"L-lo nggak papa? Kenapa sih lo bikin gue repot mulu?" Navaro membantu Karina untuk bangkit dengan mengontrol dirinya sendiri tentunya.
"Gue kira lo udah pergi. Ya gue kan nggak sengaja tadi. Tapi... kenapa lo khawatir sama gue? Lo udah mulai tertarik ya sama gue?"
Karina malah meloncat kegirangan dan itu membuat buah dadanya memantul dari balik hoodie. Tidak. Navaro tidak sanggup lagi melihatnya. Ia harus pergi dari sana secepat mungkin.
"Gue pergi dulu."
***
Karina memberanikan diri untuk keluar dari toilet setelah bra-nya mulai mengering. Ia dengan percaya dirinya keluar memakai hoodie yang biasa dipakai oleh Navaro. Karina mulai menyadari bahwa banyak siswi yang memandang dirinya.
"Cih, ternyata dia memang populer di kalangan cewek-cewek. Kenapa gue baru menyadari hal itu? Dasar Karina. Lo terlalu fokus membanggakan diri lo sendiri sampai nggak menyadari ada cowok seseksi Navaro," gumamnya seorang diri.
"Tuh baru aja diomongin, orangnya udah muncul," lanjutnya melihat Navaro yang berjalan ke lapangan basket dengan memakai seragam basket seperti yang lainnya.
Tadinya Karina ingin kembali ke kelas. Namun melihat Navaro di sana, ia mengambil keputusan untuk menyemangati Navaro berlatih.
"Navaroo!!! Semangat!"
Baik siswa maupun siswi yang ada di sana menatap ke arah Karina yang dengan terang-terangan memberikan semangat pada Navaro. Karina berdiri di pinggir lapangan dan bertepuk tangan girang menyemangatinya.
"Var, kenapa lo tiba-tiba deket sama dia? Atau jangan-jangan lo udah deket dari dulu lagi sama Karina? Curang lo, ah. Mentang-mentang lo ganteng aja diem-diem dapet Karina."
"Apaan sih lo, Bim. Gue juga nggak ngerti kenapa dia tiba-tiba bisa kenal sama gue," bantah Navaro pada teman dekatnya yang bernama Bima.
"Kalau nggak ngerti kenapa dia bisa pakai hoodie lo? Hayo lo ngaku sekarang."
Navaro baru teringat bahwa saat ini Karina sedang memakai hoodie-nya. Manik matanya beralih pada senior bernama Rama yang memandangnya intens. Meskipun pada awalnya ia dan Rama juga tidak terlalu akrab, namun Navaro tetap tak enak hati.
"Ini bukan seperti yang lo kira, Bang. Gue nggak ada hubungan apa-apa sama gebetan lo itu," jelas Navaro agar Rama tidak salah paham dengannya.
Rama mendengus, "Kita cowok, Var. Kalau Karina sukanya sama lo, ya gue bisa apa. Gue nggak mungkin maksa Karina buat suka balik sama gue. Udah lama gue suka sama dia, tapi dia nggak pernah respon gue, kan?"
"...." Navaro terdiam usai mendengarnya.
"Udah lo santai aja. Lagi pula sekarang gue udah jadian sama Pretty."
"Pretty? Sekelas gue?" tanya Navaro dan dijawab anggukan oleh Rama.
"Gitu, ya? Selamat, Bang."
***
Karina sudah menunggu Navaro di tempat parkir. Ia tidak mengindahkan para siswa yang menatap dirinya tengah menunggu seseorang di sana.
Tak lama kemudian Navaro muncul seorang diri dan mulai menuju ke parkiran. Karina tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya. Navaro hanya mengernyitkan dahi melihat keberadaan Karina di sana.
"Varo, gue nebeng lo, ya? Please. Hari ini gue nggak bawa mobil."
Navaro langsung menaiki motornya tanpa mempedulikan Karina. "Terus yang tadi pagi berangkat sama Andin siapa? Hantu?"
"Bukan gitu. Tadi mobil gue diambil sama supir gue karena mau diservice. Please, ya? Kali iniiii aja," ucap Karina memohon.
"Nggak."
Navaro mulai menyalakan motornya tanpa mempedulikan racauan Karina. Ia sungguh lelah karena selalu berurusan dengan gadis itu hari ini.
"Please, Varo. Sekolah udah sepi. Gue nggak kenal siapapun lagi." Karina menghalangi motor Navaro.
"Nggak peduli."
Setelah mengatakan itu, Navaro langsung mengendarai motornya dan pergi meninggalkan Karina di sana seorang diri. Karina menghela napas kesal. Ia juga menghentak-hentakkan kaki karena Navaro menolaknya secara terang-terangan.
"Karina, belum pulang?" tanya Rama yang baru saja akan pulang.
Rama sempat melihat Karina yang mencoba membujuk Navaro.
"E-eh, iya, Kak. Lo sendiri kenapa baru mau balik? Bukannya anak kelas tiga pulang lebih awal ya tadi?"
Yang Rama sukai dari Karina adalah, gadis itu tidak sombong meskipun ia punya segalanya. Rama sangat menyadari bahwa Karina memiliki hati yang baik meskipun kadang kelakuannya selalu seenaknya. Seperti seragam yang dibuat ketat dan rok pendek, sepatu ber-hak tinggi saat ke sekolah, dan mengecat rambut bagian dalam dengan warna yang seharusnya tak diperbolehkan oleh sekolah.
"Iya tadi gue ada les tambahan. Lo pulang sama siapa? Sendiri? Mau nebeng sama gue?"
Sebenarnya Karina ingin pulang sekarang karena cuaca sedang mendung. Namun ia menahan karena tak ingin memberi harapan lebih pada Rama.
"Nggak usah deh, Kak. Lagi pula, rumah lo kan nggak searah sama gue. Gue nanti cari taksi aja."
"Beneran nih?" tanya Rama lagi memastikan.
Karina mengacungkan jempolnya lalu balik badan dan berjalan ke arah halte depan sekolah—tempat di mana para siswa biasanya menunggu taksi, ojol, maupun jemputan orang tua.
***
"Sial. Hp gue lowbat lagi."
Karina merutuki kebodohannya sendiri. Di saat yang genting seperti ini dia malah membiarkan baterai ponselnya kehabisan. Karina mulai merogoh ranselnya untuk mencari dompetnya.
"Aduh! Dompet gue ada di mobil! Kira-kira service mobilnya jauh nggak ya dari sini? Kayaknya nggak ada service mobil deh di sekitar sini. Paling cuma bengkel motor yang ada."
Barulah saat ini Karina merasa khawarir karena gerimis mulai membasahi. Ada sekitar tiga anak yang masih menunggu. Itupun satu per satu mulai menaiki ojol yang telah dipesan oleh mereka. Kini hanya Karina yang berada di sana seorang diri sembari mengeratkan hoodie warna hitam kebesaran milik Navaro.
Rupanya sejak tadi Navaro ada di warung sebelah. Meskipun jarak dengan halte tidak terlalu dekat, namun ia masih bisa melihat dengan jelas Karina yang duduk seorang diri di halte sekolah—tempat biasanya siswa menunggu jemputan.
"Udah lo samperin aja, Var. Kasian tuh anak orang sendirian di sana," tutur Beno, teman Navaro sekaligus tetangga Andin.
"Tahu, tuh. Kalau lo nggak mau mending gue aja deh yang nganterin dia pulang. Lumayan kan bisa nganterin cewek kayak Karina," ucap Bima yang merupakan teman Navaro paling mesum. Catat, paling Mesum.
"Samperin aja, Var. Sekali-kali lo tolong dia," ucap Jian, teman Navaro yang paling normal dari lainnya.
"Et et, tarus nanti gue pulang sama siapa kalau Varo mau nganterin Karina? Masa gue nginep di warung Mpok?" protes Zayyan, tetangga Navaro yang suka nebeng sekolah dengannya.
"Zay, lo ntar pulang sama gue dah. Aman. Lagian cuma beda perumahan aja riweuh lo," sahut Beno.
"Siap, Bos Beben!"
Karena semua temannya memaksa Navaro, akhirnya ia pun bangkit dan mulai menyalakan motor. Tak lupa ia meminjam jaket kulit milik Jian. Karena biasanya Jian lah yang tinggal di warung paling lama. Navaro bisa mengembalikan jaket itu bahkan jika sudah tengah malam sekalipun.
Navaro menghentikan motornya di depan halte dan ia melihat Karina yang malah asyik tertidur. Navaro mendengus. Ia melepas helmnya dan mencoba membangunkan gadis itu.
"Woi! Bangun!" Navaro menggoyangkan bahu Karina yang sedang terlelap.
Dipandanginya wajah damai Karina. Ternyata Karina memang cantik. Tentu saja banyak siswa yang menaruh hati karena kecantikan yang dimilikinya ini.
"Ck, mikir apa sih gue? Hei, bangun! Cewek mesum! Bangun!"
Barulah saat itu Karina melenguh pelan. Ia malah mengigau dan memeluk lengan kiri Navaro bak sebuah guling baginya. Navaro meneguk ludahnya susah payah karena kini merasakan dengan jelas bagaimana lengannya mengentuh dada besar Karina.
Karina tersenyum dalam hati saat merasakan Navaro yang telah duduk di sampingnya tanpa melepas tangannya. Ia pura-pura tertidur agar Navaro bisa mempertimbangkan Karina agar bisa meraih hatinya.
Karina semakin memeluk erat lengan kiri Navaro. Ia juga menaruh kepalanya pada pundak kiri Navaro dengan mulut yang terbuka dan melenguh pelan.
'Sssht, keadaan macam apa ini? Gue nggak bisa biarin junior gue tersiksa di sana. Tahan. Tahan. Gue harus bisa kontrol nafsu gue.'
To be continue~
Besok Up lagi.
Jangan lupa follow author🗿
“Hei. Bangun! Woy!” Merasa puas menggoda Navaro, Karina pun membuka matanya untuk melihat wajah tampan Navaro yang sedang kesal saat ini. Navaro menarik tangannya kembali saat Karina telah bangun. “Varo. Kok lo bisa ada di sini? Bukannya tadi lo udah pulang?” ‘Ternyata acting gue nggak buruk juga. Hihi.’ batin Karina tersenyum puas menggoda Navaro. “Ayo gue anter lo pulang. Mumpung udah nggak hujan.” Meskipun awan masih gelap dan terkadang mengeluarkan petir, tetapi hujan telah berhenti. Karina pun mengangguk dan menuruti Navaro. Ia menyurub Karina untuk duduk di jok belakang dengan jarak yang jauh juga tentunya. “Jaga jarak aman. Jangan nempel-nempel gue!” perintah Navaro membuat Karina menggembungkan pipi kesal. “Iya iya.” Navaro mulai melajukan motornya dengan kencang. Kalau begini ceritanya, Karina malah menyelipkan tangannya pada jaket kulit milik Navaro. Navaro terkejut karena Karina memeluknya dari belakang. Tetapi dia tak sanggup memarahinya lagi karena fokus pada kemu
Tepat pukul 19.15 WIB, Anna tak memiliki semangat untuk datang ke acara Night Party yang diadakan setiap satu bulan sekali di kampusnya. Anna sendiri tidak mengerti inti dari acara tersebut. Mereka cenderung lebih seperti berpesta yang selalunya Anna lakukan tiap malam di klab.Malam ini Anna harus memberikan jawabannya pada Gerry, kakak tingkatnya. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Anna ingin mencari orang baru yang mungkin akan mengisi kekosongan hatinya dan membuat ia melupakan masa lalunya yang mengenaskan. Tetapi Anna juga trauma dan takut hal di masa lalu akan terjadi lagi padanya. Anna belum siap menghadapi kenyataan itu lagi. "Nggak! Gue nggak boleh kayak gini. Gue harus bisa move on!"Setelah memantapkan niatnya itu, Anna lantas bangkit dari ranjang kamarnya dan bergegas mencari pakaian yang akan dikenakannya malam ini. Anna memilih untuk mengenakan crop top dilapisi jaket army, serta celana jeans yang dipadukan dengan sepatu kets putih . Lalu setelahnya ia mendengar
Karina Rosaline—seorang primadona yang menjadi incaran para siswa di SMA Bronxy. Semua pemuda itu tak ada artinya di mata gadis yang kerap dipanggil Karina. Yang Karina inginkan hanyalah Big Boy! Sebuah mobil warna merah mengkilap datang memasuki wilayah sekolah. Karina menyetir mobilnya sendiri bersama dengan empat temannya ; Chika, Devia, Wendy, dan Andin. Keempat temannya itu satu frekuensi dengan Karina, kecuali Andin yang selalu menjadi penengah mereka. "Karina! Rok kamu kependekan lagi!" kesal Andin yang melihat rok sekolah Karina lebih pendek dari kemarin. "Aduh, Andin sayang. Gak papa, kok. Kata Pak Jamal ini masih batas wajar. Kalau ada yang berani grepe-grepe gue, kan gue bisa tonjok anunya mereka." Andin yang semula polos menjadi teracuni dengan pikiran keempat temannya. Andin termasuk siswi yang menjaga sopan santunnya. Namun ada suatu hal yang membuat Andin bisa bertahan berteman dengan mereka. "Jangan keseringan nonjok anunya cowok lo, Rin. Ditonjok dada lo baru tah
"Minggir!" Navaro mendorong tubuh Karina untuk menjauh darinya. Pemuda itu merapihkan seragam sekolahnya yang sedikit lecek karena ditarik oleh Karina begitu saja. Sedangkan Karina mengembungkan pipi kesal—first impression yang begitu menyebalkan. Navaro sama sekali tak ingin memulai pembicaraan dengan gadis mesum itu. Meskipun Navaro akui dia memang cantik, tapi Navaro tidak menyukai sikapnya. "Lo Navaro, 'kan? Kenalin, gue Karina. Gue temennya Andin," ucap Karina sembari menjulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Navaro. "Hm," gumam Navaro tak jelas. "Gue udah tahu banyak tentang lo dari Andin, dan mulai sekarang gue jadi penggemar lo!" Navaro tentu tahu siapa gadis yang kini berdiri menghimpit tubuhnya. Karina adalah gadis kelas sebelas yang menjadi incaran baik kakak tingkat maupun seangkatan. Bahkan ada adik kelas yang secara terang-terangan memberinya cokelat, dan Karina menerimanya dengan senang hati. Navaro tak menyukai gadis gampangan seperti itu. "Gue nggak pe