Brian tidak menyangka jika ibunya akan datang dengan mendadak. Dan kini dia harus melihat saat Brian berdua bersama dengan Vio. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang, bahkan keringat dingin lolos begitu saja di pori-pori kulitnya. Apa yang harus dia katakan kini?
"Mama ...," ucapnya tertahan di tenggorokan. Bahkan saat ini dia kesulitan untuk menelan ludahnya. Vio pun sama, dia tampak sangat ketakutan ketika tatapan tajam wanita paruh baya itu menusuk hingga ke jantungnya.
"Brian. Jelaskan pada Mama tentang semua ini." Amalia--ibu Brian-- merasa ada yang janggal dengan kedekatan Brian dengan gadis muda itu. Ini pertama kalinya Amalia bertemu dengan Vio, gadis cantik yang lebih terlihat seperti bule ketimbang orang pribumi.
Akhirnya, kini ketiga orang itu tengah berada di ruang tamu. Mereka terdiam cukup lama. Vio sedari tadi hanya bisa menunduk tanpa bisa mengangkat wajahnya. Dia merasa takut dan juga malu. Apa yang akan dinilai orang lain tentang hubungan m
Brian membaringkan ibunya di ranjang miliknya. Dia segera memanggil dokter keluarga. Dia khawatir dengan yang terjadi dengan sang ibu. Semua hal yang dia katakan hari ini, Brian yakin sangat mempengaruhi ibunya."Apa tidak sebaiknya dibawa ke rumah sakit saja, Mas?" Vio menatap khawatir ke arah ibu mertuanya itu. Tiga kejutan besar yang pastinya membuat jantung mertuanya tidak baik-baik saja. Dia pun pasti akan mengalami hal yang sama jika dalam sehari dapat kejutan bertubi-tubi.Brian mendesah berat. Dia bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Seolah dia tidak bisa berpikir dengan baik. "Kita tunggu dokter dulu. Mungkin sebentar lagi dokter akan datang." Lelaki berusia tida puluh lima tahun itu segera duduk di samping ranjang, menggenggam tangan ibunya. Dia tidak tega melihat ibunya dalam keadaan seperti itu.Tepat apa yang dikatakan oleh Brian, dokter datang tidak lama setelahnya. Brian segera beranjak, memberi tempat pada dokter untuk memeriksa ibunya.
Tidak mau mendengar omongan Amalia yang menyakitkan hati, Vio meninggalkan kediaman Brian. Dia kembali ke tempat di mana Kyra diculik. Dengan naik taksi, kini gadis bermata abu itu telah berada di sana. Vio mengamati sekeliling, siapa tahu ada CCTV di sana.Vio mendesah kecewa. Apa yang dia cari sama sekali tidak ada. Dia lantas menuju ke tempat di mana mobil yang penculik gunakan ditinggal. Tiba di pinggiran sungai, mata Vio kembali menyelidik. Dia berjalan mendekat ke arah mobil yang telah berdebu itu. Dia sangat yakin jika mobil itu yang membawa Kyra. Vio bahkan menghafal plat nomornya meski itu plat palsu.Sudah ada garis polisi di sana. Brian memang telah melaporkan hal ini ke pihak kepolisian. Tentu saja dia sangat panik karena anaknya diculik."Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" Sebuah suara mengagetkan Vio yang tengah berkonsentrasi."Mas Brian!" pekik Vio kaget. Dia merasa aneh kenapa Brian juga berada di tempat ini? "Kenapa Mas Brian ada di s
Polisi datang tidak lama setelah Brian memanggil mereka. Beberapa pria yang berpakaian khusus segera menuju ke arah Brian.Brian memberitahukan semua yang dia temukan di tempat itu. Polisi menerima dan memulai penyelidikan. Brian dan Vio harap-harap cemas menunggu di tempat itu. Sebenarnya Vio ingin ikut polisi mencari jejak Kyra, tetapi Brian tidak memperbolehkan. Dia takut terjadi sesuatu dengan wanita itu."Kita tunggu saja dulu. Aku yakin mereka bakal nemuin Kyra segera." Brian menepuk punggung Vio. Dia tidak tega melihat gadis itu terus mondar-mandir seperti setrikaan.Vio membuang napas kasar. "Aku tahu mereka bakal nemuin Kyra, tetapi rasanya kurang tenang gitu hati aku, Mas. Bagaimana kalau Kyra tidak mereka beri makan? Atau lebih buruk lagi ...." Vio tidak sanggup mengatakan apa yang ada di pikirannya. Hal itu terlalu mengerikan untuk diceritakan.Brian tahu apa yang dirasakan oleh wanita itu, karena dia pun merasakan hal yang sama. Bagaimana kal
Lagi-lagi Vio mendapat perlakuan buruk dari mertuanya. Meski enggan mengakui, tetapi wanita paruh baya itu tetaplah mertuanya. Tidak mungkin dia mengingkari hal itu."Kamu pergi saja dari sini! Nggak perlu kamu berpura-pura perhatian sama cucuku!" ucap Amalia dengan nada penuh amarah. Entah mengapa dia masih belum bisa menerima kenyataan jika Brian telah menikah untuk kedua kalinya."Hehe ... Nyonya jangan marah-marah terus. Nanti cepet tua, lho." Vio nyengir. Dia mencoba untuk tetap tersenyum, setelahnya Vio pergi dari ruangan itu.Amalia hanya melotot saat digoda oleh Vio. "Berani-beraninya dia," geramnya.Vio hanya menunggu di depan. Bagaimanapun dia telah berjanji pada suaminya untuk menunggu Kyra. Tidak mungkin dia tiba-tiba saja pergi dari tempat itu.Lama Vio menunggu, Brian datang dan menatapnya dengan aneh. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Brian."Ada Nyonya di dalam, Mas.""Mama ngusir kamu?" tanya Brian dengan nada sedikit
Hubungan Vio dan juga Amalia membaik. Dia tentunya hanya ingin kebaikan untuk cucunya. Sementara Azzura tidak berada di rumah, Kyra harus tetap mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Mungkin Vio bisa menggantikannya untuk sementara."Sebenarnya istri kamu kemana, Brian?" tanya Amalia pada anaknya. Rasanya tidak ingin percaya jika menantunya itu kabur begitu saja."Kalau Brian tahu, pasti Brian sudah menemukannya, Ma." Brian merasa putus asa jika ditanya perihal istrinya. Hingga saat ini, tidak ada kabar apa pun darinya."Ya sudah. Terus cari istri kamu. Mama pulang dulu." Amalia memang sengaja tidak menceritakan perihal cucunya pada sang suami karena pasti Brian yang akan disalahkan. Tentu saja Amalia masih ingin melindungi anaknya.Setelah kepergian sang ibu, Brian berjalan menuju ke arah kamarnya. Sebelum mencapai kamarnya, dia melewati kamar anaknya. Dia mengintip dari balik pintu, Vio tengah mengelus rambut Kyra. Gadis kecil itu sepertinya baru sa
Vio memejamkan matanya menikmati semua sentuhan Brian. Hatinya terus berseru jika ini tidak benar, tetapi tubuhnya berkhianat saat kulitnya kembali merasakan lembutnya kulit Brian.Brian yang mendapat lampu hijau, tersenyum dalam hati. Sudah berhari-hari ini dia menahan untuk tidak menyentuh Vio dan saat ini adalah puncaknya. Terlebih tidak ada Azzura yang bisa menuntaskan semuanya. Minta kepada Vio bukan kesalahan, bukan?Angin malam ini menjadi saksi bagaimana hawa dingin berubah menjadi hangat lantas menjadi panas. Brian yang sudah sangat ahli dalam percintaan begitu memuja Vio, hingga gadis itu serasa diterbangkan hingga langit ke tujuh.Kamar Brian menjadi saksi bagaimana kedua insan itu kembali memadu kasih, meniti pelangi menuju ke nirwana. Melewati kebun bunga yang menampilkan jutaan warna yang saling marajut asa. Entah ada cinta atau hanya nafsu saja yang menyatukan mereka? Yang pasti saat ini, baik Vio maupun Brian hanya ingin saling mengis
Mata Kyra terus melihat ke arah dalam kamar ayahnya. Sepertinya ada yang aneh. Kenapa ayahnya tidur sampai berantakan seperti itu? Kayak habis perang semalam."Kamu lihat apa, Sayang? Kenapa liatin dalam terus?" Sesungguhnya hati Brian ketar-ketir kali ini. Takut jika Kyra masuk dan memergoki ada Vio di dalam sana. Bagaimana cara menjelaskan jika hal itu benar-benar terjadi?"Papa kok jorok, sih? Kenapa kamar Papa berantakan gini?" Segala macam baju dan sprei berantakan, membuat mata Kyra menjadi sakit. Dia selalu diajarkan oleh ibunya untuk membereskan tempat tidurnya sebelum keluar kamar."Itu--" Brian menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Dia bingung, bagaimana caranya untuk menjelaskan semuanya pada Kyra. "Papa semalam mimpi bertempur sama pencuri, Sayang. Jadinya kayak gini.""Pencuri," lirih Vio. Bagaimana bisa Brian menyebutnya sebagai pencuri setelah apa yang mereka lewati malam tadi. "Mas Brian bener-bener tega." Vio hanya bisa menahan rasa kecew
Vio tidak percaya jika Brian akan mengatakan hal itu kali ini. Apakah lelaki itu mengatakan kebenarannya? Atau jangan-jangan dia telah mabuk? Tetapi, Vio sama sekali tidak mencium aroma alkohol dari tubuh suaminya itu."Tapi, Mas--" Vio tidak meneruskan ucapannya. Dia sangat kaget saat tiba-tiba Brian masuk ke dalam kamarnya. Vio hanya bisa membulatkan matanya. Apa yang akan Brian lakukan kali ini?"Kamu mau apa, Mas? Kyra udah nunggu, lho?""Nggak papa nunggu lagi.""Tapi--" Ucapan Vio terhenti kala bibirnya merasakan kehangatan dari bibir Brian. Ah ... jika sudah seperti ini maka yang akan terjadi dengan mereka adalah adegan 21+.Vio tentu saja tidak bisa menolaknya. Apa yang Brian inginkan adalah hal yang harus dia lakukan. Hanya sebentar, Kyra bisa menunggu sebentar lagi. Berkali-kali Vio meyakinkan hatinya untuk tetap tenang dan menikmati semuanya. Dia tidak ingin mengecewakan Brian.Gejolak yang Brian rasakan sama seperti saat dia masi