Vio merenung di dalam kamar. Dia menangis, meratapi nasibnya yang tidak karuan. Kesuciannya memang terenggut oleh suaminya sendiri, tetapi tidak dengan cara yang dia impikan, penuh cinta dan juga kelembutan. Semua terjadi karena sang suami melihatnya sebagai wanita lain. Meski itu Azzura, tetapi tetap menyakitkan.
Dia merasa dirinya kini sangat kotor, dia hanya sabagai pelampiasan dan ganti atas kepergian Azzura.
Tangis Vio terhenti kala mendengar suara pintu kamarnya diketuk. Wanita itu segera mengusap pipinya yang telah basah oleh air mata. Dia tidak bisa membiarkan orang lain melihat tangisannya.
Segera dia berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu. Saat pintu terbuka, seorang gadis telah berdiri di depan sana dengan muka masam.
"Tante Vio kenapa masih di kamar?" Gadis itu berdiri dengan bersedekap. Dia bertanya ketus pada wanita yang selisih 9 tahun lebih tua darinya itu. Dia masih sangat kesal saat mengingat Vio berbincang akrab dengan Adrian.
Baca terus Dua Istri CEO yang pastinya akan lebih seru. Baca juga Madu Untuk Istriku (tamat) dan Mulutmu, Racun Untukku.
Kedua orang itu terus menggedor pintu mobil yang Vio dan Kyra tumpangi. Kyra yang telah mencoba menghubungi ayahnya, merasa kecewa karena panggilan darinya tidak kunjung diangkat."Pak lanjut jalan terus saja!" titah Vio pada sopir."Mana bisa, Mbak. Mobil mereka menghadang jalan." Semua orang menjadi panik sekarang. Tidak tahu harus bagaimana."Kalau begitu. Aku keluar dulu. Kalian tetap di dalam." Vio mengambil keputusan. Dia harus tahu apa mau dari kedua orang itu. Karena sama saja mereka akan terjebak di tempat itu. Mana jalanan sepi, tidak ada satu pun mobil yang melintas saat ini."Tapi, Mbak ...." Pak sopir merasa keberatan. Dia tidak mungkin membiarkan wanita yang dibawa majikannya mengalami hal buruk karena saat ini. Azzura pasti akan marah padanya."Bapak jagain Kyra saja. Aku nggak papa keluar dulu." Vio tersenyum, mencoba mengatakan jika tidak akan terjadi apa-apa dengannya. Bagaimana mungkin pak sopir tidak kuatir, Vio seorang wanita d
Aroma obat tercium di hidung Vio. Entah sudah berapa lama wanita itu tidak sadarkan diri, yang jelas saat ini, wanita itu sedang berusaha untuk membuka mata. Bayangan kejadian sebelum dia pingsan, langsung melintas di benaknya."Apa kalian sudah menemukan, Kyra?" terdengar suara bariton yang sangat dikenalnya. Dia terdengar sangat panik, bagaimana tidak jika anak kesayangannya diculik dan belum ditemukan. Vio berusaha untuk bangkit dari posisinya."Bagaimana dengan Kyra?" Vio meringis menahan sakit. Perutnya yang terkena tusukan masih belum pulih benar. Sebelah tangannya menyentuh perutnya sedang sebelahnya lagi dia gunakan untuk menumpukan tubuhnya.Brian yang mendengar suara lemah Vio, segera saja menghampiri wanita itu. Dia mematikan panggilan teleponnya .Meski sangat membencinya, tetapi dia sakit karena berusaha melindungi anaknya."Kamu jangan banyak bergerak!" Kini tangannya berusaha menopang tubuh Vio agar tidak ambruk. Sikap lelaki itu sudah tidak
Brian kembali ke rumah sakit. Meski dia tidak menyukai Vio, tetapi masih tersisa nurani di hati Brian untuk wanita itu. Bagaimanapun dia terluka karena menolong anaknya. Tidak mungkin dia mengabaikannya begitu saja."Kamu dari mana, Mas?" tanya Vio sesaat setelah melihat Brian masuk ke dalam kamar inapnya. Brian tadi meminta izin untuk menelepon dan hingga beberapa jam baru kembali. Saat Vio bertanya pada perawat katanya dia pergi dan menitipkan Vio padanya."Ada urusan," jawab Brian singkat. Dia tidak perlu memberitahukan semuanya pada Vio. Baginya, wanita itu bukan siapa-siapa."Soal Kyra?" Vio berharap dia mendapat berita baik tentang anak sambungnya itu. Dia sungguh khawatir. Orang-orang jahat itu bisa melukainya, tentu mereka juga bisa melukai Kyra. Bagaimana jika organ dalam bocah itu dijual? Vio bergidik ngeri kala membayangkannya."Iya," jawab Brian singkat."Udah ketemu?""Belum."Vio menghela napas panjang. "Aku harap
Brian tidak menyangka jika ibunya akan datang dengan mendadak. Dan kini dia harus melihat saat Brian berdua bersama dengan Vio. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang, bahkan keringat dingin lolos begitu saja di pori-pori kulitnya. Apa yang harus dia katakan kini?"Mama ...," ucapnya tertahan di tenggorokan. Bahkan saat ini dia kesulitan untuk menelan ludahnya. Vio pun sama, dia tampak sangat ketakutan ketika tatapan tajam wanita paruh baya itu menusuk hingga ke jantungnya."Brian. Jelaskan pada Mama tentang semua ini." Amalia--ibu Brian-- merasa ada yang janggal dengan kedekatan Brian dengan gadis muda itu. Ini pertama kalinya Amalia bertemu dengan Vio, gadis cantik yang lebih terlihat seperti bule ketimbang orang pribumi.Akhirnya, kini ketiga orang itu tengah berada di ruang tamu. Mereka terdiam cukup lama. Vio sedari tadi hanya bisa menunduk tanpa bisa mengangkat wajahnya. Dia merasa takut dan juga malu. Apa yang akan dinilai orang lain tentang hubungan m
Brian membaringkan ibunya di ranjang miliknya. Dia segera memanggil dokter keluarga. Dia khawatir dengan yang terjadi dengan sang ibu. Semua hal yang dia katakan hari ini, Brian yakin sangat mempengaruhi ibunya."Apa tidak sebaiknya dibawa ke rumah sakit saja, Mas?" Vio menatap khawatir ke arah ibu mertuanya itu. Tiga kejutan besar yang pastinya membuat jantung mertuanya tidak baik-baik saja. Dia pun pasti akan mengalami hal yang sama jika dalam sehari dapat kejutan bertubi-tubi.Brian mendesah berat. Dia bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Seolah dia tidak bisa berpikir dengan baik. "Kita tunggu dokter dulu. Mungkin sebentar lagi dokter akan datang." Lelaki berusia tida puluh lima tahun itu segera duduk di samping ranjang, menggenggam tangan ibunya. Dia tidak tega melihat ibunya dalam keadaan seperti itu.Tepat apa yang dikatakan oleh Brian, dokter datang tidak lama setelahnya. Brian segera beranjak, memberi tempat pada dokter untuk memeriksa ibunya.
Tidak mau mendengar omongan Amalia yang menyakitkan hati, Vio meninggalkan kediaman Brian. Dia kembali ke tempat di mana Kyra diculik. Dengan naik taksi, kini gadis bermata abu itu telah berada di sana. Vio mengamati sekeliling, siapa tahu ada CCTV di sana.Vio mendesah kecewa. Apa yang dia cari sama sekali tidak ada. Dia lantas menuju ke tempat di mana mobil yang penculik gunakan ditinggal. Tiba di pinggiran sungai, mata Vio kembali menyelidik. Dia berjalan mendekat ke arah mobil yang telah berdebu itu. Dia sangat yakin jika mobil itu yang membawa Kyra. Vio bahkan menghafal plat nomornya meski itu plat palsu.Sudah ada garis polisi di sana. Brian memang telah melaporkan hal ini ke pihak kepolisian. Tentu saja dia sangat panik karena anaknya diculik."Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" Sebuah suara mengagetkan Vio yang tengah berkonsentrasi."Mas Brian!" pekik Vio kaget. Dia merasa aneh kenapa Brian juga berada di tempat ini? "Kenapa Mas Brian ada di s
Polisi datang tidak lama setelah Brian memanggil mereka. Beberapa pria yang berpakaian khusus segera menuju ke arah Brian.Brian memberitahukan semua yang dia temukan di tempat itu. Polisi menerima dan memulai penyelidikan. Brian dan Vio harap-harap cemas menunggu di tempat itu. Sebenarnya Vio ingin ikut polisi mencari jejak Kyra, tetapi Brian tidak memperbolehkan. Dia takut terjadi sesuatu dengan wanita itu."Kita tunggu saja dulu. Aku yakin mereka bakal nemuin Kyra segera." Brian menepuk punggung Vio. Dia tidak tega melihat gadis itu terus mondar-mandir seperti setrikaan.Vio membuang napas kasar. "Aku tahu mereka bakal nemuin Kyra, tetapi rasanya kurang tenang gitu hati aku, Mas. Bagaimana kalau Kyra tidak mereka beri makan? Atau lebih buruk lagi ...." Vio tidak sanggup mengatakan apa yang ada di pikirannya. Hal itu terlalu mengerikan untuk diceritakan.Brian tahu apa yang dirasakan oleh wanita itu, karena dia pun merasakan hal yang sama. Bagaimana kal
Lagi-lagi Vio mendapat perlakuan buruk dari mertuanya. Meski enggan mengakui, tetapi wanita paruh baya itu tetaplah mertuanya. Tidak mungkin dia mengingkari hal itu."Kamu pergi saja dari sini! Nggak perlu kamu berpura-pura perhatian sama cucuku!" ucap Amalia dengan nada penuh amarah. Entah mengapa dia masih belum bisa menerima kenyataan jika Brian telah menikah untuk kedua kalinya."Hehe ... Nyonya jangan marah-marah terus. Nanti cepet tua, lho." Vio nyengir. Dia mencoba untuk tetap tersenyum, setelahnya Vio pergi dari ruangan itu.Amalia hanya melotot saat digoda oleh Vio. "Berani-beraninya dia," geramnya.Vio hanya menunggu di depan. Bagaimanapun dia telah berjanji pada suaminya untuk menunggu Kyra. Tidak mungkin dia tiba-tiba saja pergi dari tempat itu.Lama Vio menunggu, Brian datang dan menatapnya dengan aneh. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Brian."Ada Nyonya di dalam, Mas.""Mama ngusir kamu?" tanya Brian dengan nada sedikit