Embun menatap ngeri pada gedung yang begitu tinggi, sampai terlihat seperti akan menjolok langit itu. Kantor suaminya ada ditempat yang seperti ini rupanya. Pasti naiknya memakai kotak kecil yang ditarik tali seperti di mall tadi. Embun agak-agak takut masuk ke dalam kotak kecil itu. Bik Popon saja tadi sampai tidak jadi menaikinya, karena melihatnya ketakutan setengah mati saat di supermaket tadi. Ini pasti suaminya akan memaksanya masuk ke dalam kotak kecil itu. Kedengarannya kok mengerikan ya? Embun sampai berkeringat dingin jadinya.
"Ayo my country girl. Kita masuk ke dalam. Abang sudah ditunggu client."
Revan berjalan cepat sembari menggandeng Embun di tangan kanannya. Dengan jantung berdebar-debar tidak karuan Embun pun mengikuti langkah-langkah panjang Revan hingga nyaris terseret-seret. Di sepanjang jalan menuju kantornya, banyak mata-mata lapar pria yang menatapi Embun dengan terpesona. Sebagian dari mereka malah ada yang mena
"Udah dibawa semuanya? Laptop, buku-buku panduan, alat-alat tulis, kotak bekal. Eh itu termos air minum dan ponsel jangan lupa, sayang."Revan sibuk mengecek isi tas ransel Embun yang akan mengikuti kuliah di hari pertamanya. Mata Embun terbelalak saat melihat Revan yang terus saja mengisi tas ranselnya dengan bermacam-macam benda yang tidak penting hingga nyaris penuh. Embun sampai ngeri melihat Revan masih saja menjejalkan potongan berbagai macam buah dalam kotak tupperwa** ke dalam tasnya."Astaga, Abang. Itu tas Embun kok sampai menganga lebar dan nggak bisa ditutup begitu? Abang isiin apa aja sih?""Oh, selain laptop dan beberapa buku panduan, Abang memasukkan sweater kalau nanti kamu dingin di kampus. Terus ini kipas angin kecil, kalau kamu nanti mana tau kepanasan di sana. Beraneka macam roti, payung lipat sama ini terakhir, potongan buah yang berserat. Abang nggak mau kamu duduk di kantin dan makan ma
Kuliah baru saja usai. Embun tengah berbincang-bincang dengan Ibell sebelum Revan menjemputnya. Saat ini ia duduk disamping Ibell. Satu-satunya temannya di kampus. Ibell ini pintar dan lucu. Embun senang mengobrol dengannya."Hah? Jadi kamu tuh sudah menikah dengan, Pak Revan? Kok bisa? Soalnya Pak Revan itu 'kan baru aja memutuskan pertunangan dengan Luna Brata Kesuma, sepupu saya. Dia juga bilang tidak akan mau jatuh cinta lagi karena semua perempuan itu sama saja katanya. Capek-capek diperjuangin setengah hidup, eh milihnya malah orang lain."Setelah mengucapkan kata-kata itu Ibell jadi kepengen menggigit lidahnya sendiri. Tidak seharusnya dia mengatakan hal itu pada Embun. Emang dasar lidah tidak bertulang!Embun tertegun saat tahu bahwa Revan dulu pernah bertunangan dengan seorang wanita. Tapi kenapa suaminya itu memutuskan pertunangan ya? Embun sangat penasaran sekali. Ah pasti karena Revan harus menika
Embun memperhatikan interaksi Revan, Arkan dan Ibell dalam diam. Tampak jelas dosennya begitu cemburu saat suaminya menggoda Ibell dalam beberapa kalimat bersayap. Bahkan yang terakhir malah terdengar begitu ambigu. Tidak bisa dipungkiri ada rasa tercubit di hati saat menyadari bahwa suaminya dulu memiliki perasaan yang begitu besar pada wanita lain. Walau dia tahu bahwa itu semua adalah masa lalu. Tetapi kurun waktu empat bulan itu cukup dekat bukan? Cuma 120 hari. Apakah hati suaminya itu sudah benar-benar bisa melupakan Ibell? Entah mengapa Embun kok rasanya kurang yakin.Sampai hari ini Embun tidak tahu apa itu rasa cemburu. Kalau arti cemburu sih, tentu saja dia tahu. Kata Pak Rahman cemburu adalah suatu perasaan tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung dan lain sebagainya. Bahkan sirik dan dengki pun masuk ke dalam kategorinya.Pada waktu itu Embun merasa sedikit heran mengapa ada orang yang tidak senang melihat keba
"Kamu pakai saja ini baju Tante Zahra. Sementara pakaian kamu dilaundry si bibik ya, Mbun? Kayaknya pas deh kamu pakai. Ini handuknya kalau kamu mau mandi. Om tunggu di depan ya? Kalau ada apa-apa teriak saja. Om pasti dengar."Embun yang tenagah duduk melamun di ruang tamu dengan pakaian yang basah kuyub, menerima pakaian dan handuk yang di berikan Om Albert dengan penuh rasa terima kasih. Ia memang sangat kedinginan sekali saat ini."Terima kasih ya, Om? Saya mandi dulu. Om tahu tidak selain bepak dan Bang Dewa, Om adalah orang paling baik di luar hubungan keluarga yang saya kenal. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih banyak ya, Om?"Embun merangkapkan kedua tangannya ke dada. Mengucapkan rasa terima kasih dengan takzim dan penuh rasa hormat."Orang baik? Hahhaha. Setidaknya ada lima ratusan karyawan Om yang akan tertawa ngakak sambil guling-guling, saat mendengar kamu mengat
"Nggak masalah, Om. Saya akan tetap berusaha menjadi pion. Pion walaupun paling kecil tapi langkahnya tidak pernah mundur, dia akan maju terus."Revan membalas. Saat ini dia berusaha cooling down dulu agar otak cerdasnya jalan lagi. Menghadapi Om dingin-dingin menggigit begini harus pake otak dan main tak tik. Karena Bara tadi sudah merasakan bagaimana akibatnya kalau memakai otot. Tidak ada gunanya sama sekali alias tidak worth it."Tapi raja bisa mati dengan bidak apapun dari lawan. Tidak peduli itu pion ataupun yang lainnya."Albert mulai tersenyum. Inilah saat yang dia tunggu-tunggu. Perang urat syaraf dan argumen yang menguras pikiran serta emosi. Laki-laki muda di hadapannya ini terkenal mumpuni dalam hal memutar balikkan kata dan fakta. Bahkan beberapa kali perusahaannya harus menelan kekalahan akibat dari jagonya cara berdiplomasi anak si Gilang ini.Dia ingin melihat, sampa
"Apa maksud Anda, Pak Polisi? Dan siapa itu Pimchanok?"Revan langsung berdiri saat seorang polisi berwajah mirip Albert menyebutkan satu nama aneh sambil menatap Embun dengan wajah terkesima. Radar alarm berbahaya seketika berdering keras di kepalanya. Ada sesuatu yang tidak beres di sini."Saya BrigjenPol Reinhard Ratulangi, sepupu dari Albert Tjandrawinata. Eh itu ada semut di rambut Anda!"Reinhard dengan sigap menarik beberapa helai rambut hitam Embun dan dengan gerakan cepat mengantonginya dengan cara yang begitu santai dan luwes."Aduduhhhh!"Bapak hebat sekali ya? Rambut saya hitam. Semut juga hitam. Kecil banget lagi. Tapi Pak Polisi kok bisa nampak ya? Tapi lebih elok tadi nggak usah dibuang semutnya. Lebih sakit di tarik rambutnya daripada digigit semutnya. Lagi pula semut 'kan juga tidak bisa menggigit rambut."Embun meringis kes
"Eh polisi kampret, kok lo tadi tiba-tiba ngejambak rambut si Embun? Heran bener perwira polisi kelakuan kayak anak SD."Albert mulai menguliahi Reinhard yang bertindak aneh, karena tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja menjambak rambut Embun."Gue sengaja mengambil beberapa helai rambutnya untuk test DNA, Dodol! Siniin amplop kosong satu. Mau gue masukin contoh sampel rambut si Embun.""Oh," sahut pendek. Ia kemudian membuka laci meja bagian bawah. Mengeluarkan satu amplop putih dan menyerahkannya pada Reinhard. Reinhard langsung memasukkan beberapa helai sampel rambut Embun yang di tariknya tadi."Ya tapi nggak pake di jambak begitu juga kali, Rein. 'Kan sakit. Kasian." Omel Albert. Entah mengapa setiap orang yang membuat Embun tidak nyaman, Albert merasa sangat tidak suka. Ada perasaan ingin melindungi yang muncul begitu saja dari dalam dirinya."Jadi gue
"Belajar yang rajin. Jangan nakal, jangan memandang lawan jenis terlalu lama, jangan ke kantin atau pun ke perpustakaan sendirian. Satu hal lagi, jangan pernah menginjakkan kaki kamu ke Himpunan, jikalau tidak ada keperluan di sana. Janji dulu sama Abang, my country girl."Embun menganggukkan kepalanya.Revan rasanya sangat berat untuk meninggalkan Embun kuliah. Apalagi kampus ini terkenal dengan para predator dengan kualitas di atas rata-rata semua. Revan tidak tenang rasanya meninggalkan Embun ditengah tatapan penuh minat mereka."Ayo, Mbun. Abang antar ke kelasmu." Revan bersiap-siap turun dan mulai mematikan kunci mobil. Ia kemudian menarik rem tangan dan tuas pada posisi parking."Nggak usah dianter, Bang. Embun udah tau kok letak kelas Embun itu di mana. Jadi nggak bakalan nyasar. Percaya deh sama Embun, Bang."Embun tidak enak kalau diantar Revan sampai ke kelas. Mana bawaan
Pandan Wangi Aditama Perkasa dengan cekatan mengaduk kopi, sekaligus teh yang sedang di buatnya dalam waktu yang bersamaan. Pagi-pagi seperti ini sudah menjadi tugasnya untuk menghidangkan minuman bagi para staff dan karyawan PT. INTI GRAHA ANUGERAH. Ia telah seminggu bekerja menjadi OG di perusahaan kontruksi ini. Bayangkan saja ia yang seorang fashion designer lulusan Parsons School of Design College New York menjadi OG disini.Kakaknya Putra Lautan Aditama Perkasa, akhir-akhir ini merasa heran karena selalu kalah tender dalam masalah pengajuan budgeting dengan perusahaan ini. Kalau dalam presentasi, perusahaan kakaknya selalu memukau. Para client selalu mengakui kalau semua ide-ide dan inovasi kakaknya luar biasa. Hanya saja apabila sudah di laga dengan masalah budgeting harga yang ditawarkan, perusahaan mereka selalu kalah dengan perusahaan ini. Kakaknya curiga kalau ada orang dalam yang bermain disini. Soalnya angka-angka yang mereka tawarkan hanya selisih tipis sekali d
Revan merasa ada yang aneh saat pagi-pagi para staff nya terus saja memandanginya dengan pandangan yang sedikit ganjil. Tetapi saat ia berbalik memandang mereka, mereka malah terlihat seperti menghindarinya sembari memasang wajah prihatin. Ada apa ini sebenarnya? Entah mengapa pagi ini perasaannya sangat tidak enak. Revan tambah bingung saat ia berjalan kearah meja Ira yang tepat ada di depan ruangannya, semua staff nya malah terlihat bergerombol di depan televisi sambil menunjuk-nunjuk layarnya. Tetapi saat melihat kehadirannya, mereka semua mendadak gugup dan mematikan televisi dengan begitu tiba-tiba, seolah-olah tidak memperbolehkannya melihatnya. Revan tentu saja menjadi semakin penasaran saja."Kalian sedang menonton acara apa pagi-pagi seperti ini? Dan kenapa setelah saya datang kalian malah mematikan televisinya?" Revan bertanya pada staff di front desk nya."Bu—bukan acara apa-apa kok, Pak. Ini cuma acara infotainment pa
Seminggu telah berlalu. Janji Embun untuk selalu mengabarinya ternyata hanya janji-janji belaka. Sejak lambaian tangan istrinya seiring dengan mobilnya yang melaju meninggalkan gumpalan-gumpalan debu, saat itu juga lah komunikasi mereka terputus. Revan sama sekali tidak bisa menghubungi istrinya lagi. Sepertinya ponsel istrinya telah dialihkan atau malah sudah berganti dengan nomor yang baru. Nomor ponsel lamanya sama sekali sudah tidak aktif. Selama seminggu ini Revan sudah seperti orang gila. Dia tidak enak makan dan tidak enak tidur. Pekerjaannya semua kacau balau dan terbengkalai. Kerjanya tiap hari hanyalah memandangi ponsel saja. Berharap benda pipih itu berbunyi dan nama istrinyalah yang tertera di sana. Benaknya bahkan sudah menyusun rencana untuk menjawab sapa istrinya nanti dengan suara sedingin mungkin. Ia ingin agar istrinya itu tahu kalau ia marah, kecewa dan apa pun lah namanya. Yang pasti ia gegana berat. Tetapi bagaimana ia bisa mewujudkan semua rencana-rencananya ka
"Sayang, ngapain sih bawa bajunya banyak-banyak? Kan kamu juga cuma sebentar di sana?" Revan menatap tidak rela saat melihat Embun kembali memasukkan piyama angry bird kesayangannya ke dalam koper."Abang ini bagaimana sih, masa Embun bawa baju cuma lima pasang aja abang bilang banyak? Nih, lihat tas besar eh koper ya ini namanya, aja masih kosong semua. Banyak darimana, Bang? Lho kok handuknya di keluarin lagi? Masa handuknya cuma satu? Nanti Embun nggak punya handuk ganti dong, Bang?"Embun kebingungan saat Revan malah mengeluarkan isi kopernya, sementara dia sudah susah payah menyusunnya."Abang inilah, kalau Embun mau kuliah aja tasnya diisi macem-macem sampai nggak bisa ditutup kayak orang mau pindah rumah. Nah sekarang giliran Embun mau pindah rumah sungguh-sungguh seminggu, eh semua barang-barang yang Embun butuhkan malah nggak boleh dibawa. Abang ini bagaimana sih?"Embun merebut kembal
"Your majesty, please let her go to her husband. After some years you will realise that it is the best decision you have ever made. She already told you that she did not love you. Always remember that everyone tries to get their beloved one but not everyone succeded because everyone has some problems. The real love lies rests in their happiness. Please be brave enough to—"Embun terkesima saat Satria si raja mesum dan sutradara gagal, tiba-tiba saja menghampiri pangeran Rattapoom dan berbicara serius tapi dengan sikap tubuh yang sopan. Ia bahkan membungkukkan sedikit tubuhnya dan terlihat sungguh-sungguh berusaha untuk menggoyahkan niat sang pangeran yang ingin membawanya pergi. Kali ini seringai jahil dan nakalnya sama sekali tidak terlihat. Dia serius."Maaf, anda siapa? Bila anda ingin berbicara dengan pangeran, harap melalui cara yang benar. Bukankah anda sudah tahu peraturannya? Tolong bersikaplah yang so
Di ruang tamu keluarga Aditama Perkasa suasana begitu hening dan dingin. Embun duduk dengan punggung tegak lurus dan kaku. Saat ini semua pandangan terarah hanya pada satu objek, yaitu dirinya. Saat ini papa Al pun ikut di hadirkan diruangan ini oleh Om pak polisi Reinhard. Juga ada pak polisi Badai beserta tiga orang lagi polisi muda yang tidak di kenal oleh Embun.Sementara dari pihak kerajaan Embun mengenali pangeran Poom dan ada lima orang lagi dari pihak kepolisian negaranya. Ada dua orang lagi dari duta besar Thailand untuk Indonesia yang masing-masing di perkenalkan sebagai penerjemah.Embun duduk ditengah-tengah sofa diapit oleh Revan dan papa Al. Bahkan dari jarak sejengkal Embun masih bisa merasakan panasnya suhu tubuh Revan. Kedua tangan suaminya juga agak gemetar. Embun tahu Revan sedang meriang parah. Revan turun dari mobil di papah oleh Satria dan dirinya sendiri. Revan menolak disuruh beristirahat setelah minum obat. Ia
"Abang tidak mengenal perempuan itu... tidak kenal. Tidak tahu. Abang sungguh-sungguh tidak kenal. Sumpah demi apapun. Dia bohong. Tidak kenal... sungguh tidak kenal. Maafkan abang, my country girl. Jangan pergiiiii!!! Tunggu Abang!!! Jangan!!!"Embun dan Satria saling berpandangan. Tubuh Revan panas seperti api. Dia juga terus mengigau dan meminta maaf padanya. Tubuh besarnya terus saja bergerak-gerak dengan gelisah. Kedua sikunya tampak lecet dan berdarah akibat bergesekan dengan aspal sepertinya. Lututnya juga pasti luka, karena celananya dibagian lutut tampak seperti tergesek-gesek. Suaminya itu pasti jatuh bangun mengejarnya saat berlari. Walaupun jarak antara rumah sakit dan rumah papa Al nya tidak begitu jauh, tetapi jika ditempuh dengan cara berlari non stop pasti akan amat sangat melelahkan juga.Dalam keadaan kelelahan dan berkeringat, kembali tubuhnya di guyur hujan deras selama kurang lebih empat jam, suaminya
Ckiiittt!!!Embun yang baru saja turun dari mobil sudah disusul oleh Revan di belakangnya. Rambut Revan tampak basah oleh keringat yang lembab di dahinya. Jasnya sudah dibuka begitu juga dengan dasinya. Kancing kemejanya sudah terlepas dua. Lengan kemeja putihnya juga sudah di naikkan hingga ke siku. Embun melihat ada noda darah di kedua siku Revan. Sepertinya dia tadi terjatuh berkali-kali ke aspal saat berusaha mengejar laju mobil nya."Sayang, dengar dulu penjelasan abang ya? Nanti setelah abang memberi penjelasan baru kamu yang memutuskan masuk akal atau tidak nya cerita perempuan yang bahkan namanya saja Abang tidak tahu. Sayang... sayang abang mohon dengar dulu penjelasan abang. Lima menit saja. Tolong Embun, beri abang kesempatan untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya."Revan merentangkan kedua lengannya, mencegah Embun melewati tubuhnya. Dengan ekspresi wajah seakan tidak mendengar ka
"Ayo Pa, pelan-pelan jalannya. Sini Embun pegangin tangan kanannya." Embun membimbing lengan kanan Al sementara lengan kiri Al di bimbing oleh ibu Al, Deasy. Sedangkan istri uniknya, Zahra malah tampak sibuk mengangkat tas travel yang berisi semua pakaian-pakaian kotornya. Sebenarnya tadi Al bersikeras untuk mengangkat tasnya sendiri. Dia tidak tega menyuruh salah satu dari tiga wanita yang paling dicintainya di dunia ini untuk mengangkat- angkat pakaian kotornya. Tetapi seperti biasa istri antiknya ini malah bilang emansipasi wanita itu seyogyanya bukan hanya untuk diambil untungnya saja yang meminta kesetaraan dalam masalah hak. Akan tetapi juga harusnya ada kesetaraan di dalam kewajiban. Hebatkan istri antiknya ini?Al tadi juga menanyakan mengapa Zahra mengalah dan membiarkan Embun dan ibunya lah yang membimbing langkahnya, bukannya dirinya yang nota bene adalah istrinya. Dan lagi-lagi jawaban Zahra membungkamnya. Zahra mengatakan bahwa kesempa