Beranda / Romansa / Dua Hati Satu Cinta / Dua Hati Satu Cinta

Share

Dua Hati Satu Cinta
Dua Hati Satu Cinta
Penulis: Tyna Anggun

Dua Hati Satu Cinta

Penulis: Tyna Anggun
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-21 01:42:55

             Bab 01. Penghianatan 

         

      "Hai sayang, kamu ada dimana. Lama banget sih!" sahutku kesal. Aku Vania gadis cantik dari desa Sebong Lagoi. Aku memiliki paras wajah yang lumayan cantik dan berlesung pipi. Kekesalan yang kurasakan saat ini ya menunggu. Satu jam ditunggu tidak juga muncul. Gilang, ya pacarku itu kalau sudah buat janji susah sekali untuk menepati. Kalau gak telat, ya lupa. Terkadang membuatku jengah. Aku mencintainya karena kepribadiannya yang sopan dan gak neko-neko sih jadi cowok. 

      Setelah menjalani hubungan yang serius Gilang mencoba untuk melamarku. Tentunya aku sangat bahagia dibuatnya. Pernah satu hari aku dibawa kerumah orang tuanya. Tepatnya di desa sebelah dimana aku tinggal sekarang. Dari situ aku tahu, ternyata Gilang memiliki satu saudara laki-laki yang bernama Raja. Usia mereka bertaut dua tahun. Yang kulihat dari Mas Raja ini orangnya kalem dan tak kalah tampan dengan sang adik.

     Awal perkenalan ku dengan Mas Raja melalui  tatapan matanya yang begitu tajam dan menusuk hati. Biarpun begitu sikapnya selalu ramah. Terkadang sekilas kulihat, Mas Raja mencoba mencuri-curi pandang. Sebenarnya risih juga sih di perhatikan seperti itu. Tapi lama kelamaan aku terbiasa dengan semua sikapnya itu. 

     Hingga hubungan kami sudah menginjak satu tahun dan Gilang mencoba melamarku. Pastinya dengan senang hati kuterima niat baiknya itu. Tapi, ntah mengapa kulihat perubahan wajah tidak suka dari Mas Raja. Yang biasanya suka memberikan senyuman untuk ku, tetapi setelah mengetahui niat adiknya itu berubah menjadi pendiam. 

       Malam itu Gilang hadir bersama keluarganya datang kerumah untuk melamarku dan mengikatkan sebuah cincin di jari manisku. Setelah disepakati, akhirnya ditentukanlah hari pernikahan aku dan Gilang. Yang terhitung satu bulan dari sekarang. 

      Setelah kepulangan keluarga Gilang, akupun merebahkan tubuh diatas ranjang. Dengan senyum bahagia ku kecup cincin yang melingkar di jari manis ku ini. Baru berapa menit rasanya hatiku sudah merasakan rindu dengan calon suamiku, Gilang.  Ku raih gawai dan menghubungi nomor whatsappnya. Aku pun terkejut dari seberang sana terhubung dengan panggilan lain. Aku hanya bisa menarik nafas berat. "Lagi telpon siapa sih yang?" lirihku dengan wajah cemberut. Karena menunggu lama akhirnya akupun tertidur pulas. 

      Keesokan harinya seperti biasa di hari libur aku membantu Ibu memasak. Saat sedang asyiknya bercengkerama dengan Ibu tiba-tiba gawaiku yang berada di kamar berdering. Saat ku angkat ternyata Mas Raja yang berbicara. 

     "Lho, Gilangnya mana Mas?" tanyaku heran. Panggilan yang tertera itu dari aplikasi hijau menandakan bahwa dari Gilang, tetapi saudaranya yang berbicara. 

     "Oh tidak apa-apa kok Mas,  memang Gilang kemana kok gawainya ditinggal?"

     "Oh, ya sudahlah tidak apa-apa. Oke, bye!" sahutku dan mengakhiri panggilan. 

     Seketika aku termenung sejenak. Kemana sebenarnya Gilang dan kenapa gawainya ditinggal. Dan tak berapa lama kemudian aku bergegas melangkah keluar kamar. Tak ingin berlama-lama memikirkan hal yang tidak-tidak. 

      "Ada apa nak, kok terlihat seperti orang kebingungan begitu?  tanya Ibuku heran. 

    "Gak ada apa-apa kok Bu," jawabku singkat. 

    "Kamu tak salah memilihkan Van untuk calon imammu kelak, bukan Ibu tak yakin dengan nak Gilang. Tapi ...." tiba-tiba ucapan Ibu terputus. 

    "Jangan risau Bu, doakan saja Vania kelak hidup bahagia bersama Gilang." ucapku kemudian merangkul pinggang Ibu dan mencium pipinya dengan lembut. Ibu pun membalas pelukanku dengan erat. 

      Beberapa hari terakhir menjelang hari pernikahanku, entah mengapa hati ku merasa gelisah dan was-was. Seperti ada sesuatu yang kutakutkan. Rasa takut kehilangan dan ntahlah aku tak bisa mengungkapkannya. Semoga ini cuma perasaan ku saja. 

     Tiba-tiba ada panggilan masuk dari gawaiku. Tapi nomor yang tak dikenal. Aku bingung nomor siapakah gerangan. Karena terus berdering dengan berat hati ku angkat panggilan tersebut. Ternyata Mas Raja yang ada di seberang sana. Cukup lama mengobrol, akhirnya panggilan di matikan. Sempat tersirat di pikiran, kenapa akhir-akhir ini Mas Raja sering menghubungi ku. Tapi aku tak mau berfikiran negatif, mungkin ini hanya perhatiannya saja sebagai calon ipar. 

     Karena pantangan buat calon pengantin untuk bertemu, jadi dengan mendengar suara dari saluran seluler sudah membuat ku bahagia. Dua minggu menjelang hari pernikahan aku merasa ada sesuatu yang di sembunyikan oleh calon suami ku, Gilang. Setiap ku hubungi selalu ada panggilan lain. Hingga membuat ku jengkel. 

     Siang itu aku menerima pesan masuk dari salah satu aplikasi hijau di gawaiku. Setelah ku baca kalau Gilang ingin bertemu disuatu tempat. Tanpa rasa curiga ku iyakan saja permintaannya itu. 

    "Ternyata kamu juga rindu ya sayang, tapikan pamali untuk calon pengantin jika bertemu," batinku. Karena bimbang aku terdiam sejenak. "Kenapa ya, aku ragu untuk melangkah ke sana," ucapku dalam hati. 

     Setelah berpamitan dengan Ibu dengan alasan kerumah teman. Aku pun menghampiri taksi yang sudah terparkir di depan pintu gerbang rumah. Saat itu Gilang menginginkan ku untuk menemuinya di suatu tempat di tepi danau dimana dahulu kami sering bertemu. 

     Beberapa menit kemudian sampailah di tempat tujuan. Ku cari keberadaan Gilang tak juga kutemukan. Dengan sabar kunantikan kehadirannya. Beberapa menit kemudian berhentilah sebuah mobil di sisi jalan. Dengan tak sabar kuhampiri mobil tersebut. Dengan semangatnya ku panggil sayang dan saat pintu mobil terbuka betapa terkejutnya diriku saat yang kutemui bukan Gilang, tapi Mas Raja. Dengan raut wajah yang memerah karena menahan rasa malu aku pun melangkah menjauh menuju bangku di tepi danau. Tak berapa lama kemudian Mas Raja menghampiri dan duduk di sebelahku. 

     "Maaf Van, Gilang meminta Mas menemuimu disini." ucapnya lirih dan tatapannya terus menatap ku tajam. 

     "Memang Gilang kemana Mas!" tanyaku ketus dengan raut wajah cemberut. 

     "Van, sebenarnya ada yang ingin Mas sampaikan padamu. Tapi," ucapnya pelan dan tiba-tiba terhenti. 

     "Ada apa Mas!" tanyaku penasaran. 

Di tatapnya lekat-lekat wajahku dan terlihat raut kecemasan diwajah Mas Raja. 

     "Lebih baik kamu batalkan pernikahan ini Van, karena Gilang tak menyintaimu. Dia sudah menyintai orang lain."

     Mendengar penuturannya tersebut seketika emosiku memuncak. Dengan suara berat ku jawab perkataannya dengan lantang. 

     "Jaga mulut mu ya Mas, atas dasar apa kamu memfitnah Gilang seperti itu. Jahat banget ya, adik sendiri di jelekin seperti itu." Seketika aku beranjak dari tempat duduk dan berniat meninggalkannya sendiri,          "Sudahlah percuma berlama-lama di sini buat sakit hati saja," ketusku. Saat hendak melangkah dengan cepat tangangku dicekal oleh Mas Raja. 

     "Tunggu Van, Mas belum selesai bicara. Dengarkan dulu!" 

    "Tolong ya Mas, aku tak punya banyak waktu mendengarkan omong kosong ini. Jadi tolong lepaskan tangan Mas!" ucapku lantang. 

    "Tidak, Mas gak akan merelakan kamu menikah dengannya!" tegasnya dan kemudian dengan paksa digiring tubuhku kearah mobil. Dengan cepat di dorong untuk masuk kedalam mobilnya. Dengan sekuat tenaga aku memberontak, tapi tenaga ku kalah kuat dibanding dengan tenaganya. Hingga di dalam mobil aku terus memberontak. Dengan cepat ditutupinya hidungku dengan kain dan seketika akupun tak ingat apa-apa lagi. 

     Saat tersadar kulihat di sekeliling tempat ku berada. Karena kepala yang kurasakan mendenyut, aku pun hanya bisa duduk terdiam. Mengingat-ingat apa yang terjadi. Dengan perlahan ku melangkah mengampiri sisi jendela. Saat kusibakkan tirai betapa terkejutnya diriku saat apa yang ku lihat arah luar. Aku berada tepat di tengah hutan. Untuk meyakinkan diri ku perjelas penglihatan ku ini. 

     Ternyata aku sudah di kurung oleh Mas Raja. Aku coba berteriak, tapi tak ada satu orang pun menyahut. Akhirnya aku pun hanya bisa menangis. Sungguh aku tak menyangka, kenapa begitu tega Mas Raja memperlakukan ku seperti ini. 

     Tepat hari terlihat sudah gelap gulita, aku terjaga dari tidurku. Saat pintu kamar dibuka, munculah sosok seseorang yang sangat ku benci. 

     "Apa maksud mu mengurungku disini!" tanyaku lantang sambil terus menatapnya tajam. 

     "Lebih baik kamu makan dulu Van, ini Mas belikan makanan kesukaan mu." lirihnya. Kemudian di hidangkan di meja yang berada di dalam kamar. 

     "Aku tak butuh apa-apa darimu, lepaskan aku segera. Pastinya kedua orang tua ku merasa khawatir. Tolong!" ucapku memohon. 

     "Tidak Van, kamu tak akan Mas lepaskan. Mas tak ingin kehilangan mu. Mengertilah sayang," ucapnya lirih dan perlahan meraih tanganku. Dengan cepat ku tepis. Tak ada lagi rasa hormat ku pada lelaki seperti dirinya. 

      "Pergilah Mas," ketusku. 

      "Kamu tahu Van, Gilang sedikit pun tak merasa khawatir dengan hilangnya dirimu. Kalau memang dia mencintaimu, tentu saat ini kamu sudah berada di dekatnya." ucapnya kembali mencoba menyakinkan ku. 

      "Cukup Mas, kau yang sudah membuat hidupku hancur. Kau yang sudah memisahkan aku dengannya. Pergi ...!" teriaku histeris. Kemudian ku raih apa yang ada di dekat ku dan ku lemparkan ke arahnya. Seketika membuat Mas Raja bergegas melangkah keluar dari kamar. Ku dengar pintu di kunci kembali dari luar. Aku pun kembali menangis terisak-isak. Hingga akhirnya rasa kantukku menyerang dan aku kembali terlelap. 

      Keesokan paginya saat mata terbuka, betapa terkejutnya diriku melihat Mas Raja tengah terduduk disebelah ku. Matanya terus menatap kearahku. Seketika aku cepat menjauh darinya. 

      "Mandilah Van, lihat tubuhmu sudah kotor. Baju buatmu sudah banyak di dalam lemari, pakailah." ucapnya dan kemudian bergegas melangkah keluar kamar. 

     Ya memang aku terlihat kumal sekali, sudah dua hari tubuhku tidak tersentuh oleh air. Dengan segera ku melangkah menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar. 

     Setelah selesai aku pun memakai pakaian yang ada di dalam lemari. Terlihat sekali wajah sayuku saat di depan cermin. 

    

****

      Hari berganti hari, dan bulan pun berganti bulan. Sampai saat itu pun tak ada seseorang yang mencari keberadaan ku, termasuk Gilang. Begitu mudahnya dirinya melupakan diriku disini. Hingga pada suatu malam saat mataku terpejam, betapa terkejutnya diriku setelah mengetahui kalau Mas Raja membuka pintu kamar dengan kasar. Dalam keadaan mabuk di hampirinya diriku dengan jalan yang sempoyongan. Belum sempat menghindar, dengan beringas Mas Raja menarik tanganku dan melempar tubuhku ke atas ranjang. Dengan cepat tubuhnya di baringkan diatas tubuhku yang tak berdaya. Dengan sekuat tenaga aku memberontak, dengan terus mencoba mencumbui leher jenjangku Mas Raja semakin menjadi-jadi. Di lumatnya bibirku dengan nafas yang memburu. Tangannya yang terus menggerayangi area sensitif ku. Aku yang mulai terpancing hanya bisa mendesah. Semua aksinya yang terus memancing membuat ku tak sadar. Terus terus dan terus. Dan pada akhirnya aku merasakan sesuatu benda menusuk area keperawananku dan mengoyakkan hingga kurasakan perih. 

     Akhirnya setelah sama-sama merasa puas aku dan Mas Raja terkulai lemas. 

     Keesokan paginya saat ku terbangun, betapa terkejutnya diriku setelah melihat tubuhku yang bugil dan ku lihat Mas Raja yang tengah tertidur pulas di sebelah ku. 

     "Tidak ...." jeritku histeris hingga membuat Mas Raja terbangun. 

      Dilihat tubuhnya yang tak tertutup sehelai kain pun, kemudian di raih dan dipakai pakaiannya kembali. Melihat diriku yang masih terisak, Mas Raja mencoba menghibur ku dan meminta maaf. 

      "Maaf Van, Mas khilaf!" ucapnya tertunduk. 

      "Kamu jahat Mas hiks hiks hiks," isakku. 

     "Mas akan menikahi mu Van!"

     "Tak perlu, tak sudi aku menjadi istrimu. Lebih baik aku mati!" ucapku lantang. 

     "Van, janganlah berkata seperti itu. Mas tulus menyintaimu, jadi tolong--" ucapnya terhenti seketika. 

    "Cukup Mas, sudah cukup lama kau mengurangku disini. Tolong izinkan aku menemui kedua orang tua ku."

     Seketika Mas Raja terdiam, "baiklah besok Mas antar kamu pulang. Tapi ingat, jika dirahimmu tumbuh benih dariku jangan coba-coba menggugurkannya. Camkan itu Van!" 

     Aku hanya diam mendengar ancamannya itu. "Takkan ku biarkan darah dagingmu bersemayam di rahimku Raja, jangan harap." batinku. 

     Keesokan harinya Raja membawa ku keluar dari villa itu. Di bawanya diriku ke rumah kedua orang tua ku. Setiba di sana, dengan terisak-isak Ibu memelukku dengan erat. 

    "Ya Allah nak, benarkah ini kamu Vania?" ucap Ibu tak percaya dengan kehadiran ku di hadapannya.

     "Ayah mana bu?" tanyaku kembali karena tak melihat sosoknya. 

     "Ayah di dalam kamar Van, mendapatkan kamu pergi di saat menjelang hari pernikahan mu, Ayah langsung jatuh sakit. Hingga sampai sekarang ini."

     "Maafkan Vania bu," ku peluk erat tubuhnya. 

    "Kamu sebenarnya kemana sih Van, kamu tahu tidak cerita tentang Gilang. 

     "Memang kenapa dengan Gilang bu?" tanyaku penasaran. 

      Seketika ku lihat reaksi wajah Ibu berubah sedih.

        

   

  

Bab terkait

  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 02. Sakit Tapi Tak Berdarah

    "Sudah bu biar saya saja yang akan menjelaskan pada Vania." ucap Mas Raja mencoba menyakinkan hati Ibu. "Aku tak perlu mendengarkan cerita bohong mu lagi, sudah cukup kau menciptakan kehancuran dalam hidupku. Pergilah kau jauh-jauh dari kehidupan ku!" teriakku mencoba untuk mengusirnya. "Vania! Jaga ucapan mu nak, dia orang yang telah menolong mu. Tak sepantasnya kau berkata seperti itu!" bela Ibu. Seketika membuat ku ternganga, "apa! Menolongku?" batinku tak menyangka kalau Ibu bisa berkata seperti itu. Aku tak tahu, mungkin selama ini Raja sudah mencuci otak Ayah, Ibuku. Ku tarik lengan Mas Raja untuk segera mengikutiku. "Gila kamu ya Mas, sejak kapan kau mempengaruhi pikiran Ibuku, dasar munafik!" ucapku ketus. "Terserah kamu mau menuduh Mas seperti itu. Sedikit pun

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 03. Kehamilan Ku

    Saat tersadar kulihat Ibu dan Ayah duduk dan menangis. Diusapnya rambutku dengan lembut. Ku lihat Mas Raja tepat berada di belakang mereka. "Kamu kenapa toh nduk, buat kami khawatir saja," ucap Ayah merasa cemas. "Ya sudah, Ayah dan Ibu keluar dulu ya!" pamit mereka dan segera beranjak melangkah meninggalkan aku dan Mas Raja di dalam kamar. Seketika Mas Raja duduk mendekati ku dan dengan ragu di raihnya jemariku. Seketika di kecupnya dengan lembut. "Van maaf kalau Mas sudah membuatmu jadi begini. Sekarang terserah kamu mau menjauhi Mas atau apa pun yang bisa membuat hatimu tenang dan mulai saat ini juga Mas gak akan mengganggu lagi kehidupan mu. Tapi sebelum Mas pergi, tolong jawab pertanyaan Mas. Kenapa sebegitu besar rasa bencimu selama ini terhadap Mas?" ujarnya sambil terus menatap mataku. "Pergilah Mas, tolong biarkan aku sendiri disini. Tak

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 04. Kegilaan Gilang

    Saat itu aku merasakan tubuh ku terasa ada yang menindih. Saat ku buka ternyata sosok laki-laki yang sangat ku benci. Dengan refleks ku dorong tubuhnya hingga membuatnya terjerembab. "Brengsek kau Gilang, buat apa kau datang kesini!" bentakku. Bukan menjauh malah semakin mendekat dirinya, tentu saja membuatku kewalahan. "Van, aku sangat merindukan mu. Tolong izinkan aku mencium mu sekali saja." ucapnya lembut dan mencoba merayuku kembali. "Pergi kau dari sini, dasar laki-laki tak punya akhlak." Seketika kami terkejut dengan suara seseorang mengetuk pintu kamar. Tok tok tok, "Non Vania buka pintunya, kenapa Non kok berteriak!" teriak bi Jum memanggilku dari luar kamar. "Tidak ada apa-apa bi, tadi saya cuma terkejut kok!" jawabku setela

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 05.Kelahiran

    "Pergilah Mas," rayuku pada Gilang saat itu. "Apa kau tak merindukan ku?" tanya Gilang mencoba menahan gejolak di hatinya. "Setelah kau meninggalkan ku dan memilih menikah dengan perempuan kaya itu, kau lupa dengan diriku. Sejak saat itu hilang sudah rasa rinduku ini." ucapku ketus. "Bukankah kau yang meninggalkan aku Van?" cibir Gilang dengan wajah kesal. Seketika aku pun terdiam membisu mendengar penuturannya itu. Untuk cerita tentang masalah itu tak akan ada guna lagi, toh sekarang aku sudah menjadi istri orang yang telah memisahkan aku dari Gilang. "Lalu mengapa kau datang lagi mengganggu hidupku Mas, sekarang aku bahagia menjadi istri Mas Raja, dan kau lihat sendiri aku tengah mengandung darah dagingnya!" cercaku. Seketika Gilang terdiam menatap lekat mataku, terlihat ada rasa penyesalan di matanya. Kemudian Gilang me

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • Dua Hati Satu Cinta    Kebosanan Vania

    Satu bulan kemudian. Saat sedang asyiknya bersantai dan tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara seseorang membuka pintu gerbang dan masuk sebuah mobil dan berhenti di halaman rumah. Beberapa menit kemudian keluarlah seseorang yang tak asing bagiku. Siapa lagi kalau bukan Gilang. Melihatnya saja aku sudah malas. Terkadang aku heran, dirinya tak bekerja apa hari-hari berkeliaran di rumah orang. "Assalamualaikum cantik!" sapa Gilang dengan nada menggoda. "Wa'alaikumsalam!" jawabku ketus. "Hai keponakan paman yang tampan seperti wajah pamannya, apa kabar!" godanya lagi. Tentu saja hal itu membuatku muak. "Apaan sih Mas, ngapain hampir tiap hari datang kesini sih, bosan tahu!" ketusku. "Kok gitu sambutannya, tak baik bicara seperti itu!" sahut Gilang manja. "Biarin, emang k

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-21
  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 07. Terungkap Sudah

    Malam itu saat mata ini terpejam, betapa terkejutnya diriku setelah merasakan sesuatu yang menyentuh area sensitif ku. Saat mata ini terbuka ternyata kulihat tepat di hadapanku wajah seseorang yang tak lagi asing bagiku. Ya wajah Gilang yang tengah tersenyum dan dengan cepat dilumatnya bibirku dengan bringas. Aku yang belum sempat melawan terpaksa harus menerima semua cumbuan dan aksi-aksinya yang memancing birahiku. Sungguh kelihaiannya membuatku tak mampu membendung hasratku yang ingin segera menuntaskannya. Cukup lama kami melakukan hal itu, hingga akhirnya kami sama-sama merasakan puncak kenikmatan. Aku tersadar dengan kegilaan ini. Ku tatap wajah Gilang dengan tajam. Gilang mencoba meraih tangan ku, dengan cepat ku tepis. "Pergilah Mas!" tegasku. "Maaf Van, aku--" "Sudah cukup, jangan berkata-kata apa-apa lagi!" sahutku tegas. "Aku m

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Dua Hati Satu Cinta    Kepergian Vania

    Kemudian Vania membuka pintu dan menemui Ibu mertuanya datang. Setelah dilihatnya ternyata bukan hanya dirinya yang datang, tapi seorang perempuan cantik yang tak dikenal. Seketika dilihat oleh Vania perempuan tersebut merangkul tangan Raja dengan manja. "Ada apa ini Ma!" tanya Vania. Kemudian Mama mertuanya menjelaskan maksud kedatangannya tersebut. "Begini Van, maaf kalau Mama tidak jujur dengan kamu, sebenarnya Raja dan Vivi sudah menikah satu bulan yang lalu. Semua ini bukan kehendak Mama tapi atas permohonan dari orang tua Vivi yang merupakan teman Papanya. Sebenarnya mereka sudah lama dijodohkan, tapi saat itu Vivi sedang ada diluar negeri. "Lalu!" jawabnya singkat. "Vivi ingin tinggal di rumah ini bersama mu!" jawab Mama mertuanya. "Dan kau Mas, apa keputusan mu!" tanya Vania geram. Men

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-24
  • Dua Hati Satu Cinta    Kemana Cinta Akan Berlabuh

    Dua tahun kemudian. Setelah Vania berpisah dengan Raja hidupnya kini tenang. Dengan memiliki putra yang tampan, Vania merasakan kebahagiaan. Sementara Gilang masih tetap menghantui hidup Vania hingga putranya kini yang sudah menginjak tuga tahun. Tapi Vania tak pernah ambil pusing. Untuk menghidupi putra sematawayangnya, sebut saja Juna. Vania harus bekerja di sebuah perusahaan ternama dan hanya sebagai staf karyawan biasa. Karena memiliki wajah yang cantik, banyak laki-laki yang ingin mempersunting Vania agar menjadi istri mereka. Tapi dengan halus di tolaknya, bagaimana pun masih ada trauma yang membuatnya enggan untuk berumah tangga kembali. "Van, ayo sudah mau masuk Maghrib nih biar tak kelamaan mari Mas hantar!" ucap salah seorang staf manager yang sedari dahulu menyukainya. Tapi Vania tak pernah menggubrisnya hingga kini. "Tidak Pak maaf, mungkin taksi bentar lagi lewat

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-22

Bab terbaru

  • Dua Hati Satu Cinta    Kemana Cinta Akan Berlabuh

    Dua tahun kemudian. Setelah Vania berpisah dengan Raja hidupnya kini tenang. Dengan memiliki putra yang tampan, Vania merasakan kebahagiaan. Sementara Gilang masih tetap menghantui hidup Vania hingga putranya kini yang sudah menginjak tuga tahun. Tapi Vania tak pernah ambil pusing. Untuk menghidupi putra sematawayangnya, sebut saja Juna. Vania harus bekerja di sebuah perusahaan ternama dan hanya sebagai staf karyawan biasa. Karena memiliki wajah yang cantik, banyak laki-laki yang ingin mempersunting Vania agar menjadi istri mereka. Tapi dengan halus di tolaknya, bagaimana pun masih ada trauma yang membuatnya enggan untuk berumah tangga kembali. "Van, ayo sudah mau masuk Maghrib nih biar tak kelamaan mari Mas hantar!" ucap salah seorang staf manager yang sedari dahulu menyukainya. Tapi Vania tak pernah menggubrisnya hingga kini. "Tidak Pak maaf, mungkin taksi bentar lagi lewat

  • Dua Hati Satu Cinta    Kepergian Vania

    Kemudian Vania membuka pintu dan menemui Ibu mertuanya datang. Setelah dilihatnya ternyata bukan hanya dirinya yang datang, tapi seorang perempuan cantik yang tak dikenal. Seketika dilihat oleh Vania perempuan tersebut merangkul tangan Raja dengan manja. "Ada apa ini Ma!" tanya Vania. Kemudian Mama mertuanya menjelaskan maksud kedatangannya tersebut. "Begini Van, maaf kalau Mama tidak jujur dengan kamu, sebenarnya Raja dan Vivi sudah menikah satu bulan yang lalu. Semua ini bukan kehendak Mama tapi atas permohonan dari orang tua Vivi yang merupakan teman Papanya. Sebenarnya mereka sudah lama dijodohkan, tapi saat itu Vivi sedang ada diluar negeri. "Lalu!" jawabnya singkat. "Vivi ingin tinggal di rumah ini bersama mu!" jawab Mama mertuanya. "Dan kau Mas, apa keputusan mu!" tanya Vania geram. Men

  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 07. Terungkap Sudah

    Malam itu saat mata ini terpejam, betapa terkejutnya diriku setelah merasakan sesuatu yang menyentuh area sensitif ku. Saat mata ini terbuka ternyata kulihat tepat di hadapanku wajah seseorang yang tak lagi asing bagiku. Ya wajah Gilang yang tengah tersenyum dan dengan cepat dilumatnya bibirku dengan bringas. Aku yang belum sempat melawan terpaksa harus menerima semua cumbuan dan aksi-aksinya yang memancing birahiku. Sungguh kelihaiannya membuatku tak mampu membendung hasratku yang ingin segera menuntaskannya. Cukup lama kami melakukan hal itu, hingga akhirnya kami sama-sama merasakan puncak kenikmatan. Aku tersadar dengan kegilaan ini. Ku tatap wajah Gilang dengan tajam. Gilang mencoba meraih tangan ku, dengan cepat ku tepis. "Pergilah Mas!" tegasku. "Maaf Van, aku--" "Sudah cukup, jangan berkata-kata apa-apa lagi!" sahutku tegas. "Aku m

  • Dua Hati Satu Cinta    Kebosanan Vania

    Satu bulan kemudian. Saat sedang asyiknya bersantai dan tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara seseorang membuka pintu gerbang dan masuk sebuah mobil dan berhenti di halaman rumah. Beberapa menit kemudian keluarlah seseorang yang tak asing bagiku. Siapa lagi kalau bukan Gilang. Melihatnya saja aku sudah malas. Terkadang aku heran, dirinya tak bekerja apa hari-hari berkeliaran di rumah orang. "Assalamualaikum cantik!" sapa Gilang dengan nada menggoda. "Wa'alaikumsalam!" jawabku ketus. "Hai keponakan paman yang tampan seperti wajah pamannya, apa kabar!" godanya lagi. Tentu saja hal itu membuatku muak. "Apaan sih Mas, ngapain hampir tiap hari datang kesini sih, bosan tahu!" ketusku. "Kok gitu sambutannya, tak baik bicara seperti itu!" sahut Gilang manja. "Biarin, emang k

  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 05.Kelahiran

    "Pergilah Mas," rayuku pada Gilang saat itu. "Apa kau tak merindukan ku?" tanya Gilang mencoba menahan gejolak di hatinya. "Setelah kau meninggalkan ku dan memilih menikah dengan perempuan kaya itu, kau lupa dengan diriku. Sejak saat itu hilang sudah rasa rinduku ini." ucapku ketus. "Bukankah kau yang meninggalkan aku Van?" cibir Gilang dengan wajah kesal. Seketika aku pun terdiam membisu mendengar penuturannya itu. Untuk cerita tentang masalah itu tak akan ada guna lagi, toh sekarang aku sudah menjadi istri orang yang telah memisahkan aku dari Gilang. "Lalu mengapa kau datang lagi mengganggu hidupku Mas, sekarang aku bahagia menjadi istri Mas Raja, dan kau lihat sendiri aku tengah mengandung darah dagingnya!" cercaku. Seketika Gilang terdiam menatap lekat mataku, terlihat ada rasa penyesalan di matanya. Kemudian Gilang me

  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 04. Kegilaan Gilang

    Saat itu aku merasakan tubuh ku terasa ada yang menindih. Saat ku buka ternyata sosok laki-laki yang sangat ku benci. Dengan refleks ku dorong tubuhnya hingga membuatnya terjerembab. "Brengsek kau Gilang, buat apa kau datang kesini!" bentakku. Bukan menjauh malah semakin mendekat dirinya, tentu saja membuatku kewalahan. "Van, aku sangat merindukan mu. Tolong izinkan aku mencium mu sekali saja." ucapnya lembut dan mencoba merayuku kembali. "Pergi kau dari sini, dasar laki-laki tak punya akhlak." Seketika kami terkejut dengan suara seseorang mengetuk pintu kamar. Tok tok tok, "Non Vania buka pintunya, kenapa Non kok berteriak!" teriak bi Jum memanggilku dari luar kamar. "Tidak ada apa-apa bi, tadi saya cuma terkejut kok!" jawabku setela

  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 03. Kehamilan Ku

    Saat tersadar kulihat Ibu dan Ayah duduk dan menangis. Diusapnya rambutku dengan lembut. Ku lihat Mas Raja tepat berada di belakang mereka. "Kamu kenapa toh nduk, buat kami khawatir saja," ucap Ayah merasa cemas. "Ya sudah, Ayah dan Ibu keluar dulu ya!" pamit mereka dan segera beranjak melangkah meninggalkan aku dan Mas Raja di dalam kamar. Seketika Mas Raja duduk mendekati ku dan dengan ragu di raihnya jemariku. Seketika di kecupnya dengan lembut. "Van maaf kalau Mas sudah membuatmu jadi begini. Sekarang terserah kamu mau menjauhi Mas atau apa pun yang bisa membuat hatimu tenang dan mulai saat ini juga Mas gak akan mengganggu lagi kehidupan mu. Tapi sebelum Mas pergi, tolong jawab pertanyaan Mas. Kenapa sebegitu besar rasa bencimu selama ini terhadap Mas?" ujarnya sambil terus menatap mataku. "Pergilah Mas, tolong biarkan aku sendiri disini. Tak

  • Dua Hati Satu Cinta    Bab 02. Sakit Tapi Tak Berdarah

    "Sudah bu biar saya saja yang akan menjelaskan pada Vania." ucap Mas Raja mencoba menyakinkan hati Ibu. "Aku tak perlu mendengarkan cerita bohong mu lagi, sudah cukup kau menciptakan kehancuran dalam hidupku. Pergilah kau jauh-jauh dari kehidupan ku!" teriakku mencoba untuk mengusirnya. "Vania! Jaga ucapan mu nak, dia orang yang telah menolong mu. Tak sepantasnya kau berkata seperti itu!" bela Ibu. Seketika membuat ku ternganga, "apa! Menolongku?" batinku tak menyangka kalau Ibu bisa berkata seperti itu. Aku tak tahu, mungkin selama ini Raja sudah mencuci otak Ayah, Ibuku. Ku tarik lengan Mas Raja untuk segera mengikutiku. "Gila kamu ya Mas, sejak kapan kau mempengaruhi pikiran Ibuku, dasar munafik!" ucapku ketus. "Terserah kamu mau menuduh Mas seperti itu. Sedikit pun

  • Dua Hati Satu Cinta     Dua Hati Satu Cinta

    Bab 01. Penghianatan "Hai sayang, kamu ada dimana. Lama banget sih!" sahutku kesal. Aku Vania gadis cantik dari desa Sebong Lagoi. Aku memiliki paras wajah yang lumayan cantik dan berlesung pipi. Kekesalan yang kurasakan saat ini ya menunggu. Satu jam ditunggu tidak juga muncul. Gilang, ya pacarku itu kalau sudah buat janji susah sekali untuk menepati. Kalau gak telat, ya lupa. Terkadang membuatku jengah. Aku mencintainya karena kepribadiannya yang sopan dan gak neko-neko sih jadi cowok. Setelah menjalani hubungan yang serius Gilang mencoba untuk melamarku. Tentunya aku sangat bahagia dibuatnya. Pernah satu hari aku dibawa kerumah orang tuanya. Tepatnya di desa sebelah dimana aku tinggal sekarang. Dari situ aku tahu, ternyata Gilang memiliki satu saudara laki-laki yang bernama Raja. Usia mereka bertaut dua tahun. Yang kulihat dari

DMCA.com Protection Status