampak sepi. Tampak berbeda setelah sang kepala keluarga pergi. Meninggalkan rasa dingin di setiap sisi. Tak hanya rumah melainkan juga isi hati. Beruntung Putri tidak sendiri. Ada Ayah yang selalu menemani. Memberikan perhatian penuh pada anak yang ia sayangi. Yang kadang Putri abaikan karena ingin memilih sendiri. Dari luar memang Putri terlihat begitu kuat. Pulihnya luka berangsur sembuh dengan cepat. Namun sayang itu hanya topeng sesaat. Begitu ia sendiri, dia kembali menjadi Putri dengan kesedihan yang dahsyat. "Mama udah bangun?" Darma menggendong Satria untuk turun menuju ruang makan. Cucunya masih terlihat mengantuk dengan baju tidurnya. "Nggak tau. Mama nggak ada tadi," adu Satria. "Mungkin Mama udah di bawah." Ternyata perkiraan Darma salah. Tidak ada Putri di ruang makan. Bahkan asisten rumah tangga pun tidak tahu keberadaannya. Pagi tadi, Satria memang menemuinya karena ibunya yang mendadak tidak ada.

  • Duda Incaran Shana   100. Kembali Asing

    Shella Clarissa. Wanita itu berada di sini. Mungkin sudah lelah karena Ndaru yang tak menggubris panggilannya. "Bawa Mas Juna masuk." Ndaru mematikan kompor dan memberikan Juna pada Bibi Lasmi. Ketegangan ini tak boleh didengar oleh anak itu. "Siapa, Mas?" tanya Shella berjalan mendekat. Wajahnya sudah memerah menahan marah. "Shel—" "Aku yang pengganggu?" Shella dengan beraninya memotong ucapan Ndaru. Ndaru memilih untuk kembali menutup mulut. Bukan berarti takut, tetapi dia tidak mau beradu argumen dengan orang yang sudah emosi. Baiklah, dia memang salah. Namun semuanya sudah terlanjur, bukan? "Shella, bukan begitu." Gilang menarik Shella yang semakin dekat dengan Ndaru. "Bisa-bisanya Mas Ndaru bilang gitu," geram Shella. "Harusnya aku yang marah. Mas Ndaru ke mana kemarin? Mas lupa acara pengajian Mbak Farah?!" "Ada hal yang harus saya lakukan." Tanpa diduga Shella tertawa. "Apa itu lebih penting dari Mbak Farah?" Tentu saja kegaduhan itu dapat didengar

  • Duda Incaran Shana   99. Wanita Asing

    Pagi kali ini terasa berbeda. Kata sapa terdengar lembut di telinga. Senyum tipis juga terasa sedap di mata. Aura ketenangan itu begitu terasa. Kala sang tuan rumah mendadak memasak dengan sendirinya. Aneh. Pemandangan yang jarang untuk dilihat. Bahkan bisa dikatakan tak pernah terlihat. Bisa dihitung dengan jari Bibi Lasmi melihat atasannya itu menyentuh spatula. Benar-benar pemandangan yang patut diabadikan. "Ibu biasanya pinggiran rotinya dipotong, Pak." Bak seperti komandan, Bibi Lasmi tampak memandu dari belakang. Melihat bagaimana dua manusia yang berbeda usia itu tampak serius dengan apa yang dikerjakan. "Biar Papa yang potong." Dengan sigap Ndaru menjauhkan pisau dari tangan Juna. "Nggak mau! Mau potong-potong juga!" Juna mulai merengek. Ndaru menyerah dan memberikan pisaunya. Bukan sepenuhnya memberi, karena dia ikut menuntun tangan anaknya agar lebih berhati-hati. Bibi Lasmi kembali melirik dari belakang. Melihat bagaimana dua pria itu tengah fokus pa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status