Embun terdiam. Jika Revan mengetahui semua gerak geriknya dikampus berarti hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, Revan tidak pulang ke rumah setelah mengantarnya ke kampus, atau Revan memang menyuruh orang untuk memata-matainya. Dan dua kemungkinan itu sama-sama tidak disukainya, karena itu sama saja artinya kalau suaminya itu sama sekali tidak mempercayainya.
"Kenapa kamu diam, istriku? Apa perlu Abang mengulangi kembali pertanyaan Abang karena kamu gagal fokus akibat memikirkan bagaimana caranya membohongi Abang?"
Revan melirik wajah Embun di sela-sela gerakan tangannya yang dengan lincah mengemudikan stir mobil.
"Kalau abang memang merasa sudah tahu, untuk apa lagi nanya-nanya sama Embun. Kan cuma buang-buang nafas percuma aja, Bang."
"Bukan itu jawaban yang abang inginkan Embun."
Embun menarik nafas panjang sejenak sebelum menjawab lirih.
"
"Om, kenapa sih Om ngakuin Embun itu anak Om? Padahal kan bukan?" Embun yang sedang makan siang disebuah mall kepunyaan Albert mulai menyuarakan keingintahuannya yang sudah berada diujung lidahnya sedari tadi. Bukannya dia tidak senang diakui sebagai seorang anak, tetapi rasanya itu seperti membohongi diri sendiri, karena merasa senang atas kebohongan yang kita sendiri tahu pasti kebenarannya."Kenapa? Tidak senang kalau punya ayah seperti Om?""Bukan Om. Embun hanya penasaran saja. Kalau Embun punya ayah kayak Om ya senang banget lah. Udah lah baik, ganteng banget, kaya, harum lagi. Apa lagi yang kurang coba?" Embun tersenyum sambil nyengir. Bahasa tubuh Embun yang seperti inilah adalah warisan dari Piphim. Saat Piphim tertawa atau bercanda ekspresinya memang persis seperti Embun, tidak tertebak maksud dan tujuannya. Bisa saja dia memuji akan tetapi bisa juga dia mengejek."Om sengaja bilang begitu supaya mereka s
"Jadi lo yang namanya Embun Pagi, istrinya Revan?" Embun yang baru saja duduk di kursinya menatap seorang wanita cantik yang tubuhnya begitu kurus, akan tetapi juga amat sangat tinggi itu.Embun yang masih dalam posisi duduk sampai harus mendongakkan kepalanya keatas hanya demi untuk bisa melihat wajah sang empunya suara. Keriuhan yang tadinya terdengar dari dalam kelasnya mendadak hening. Semua penghuni kelasnya terlihat sedang memfokuskan pandangan mereka pada dua orang yang sama-sama cantik namun terlihat sangat berbeda dalam postur tubuh maupun bahasa tubuh mereka."Mbak siapa? Astaga mbak makan apa sih sampai bisa tumbuh setinggi itu? Apa mbak suka makan rebung ya sampai mbak bisa tumbuh setinggi pohon bambu begini?"Embun masih begitu takjub memandangi sang wanita cantik yang menurut Embun kakinya bahkan sampai menyerupai sepasang tusuk gigi saking kurusnya. Embun sungguh terpana melihatnya.
"MUNDUR!!! Saya mau kalian semua mundur sekarang atau akan saya lubangi kepala gadis ini. Silahkan pilih!!"Embun merasakan kuatnya pitingan lengan kanan penyanderanya ini membuat nafas nya mulai tersangkut-sangkut karena berusaha meraih udara. Mungkin karena saking tegangnya suasana, sang penyandera tidak menyadari kalau tawanannya sudah megap-megap kehabisan udara.Embun melihat Revan dan papa Al nya terlihat begitu cemas dan terus saja memandangi wajahnya. Embun tahu mereka sebenarnya ingin sekali menolongnya tetapi belum menemukan caranya. Mereka semua pasti takut kalau sembarangan bertindak malah akan semakin membahayakan nyawanya.Embun merasa nafasnya semakin sesak saja saat dirinya digeret dengan cara terus saja di tarik mundur kebelakang melalui pitingan lengan penyanderanya. Jarak antara sang penyandera dengan mobil para komplotannya semakin dekat.Embun tahu
"Seharusnya pertanyaan itu saya yang mengajukannya pada Anda, pak polisi. Buat apa ada kalian semua berikut jajarannya di NKRI tercinta ini kalau kalian tidak bisa menghandle segala tindak kejahatan negeri ini bukan?Saya dan Om Al kan cuma warga sipil biasa. Oleh karena itu sudah seharusnya kami anda lindungi dengan segenap jiwa raga sesuai dengan tugas dan tanggung jawab anda sebagai seorang pengayom masyarakat."Revan mulai mencoba membalikkan kata-kata sarkas Reinhard. Reinhard ini ternyata mulutnya sebelas dua belas juga dengan Albert. Sama-sama tajem dan pedes mulutnya."Kami para polisi bukan Tuhan, Revan. Tidak segala hal bisa kami tangani dengan hasil akhir yang sempurna. Polisi yang seperti itu hanya ada di film-film saja. Satu yang pasti, kami akan selalu mengupayakan yang terbaik dan berusaha meminimalisir jatuhnya korban lebih banyak dari yang seharusnya. Mengenai hasil akhirnya, biarlah Tuhan yang bekerja. Se
" Lho Embun, kamu sakit? Ini wajahmu kenapa bisa babak belur begini?" Embun yang baru saja keluar dari toilet rumah sakit berpapasan dengan Arjuna yang kebetulan juga baru keluar dari toilet pria. Mata Arjuna menelusuri selebar wajah Embun dengan penuh spekulasi."Memar-memar mu ini kamu dapatkan dari mana Embun? Apakah dari ehm maaf suami kamu?"Rasa penasaran Arjuna terhadap sosok Embun telah membuatnya mencari informasi mendetail soal status Embun pada tulangnya, Radja. Dan dari tulangnya pula Arjuna akhirnya tahu kalau Embun itu ternyata sudah menikah dengan Revan Aditama Perkasa. Anak tunggal Pak Gilang Aditama Perkasa sahabat ayahnya. Seketika itu juga Arjuna teringat kalau dulu ayah Embun memang diantarkan ke PUSKESMAS Bukit Dua Belas oleh Pak Gilang dan putranya dalam keadaan berlumuran darah akibat kecelakaan lalu lintas. Dia juga tahu bahwa ayah Embun tertabrak dan akhirnya meninggal karena melindungi Pak Gilang. Yang Arjuna
Hallo dokter Arjuna, apakah Anda sudah mendapatkan sedikit titik terang dari Embun Pagi? Ingat Anda harus tetap berpura-pura tidak tahu terhadap semua masa lalunya. Dia harus merasa kalau anda itu ada di luar garis dan netral. Ingat, bahkan ayah kandungnya dan suaminya pun tidak boleh tahu kalau Anda sudah tahu sebahagian besar kasusnya dari pihak kepolisian. Ada beberapa hal yang tidak boleh di ketahui oleh orang awam saat ini. Biarkan kami bekerja sesuai prosedur kami sendiri. Mereka hanya perlu tahu kalau kasus sudah komplit dan bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya.Teruslah berusaha mendekati Embun dengan alami sebagai seorang teman dan bukan sebagai seorang psikiater. Satu pesan saya, jagalah hati anda sendiri. Jangan sampai anda mengaburkan antara kasus kepolisian dengan kasus hati anda sendiri. Selamat malam.Arjuna menutup teleponnya. Sepertinya Badai Putra Alam mencurigainya ada hati dengan Embun Pagi. Mata perwira polisi itu m
BUGHHH!!! BUGHHH!!!BRAKKK!!! PRANGGGG!!!Embun melihat kekacauan yang di akibatkan oleh kemarahan luar biasa Revan. Revan itu orangnya diplomatis, selalu berbicara dengan otaknya lebih dulu di bandingkan dengan ototnya. Dia pria educated bukan type manusia goa yang primitif. Tetapi kali ini Embun melihatnya begitu berbeda dari biasanya. Embun seperti tidak mengenalinya. Revan tadi bahkan sampai melompati sofa alih-alih berjalan memutar dari sampingnya.Baru saja dua hari dia bekerja di kantor ayah mertuanya, keadaan sudah kacau balau seperti ini. Bagaimana pertanggung jawabannya pada ayah mertuanya nanti? Bisa-bisa ayah mertuanya tidak akan mengizinkannya bekerja lagi karena menganggapnya sebagai biang onar. Ini semua gara-gara Revan!! Kalau saja Revan tidak melarangnya bekerja di kantor papa Al nya, pasti kejadian seperti ini bisa di hindari. Selama papa nya masih belum pulih, Revan memang tidak men
Hoekkk!!!!"Udah ah Bik, Embun nggak bisa makan. Mual banget ini. Jangan memaksa Embun makan lagi, Bik." Embun mendorong pelan piring yang sedang di gunakan Bik Popon untuk menyuapinya. Tenggorokannya pedih dan asam setelah Embun mengeluarkan semua makanan yang coba untuk di suapkan si bibik padanya."Tapi nanti bibik di marahin Den Revan, Mbak Embun. Kata Den Revan semua makanan Mbak Embun harus habis di makan biar bayinya sehat. Ayo di coba lagi?" Dan hasilnya malah semua isi makanan yang ada di dalam perut Embun kembali keluar. Bik Popon pun hanya bisa menghela nafas pasrah.Drttt... drttt... drtt...Bagaimana Bik? Embun udah makan? Nasinya habis nggak Bik? Nanti agak siangan jangan lupa di kasih makan buah ya, Bik. Terus dikasih minum susu juga, biar ibu dan bayinya sehat. Lho itu suara muntah-muntah siapa? Embun ya, Bik?"Iya Den. Si Mbak muntah-muntah terus. S
Pandan Wangi Aditama Perkasa dengan cekatan mengaduk kopi, sekaligus teh yang sedang di buatnya dalam waktu yang bersamaan. Pagi-pagi seperti ini sudah menjadi tugasnya untuk menghidangkan minuman bagi para staff dan karyawan PT. INTI GRAHA ANUGERAH. Ia telah seminggu bekerja menjadi OG di perusahaan kontruksi ini. Bayangkan saja ia yang seorang fashion designer lulusan Parsons School of Design College New York menjadi OG disini.Kakaknya Putra Lautan Aditama Perkasa, akhir-akhir ini merasa heran karena selalu kalah tender dalam masalah pengajuan budgeting dengan perusahaan ini. Kalau dalam presentasi, perusahaan kakaknya selalu memukau. Para client selalu mengakui kalau semua ide-ide dan inovasi kakaknya luar biasa. Hanya saja apabila sudah di laga dengan masalah budgeting harga yang ditawarkan, perusahaan mereka selalu kalah dengan perusahaan ini. Kakaknya curiga kalau ada orang dalam yang bermain disini. Soalnya angka-angka yang mereka tawarkan hanya selisih tipis sekali d
Revan merasa ada yang aneh saat pagi-pagi para staff nya terus saja memandanginya dengan pandangan yang sedikit ganjil. Tetapi saat ia berbalik memandang mereka, mereka malah terlihat seperti menghindarinya sembari memasang wajah prihatin. Ada apa ini sebenarnya? Entah mengapa pagi ini perasaannya sangat tidak enak. Revan tambah bingung saat ia berjalan kearah meja Ira yang tepat ada di depan ruangannya, semua staff nya malah terlihat bergerombol di depan televisi sambil menunjuk-nunjuk layarnya. Tetapi saat melihat kehadirannya, mereka semua mendadak gugup dan mematikan televisi dengan begitu tiba-tiba, seolah-olah tidak memperbolehkannya melihatnya. Revan tentu saja menjadi semakin penasaran saja."Kalian sedang menonton acara apa pagi-pagi seperti ini? Dan kenapa setelah saya datang kalian malah mematikan televisinya?" Revan bertanya pada staff di front desk nya."Bu—bukan acara apa-apa kok, Pak. Ini cuma acara infotainment pa
Seminggu telah berlalu. Janji Embun untuk selalu mengabarinya ternyata hanya janji-janji belaka. Sejak lambaian tangan istrinya seiring dengan mobilnya yang melaju meninggalkan gumpalan-gumpalan debu, saat itu juga lah komunikasi mereka terputus. Revan sama sekali tidak bisa menghubungi istrinya lagi. Sepertinya ponsel istrinya telah dialihkan atau malah sudah berganti dengan nomor yang baru. Nomor ponsel lamanya sama sekali sudah tidak aktif. Selama seminggu ini Revan sudah seperti orang gila. Dia tidak enak makan dan tidak enak tidur. Pekerjaannya semua kacau balau dan terbengkalai. Kerjanya tiap hari hanyalah memandangi ponsel saja. Berharap benda pipih itu berbunyi dan nama istrinyalah yang tertera di sana. Benaknya bahkan sudah menyusun rencana untuk menjawab sapa istrinya nanti dengan suara sedingin mungkin. Ia ingin agar istrinya itu tahu kalau ia marah, kecewa dan apa pun lah namanya. Yang pasti ia gegana berat. Tetapi bagaimana ia bisa mewujudkan semua rencana-rencananya ka
"Sayang, ngapain sih bawa bajunya banyak-banyak? Kan kamu juga cuma sebentar di sana?" Revan menatap tidak rela saat melihat Embun kembali memasukkan piyama angry bird kesayangannya ke dalam koper."Abang ini bagaimana sih, masa Embun bawa baju cuma lima pasang aja abang bilang banyak? Nih, lihat tas besar eh koper ya ini namanya, aja masih kosong semua. Banyak darimana, Bang? Lho kok handuknya di keluarin lagi? Masa handuknya cuma satu? Nanti Embun nggak punya handuk ganti dong, Bang?"Embun kebingungan saat Revan malah mengeluarkan isi kopernya, sementara dia sudah susah payah menyusunnya."Abang inilah, kalau Embun mau kuliah aja tasnya diisi macem-macem sampai nggak bisa ditutup kayak orang mau pindah rumah. Nah sekarang giliran Embun mau pindah rumah sungguh-sungguh seminggu, eh semua barang-barang yang Embun butuhkan malah nggak boleh dibawa. Abang ini bagaimana sih?"Embun merebut kembal
"Your majesty, please let her go to her husband. After some years you will realise that it is the best decision you have ever made. She already told you that she did not love you. Always remember that everyone tries to get their beloved one but not everyone succeded because everyone has some problems. The real love lies rests in their happiness. Please be brave enough to—"Embun terkesima saat Satria si raja mesum dan sutradara gagal, tiba-tiba saja menghampiri pangeran Rattapoom dan berbicara serius tapi dengan sikap tubuh yang sopan. Ia bahkan membungkukkan sedikit tubuhnya dan terlihat sungguh-sungguh berusaha untuk menggoyahkan niat sang pangeran yang ingin membawanya pergi. Kali ini seringai jahil dan nakalnya sama sekali tidak terlihat. Dia serius."Maaf, anda siapa? Bila anda ingin berbicara dengan pangeran, harap melalui cara yang benar. Bukankah anda sudah tahu peraturannya? Tolong bersikaplah yang so
Di ruang tamu keluarga Aditama Perkasa suasana begitu hening dan dingin. Embun duduk dengan punggung tegak lurus dan kaku. Saat ini semua pandangan terarah hanya pada satu objek, yaitu dirinya. Saat ini papa Al pun ikut di hadirkan diruangan ini oleh Om pak polisi Reinhard. Juga ada pak polisi Badai beserta tiga orang lagi polisi muda yang tidak di kenal oleh Embun.Sementara dari pihak kerajaan Embun mengenali pangeran Poom dan ada lima orang lagi dari pihak kepolisian negaranya. Ada dua orang lagi dari duta besar Thailand untuk Indonesia yang masing-masing di perkenalkan sebagai penerjemah.Embun duduk ditengah-tengah sofa diapit oleh Revan dan papa Al. Bahkan dari jarak sejengkal Embun masih bisa merasakan panasnya suhu tubuh Revan. Kedua tangan suaminya juga agak gemetar. Embun tahu Revan sedang meriang parah. Revan turun dari mobil di papah oleh Satria dan dirinya sendiri. Revan menolak disuruh beristirahat setelah minum obat. Ia
"Abang tidak mengenal perempuan itu... tidak kenal. Tidak tahu. Abang sungguh-sungguh tidak kenal. Sumpah demi apapun. Dia bohong. Tidak kenal... sungguh tidak kenal. Maafkan abang, my country girl. Jangan pergiiiii!!! Tunggu Abang!!! Jangan!!!"Embun dan Satria saling berpandangan. Tubuh Revan panas seperti api. Dia juga terus mengigau dan meminta maaf padanya. Tubuh besarnya terus saja bergerak-gerak dengan gelisah. Kedua sikunya tampak lecet dan berdarah akibat bergesekan dengan aspal sepertinya. Lututnya juga pasti luka, karena celananya dibagian lutut tampak seperti tergesek-gesek. Suaminya itu pasti jatuh bangun mengejarnya saat berlari. Walaupun jarak antara rumah sakit dan rumah papa Al nya tidak begitu jauh, tetapi jika ditempuh dengan cara berlari non stop pasti akan amat sangat melelahkan juga.Dalam keadaan kelelahan dan berkeringat, kembali tubuhnya di guyur hujan deras selama kurang lebih empat jam, suaminya
Ckiiittt!!!Embun yang baru saja turun dari mobil sudah disusul oleh Revan di belakangnya. Rambut Revan tampak basah oleh keringat yang lembab di dahinya. Jasnya sudah dibuka begitu juga dengan dasinya. Kancing kemejanya sudah terlepas dua. Lengan kemeja putihnya juga sudah di naikkan hingga ke siku. Embun melihat ada noda darah di kedua siku Revan. Sepertinya dia tadi terjatuh berkali-kali ke aspal saat berusaha mengejar laju mobil nya."Sayang, dengar dulu penjelasan abang ya? Nanti setelah abang memberi penjelasan baru kamu yang memutuskan masuk akal atau tidak nya cerita perempuan yang bahkan namanya saja Abang tidak tahu. Sayang... sayang abang mohon dengar dulu penjelasan abang. Lima menit saja. Tolong Embun, beri abang kesempatan untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya."Revan merentangkan kedua lengannya, mencegah Embun melewati tubuhnya. Dengan ekspresi wajah seakan tidak mendengar ka
"Ayo Pa, pelan-pelan jalannya. Sini Embun pegangin tangan kanannya." Embun membimbing lengan kanan Al sementara lengan kiri Al di bimbing oleh ibu Al, Deasy. Sedangkan istri uniknya, Zahra malah tampak sibuk mengangkat tas travel yang berisi semua pakaian-pakaian kotornya. Sebenarnya tadi Al bersikeras untuk mengangkat tasnya sendiri. Dia tidak tega menyuruh salah satu dari tiga wanita yang paling dicintainya di dunia ini untuk mengangkat- angkat pakaian kotornya. Tetapi seperti biasa istri antiknya ini malah bilang emansipasi wanita itu seyogyanya bukan hanya untuk diambil untungnya saja yang meminta kesetaraan dalam masalah hak. Akan tetapi juga harusnya ada kesetaraan di dalam kewajiban. Hebatkan istri antiknya ini?Al tadi juga menanyakan mengapa Zahra mengalah dan membiarkan Embun dan ibunya lah yang membimbing langkahnya, bukannya dirinya yang nota bene adalah istrinya. Dan lagi-lagi jawaban Zahra membungkamnya. Zahra mengatakan bahwa kesempa