"Om, kenapa sih Om ngakuin Embun itu anak Om? Padahal kan bukan?" Embun yang sedang makan siang disebuah mall kepunyaan Albert mulai menyuarakan keingintahuannya yang sudah berada diujung lidahnya sedari tadi. Bukannya dia tidak senang diakui sebagai seorang anak, tetapi rasanya itu seperti membohongi diri sendiri, karena merasa senang atas kebohongan yang kita sendiri tahu pasti kebenarannya.
"Kenapa? Tidak senang kalau punya ayah seperti Om?"
"Bukan Om. Embun hanya penasaran saja. Kalau Embun punya ayah kayak Om ya senang banget lah. Udah lah baik, ganteng banget, kaya, harum lagi. Apa lagi yang kurang coba?" Embun tersenyum sambil nyengir. Bahasa tubuh Embun yang seperti inilah adalah warisan dari Piphim. Saat Piphim tertawa atau bercanda ekspresinya memang persis seperti Embun, tidak tertebak maksud dan tujuannya. Bisa saja dia memuji akan tetapi bisa juga dia mengejek.
"Om sengaja bilang begitu supaya mereka s
"Jadi lo yang namanya Embun Pagi, istrinya Revan?" Embun yang baru saja duduk di kursinya menatap seorang wanita cantik yang tubuhnya begitu kurus, akan tetapi juga amat sangat tinggi itu.Embun yang masih dalam posisi duduk sampai harus mendongakkan kepalanya keatas hanya demi untuk bisa melihat wajah sang empunya suara. Keriuhan yang tadinya terdengar dari dalam kelasnya mendadak hening. Semua penghuni kelasnya terlihat sedang memfokuskan pandangan mereka pada dua orang yang sama-sama cantik namun terlihat sangat berbeda dalam postur tubuh maupun bahasa tubuh mereka."Mbak siapa? Astaga mbak makan apa sih sampai bisa tumbuh setinggi itu? Apa mbak suka makan rebung ya sampai mbak bisa tumbuh setinggi pohon bambu begini?"Embun masih begitu takjub memandangi sang wanita cantik yang menurut Embun kakinya bahkan sampai menyerupai sepasang tusuk gigi saking kurusnya. Embun sungguh terpana melihatnya.
"MUNDUR!!! Saya mau kalian semua mundur sekarang atau akan saya lubangi kepala gadis ini. Silahkan pilih!!"Embun merasakan kuatnya pitingan lengan kanan penyanderanya ini membuat nafas nya mulai tersangkut-sangkut karena berusaha meraih udara. Mungkin karena saking tegangnya suasana, sang penyandera tidak menyadari kalau tawanannya sudah megap-megap kehabisan udara.Embun melihat Revan dan papa Al nya terlihat begitu cemas dan terus saja memandangi wajahnya. Embun tahu mereka sebenarnya ingin sekali menolongnya tetapi belum menemukan caranya. Mereka semua pasti takut kalau sembarangan bertindak malah akan semakin membahayakan nyawanya.Embun merasa nafasnya semakin sesak saja saat dirinya digeret dengan cara terus saja di tarik mundur kebelakang melalui pitingan lengan penyanderanya. Jarak antara sang penyandera dengan mobil para komplotannya semakin dekat.Embun tahu
"Seharusnya pertanyaan itu saya yang mengajukannya pada Anda, pak polisi. Buat apa ada kalian semua berikut jajarannya di NKRI tercinta ini kalau kalian tidak bisa menghandle segala tindak kejahatan negeri ini bukan?Saya dan Om Al kan cuma warga sipil biasa. Oleh karena itu sudah seharusnya kami anda lindungi dengan segenap jiwa raga sesuai dengan tugas dan tanggung jawab anda sebagai seorang pengayom masyarakat."Revan mulai mencoba membalikkan kata-kata sarkas Reinhard. Reinhard ini ternyata mulutnya sebelas dua belas juga dengan Albert. Sama-sama tajem dan pedes mulutnya."Kami para polisi bukan Tuhan, Revan. Tidak segala hal bisa kami tangani dengan hasil akhir yang sempurna. Polisi yang seperti itu hanya ada di film-film saja. Satu yang pasti, kami akan selalu mengupayakan yang terbaik dan berusaha meminimalisir jatuhnya korban lebih banyak dari yang seharusnya. Mengenai hasil akhirnya, biarlah Tuhan yang bekerja. Se
" Lho Embun, kamu sakit? Ini wajahmu kenapa bisa babak belur begini?" Embun yang baru saja keluar dari toilet rumah sakit berpapasan dengan Arjuna yang kebetulan juga baru keluar dari toilet pria. Mata Arjuna menelusuri selebar wajah Embun dengan penuh spekulasi."Memar-memar mu ini kamu dapatkan dari mana Embun? Apakah dari ehm maaf suami kamu?"Rasa penasaran Arjuna terhadap sosok Embun telah membuatnya mencari informasi mendetail soal status Embun pada tulangnya, Radja. Dan dari tulangnya pula Arjuna akhirnya tahu kalau Embun itu ternyata sudah menikah dengan Revan Aditama Perkasa. Anak tunggal Pak Gilang Aditama Perkasa sahabat ayahnya. Seketika itu juga Arjuna teringat kalau dulu ayah Embun memang diantarkan ke PUSKESMAS Bukit Dua Belas oleh Pak Gilang dan putranya dalam keadaan berlumuran darah akibat kecelakaan lalu lintas. Dia juga tahu bahwa ayah Embun tertabrak dan akhirnya meninggal karena melindungi Pak Gilang. Yang Arjuna
Hallo dokter Arjuna, apakah Anda sudah mendapatkan sedikit titik terang dari Embun Pagi? Ingat Anda harus tetap berpura-pura tidak tahu terhadap semua masa lalunya. Dia harus merasa kalau anda itu ada di luar garis dan netral. Ingat, bahkan ayah kandungnya dan suaminya pun tidak boleh tahu kalau Anda sudah tahu sebahagian besar kasusnya dari pihak kepolisian. Ada beberapa hal yang tidak boleh di ketahui oleh orang awam saat ini. Biarkan kami bekerja sesuai prosedur kami sendiri. Mereka hanya perlu tahu kalau kasus sudah komplit dan bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya.Teruslah berusaha mendekati Embun dengan alami sebagai seorang teman dan bukan sebagai seorang psikiater. Satu pesan saya, jagalah hati anda sendiri. Jangan sampai anda mengaburkan antara kasus kepolisian dengan kasus hati anda sendiri. Selamat malam.Arjuna menutup teleponnya. Sepertinya Badai Putra Alam mencurigainya ada hati dengan Embun Pagi. Mata perwira polisi itu m
BUGHHH!!! BUGHHH!!!BRAKKK!!! PRANGGGG!!!Embun melihat kekacauan yang di akibatkan oleh kemarahan luar biasa Revan. Revan itu orangnya diplomatis, selalu berbicara dengan otaknya lebih dulu di bandingkan dengan ototnya. Dia pria educated bukan type manusia goa yang primitif. Tetapi kali ini Embun melihatnya begitu berbeda dari biasanya. Embun seperti tidak mengenalinya. Revan tadi bahkan sampai melompati sofa alih-alih berjalan memutar dari sampingnya.Baru saja dua hari dia bekerja di kantor ayah mertuanya, keadaan sudah kacau balau seperti ini. Bagaimana pertanggung jawabannya pada ayah mertuanya nanti? Bisa-bisa ayah mertuanya tidak akan mengizinkannya bekerja lagi karena menganggapnya sebagai biang onar. Ini semua gara-gara Revan!! Kalau saja Revan tidak melarangnya bekerja di kantor papa Al nya, pasti kejadian seperti ini bisa di hindari. Selama papa nya masih belum pulih, Revan memang tidak men
Hoekkk!!!!"Udah ah Bik, Embun nggak bisa makan. Mual banget ini. Jangan memaksa Embun makan lagi, Bik." Embun mendorong pelan piring yang sedang di gunakan Bik Popon untuk menyuapinya. Tenggorokannya pedih dan asam setelah Embun mengeluarkan semua makanan yang coba untuk di suapkan si bibik padanya."Tapi nanti bibik di marahin Den Revan, Mbak Embun. Kata Den Revan semua makanan Mbak Embun harus habis di makan biar bayinya sehat. Ayo di coba lagi?" Dan hasilnya malah semua isi makanan yang ada di dalam perut Embun kembali keluar. Bik Popon pun hanya bisa menghela nafas pasrah.Drttt... drttt... drtt...Bagaimana Bik? Embun udah makan? Nasinya habis nggak Bik? Nanti agak siangan jangan lupa di kasih makan buah ya, Bik. Terus dikasih minum susu juga, biar ibu dan bayinya sehat. Lho itu suara muntah-muntah siapa? Embun ya, Bik?"Iya Den. Si Mbak muntah-muntah terus. S
"Ayo Pa, pelan-pelan jalannya. Sini Embun pegangin tangan kanannya." Embun membimbing lengan kanan Al sementara lengan kiri Al di bimbing oleh ibu Al, Deasy. Sedangkan istri uniknya, Zahra malah tampak sibuk mengangkat tas travel yang berisi semua pakaian-pakaian kotornya. Sebenarnya tadi Al bersikeras untuk mengangkat tasnya sendiri. Dia tidak tega menyuruh salah satu dari tiga wanita yang paling dicintainya di dunia ini untuk mengangkat- angkat pakaian kotornya. Tetapi seperti biasa istri antiknya ini malah bilang emansipasi wanita itu seyogyanya bukan hanya untuk diambil untungnya saja yang meminta kesetaraan dalam masalah hak. Akan tetapi juga harusnya ada kesetaraan di dalam kewajiban. Hebatkan istri antiknya ini?Al tadi juga menanyakan mengapa Zahra mengalah dan membiarkan Embun dan ibunya lah yang membimbing langkahnya, bukannya dirinya yang nota bene adalah istrinya. Dan lagi-lagi jawaban Zahra membungkamnya. Zahra mengatakan bahwa kesempa