"Kamu pakai saja ini baju Tante Zahra. Sementara pakaian kamu dilaundry si bibik ya, Mbun? Kayaknya pas deh kamu pakai. Ini handuknya kalau kamu mau mandi. Om tunggu di depan ya? Kalau ada apa-apa teriak saja. Om pasti dengar."
Embun yang tenagah duduk melamun di ruang tamu dengan pakaian yang basah kuyub, menerima pakaian dan handuk yang di berikan Om Albert dengan penuh rasa terima kasih. Ia memang sangat kedinginan sekali saat ini.
"Terima kasih ya, Om? Saya mandi dulu. Om tahu tidak selain bepak dan Bang Dewa, Om adalah orang paling baik di luar hubungan keluarga yang saya kenal. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih banyak ya, Om?"
Embun merangkapkan kedua tangannya ke dada. Mengucapkan rasa terima kasih dengan takzim dan penuh rasa hormat.
"Orang baik? Hahhaha. Setidaknya ada lima ratusan karyawan Om yang akan tertawa ngakak sambil guling-guling, saat mendengar kamu mengat
"Nggak masalah, Om. Saya akan tetap berusaha menjadi pion. Pion walaupun paling kecil tapi langkahnya tidak pernah mundur, dia akan maju terus."Revan membalas. Saat ini dia berusaha cooling down dulu agar otak cerdasnya jalan lagi. Menghadapi Om dingin-dingin menggigit begini harus pake otak dan main tak tik. Karena Bara tadi sudah merasakan bagaimana akibatnya kalau memakai otot. Tidak ada gunanya sama sekali alias tidak worth it."Tapi raja bisa mati dengan bidak apapun dari lawan. Tidak peduli itu pion ataupun yang lainnya."Albert mulai tersenyum. Inilah saat yang dia tunggu-tunggu. Perang urat syaraf dan argumen yang menguras pikiran serta emosi. Laki-laki muda di hadapannya ini terkenal mumpuni dalam hal memutar balikkan kata dan fakta. Bahkan beberapa kali perusahaannya harus menelan kekalahan akibat dari jagonya cara berdiplomasi anak si Gilang ini.Dia ingin melihat, sampa
"Apa maksud Anda, Pak Polisi? Dan siapa itu Pimchanok?"Revan langsung berdiri saat seorang polisi berwajah mirip Albert menyebutkan satu nama aneh sambil menatap Embun dengan wajah terkesima. Radar alarm berbahaya seketika berdering keras di kepalanya. Ada sesuatu yang tidak beres di sini."Saya BrigjenPol Reinhard Ratulangi, sepupu dari Albert Tjandrawinata. Eh itu ada semut di rambut Anda!"Reinhard dengan sigap menarik beberapa helai rambut hitam Embun dan dengan gerakan cepat mengantonginya dengan cara yang begitu santai dan luwes."Aduduhhhh!"Bapak hebat sekali ya? Rambut saya hitam. Semut juga hitam. Kecil banget lagi. Tapi Pak Polisi kok bisa nampak ya? Tapi lebih elok tadi nggak usah dibuang semutnya. Lebih sakit di tarik rambutnya daripada digigit semutnya. Lagi pula semut 'kan juga tidak bisa menggigit rambut."Embun meringis kes
"Eh polisi kampret, kok lo tadi tiba-tiba ngejambak rambut si Embun? Heran bener perwira polisi kelakuan kayak anak SD."Albert mulai menguliahi Reinhard yang bertindak aneh, karena tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja menjambak rambut Embun."Gue sengaja mengambil beberapa helai rambutnya untuk test DNA, Dodol! Siniin amplop kosong satu. Mau gue masukin contoh sampel rambut si Embun.""Oh," sahut pendek. Ia kemudian membuka laci meja bagian bawah. Mengeluarkan satu amplop putih dan menyerahkannya pada Reinhard. Reinhard langsung memasukkan beberapa helai sampel rambut Embun yang di tariknya tadi."Ya tapi nggak pake di jambak begitu juga kali, Rein. 'Kan sakit. Kasian." Omel Albert. Entah mengapa setiap orang yang membuat Embun tidak nyaman, Albert merasa sangat tidak suka. Ada perasaan ingin melindungi yang muncul begitu saja dari dalam dirinya."Jadi gue
"Belajar yang rajin. Jangan nakal, jangan memandang lawan jenis terlalu lama, jangan ke kantin atau pun ke perpustakaan sendirian. Satu hal lagi, jangan pernah menginjakkan kaki kamu ke Himpunan, jikalau tidak ada keperluan di sana. Janji dulu sama Abang, my country girl."Embun menganggukkan kepalanya.Revan rasanya sangat berat untuk meninggalkan Embun kuliah. Apalagi kampus ini terkenal dengan para predator dengan kualitas di atas rata-rata semua. Revan tidak tenang rasanya meninggalkan Embun ditengah tatapan penuh minat mereka."Ayo, Mbun. Abang antar ke kelasmu." Revan bersiap-siap turun dan mulai mematikan kunci mobil. Ia kemudian menarik rem tangan dan tuas pada posisi parking."Nggak usah dianter, Bang. Embun udah tau kok letak kelas Embun itu di mana. Jadi nggak bakalan nyasar. Percaya deh sama Embun, Bang."Embun tidak enak kalau diantar Revan sampai ke kelas. Mana bawaan
"Lho Anda sudah ada di sini rupanya, Pak Rangkayo Depati?"Radja Girsang heran saat melihat tamunya malah sudah datang duluan ke Himpunan, bahkan sebelum dia sebagai sang tuan rumah mengundangnya. Dia memang mengundang pengusaha muda ini untuk memberikan motivasi kepada para anak didiknya sekaligus membantu proyek amal Rangkayo Depati."Iya, kebetulan saya tadi mengantarkan kostum adik saya yang masih tertinggal di kampung dulu. Jadi saya singgah terlebih dahulu ke sini, sebelum ke kantor Pak Radja. Saya minta maaf kalau itu menyalahi aturan," timpal Anak Dewa sopan."Ah tidak jadi masalah itu, Pak Rangkayo. Jadi Embun itu adik Pak Rangkayo ya?" Radja masih penasaran melihat kedekatan tamu istimewanya itu dengan menantu Gilang."Embun itu sedari kecil sudah diasuh oleh kedua orang tua saya. Baru-baru ini saja dia pindah ke ibukota karena ehm menikah. Dan ya, saya juga baru sempat kali ini mengu
"Terima kasih sudah menyelamatkan istri saya ya, Om? Saya tidak ta-"BUGH! BUGH!"Kamu pikir dengan meminta maaf saja semua persoalan sudah selesai?" Albert menggeram. Menantu tidak tahu dirinya ini selalu saja muncul belakangan. Dasar tidak berguna!"Ke mana saja kamu, sampai istrimu berlindung di halte bobrok malam-malam begini? Kalau pun bukan tiga bajingan ini yang merusak istrimu, pasti ada bajingan- bajingan lain yang akan mengusiknya. Saya tidak akan pernah rela melepas anak perempuan saya ke tangan laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti kamu. Karena seseorang yang tidak bisa bertanggung jawab atas kata-katanya sendiri, tidak akan bisa bertanggung jawab atas diri orang lain. Camkan itu!" Albert mendadak ingin menggigit lidahnya sendiri. Ia kelepasan."Anak perempuan?" Revan dan Embun bertanya secara bersamaan."Maksudnya si Om, dia itu sudah menganggap Embun sepert
"Abang kok bisa ada di sini? Abang nggak kerja? Nggak sibuk di kantor gitu?" Embun merasa risih karena hanya berduaan saja dengan Anak Dewa di dalam mobil. Bagaimana pun akrabnya hubungan mereka di masa lalu, sekarang kan dia ini sudah menjadi istri orang. Tidak baik berduaan dengan laki-laki yang tidak memiliki pertalian darah yang langsung dengannya."Setiap hari Selasa dan Kamis Abang libur untuk sekedar mengistirahatkan tubuh dan pikiran Abang. Kenapa? Adek kok kayaknya tidak senang sekali dekat-dekat dengan Abang? Tak elok kalau bersikap ada yang baru yang lama di lupakan. Seloko adat kita mengajarkan untuk tidak boleh bersikap seperti kacang lupa akan kulitnya bukan, Dek?"Anak Dewa menjawab santai sambil memindahkan persnelling mobilnya."Lho... lho kita mau ke mana ini, Bang? Mobil yang lain pada berjalan lurus kok kita malah belok sih?" Embun mulai panik. Dia agak merasa was was dengan arah jalan yang dipi
" Aaaa.. itu itu anu Bang, karena -""Karena Embun Pagi ada di kelompok empat. Dan kebetulan kelompok itu anggotanya laki-laki semua. Jadi pihak penyenggara mengambil kebijakan untuk memindahkan Embun ke armada khusus. Tapi kalau bapak keberatan, tidak-apa-apa, nanti hari kamis saya akan memindahkan Embun satu mobil dengan kelompoknya sendiri. Perkenalkan nama saya Melati Suci, asisten dari pihak penyenggara sekaligus mahasiswi kampus ini."Embun menarik nafas lega saat Suci, kakak kelasnya ini dengan cepat membantunya menjawab pertanyaan Revan. Kakak kelasnya ini rupanya sedari tadi mengamati pembicaraannya dengan Revan, sehingga ia bisa dengan cepat dan professional segera mengurai kecurigaan Revan terhadapnya. Kakak kelasnya ini memang tanggap dan cekatan."Tidak perlu. Pihak penyelenggara kalian memang sudah mengambil tindakan yang tepat. Untuk selanjutnya Embun akan berangkat mengajar dengan armada khusus saja