Beranda / Fiksi Remaja / Dua Pilar Cinta / 20. Dua Pilar Cinta

Share

20. Dua Pilar Cinta

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-26 22:54:40

Raihan yang baru saja akan memejamkan mata tiba-tiba  dikagetkan dengan suara pintu yang terbuka cukup keras. Begitu ia duduk, sebuah bantal besar melayang ke wajahnya. Ia hanya menghela napas panjang saat si pelaku dengan tanpa dosa langsung memakan kue yang ia bawa.

“Ke mana aja lu, Han?” tanya sahabatnya dengan mulut yang sibuk mengunyah.

“Gue ... disuruh bokap, Rom.” Raihan kembali berbaring di kasur, memandang langit-langit kamar, lalu menyilangkan tangan menjadi bantalan kepala.

Sahabatnya hanya berdeham, sibuk memilah kue.  “Siapa cewek yang bareng lu tadi?”

Raihan tiba-tiba terbatuk, lantas mengganti posisi menjadi duduk. Sahabatnya segera memberi sebuah gelas yang kemudian diteguk habis oleh Raihan. “Dia ... sepupu gue.”

Lelaki tinggi yang bernama Romi itu kembali berdeham. Ia larut dalam aktivitas memakan kue. Barulah saat perut sudah terisi, ia ikut berbaring di kasurnya.

R

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dua Pilar Cinta   21. Dua Pilar Cinta

    Ramon memasuki sebuah bangunan kecil di tengah hutan. Beberapa orang sudah tiba lebih dahulu di sana. Saat masuk, asap rokok dan bau alkohol menyambutnya. Pria itu lantas duduk di kursi depan, menatap satu per satu orang yang akan menjadi bagian dalam misinya.“Gue pengen lu semua kerahin anak buah buat ngawasin pesantren selama satu minggu ke depan,” ucap Ramon tanpa basa-basi, “ini misi penting dan gue gak mau ada kesalahan sekecil apa pun. Jangan sampai orang-orang Ratnawan curiga. Untuk tugas selanjutnya, gue bakal kasih info lagi sama lu semua.”Semua orang yang ada di ruangan serempak mengangguk. Suara tembakau yang terbakar dan dentingan gelas menjadi pengiring saat Ramon pergi. Kabar tentang anak buahnya yang dihabisi Ratnawan cukup membuatnya kesal. Ia masih beruntung memiliki satu mata-mata lagi di pasukan musuh bebuyutan papanya itu. Ramon memasuki mobil, lantas memacu kendaraan melewati jalan setapak di antara rindangny

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   22. Dua Pilar Cinta

    Rania akhirnya bernapas lega. Ia terbayang kenikmatan hidup di rumahnya yang akan segera dirinya dapatkan kembali. “Biar aja si Raiko tinggal di sini. Dia pasti bakalan tebar pesona ke santri-santri cewek. Gue sampai bosan santri di sini ngomongin dia. Lagian apa sih yang menarik dari dia?”Rania cemberut, terlebih saat membayangkan wajah merah dan malu-malu Rumi. “Mereka gak tau aja kalau si Raiko itu sebelas dua belas sama cebong. Muka kayak adonan cimol aja sok jadi idola santri.”Rania terus mencibir Raihan sampai puas. Ketika melihat sebuah tangga kayu yang tergeletak di bawah pohon, ia segera mengambilnya, kemudian menyandarkannya ke tembok. Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri, lalu mulai menaiki tangga. Setelah berhasil keluar dari pesantren, ia akan meminta pengawal untuk mengantarnya pulang.Rania refleks menyembunyikan diri ketika cahaya senter hendak mengungkap keberadaannya. Arahnya berasal dari balik tembok. Saat menoleh ke d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   23. Dua Pilar Cinta

    Raihan tak mengerti kenapa para santriwati yang berkumpul di depan UKS malah tersenyum sembari berbisik-bisik saat dirinya datang. Wajahnya masih tampan dan bajunya juga rapi. Jadi, tak ada yang aneh dengan dirinya. Namun, setelah menengok ke belakang, ia tahu kalau mereka tengah menggoda Rumi yang tanpa ia sadari mengikutinya.Ketika memasuki ruangan UKS, Raihan langsung disemprot oleh amukan ustazah yang terkenal garang.“Kenapa antum ada di sini?” tanya Ustazah dengan mata memelotot.“Ana ingin jenguk Rania, sepupu ana.” Raihan terpaksa berbohong.Ustazah menoleh pada pada para santriwati untuk sesaat. “Sepuluh menit,” ucapnya sebelum keluar dari ruangan.Raihan duduk di samping kasur, membenarkan letak selimut Rania. Gadis itu masih tertidur. Suhu badannya panas dan wajahnya tampak pucat. Raihan melepas peci, kemudian menyisir rambut dengan jemari. Ia lantas menyandarkan tubuh ke kursi. Hela

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   24. Dua Pilar Cinta

    Raihan menarik napas dalam begitu ponselnya terhubung dengan Ratnawan. Ketakutan tiba-tiba saja menyergap begitu memorinya justru membuka kejadian tempo hari di bangunan belakang rumah. Mengingatnya seringkali menimbulkan tanya, apa yang sebenarnya terjadi di sana? Lalu siapa Ratnawan sesungguhnya?Jantung Raihan berdenyut lebih cepat begitu runtuian kata mulai terdengar dari seberang telepon. Pemuda itu mengusap rambut beberapa kali sembari mengawasi halaman belakang sekolah. Untuk menghilangkan gugup, ia memasukan satu tangan ke saku celana.“Rania ... sakit, Pa,” ucap Raihan setelah berbasa-basi. Ia yakin jika suaranya bergetar ketika bicara barusan. “Saya ... minta maaf.”“Nak Raihan tak perlu minta maaf.” Ratnawan terkekeh.Raihan menjauhkan ponselnya sesaat, berkerut bingung.“Saya tahu gimana Rania. Ini pasti cuma akal-akalan dia biar bisa balik ke rumah. Nak Raihan tenang aja.”Ra

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   25. Dua Pilar Cinta

    Rania duduk di kasur seraya memeluk kedua lutut. Pandangannya tertuju pada jendela yang menampilkan lalu-lalang santriwati. Ini pertama kali bagi Rania merasa terasing seperti ini. Ia seakan hidup sendiri, tak punya apa pun dan siapa pun. “Ini semua gara-gara si Raiko!” Hujan deras mengguyur pesantren. Rania menepuk pipi beberapa kali seraya turun dari kasur. Ia membuka pintu kamar, lalu berdiri di sana sembari memandangi sekeliling. Udara sore hari begitu segar, terlebih ketika mencium bau tanah karena hujan. Dari kejauhan, ia melihat Rumi datang dengan seorang perempuan. Dilihat dari penampilannya, wanita itu seperti seorang dokter. Rania kembali berbaring di kasur. Ia sebal karena rencana untuk jalan-jalan di sekitar pesantren gagal. Tenang saja, ia enggak berniat kabur lagi, kok. Ya, hanya sekadar melepas suntuk. Lagi pula, kalau hujan begini ia takut jadi putri duyung. Rumi masuk bersama wanita tersebut. Dugaan Rania tepat karena perempuan berjas p

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   26. Dua Pilar Cinta

    “Rania.” Raihan mengguncang tubuh Rania beberapa kali. Tatapannya tertuju pada jendela yang menampilkan keriuhan di luar. Terdengar teriakan ustazah yang meminta para santriwati untuk segera berkumpul di titik evakuasi.Rania mengerjap tak lama kemudian. Ia sontak menarik selimutnya lebih tinggi. “Gue gak mau minum obat,” ucapnya sambil mengubah posisi tidur menjadi menyamping.“Dasar kebo,” ledek Raihan di tengah kepanikan.Rania sontak memelotot begitu mendengar suara Raihan. Ia segera menghempas selimut, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Apa yang lu bilang?” tanyanya dengan tatapan nyalang.“Lu ngapain masih di sini?” Raihan menyimpan selimut kembali ke atas kasur. “Lu harus segera ke titik evakuasi.”Rania seketika menekuk wajah, lantas berbaring seraya menyelimuti tubuhnya lagi. Melihat Raihan berada di sini benar-benar membuatnya muak. “Jangan ganggu gue.&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   27. Dua Pilar Cinta

    Awalnya, Raihan yakin kalau Rania itu kesurupan. Akan tetapi, setelah mendengar hinaan gadis itu terhadap bapaknya, dugaan itu menguap entah ke mana. Jujur, ia amat tersinggung oleh ocehan Rania yang seenaknya menuduh dirnya dan sang bapak yang ingin merebut harta keluarganya. Enggak ada akhlak memang.Tangan Raihan terus terkepal saat keluar dari kamar. Secara sekilas, ia mendengar teriakan, tetapi amarah justru membuatnya memilih tak peduli. “Biar gue sama Rania sama-sama tenang dulu,” ujarnya.Di satu sisi, alarm terus berbunyi. Walau begitu, Raihan memilih berjalan seolah tak ada kejadian buruk yang terjadi di pesantren. Pikirannya justru terbang pada kejadian beberapa menit yang lalu. Ia tak pernah mengira jika Rania akan menangis, terlebih mengatakan kalau dirinya dan Rumi sudah dijodohkan.“Keputusan gue bawa dia ke pesantren benar-benar salah,” ujar Raihan, “Rania pasti makin stres udah ini.”Raihan mengam

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Dua Pilar Cinta   28. Dua Pilar Cinta

    Rania mengerjap beberapa kali. Kepalanya masih pusing akibat pengaruh obat bius. Butuh beberapa waktu agar penglihatannya kembali seperti semula. Ketika matanya berangsur normal, ia sontak tercengang ketika menyadari jika tubuhnya dililit tali dan mulut dibekap lakban. Kejadian ini mengingatkannya pada aksi penculikan yang dilakukan papanya sendiri. Akan tetapi, saat menoleh ke samping, pria tambun itu justru tak terlihat perut buncitnya. Sebenarnya, di mana Rania sekarang?“Ke mana tujuan kita?” Seseorang bertanya.Rania menebak bila dirinya tengah berada di sebuah mobil. Meski keadaan remang, ia melihat ada empat orang yang berada di kendaraan termasuk dirinya. Gadis itu memilih berpura-pura tertidur untuk bisa mengumpulkan informasi. Kalau memang orang-orang ini suruhan papanya, ia jujur tidak akan akan melawan meski kesal karena harus diikat seperti bayam di pasar.“Ke tempat yang bos Ramon bilang,” jawab seorang lagi.Rania so

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26

Bab terbaru

  • Dua Pilar Cinta   99. Dua Pilar Cinta

    7 Tahun Kemudian Sebuah motor tampak memasuki gerbang sebuah rumah megah. Saat si pengendara melepas helm, dua buah mobil ikut menepi tak jauh dari kendaraan beroda doa itu terparkir. Pria bermanik cokelat itu menghela napas sebelum berjalan menuju rumah. Serempak, para pengawal menunduk, memberi hormat. Melihat tingkah para bawahannya, pria itu hanya bisa menggaruk rambutnya yang sama sekali tak gatal. “Papa!” Kepulangan pria itu disambut oleh dua anak kecil berusia enam tahun yang berlari ke arahnya. Si anak laki-laki membawa pedang mainan di tangan kanan, berbaju biru dengan topi warna senada yang sengaja dibalik ke belakang, sedang yang satunya anak perempuan berbaju merah muda dengan bando kelinci yang tengah mengacungkan wajan penggorengan mainan di tangan kiri. Pria berjaket lusuh yang bernama Raihan Amirul Jihad atau yang sekarang dikenal dengan panggilan Rasya Sebastian itu, dengan segera mengangkat kedua anakn

  • Dua Pilar Cinta   98. Dua Pilar Cinta

    Seluruh santri berhamburan keluar ruangan saat mendengar suara rebana yang ditabuh keras-keras. Pelakunya tak lain adalah seorang gadis yang memakai rok selutut dengan wajah yang sengaja ditutup topeng. Sore di pesantren tak pernah segaduh ini sebelumnya.Si pelaku tanpa beban menabuh rebana sambil diiringi nyanyiannya yang sumbang. Tak ada santri yang berani melarang, semua hanya mampu berbisik, memandang aneh si pelaku karena seorang pria kekar berseragam hitam berada di samping gadis tadi. Hampir semua santri diam di tempat, kecuali seorang santri laki-laki yang kini memblokade jalan si pelaku.Koridor pesantren menjadi ramai oleh para santri yang berkumpul. Para akhwat di sebelah kanan dan ikhwan di sebelah kiri. Kumpulan remaja itu bak disuguhi hiburan dadakan."Jangan buat onar di pesantren!" ucap santri laki-laki itu tegas sembari memblokade jalan."Gue gak buat onar," elak gadis bertopeng itu sambil memukul rebananya lagi. "Gue cuma ngasih hiburan

  • Dua Pilar Cinta   97. Dua Pilar Cinta

    Di tengah aksi senjata yang kian mendorong dahi Ratnawan, dan juga jari Raihan yang siap menembakkan peluru, Rania tiba-tiba saja berlari ke arah kerumunan. Gadis itu terkejut saat melihat sang papa justru akan dibunuh oleh pemuda yang ia cintai.“Jangan! Jangan!” pekik Rania sembari mendekat. “Jangan sakitin Papa! Aku mohon.”Di belakang Rania, Romi tengah berlari dengan kondisi cukup mengenaskan. Kepalanya dialiri darah karena tak sengaja menabrak batu ketika turun dari mobil. Hal itulah yang menjadi penghambat baginya untuk segera bergabung dengan pertempuran. Di sisi lain, tangan kanannya yang patah kian menyulitkannya bergerak.“Rania,” gumam Raihan ketika melihat gadis itu mendekat ke arahnya. Ragu seketika bersarang di hati. Ia ingin menghancurkan Ratnawan, tetapi di sisi lain tak ingin menyakiti Rania. Hal itu menyebabkan kewaspadaan Raihan mengendur hingga tanpa disadarinya, Rendi sudah menembakkan peluru ke arahnya.

  • Dua Pilar Cinta   96. Dua Pilar Cinta

    Tak terkira bagaimana cemasnya Rania saat ini. Sepanjang perjalanan, jemarinya terus mengetuk-ngetuk kaca mobil, sedang kaki tak henti mengentak pelan alas mobil. Gadis itu mengeratkan pegangan begitu kendaraan dipaksa melaju lebih cepat. Mobil meliuk laksana ular mengejar mangsa. Si kuda besi kemudian berbelok ke kanan, menerobos rimbunnya pepohonan. Angin sepoi-sepoi yang berembus rupanya tak mampu menurunkan khawatir yang mendera Rania.Waktu serasa melambat, dan di saat bersamaan ketakutan Rania kian bertambah seiring. Berkali-kali gadis itu mencondongkan tubuh ke depan, berharap sang pujaan hadir dalam pandangan.“Setelah sampai, kamu tetap di mobil,” ujar Rahmadi.“Kenapa?” Nada suara Rania terdengar tak suka.“Jangan cerewet!” Rahmadi setengah membentak. “Cukup papa kamu yang bikin masalah! Kamu pikir semua kejadian ini ulah siapa, hah?”Rania menunduk, meremas ujung baju kuat-kuat. Panda

  • Dua Pilar Cinta   95. Dua Pilar Cinta

    Rania mulai membuka mata ketika sinar mentari mencumbu kesadaran. Kepalanya sedikit pening saat turun dari kasur. Ia dengan cepat memindai sekeliling. Jaket yang tersampir di depan pintu nyatanya sudah hilang. Ia juga melihat pintu dalam keadaan setengah terbuka. Apa mungkin Raihan pergi? Ke mana?Tanya membawa langkah Rania mengelilingi pesantren. Ia bertanya pada setiap orang yang ditemui. Ketakutan mulai perlahan hinggap di hati. Spekulasi kembali membebani diri. Apa mungkin Raihan memutuskan pergi?Usaha Rania nyatanya membuahkan hasil. Senyumnya mengembang sempurna begitu melihat sosok yang dicarinya berjalan ke arah gerbang. Ia melangkah lebih cepat. Sayang, lelaki itu nyatanya lebih dahulu menghilang bersama mobil yang melaju meninggalkan pesantren. Teriakannya hanya dibalas sapuan angin.“Mana Raihan?” tanya Rahmadi dengan nada gelisah. Pria paruh baya itu mendekati Rania ketika merasa gelegat tak beres.Rania menoleh.“Ma

  • Dua Pilar Cinta   94. Dua Pilar Cinta

    Lara masih menguasai perasaan, dan kehilangan masih mengangkangi keadaan. Raihan tengah berdiri mengamati gerbang pesantren. Tatapannya begitu dalam, menyiratkan begitu banyak penyesalan. Pemuda itu masih mengingat saat Rojak menyeretnya masuk ke pesantren ini. Ia berontak, tetapi keinginan bapaknya tak dapat ditolak.Raihan mengembus napas panjang. Kenangan dengan sang bapak silih berganti berdatangan. Pemuda itu mengamati potret dirinya dengan Rojak di layar ponsel. Keduanya tampak kaku di gambar itu. Butuh sedikit paksaan agar sang bapak mau berfoto berdua dengannya.Raihan kembali memasukkan ponsel ke saku celana, lantas mengelus liontin hitam di leher. Pemuda itu baru menyadari jika tertulis sebuah nama di dalam benda itu yang menyatakan identitas sang pemilik, Rasya Sebastian.“Tuan ... Rasya,” panggil seorang pria sembari mendekat ke arah Raihan. Ia melepas kaca mata, lantas membungkuk untuk memberi hormat. Sosok itu datang bersama dua b

  • Dua Pilar Cinta   93. Dua Pilar Cinta

    Rania masuk ke kamar setelah pulang dari pemakaman. Gadis itu duduk di bibir kasur sembari menatap jalan setapak yang ia lalui saat mengantar jenazah mertuanya tadi. Sesekali angin menerobos masuk, menggoyangkan tirai kamar. Rania menyentuh dada yang terasa sempit. Ada bagian dalam dirinya yang tengah bertarung sengit. Antara harap dan menyerah, antara benci dan cinta, antara bertahan dan meninggalkan.Rania mencoba mengerti bagaimana perasaan Raihan setelah mendengar semua kebenaran yang Kiai katakan. Sungguh hal yang tak pernah ia duga bahwa papanya mampu melakukan tindakan yang teramat keji. Sejujurnya, Rania merasa amat takut akan kehilangan, tak siap akan ditinggalkan, kecewa saat Raihan menepis tangannya, terluka saat pemuda itu tak memedulikan kepergiannya.Rania memeluk dirinya sendiri, menangis dalam diamnya. Tuhan, ia ingin kembali bahagia seperti sedia kala. Tak masalah hidup sederhana, tak peduli hidup tak berselimut harta. Ia hanya tak ingin dirundung lara

  • Dua Pilar Cinta   92. Dua Pilar Cinta

    Mobil yang Raihan dan Rania tumpangi menepi di halaman pesantren saat malam hampir berada di puncak. Dari lobi pesantren, Kiai dan sang istri sudah menunggu kedatangan mereka. Raihan dan Rania diajak ke dalam untuk beristirahat. Pandangan kedua insan pemilik pesantren itu tampak khawatir, terlebih istri Kiai yang tiba-tiba menangis saat melihat kondisi mereka.Raihan bisu semenjak kedatangannya ke pesantren. Pemuda itu duduk di masjid beralas sajadah setelah mendapat pengobatan. Hatinya begitu perih kala disentuh ingatan. Bongkahan senyum dari sang bapak yang jarang ia lihat itu kini pergi selamanya, meninggalkan tempat menganga dalam hati.Sepanjang malam, Raihan larut dalam sujudnya, memohon ampun dalam doanya. Berkali-kali derai air mata membasahi pipi hingga menetes ke sajadah yang ia pakai. Jika saja waktu itu dirinya bisa membawa sang bapak ke rumah sakit, anadai saja ia tak lemah, bila saja perpisahan mereka tak diisi dengan tingkahnya yang egois, niscaya lukany

  • Dua Pilar Cinta   91. Dua Pilar Cinta

    Bulan sudah menggantung di cakrawala begitu Raihan dan Rania tiba di tempat yang disebutkan Romi. Kondisi halaman sudah lengang dari semua sisa keributan yang terjadi beberapa jam lalu. Serangga malam yang mengelilingi lampu menjadi saksi saat seseorang mendekat ke arah mereka.Raihan siaga saat suara ranting patah terdengar. Ia meminta Rania berlindung di punggungnya. Satu tangan sudah merogoh saku celana. Satu gerakan aneh, moncong pistol akan mengarah ke kepala.“Turunkan senjata kamu, Raihan,” ucap seorang pria paruh baya. Cahaya lampu menjelaskan siapa sosok tersebut.Raihan menurut begitu tahu siapa yang bicara. “Om Rahmadi,” ujarnya yang langsung disergap keheranan,“bukannya Om ada di rumah sakit? Kenapa Om—”Rahmadi dengan tiba-tiba langsung mendaratkan tamparan ke pipi Raihan. Serangga malam dengan cepat menjauh dari bola lampu begitu suara kulit bertemu kulit itu terdengar. “Dasar bocah bodoh!&rdqu

DMCA.com Protection Status