Tepat pukul 19.15 WIB, Anna tak memiliki semangat untuk datang ke acara Night Party yang diadakan setiap satu bulan sekali di kampusnya. Anna sendiri tidak mengerti inti dari acara tersebut. Mereka cenderung lebih seperti berpesta yang selalunya Anna lakukan tiap malam di klab.
Malam ini Anna harus memberikan jawabannya pada Gerry, kakak tingkatnya. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Anna ingin mencari orang baru yang mungkin akan mengisi kekosongan hatinya dan membuat ia melupakan masa lalunya yang mengenaskan. Tetapi Anna juga trauma dan takut hal di masa lalu akan terjadi lagi padanya. Anna belum siap menghadapi kenyataan itu lagi."Nggak! Gue nggak boleh kayak gini. Gue harus bisa move on!"Setelah memantapkan niatnya itu, Anna lantas bangkit dari ranjang kamarnya dan bergegas mencari pakaian yang akan dikenakannya malam ini. Anna memilih untuk mengenakan crop top dilapisi jaket army, serta celana jeans yang dipadukan dengan sepatu kets putih . Lalu setelahnya ia mendengar suara klakson mobil milik Janner yang sepertinya telah sampai di depan rumahnya."Mommy sama daddy mau pulang kapan, ya? Kok belum ada kabar sampai sekarang?" gumamnya seorang diri seraya menuruni anak tangga rumah."Ayo, Ann! Keburu telat!" teriak Janner tidak tahu malu dari depan sana. Beruntung tetangganya adalah introvert sejati. Anna bahkan sampai lupa wajah tetangga kanan kiri rumahnya sendiri.Kini Anna telah berada di dalam mobil Janner. Janner memutar musik yang sama-sama mereka sukai. Di tengah keasyikan perjalanan mereka, Anna jadi teringat sesuatu. Ia belum menceritakan perihal Gerry yang menembaknya tiba-tiba pada Janner."Jan, gue mau cerita sama lo.""Apaan dah serius amat." Janner masih fokus pada kemudi. Sesekali ia juga bergumam mengikuti alunan musik yang masih menyala."Gue kemarin habis ditembak sama Gerry. Kakak tingkat yang pernah gue ceritain waktu itu.""Hah? Gerry ketua BEM kampus?!" tanya Janner dengan mimik sedikit terkejut. "Eh, tapi nggak heran juga sih, Ann. Dia juga udah lama kan merhatiin lo. Lo nggak inget apa kejadian lo kecebur kolam renang karena didorong sama geng sekelas lo yang sok kecantikan itu? Dia kan yang nolongin?""Iya dia emang cowok baik.”"Iya terserah lo lah, Ann. Kalau gue sih berharap lo dapet yang baru dan move on dari Petra si tukang selingkuh itu. Lo pantes bahagia, Anna."Pembicaraan mereka berubah menjadi serius. Janner bahkan mematikan alunan musik di mobilnya dan memelankan laju mobil."Tapi, Jan...""Bukannya gue maksa lo, tapi lo emang harus move on dari Petra. Cari cowok yang benar-benar menghargai dan menjaga lo."***Seperti yang sebelum-sebelumnya, acara Night Party tidak pernah sepi dan selalu meriah. Anna melihat ada beberapa kakak tingkat yang sedang memainkan band rock maupun pop mereka.Sementara Anna lekas menuju sebuah perjamuan yang di atasnya terdapat berbagai macam minuman segar yang siap diteguknya. Acara ini memang mendapat dukungan dari kepala yayasan. Awalnya beliau menolak adanya acara seperti ini, namun setelah beberapa kali ada kasus bunuh diri mahasiswa di kampus entah karena murni faktor pembelajaran yang terkenal cukup berat atau karena faktor eksternal mahasiswa itu sendiri.Bisa disimpulkan acara ini adalah untuk refreshing para mahasiswa. Mungkin karena itulah kampus ini menjadi terkenal dan gencar diminati banyak orang."Wah wah, ada orange yakult." Janner lantas mengambil segelas minuman berwarna orange itu hingga habis setengahnya."Lo nggak gabung sama temen-temen desain lo?" tanya Anna dan dijawab gelengan kepala oleh Janner."Mereka pada main sama cowoknya, bosen gue lihatnya. Paling yang lumayan cuma Ajeng doang.""Ajeng?" ulang Anna sebab familiar dengan nama itu.Janner menganggukkan kepala. "Hooh. Lo tahu nggak, gue tuh baru tahu kalau Ajeng selama ini deketin Pak Bima. Dia pura-pura suka bolak balik ke ruang sastra padahal niatnya buat gebet Pak Bima.”"Ah pantes aja namanya familiar di telinga gue. Gue emang pernah lihat dia beberapa kali," ujar Anna membenarkan."Tuh kan. Mana pakai acara dia ikut organisasi apa lah namanya yang ada sangkut pautnya sama Pak Bima. Beneran niat banget ya dia?"Belum sempat Anna membalas ucapan Janner, namun manik matanya teralihkan pada sosok Gerry yang baru saja datang memasuki aula kampus. Gerry juga melihat keberadaan Anna. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah gadis itu."Huft, udah dateng tuh cowok lo. Gue pergi dulu kali ya.""Bukan cowok gue, Jan!"Janner menjulurkan lidahnya lantas pergi meninggalkan Anna yang masih berdiri di sana."Lo cantik malam ini, Anna. Cantik, seperti biasanya," puji Gerry tiba-tiba.Gerry mengulurkan tangannya lantas menggandeng tangan Anna dan menuntunnya untuk ke masuk ke dalam kerumunan para mahasiswa yang sedang tengah asik menikmati musik rock yang saat ini dimainkan. Gerry lantas mengangkat tangannya, dan ikut melompat-lompat seperti mahasiswa lainnya. Anna tersenyum dan mengikutinya. Sepertinya Gerry juga sering pergi ke klab sepertinya."Night Party kemarin gue nggak bisa datang karena ada acara fully funded di Lampung. Malam ini gue mau puas-puasin sama lo, Ann."Anna tersenyum lantas mengangguk. Sepertinya ini saat yang tepat untuk memberikan Gerry jawaban. "Ger, soal pertanyaan lo waktu itu...." Anna masih menggantungkan ucapannya."Iya? Lo udah ada jawabannya?" tanya Gerry sembari menghentikan aktivitasnya sejenak lalu beralih menatap Anna dengan serius."Gue... gue terima lo."***Setelah acara berakhir, Anna pulang diantar oleh Gerry. Sepanjang perjalanan mereka tertawa riang. Sesekali Gerry membuat lelucon yang membuat senyum Anna terus mengembang.Malam ini, mereka resmi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Anna tidak pernah mengira akan menjalin hubungan dengan orang baru setelah Petra membuatnya hampir seperti orang tidak waras.Setengah jam berlalu dan mereka telah sampai di depan rumah Anna. Anna mengerutkan kening heran saat melihat ada sebuah mobil Lotus Evija terparkir asal di depan rumahnya."Sial. Bokap nyokap gue dateng! Gue lupa lagi ngabarin." Anna buru-buru mengecek ponselnya. Benar saja, terdapat banyak notif pesan masuk dari kedua orang tuanya."Kenapa, Ann?""Ah lo mau mampir dulu nggak? Di dalem ada bokap nyokap gue."Gerry menggelengkan kepalanya, "Nanti aja kalau gue udah siap.""Kalau gitu gue masuk dulu. Hati-hati pulangnya.” Anna langsung keluar dari mobil dan berlari memasuki rumahnya tanpa permisi.Namun saat Anna membuka pintu rumah, ia terkejut melihat kedua orang tuanya berbincang dengan seorang wanita dan pria yang sepertinya seumuran dengan orang tuanya."Anna, kamu baru pulang?" ujar Anneth, Mommynya yang berdiri dan menyambut Anna dengan halus."Mommy sama Daddy udah dari tadi ya? Terus ini..." Pandangan Anna beralih pada dua orang tak dikenalnya itu.Willdan, Daddynya tersenyum misterius lalu mengenalkan kedua orang itu dengan sopan. "Anna, perkenalkan. Ini Pak Heru, ini Bu Jihan. Mereka adalah calon mertua kamu.""Apa?!?"To be continue~Karina Rosaline—seorang primadona yang menjadi incaran para siswa di SMA Bronxy. Semua pemuda itu tak ada artinya di mata gadis yang kerap dipanggil Karina. Yang Karina inginkan hanyalah Big Boy! Sebuah mobil warna merah mengkilap datang memasuki wilayah sekolah. Karina menyetir mobilnya sendiri bersama dengan empat temannya ; Chika, Devia, Wendy, dan Andin. Keempat temannya itu satu frekuensi dengan Karina, kecuali Andin yang selalu menjadi penengah mereka. "Karina! Rok kamu kependekan lagi!" kesal Andin yang melihat rok sekolah Karina lebih pendek dari kemarin. "Aduh, Andin sayang. Gak papa, kok. Kata Pak Jamal ini masih batas wajar. Kalau ada yang berani grepe-grepe gue, kan gue bisa tonjok anunya mereka." Andin yang semula polos menjadi teracuni dengan pikiran keempat temannya. Andin termasuk siswi yang menjaga sopan santunnya. Namun ada suatu hal yang membuat Andin bisa bertahan berteman dengan mereka. "Jangan keseringan nonjok anunya cowok lo, Rin. Ditonjok dada lo baru tah
"Minggir!" Navaro mendorong tubuh Karina untuk menjauh darinya. Pemuda itu merapihkan seragam sekolahnya yang sedikit lecek karena ditarik oleh Karina begitu saja. Sedangkan Karina mengembungkan pipi kesal—first impression yang begitu menyebalkan. Navaro sama sekali tak ingin memulai pembicaraan dengan gadis mesum itu. Meskipun Navaro akui dia memang cantik, tapi Navaro tidak menyukai sikapnya. "Lo Navaro, 'kan? Kenalin, gue Karina. Gue temennya Andin," ucap Karina sembari menjulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Navaro. "Hm," gumam Navaro tak jelas. "Gue udah tahu banyak tentang lo dari Andin, dan mulai sekarang gue jadi penggemar lo!" Navaro tentu tahu siapa gadis yang kini berdiri menghimpit tubuhnya. Karina adalah gadis kelas sebelas yang menjadi incaran baik kakak tingkat maupun seangkatan. Bahkan ada adik kelas yang secara terang-terangan memberinya cokelat, dan Karina menerimanya dengan senang hati. Navaro tak menyukai gadis gampangan seperti itu. "Gue nggak pe
"L-lo nggak papa? Kenapa sih lo bikin gue repot mulu?" Navaro membantu Karina untuk bangkit dengan mengontrol dirinya sendiri tentunya. "Gue kira lo udah pergi. Ya gue kan nggak sengaja tadi. Tapi... kenapa lo khawatir sama gue? Lo udah mulai tertarik ya sama gue?" Karina malah meloncat kegirangan dan itu membuat buah dadanya memantul dari balik hoodie. Tidak. Navaro tidak sanggup lagi melihatnya. Ia harus pergi dari sana secepat mungkin. "Gue pergi dulu." *** Karina memberanikan diri untuk keluar dari toilet setelah bra-nya mulai mengering. Ia dengan percaya dirinya keluar memakai hoodie yang biasa dipakai oleh Navaro. Karina mulai menyadari bahwa banyak siswi yang memandang dirinya. "Cih, ternyata dia memang populer di kalangan cewek-cewek. Kenapa gue baru menyadari hal itu? Dasar Karina. Lo terlalu fokus membanggakan diri lo sendiri sampai nggak menyadari ada cowok seseksi Navaro," gumamnya seorang diri. "Tuh baru aja diomongin, orangnya udah muncul," lanjutnya melihat Nav
“Hei. Bangun! Woy!” Merasa puas menggoda Navaro, Karina pun membuka matanya untuk melihat wajah tampan Navaro yang sedang kesal saat ini. Navaro menarik tangannya kembali saat Karina telah bangun. “Varo. Kok lo bisa ada di sini? Bukannya tadi lo udah pulang?” ‘Ternyata acting gue nggak buruk juga. Hihi.’ batin Karina tersenyum puas menggoda Navaro. “Ayo gue anter lo pulang. Mumpung udah nggak hujan.” Meskipun awan masih gelap dan terkadang mengeluarkan petir, tetapi hujan telah berhenti. Karina pun mengangguk dan menuruti Navaro. Ia menyurub Karina untuk duduk di jok belakang dengan jarak yang jauh juga tentunya. “Jaga jarak aman. Jangan nempel-nempel gue!” perintah Navaro membuat Karina menggembungkan pipi kesal. “Iya iya.” Navaro mulai melajukan motornya dengan kencang. Kalau begini ceritanya, Karina malah menyelipkan tangannya pada jaket kulit milik Navaro. Navaro terkejut karena Karina memeluknya dari belakang. Tetapi dia tak sanggup memarahinya lagi karena fokus pada kemu