" Aaaa.. itu itu anu Bang, karena -"
"Karena Embun Pagi ada di kelompok empat. Dan kebetulan kelompok itu anggotanya laki-laki semua. Jadi pihak penyenggara mengambil kebijakan untuk memindahkan Embun ke armada khusus. Tapi kalau bapak keberatan, tidak-apa-apa, nanti hari kamis saya akan memindahkan Embun satu mobil dengan kelompoknya sendiri. Perkenalkan nama saya Melati Suci, asisten dari pihak penyenggara sekaligus mahasiswi kampus ini."
Embun menarik nafas lega saat Suci, kakak kelasnya ini dengan cepat membantunya menjawab pertanyaan Revan. Kakak kelasnya ini rupanya sedari tadi mengamati pembicaraannya dengan Revan, sehingga ia bisa dengan cepat dan professional segera mengurai kecurigaan Revan terhadapnya. Kakak kelasnya ini memang tanggap dan cekatan.
"Tidak perlu. Pihak penyelenggara kalian memang sudah mengambil tindakan yang tepat. Untuk selanjutnya Embun akan berangkat mengajar dengan armada khusus saja
Embun melipat kostum tarinya dengan rapi dan memasukkannya kembali ke dalam paper bag. Sebenarnya hari ini dia kurang begitu enak badan. Mungkin karena efek kurang tidur dan juga menangis terus semalaman. Embun merasa begitu tidak diinginkan oleh Revan."Kok lo cepet banget sih beres-beresnya? Udah mau pulang lo Mbun? Lah terus yang nganterin lo pulang siapa? Pak Revan ya? Tapi Pak Revannya kok nggak kelihatan?" Ibell celingukan kesana kemari mencari sosok Revan."Gue pulangnya sama Pak Thohir. Bang Revannya gue malah nggak tahu dia ada dimana sekarang. Dari semalam juga Bang Revannya belum pulang-pulang. Mungkin sedang olah raga enak dengan teman satu malam berdirinya."Embun menjawab lirih seolah-olah sedang berbicara dengan dirinya sendiri.Mata Annisa dan Ibell membulat seketika. Embun ini polos-polos tapi kata-katanya dahsyat juga. Langsung tepat sasaran dan tanpa tedeng aling-aling.
"EMBUNNNN!!!"Albert langsung terbangun dengan tubuh basah kuyub karena keringat dingin dan nafas yang masih terengah-engah. Dia bermimpi buruk tentang Embun, anak gadisnya yang baru saja di ketemukannya. Matanya menatap nyalang dinding dengan pandangan kosong sekaligus ngeri."Mas, ada apa? Mas mimpi buruk ya? Sebentar ya Mas, Zahra ambilin air minum dulu."Zahra bergegas menghampiri dispenser dan menuang segelas air dingin kepada suaminya. Zahra juga mengambil sebuah handuk kecil dan berkali-kali menyeka wajah suaminya yang masih saja terus keringat dingin. Suaminya masih terduduk diam diatas ranjang dengan tatapan nyalang. Sepertinya suaminya ini masih belum bisa melupakan mimpi buruknya."Mas mimpi apa sih? Tidak usah terlalu di pikirkan ya Mas. Namanya juga mimpi, bukan kenyataan yang sebenarnya kan? Ayo minum sedikit lagi ya Mas? Nah begitu kan lebih baik."Zahr
"Hallo Embun Pagi, lagi sakit ya Nak? Pantesan dari tadi pagi Om telepon-telepon tapi ponsel kamu tidak aktif terus, kamu sakit apa sih, Nak?"Albert yang sedari jam tujuh pagi sibuk menghubungi ponsel Embun yang ternyata dalam keadaan tidak aktif, akhirnya memutuskan untuk menelepon Gilang. Dan dari Gilang jugalah Albert akhirnya tahu kalau putrinya ternyata sedang dalam keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit yang sama dengan Gilang. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Albert segera berinisiatif untuk menjenguk Gilang sekaligus juga melihat keadaan putrinya yang sebenarnya adalah memang merupakan tujuan utamanya."Eh Om Albert dan Bu Zahra. Apa kabar Om, Bu?" Embun menyalim tangan Al dan Zahra sambil berusaha untuk bangkit dari posisi berbaringnya. Kepalanya seketika terasa berputar karena gerakannya yang bangkit secara tiba-tiba. Embun meringis sambil mengernyitkan dahinya akibat rasa pusing yang mulai menderanya."Eh
"Iya menantu bangkotan kurang ajar, saya ini mertua kamu. Makanya saya akan siap mencincang kamu menjadi potongan-potongan kecil kalau kamu masih saja terus menyiksa putri saya. Mengerti kamu!!"Badai dan Reinhard meringis ngilu mendengar kalau Al akan mencincang Revan kalau dia terus saja menyakiti Embun. Mantan bajingan itu lebih serem kalau anak, istri dan keluarganya di sakiti dari pada diri mereka sendiri. Sebajingan-bajingannya seorang laki-laki mereka pasti akan mati-matian siap berkorban jiwa raga untuk kebahagian anak istri mereka. Mereka akan ganas diluar tapi pasti akan selembut dan sejinak kucing anggora kalau sudah berada di dalam tengah-tengah keluarganya."Satu hal lagi, dia itu cucu raja, bisa di penggal batang leher kamu di Siam sana jalau kamu masih saja macam-macam pada cucu raja. Embun itu anak putri raja Siam dengan taipan Indonesia, sial amat dia mendapatkan suami bangkotan tukang ONS yang benihnya sudah bercecera
Embun terdiam. Jika Revan mengetahui semua gerak geriknya dikampus berarti hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, Revan tidak pulang ke rumah setelah mengantarnya ke kampus, atau Revan memang menyuruh orang untuk memata-matainya. Dan dua kemungkinan itu sama-sama tidak disukainya, karena itu sama saja artinya kalau suaminya itu sama sekali tidak mempercayainya."Kenapa kamu diam, istriku? Apa perlu Abang mengulangi kembali pertanyaan Abang karena kamu gagal fokus akibat memikirkan bagaimana caranya membohongi Abang?"Revan melirik wajah Embun di sela-sela gerakan tangannya yang dengan lincah mengemudikan stir mobil."Kalau abang memang merasa sudah tahu, untuk apa lagi nanya-nanya sama Embun. Kan cuma buang-buang nafas percuma aja, Bang.""Bukan itu jawaban yang abang inginkan Embun."Embun menarik nafas panjang sejenak sebelum menjawab lirih."
"Om, kenapa sih Om ngakuin Embun itu anak Om? Padahal kan bukan?" Embun yang sedang makan siang disebuah mall kepunyaan Albert mulai menyuarakan keingintahuannya yang sudah berada diujung lidahnya sedari tadi. Bukannya dia tidak senang diakui sebagai seorang anak, tetapi rasanya itu seperti membohongi diri sendiri, karena merasa senang atas kebohongan yang kita sendiri tahu pasti kebenarannya."Kenapa? Tidak senang kalau punya ayah seperti Om?""Bukan Om. Embun hanya penasaran saja. Kalau Embun punya ayah kayak Om ya senang banget lah. Udah lah baik, ganteng banget, kaya, harum lagi. Apa lagi yang kurang coba?" Embun tersenyum sambil nyengir. Bahasa tubuh Embun yang seperti inilah adalah warisan dari Piphim. Saat Piphim tertawa atau bercanda ekspresinya memang persis seperti Embun, tidak tertebak maksud dan tujuannya. Bisa saja dia memuji akan tetapi bisa juga dia mengejek."Om sengaja bilang begitu supaya mereka s
"Jadi lo yang namanya Embun Pagi, istrinya Revan?" Embun yang baru saja duduk di kursinya menatap seorang wanita cantik yang tubuhnya begitu kurus, akan tetapi juga amat sangat tinggi itu.Embun yang masih dalam posisi duduk sampai harus mendongakkan kepalanya keatas hanya demi untuk bisa melihat wajah sang empunya suara. Keriuhan yang tadinya terdengar dari dalam kelasnya mendadak hening. Semua penghuni kelasnya terlihat sedang memfokuskan pandangan mereka pada dua orang yang sama-sama cantik namun terlihat sangat berbeda dalam postur tubuh maupun bahasa tubuh mereka."Mbak siapa? Astaga mbak makan apa sih sampai bisa tumbuh setinggi itu? Apa mbak suka makan rebung ya sampai mbak bisa tumbuh setinggi pohon bambu begini?"Embun masih begitu takjub memandangi sang wanita cantik yang menurut Embun kakinya bahkan sampai menyerupai sepasang tusuk gigi saking kurusnya. Embun sungguh terpana melihatnya.
"MUNDUR!!! Saya mau kalian semua mundur sekarang atau akan saya lubangi kepala gadis ini. Silahkan pilih!!"Embun merasakan kuatnya pitingan lengan kanan penyanderanya ini membuat nafas nya mulai tersangkut-sangkut karena berusaha meraih udara. Mungkin karena saking tegangnya suasana, sang penyandera tidak menyadari kalau tawanannya sudah megap-megap kehabisan udara.Embun melihat Revan dan papa Al nya terlihat begitu cemas dan terus saja memandangi wajahnya. Embun tahu mereka sebenarnya ingin sekali menolongnya tetapi belum menemukan caranya. Mereka semua pasti takut kalau sembarangan bertindak malah akan semakin membahayakan nyawanya.Embun merasa nafasnya semakin sesak saja saat dirinya digeret dengan cara terus saja di tarik mundur kebelakang melalui pitingan lengan penyanderanya. Jarak antara sang penyandera dengan mobil para komplotannya semakin dekat.Embun tahu
Pandan Wangi Aditama Perkasa dengan cekatan mengaduk kopi, sekaligus teh yang sedang di buatnya dalam waktu yang bersamaan. Pagi-pagi seperti ini sudah menjadi tugasnya untuk menghidangkan minuman bagi para staff dan karyawan PT. INTI GRAHA ANUGERAH. Ia telah seminggu bekerja menjadi OG di perusahaan kontruksi ini. Bayangkan saja ia yang seorang fashion designer lulusan Parsons School of Design College New York menjadi OG disini.Kakaknya Putra Lautan Aditama Perkasa, akhir-akhir ini merasa heran karena selalu kalah tender dalam masalah pengajuan budgeting dengan perusahaan ini. Kalau dalam presentasi, perusahaan kakaknya selalu memukau. Para client selalu mengakui kalau semua ide-ide dan inovasi kakaknya luar biasa. Hanya saja apabila sudah di laga dengan masalah budgeting harga yang ditawarkan, perusahaan mereka selalu kalah dengan perusahaan ini. Kakaknya curiga kalau ada orang dalam yang bermain disini. Soalnya angka-angka yang mereka tawarkan hanya selisih tipis sekali d
Revan merasa ada yang aneh saat pagi-pagi para staff nya terus saja memandanginya dengan pandangan yang sedikit ganjil. Tetapi saat ia berbalik memandang mereka, mereka malah terlihat seperti menghindarinya sembari memasang wajah prihatin. Ada apa ini sebenarnya? Entah mengapa pagi ini perasaannya sangat tidak enak. Revan tambah bingung saat ia berjalan kearah meja Ira yang tepat ada di depan ruangannya, semua staff nya malah terlihat bergerombol di depan televisi sambil menunjuk-nunjuk layarnya. Tetapi saat melihat kehadirannya, mereka semua mendadak gugup dan mematikan televisi dengan begitu tiba-tiba, seolah-olah tidak memperbolehkannya melihatnya. Revan tentu saja menjadi semakin penasaran saja."Kalian sedang menonton acara apa pagi-pagi seperti ini? Dan kenapa setelah saya datang kalian malah mematikan televisinya?" Revan bertanya pada staff di front desk nya."Bu—bukan acara apa-apa kok, Pak. Ini cuma acara infotainment pa
Seminggu telah berlalu. Janji Embun untuk selalu mengabarinya ternyata hanya janji-janji belaka. Sejak lambaian tangan istrinya seiring dengan mobilnya yang melaju meninggalkan gumpalan-gumpalan debu, saat itu juga lah komunikasi mereka terputus. Revan sama sekali tidak bisa menghubungi istrinya lagi. Sepertinya ponsel istrinya telah dialihkan atau malah sudah berganti dengan nomor yang baru. Nomor ponsel lamanya sama sekali sudah tidak aktif. Selama seminggu ini Revan sudah seperti orang gila. Dia tidak enak makan dan tidak enak tidur. Pekerjaannya semua kacau balau dan terbengkalai. Kerjanya tiap hari hanyalah memandangi ponsel saja. Berharap benda pipih itu berbunyi dan nama istrinyalah yang tertera di sana. Benaknya bahkan sudah menyusun rencana untuk menjawab sapa istrinya nanti dengan suara sedingin mungkin. Ia ingin agar istrinya itu tahu kalau ia marah, kecewa dan apa pun lah namanya. Yang pasti ia gegana berat. Tetapi bagaimana ia bisa mewujudkan semua rencana-rencananya ka
"Sayang, ngapain sih bawa bajunya banyak-banyak? Kan kamu juga cuma sebentar di sana?" Revan menatap tidak rela saat melihat Embun kembali memasukkan piyama angry bird kesayangannya ke dalam koper."Abang ini bagaimana sih, masa Embun bawa baju cuma lima pasang aja abang bilang banyak? Nih, lihat tas besar eh koper ya ini namanya, aja masih kosong semua. Banyak darimana, Bang? Lho kok handuknya di keluarin lagi? Masa handuknya cuma satu? Nanti Embun nggak punya handuk ganti dong, Bang?"Embun kebingungan saat Revan malah mengeluarkan isi kopernya, sementara dia sudah susah payah menyusunnya."Abang inilah, kalau Embun mau kuliah aja tasnya diisi macem-macem sampai nggak bisa ditutup kayak orang mau pindah rumah. Nah sekarang giliran Embun mau pindah rumah sungguh-sungguh seminggu, eh semua barang-barang yang Embun butuhkan malah nggak boleh dibawa. Abang ini bagaimana sih?"Embun merebut kembal
"Your majesty, please let her go to her husband. After some years you will realise that it is the best decision you have ever made. She already told you that she did not love you. Always remember that everyone tries to get their beloved one but not everyone succeded because everyone has some problems. The real love lies rests in their happiness. Please be brave enough to—"Embun terkesima saat Satria si raja mesum dan sutradara gagal, tiba-tiba saja menghampiri pangeran Rattapoom dan berbicara serius tapi dengan sikap tubuh yang sopan. Ia bahkan membungkukkan sedikit tubuhnya dan terlihat sungguh-sungguh berusaha untuk menggoyahkan niat sang pangeran yang ingin membawanya pergi. Kali ini seringai jahil dan nakalnya sama sekali tidak terlihat. Dia serius."Maaf, anda siapa? Bila anda ingin berbicara dengan pangeran, harap melalui cara yang benar. Bukankah anda sudah tahu peraturannya? Tolong bersikaplah yang so
Di ruang tamu keluarga Aditama Perkasa suasana begitu hening dan dingin. Embun duduk dengan punggung tegak lurus dan kaku. Saat ini semua pandangan terarah hanya pada satu objek, yaitu dirinya. Saat ini papa Al pun ikut di hadirkan diruangan ini oleh Om pak polisi Reinhard. Juga ada pak polisi Badai beserta tiga orang lagi polisi muda yang tidak di kenal oleh Embun.Sementara dari pihak kerajaan Embun mengenali pangeran Poom dan ada lima orang lagi dari pihak kepolisian negaranya. Ada dua orang lagi dari duta besar Thailand untuk Indonesia yang masing-masing di perkenalkan sebagai penerjemah.Embun duduk ditengah-tengah sofa diapit oleh Revan dan papa Al. Bahkan dari jarak sejengkal Embun masih bisa merasakan panasnya suhu tubuh Revan. Kedua tangan suaminya juga agak gemetar. Embun tahu Revan sedang meriang parah. Revan turun dari mobil di papah oleh Satria dan dirinya sendiri. Revan menolak disuruh beristirahat setelah minum obat. Ia
"Abang tidak mengenal perempuan itu... tidak kenal. Tidak tahu. Abang sungguh-sungguh tidak kenal. Sumpah demi apapun. Dia bohong. Tidak kenal... sungguh tidak kenal. Maafkan abang, my country girl. Jangan pergiiiii!!! Tunggu Abang!!! Jangan!!!"Embun dan Satria saling berpandangan. Tubuh Revan panas seperti api. Dia juga terus mengigau dan meminta maaf padanya. Tubuh besarnya terus saja bergerak-gerak dengan gelisah. Kedua sikunya tampak lecet dan berdarah akibat bergesekan dengan aspal sepertinya. Lututnya juga pasti luka, karena celananya dibagian lutut tampak seperti tergesek-gesek. Suaminya itu pasti jatuh bangun mengejarnya saat berlari. Walaupun jarak antara rumah sakit dan rumah papa Al nya tidak begitu jauh, tetapi jika ditempuh dengan cara berlari non stop pasti akan amat sangat melelahkan juga.Dalam keadaan kelelahan dan berkeringat, kembali tubuhnya di guyur hujan deras selama kurang lebih empat jam, suaminya
Ckiiittt!!!Embun yang baru saja turun dari mobil sudah disusul oleh Revan di belakangnya. Rambut Revan tampak basah oleh keringat yang lembab di dahinya. Jasnya sudah dibuka begitu juga dengan dasinya. Kancing kemejanya sudah terlepas dua. Lengan kemeja putihnya juga sudah di naikkan hingga ke siku. Embun melihat ada noda darah di kedua siku Revan. Sepertinya dia tadi terjatuh berkali-kali ke aspal saat berusaha mengejar laju mobil nya."Sayang, dengar dulu penjelasan abang ya? Nanti setelah abang memberi penjelasan baru kamu yang memutuskan masuk akal atau tidak nya cerita perempuan yang bahkan namanya saja Abang tidak tahu. Sayang... sayang abang mohon dengar dulu penjelasan abang. Lima menit saja. Tolong Embun, beri abang kesempatan untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya."Revan merentangkan kedua lengannya, mencegah Embun melewati tubuhnya. Dengan ekspresi wajah seakan tidak mendengar ka
"Ayo Pa, pelan-pelan jalannya. Sini Embun pegangin tangan kanannya." Embun membimbing lengan kanan Al sementara lengan kiri Al di bimbing oleh ibu Al, Deasy. Sedangkan istri uniknya, Zahra malah tampak sibuk mengangkat tas travel yang berisi semua pakaian-pakaian kotornya. Sebenarnya tadi Al bersikeras untuk mengangkat tasnya sendiri. Dia tidak tega menyuruh salah satu dari tiga wanita yang paling dicintainya di dunia ini untuk mengangkat- angkat pakaian kotornya. Tetapi seperti biasa istri antiknya ini malah bilang emansipasi wanita itu seyogyanya bukan hanya untuk diambil untungnya saja yang meminta kesetaraan dalam masalah hak. Akan tetapi juga harusnya ada kesetaraan di dalam kewajiban. Hebatkan istri antiknya ini?Al tadi juga menanyakan mengapa Zahra mengalah dan membiarkan Embun dan ibunya lah yang membimbing langkahnya, bukannya dirinya yang nota bene adalah istrinya. Dan lagi-lagi jawaban Zahra membungkamnya. Zahra mengatakan bahwa kesempa