Darren Revano Abrata. Pria yang sangat Mikaela cintai, tujuh tahun lalu, hingga sekarang. Mikaela tetap mencintai pria itu. Tapi sekarang dia tidak akan berharap lagi, sejak Rendy mengatakan bahwa Darren sudah menjalin hubungan dengan dokter yang merawat Daffa tiga tahun yang lalu. Kemudian sekarang, Rendy mengatakan bahwa mereka sudah bertunangan dan akan segera menikah.
Mikaela tau semua kabar Darren dari Rendy, dan tentunya kedua sahabatnya yang ada di Indonesia, Tiwi dan Siska. Kalau Rendy tidak memberitahu apa yang Mikaela ingin tau tentang Darren, maka kedua sahabatnya yang akan mencari tau, karena Tiwi bekerja di kantor Darren. Sedangkan Siska adalah rekan bisnis Rendy yang juga tetangga dekat Rendy. Seperti informasi jika Tiwi pernah memergoki Darren berciuman di kantor dengan wanita yang sekarang sudah menjadi tunangannya. Dan itu hanya membuat Mikaela tersenyum miris. Darren mungkin sudah melupakannya dan menganggapnya tidak penting, berbeda dengan Mikaela.
Jika Mikaela boleh memohon, dia tidak ingin bertemu dengan Darren lagi, selamanya. Atau mungkin sampai Darren menikah dan Mikaela juga sudah menikah dengan pria yang akan dia cintai kelak, saat itu mungkin Mikaela akan muncul di hadapan Darren dan meminta maaf padanya. Untuk sekarang dia tidak siap. Hatinya tidak siap melihat pria itu bahagia dengan wanita lain.
Darren sudah berubah. Dia seorang boss besar sekarang. Mikaela tau dia sukses memimpin perusahaan ayahnya dan menjadikan perusahaan itu besar setara dengan perusahaan ayah Rendy. Mereka benar-benar orang hebat, sedangkan Mikaela? Dia merasa kecil sekarang.
Jika bukan karena Rendy yang telah membiayai hidupnya, mungkin Mikaela tidak akan bisa melanjutkan study di tempat impiannya ini. Mikaela bersyukur ia mengenal pria sebaik Rendy. Sampai kapanpun dia tidak akan melupakan itu. Dia akan membalas Rendy suatu hari nanti.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Rendy membuyarkan lamunan Mikaela.
Gadis itu menengok ke kiri dan ke kanan karena mobil yang dia tumpangi sudah berhenti.
"Kita sudah sampai airport, kau mau sampai kapan terbengong seperti itu."
"Aku..."
"Apa kau memikirkan dia?"
"Tentu saja tidak kak. Ayo turun."
Buru-buru Mikaela menarik Rendy turun, cowok itu pasti tau dia sedang memikirkan Darren. Rendy sama bahayanya dengan Darren, kadang dia dapat membaca pikiran Mikaela.
Lagi-lagi Darren yang ada dipikirannya.
"Aku ingin memberimu sesuatu." ucap Rendy sambil berjalan disamping Mikaela yang mengantarnya ke Bandara setelah berjam-jam mereka mengobrol.
"Apa itu sebuah hadiah?"
"Berbaliklah ke belakang. Itu hadiah ulangtahunmu."
Mengikuti kata Rendy, Mikaela langsung menengok ke Belakang, tapi dia tidak menemukan hal apapun.
"Ada apa kak? Aku tidak melihat apapun."
"Benarkah? Coba kau lihat baik-baik."
Mikaela menengok lagi, kali ini dengan lebih teliti memperhatikan belakangnya. Tapi dia tetap tidak menemukan apapun juga. Dengan malas-malasan dia berdecak dan kembali membalikan badan ke arah Rendy. "Kak, kau ingin..."
Kata-kata Mikaela terhenti seketika melihat sosok dihadapannya. Bukan Rendy, tetapi pria yang memakai mantel hijau army dengan senyum merekah hangat yang sudah berdiri disamping Rendy.
"Kau tidak mengenaliku lagi setelah setahun lalu kita bertemu, Mika?" ucap Daffa, pria yang sudah berdiri di depannya sekarang.
Mikaela hampir menangis ketika Daffa memeluknya. Dia benar-benar terkejut dan tidak menyangka Daffa juga ada disini, datang untuk menemuinya.
"Tentu saja aku mengenalimu kak, kau adalah pengantin baru dengan pesta yang sangat meriah dan diliput banyak media disana, bagaimana mungkin aku tidak mengenalimu, wajahmu banyak terpampang di internet."
Tertawa mendengarkan ucapan Mikaela, Daffa melepas pelukannya dari gadis itu kemudian menengok ke arah Rendy. "Cepatlah pergi, atau kau akan tertinggal pesawat."
Rendy mendengus. "Kau benar-benar tidak tau cara berterimakasih, seharusnya aku tidak mengajakmu kesini." umpatnya.
"Aku bisa datang sendiri."
"Aku tidak akan mengizinkanmu menemui Mikaela kalau begitu."
"Wow, siapa kau?"
"Hentikan kak! Kalian benar-benar tidak berubah." ucap Mikaela menghela napas.
"Baiklah, aku akan pergi sekarang." Rendy mengecek jam tangannya. "Hey Daffa, ingat, istrimu sedang menunggu di rumah."
Daffa meninju bahu Rendy pelan. "Kau yang paling tau kenapa aku menikah. Safe flight."
"Terimakasih kak, kau benar-benar paling bisa memberi kejutan padaku."
"Enjoy your time Mikaela, hadiahmu yang lain sudah menunggu di apertemenmu, jadi jangan lama-lama bersamanya, lagipula dia sudah punya istri sekarang, tidak baik berduaan dengan suami orang lain." Rendy melirik Daffa yang menatap tidak suka padanya. Dia terkekeh.
"Baiklah kak. Tenang saja, aku bisa menjaga diri."
"Aku akan datang seminggu lagi untuk menemuimu." Rendy mengacak rambut Mikaela sebelum beranjak dari tempatnya.
Mikaela tersenyum hangat. "Hati-hati kak."
Lambaian tangan Rendy pada Mikaela dan Daffa menghilang perlahan. Kini fokus Mikaela ke pria disampingnya, pria yang sekarang terlihat baik-baik saja, dengan badan yang sudah berisi bahkan berotot, sangat berbeda dengan badan kurusnya yang dulu.
Pria itu Daffa Revano Abrata, cinta pertama Mikaela, sahabat Rendy, kembaran Darren, dulu dia sangat menyukai Daffa, sampai akhirnya Darren datang di kehidupan Mikaela sebagai Daffa, karena pada saat itu Daffa sedang sakit dan koma, Darren datang menggantikan Daffa, tanpa Mikaela ketahui, dan Darren berhasil merebut hati Mikaela dari Daffa tanpa memerlukan waktu yang lama.
Mikaela tidak tau, Darren mencintainya atau tidak. Yang Mikaela tau, bahwa seseorang yang mencintainya tidak akan menyerahkannya pada siapapun, termasuk pada Daffa, saudaranya. Tanpa memikirkan perasaan Mikaela, Darren menyuruhnya untuk bersama Daffa, yang waktu itu juga mencintainya.
Ini adalah hubungan yang sangat rumit. Mikaela tersenyum mengingatnya, mengingat bagaimana cinta monyetnya dengan Darren dan Daffa. Ia memalingkan wajah pada Daffa yang tengah menatapnya.
"Kau apa kabar kak? Bagaimana kau bisa disini?"
"Apa sebaiknya kita mencari tempat untuk mengobrol?"
"Ide yang bagus, mau ke apertemenku?"
Sebenarnya Mikaela ingin cepat-cepat pulang untuk melihat hadiah apa yang akan ia terima di apartemennya seperti ucapan Rendy. Lagipula Mikaela ingin mengobrol banyak dengan Daffa. Lebih leluasa jika mereka mengobrol di apartemennya.
"Baiklah, aku rindu pada bi Salma dan juga masakanmu."
.
"Kau lebih berisi dari setahun yang lalu kak."
"Ya, makanku sangat banyak dan selalu pergi berolahraga."
"Pantas saja sekarang kau sangat sexy." Mikaela memperhatikan tubuh Daffa yang hanya berbalut kaos lengan panjang.
"Apa kau berubah pikiran setelah melihatku dan menyesal sudah menolakku waktu itu?" goda Daffa sambil menumpuk piring bekas makannya.
Salma hanya tersenyum melihat mereka yang sedang mengobrol di meja makan. Ia membantu membereskan piring-piring kotor yang ada di atas meja.
"Hmm, mungkin aku akan menyesal, tapi mungkin tidak karena kau adalah pria beristri sekarang." Canda Mikaela membuat Daffa dan Salma tertawa. "Istrimu sangat cantik kak."
"Bagaimana kau tau? Kau belum bertemu dengannya."
"Aku melihatnya di internet. Seorang pewaris tunggal perusahaan besar, M.S group Company. Kau harus mengenalkannya padaku nanti."
"Pasti, aku akan mengenalkannya padamu."
Mikaela bangkit ingin membantu Salma yang sedang berkutat mencuci piring tidak jauh darinya.
"Lanjutkan saja pembicaraan kalian, biar bibi saja yang membereskan semuanya."
Mendengar penolakan Salma Mikaela melengos mengambil gelas. "Aku tidak ingin membantumu bi, aku hanya ingin minum air."
Gadis itu kembali lagi duduk di meja makannya. "Kau yang mengurus perusahaan milik istrimu kak?"
"Ya, untuk sementara."
"Kenapa?"
Daffa menumpukan pipinya pada telapak tangan dan memandang Mikaela. "Apa kau sangat ingin tau?"
"Sebenarnya iya."
"Tunggu saja, jika sudah saatnya nanti aku akan memberitahumu."
"Apa kau mencintainya kak?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Karena pernikahanmu sangat mendadak."
"Tidak mendadak juga." Elak Daffa.
Mikaela memandangnya dengan saksama, dengan tatapan curiga lebih tepatnya.
"Apa.. kau sudah menghamilinya kak?"
Mendengar pertanyaan Mikaela, Daffa yang tadinya ingin minum meletakan gelasnya kembali. Dia merasa geli melihat Mikaela yang memajukan badannya hanya untuk mencari kesalahan di wajah Daffa.
"Apa aku terlihat seperti pria macam itu?"
Mikaela kembali menegakkan badannya. "Tidak sih, kau pria baik-baik kak. Tidak mungkin kau melakukan itu."
"Apa kau baik-baik saja?" Kini giliran Daffa yang mengajukan pertanyaan.
"Maksudmu?"
"Tentang Darren. Apa kau baik-baik saja dia sudah bertunangan dengan dokter Caroline?"
"Tentu saja aku baik-baik saja kak. Aku senang melihatnya bahagia."
"Baguslah, aku juga senang melihatnya. Caroline adalah wanita yang baik Mikaela. Dia adalah dokterku."
"Aku tau, bukankan kau sudah menceritakan padaku dulu?" Mikaela tersenyum.
Ternyata memaksakan senyum itu sangatlah menyesakkan dada. Tidak bisa dipungkiri hati Mikaela merasa sakit. Tapi disisi lain, dia harus merelakan hal itu, hidupnya akan terus berjalan walau tanpa Darren, bukan waktunya untuk memikirkan percintaannya yang menyedihkan.
"Aku harus berterima kasih kepada Rendy, karena dia telah menjagamu selama ini."
"Dia benar-benar malaikat penolongku kak."
"Aku tau, dia yang selalu aku andalkan untuk menjagamu sejak dulu."
"Benarkah?"
"Ya, sejak kita sekolah dulu, hanya dia yang aku percaya untuk menjagamu."
"Pantas saja dia sangat baik padaku sejak dulu kak."
"Maafkan aku tidak bisa menjagamu dulu, aku.."
"Sudahlah kak, aku tidak terlalu memikirkan hal itu, yang terpenting sekarang bagaimana aku akan menjalani hidupku dan aku sangat bersyukur kau sudah sembuh total kak."
"Apa kau mau bekerja di perusahaanku? Maksudku perusahaan istriku?"
Mikaela menggeleng cepat. "Tidak, aku ingin bekerja dengan hasil usahaku dan prestasiku. Aku ingin membuktikan kehebatan dan kemampuanku tanpa campur tangan kalian."
"Kalian?" Daffa mengerutkan kening.
"Kak Rendy juga mengatakan hal yang sama denganmu."
"Oh, seharusnya aku sudah bisa menebaknya."
Ponsel Daffa bergetar hebat di saku mantel yang ia letakkan di kursi sebelahnya. Daffa segera mengambil ponsel itu, sebelum mengangkatnya, Daffa melirik ke arah Mikaela. "Darren." ucapnya kemudian menggeser simbol dengan warna hijau.
Jantung Mikaela berdetak tak karuan ketika mengetahui bahwa Darren sedang menelpon Daffa sekarang. Walau dia tidak bisa mendengar suara pria itu sama sekali.
"Aku sedang di Paris."
"......"
"Menemui rekan bisnisku."
"......"
"Aku akan kembali besok."
"......"
Daffa menutup teleponnya.
"A..apa yang.. dia katakan kak?" Tanya Mikaela terbata.
"Dia bertanya aku ada dimana."
"Lalu?"
"Mungkin ada sesuatu yang terjadi di perusahaan dan dia butuh bantuanku."
"Oh, begitu."
Suasana kembali hening sampai Salma datang membawakan beberapa potong kue dan kopi panas untuk Daffa.
"Makanlah, Bibi akan keluar sebentar ke supermarket." ujarnya sambil mengambil mantel.
"Hati-hati bi." Mikaela membantu Salma memakaikan mantelnya.
Setelah wanita itu pergi, Mikaela kembali mendekati Daffa yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Apa kau mengirim pesan untuk kak Darren?"
"Apa kau penasaran?"
"Tidak, aku hanya ingin tau."
Daffa tersenyum kemudian meletakkan ponselnya.
"Apa yang kau tulis untuknya?" Mikaela tidak menyerah mencari jawaban.
"Aku mengirim pesan pada Shine."
"Oh, pada istrimu."
"Kau terlihat kecewa."
Mikaela menjadi salah tingkah. "Kecewa untuk apa?"
"Apa kau ingin mendengar tentang Darren."
"Aku hanya penasaran, apa dia masih pemarah seperti dulu?"
"Ya, kadang-kadang."
"Apa dia masih sangat cuek seperti dulu?"
"Itu ciri khasnya Mika."
"Apa dia masih sangat egois?"
"Tidak juga."
"Apa dia masih suka memerintah sana sini."
Daffa tertawa. "Itu sifatnya sejak lahir."
"Apakah dia masih tidak memikirkan perasaan orang lain dan ingin menang sendiri?"
"Apa dia selalu berbuat seperti itu padamu?"
"Aku tidak bicara seperti itu. Lupakan itu kak."
"Kau juga tidak berubah Mikaela."
"Apa wajahnya masih mirip denganmu kak?" Mikaela tidak ingin mengalihkan pembicaraan tentang Darren.
"Menurutmu?"
"Pasti iya. Apa dia lebih tinggi darimu?"
"Ya, sedikit lebih tinggi."
"Dia tampan?"
"Hey, lihat aku."
Kali ini Mikaela yang terkekeh.
"Kau tidak melihatnya di internet? Dia sering masuk pemberitaan juga. Pria sukses yang tampan."
Bukan tidak pernah melihatnya di internet, sejak Darren dikabarkan mempunyai kekasih, Mikaela memutuskan untuk tidak lagi melihat berita tentang pria itu di internet.
"Tidak pernah. Tapi.. Aku yakin dia tampan sepertimu kak."
"Ah, aku lupa mengucapkan sesuatu." Daffa menegakkan tubuhnya masih memandang Mikaela dengan senyuman.
"Apa itu tentang kak Darren?"
Terdengar tertawa renyah dari mulut Daffa. Sepertinya bukan tentang apa yang Mikaela harapkan.
"Happy Birthday Mikaela."
Singapore, 08:19 PMDarren terbangun dalam keadaan shirtless di apertemennya, bukan karena dia tidur dengan wanita, Darren tidak pernah membawa wanita manapun ke ranjangnya, termasuk Caroline, kekasih sekaligus calon istrinya.Dulu memang Darren sering tidur dengan wanita yang dia temui di bar, itupun karena dia terbawa pergaulan dengan anak-anak rekan bisnis ayahnya. Pergaulan yang cukup liar, ke bar sudah jadi aktivitasnya sehari-hari, minum alkohol walau tidak sampai mabuk tapi cukup membuat Darren lepas kendali, one night stand, dia sering melakukan itu. Tetapi semua sudah dia tinggalkan semenjak menjalin hubungan dengan Caroline.Jika boleh jujur, Caroline sangat pandai dalam urusan ranjang. Dan Darren cukup puas akan hal itu, makanya dia tidak mencari k
Setelah belasan jam lamanya perjalanan, antara sadar dan jetlag Mikaela akhirnya tau dimana dia menginjakan kakinya sekarang. Ia berdiri di tempat yang paling ingin ia hindari.Bagai kutukan, seharusnya ia bertanya dahulu sebelumnya dimana ia akan bekerja. Karena terlanjur tergiur dengan fasilitas dan gaji yang dijanjikan oleh Leo, dengan gegabah Mikaela menandatangani kontrak kerja selama setahun.Dan disinilah dia sekarang. Berdiri di gedung megah D.E Corp. Mikaela tahu benar gedung ini adalah milik ayah Darren yang sekarang sudah diambil alih oleh putranya itu.Ingin rasanya Mikaela lari dari tempat itu, tetapi langkah kakinya memberat ketika ingat bahwa ia sudah terlambat untuk melarikan diri. Bi Salma sudah diantar ke apertemen barunya yang sudah disiapkan oleh Leo, sedan
"Wow, belum ada 24 jam aku mempekerjakan gadis itu, kalian sudah berada disini. Kalian punya informan yang cukup baik." Ucap Darren begitu membuka pintu ruangan kerjanya usai meeting dengan salah satu rekan bisnisnya.Daffa dan Rendy yang sudah duduk di sofa ruangan Darren sejak tadi seketika berdiri melihat Darren memasuki ruangan dan dengan santai duduk di kursi kebesarannya."Kalian mau minum apa?" tawar Darren."Apa yang kau lakukan Darren?" protes Daffa."Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kalian berdua lakukan disini?"Rendy menghela napas mendekati Darren. "Apa maksudmu?""Apa?"
"Kau yakin tidak akan terjadi apapun?" Tanya Daffa pada Rendy setelah Mikaela dan Tiwi meninggalkan mereka."Aku tidak yakin, kau paling tau karakter Darren, dia pasti merencanakan sesuatu.""Hmm, kalau begitu apa yang harus kita lakukan?""Aku sudah memikirkan ini sejak tadi, sebaiknya kau pulang saja Daff, kau tau kan bagaimana istrimu?" Rendy menyilangkan tangan ke dadanya dan menatap Daffa serius. "Aku akan membeli apertemen disini, sekaligus untuk mengawasi proyek pembangunan gedung baru kita.""Apa kau yakin?""Tentu saja, serahkan padaku, sesekali datanglah kalau kau khawatir.""Aku pasti akan datang, kau tidak ingat kalau ak
Mikaela berjalan dengan tumpukan kertas ditangannya, ia harus mengkopi semua kertas-kertas itu ditengah jam kerja, tumpukan kertas yang merupakan pekerjaannya dan pekerjaan karyawan lain yang sudah merasa senior dan dengan seenaknya menyuruh-nyuruh Mikaela. Tidak heran, Mikaela sudah tahu beberapa karyawan memandangnya dengan tatapan tidak suka.Ia menghela napas berkali-kali dalam lift untuk turun ke lobi, di bawah berjejer mesin potokopi pada pojok sebelah kiri dekat pintu masuk. Seharusnya kantor itu meletakkan satu atau dua mesin potokopi di setiap lantai dan tidak mengumpulkannya dalam satu lantai seperti ini, hal itu lebih efisien dan untuk menghemat waktu karyawan agar tidak naik turun ruangan. Nanti Mikaela akan memprotesnya pada Darren. Ya, jika ia berani.Mikaela tertawa miris dalam hati, untuk menyapa Darren saja ia tidak ber
Darren membenarkan kancing lengan kemejanya dan segera memakai jas hitam yang ia sampirkan asal di sofa ruang kerjanya. Hari ini, ia ada janji untuk makan siang dengan rekan bisnis dan sekaligus membicarakan tentang kerja sama di antara mereka.Baru saja Darren akan melangkah pergi, ponselnya bergetar menandakan satu pesan masuk. Ia segera membacanya.Wajahnya mengeras melihat pesan yang ternyata adalah dari detektif yang ia bayar untuk menyelidiki Mikaela sewaktu ia berada di Paris beberapa hari yang lalu. Orang suruhannya itu mengatakan, bahwa ia sudah mendapat informasi penting dan sedang menuju kantor Darren.Selain untuk berbisnis dengan Leo, Darren juga penasaran kenapa Mikaela dapat pergi dan tinggal di Paris dengan kebangkrutannya tanpa Darren ketahui, padahal dulu Rendy sudah
"Kau tau apa yang terjadi kemarin kak? Pak Darren melempar ponselnya tepat di samping Mikaela hingga Ponsel itu hancur." seru Tiwi ketika ia dan Mikaela baru saja duduk di Dream cafe bersama Rendy."Benarkah?""Ya, Beruntung, ponsel itu tidak mengenai Mikaela, dia terlihat sangat marah."Wajah Rendy tampak mengeras."Aku sudah menduganya dia akan melakukan sesuatu padamu." Rendy beralih memandang Mikaela tajam setelah mendengar cerita Tiwi."Dia marah karena aku dan Tiwi bergosip sambil memakan coklat, itu wajar karena kami memang bersalah kak." aku Mikaela."Tapi kau akan terluka jika ponsel itu mengenaimu?" terli
"Astaga, Mikaela, ada apa dengan bibirmu?" tanya Salma begitu ia membukakan pintu untuk Mikaela.Mikaela mengerutkan keningnya, ia buru-buru mencari cermin kecil yang selalu ia bawa dalam tasnya, dan ternyata benar, bibir bawahnya pecah, sedikit lebam berwarna merah biru seperti luka gigitan. Terlalu banyak yang ia pikirkan hingga membuatnya tidak sadar Darren menciumnya terlalu kuat."Aku baru tahu bi, tadi sewaktu aku mengunyah makananku, tidak sengaja bibirku tergigit.""Kau terburu-buru sehingga tidak berhati-hati.""Ya bi, tapi tidak apa, ini tidak sakit sama sekali." Mikaela tersenyum memasukkan kembali cerminnya ke dalam tas. "Bibi masak apa hari ini? Aku lapar." lanjut Mikaela mengalihkan pembicaraan takut Salma akan lebih ban
"Yang mana yang akan kau kenalkan padaku kak?"Dia bertanya padaku dengan wajah berbinarnya, membuat hatiku terasa sakit.Huh. Aku benar-benar merasa kasihan pada diriku sendiri. Aku tertawa padanya dan juga tertawa pada diriku sendiri.Menertawakan kebodohanku.Bagaimana bisa aku masih mencintainya hingga saat ini?
"Selamat atas pernikahanmu kak."Itu ucapan darinya saat mendengar kabar pernikahanku. Ucapan dari cinta pertamaku Mikaela.Aku termenung menatap hamparan pemandangan kota disepinya malam.Baru saja pesta pernikahanku usai dan menyisakan perasaan yang bercampur aduk didalam hatiku.Aku memutuskan untuk minum-minum dengan mengajak sahabatku, Rendy. Tapi ia justru meninggalkanku sendiri.
"Jangan menemuinya, atau kau akan aku seret meninggalkan negara ini, dan aku akan mengasingkanmu di kutub utara."Aku menutup ponselku begitu mengatakan hal yang akan benar-benar aku lakukan pada tunanganku itu jika ia tidak mendengarkan ucapanku.Mikaela Cindy. Gadis yang ntah sejak kapan membuatku gila.She driving me crazy.
Jangan menemuinya, atau kau akan aku seret meninggalkan negara ini, dan aku akan mengasingkanmu di kutub utara."Begitulah kira-kira ucapannya sebelum mematikan ponsel, menutup panggilan secara sepihak.Tunanganku yang sangat posesif dan egois. Dia Darren Revano Abrata.Sebulan yang lalu kami resmi bertunangan. Tentu saja kisahku tidak mudah seperti yang kalian bayangkan. Penuh air mata dan pengorbanan. Aku
"Aku tidak bisa menjemputnya, aku sedang membantu bi Salma menyiapkan pesanan, kau tahu ini project besar pertamanya dan supir ada bersama kami untuk membantu keperluan lain-lain, jadi hari ini kau yang menjemputnya ya?""Aku ada meeting siang ini.""Darrenku sayang, uangmu sudah sangat banyak, bisa kau batalkan saja meetingmu itu demi anakmu?"
Dering jam waker berbunyi nyaring memecah keheningan gelap suatu ruangan yang didominasi warna hitam dan putih.Mikaela menyingkirkan tangan besar yang menindih tubuhnya secara perlahan, dia bangkit dari ranjangnya sambil merentangkan satu tangan dan menguap, punggung tangan yang lain menutup mulutnya yang terbuka.Mikaela mematikan alarm jam tersebut, kemudian menengok buah hatinya yang sedang terlelap sambil tersenyum.
Ema menata perabot-perabot rumah tangga yang terkumpul acak dan menumpuk di salah satu ruangan yang lebar, itu adalah ruang tengah rumah baru Darren. Ia baru saja membeli rumah mewah tak jauh dari apertemennya yang dulu.Berkat usaha, dan kerjasamanya dengan Sandjaya, seseorang yang sudah tidak diragukan lagi dalam dunia bisnis. Kini bisnis Darren menjadi berkembang pesat dan perusahaan Sandjaya terselamatkan dari kebangkrutan juga berkat dirinya.Sungguh kerjasama yang menguntungkan.Dibantu be
"Apa?" Caroline terkejut setelah mendengar berita yang baru saja Daffa sampaikan.Mikaela dan Rendy kecelakaan? Bagaimana mungkin? Baru saja rencana mereka akan terwujud. Tapi....Caroline mengumpat dalam hati. Ia berpikir keras, memutar otaknya."Cepat tolong mereka."gusar Daffa tidak sabar di seberang.
Darren ingat ketika pertama kalinya ia mengatakan dengan jelas jika ia merindukan Mikaela...Setelahnya ia akan kembali ketus kepada gadis itu, bukan karena apa, tetapi karena Darren malu ia harus mengakui jika ia merindukan Mikaela.Ia ingat ketika pertama kali Daffa mengatakan apa yang membuatnya mencintai Mikaela...Dan secara terang-terangan Darren menantangnya, ia juga ingin memiliki Mikaela sama seperti Daffa.