Sesampainya dirumah Aland.
"Mana kamar untuk ku? aku mau tidur kak, rasanya capek banget, kesel banget, aku mau tidur sampai besok, jangan ganggu aku," cerocos Sabrina.Memasuki rumah yang baru pertama kali ia datangi, alih alih menyapa sang kakak, Sabrina justru menanyakan ruang kamar untuknya.Karena tubuhnya tak sabar lagi untuk berbaring"Tuh," jawab Alan dengan pandangan tertuju pada ruang kamar disebelah kirinya.Yang membuat pemandangan Sabrina mengikuti arah pandangan Alan, yang kemudian mengangguk dan dengan cepat berjalan.Kepergian Sabrina membuat Aland tak berkedip, dengan terus berfikir bagaimana jika Sabrina bertemu Alzena disini? Sementara selama ini Aland berkata Alzena berada ditempat yang membuatnya menderita, bukan berada di dalam sangkar emas ini.Seperti yang diucapkan Sabrina, ia yang tak keluar kamar hingga kini pagi menyapanya, jam menunjukan pukul 09:00 Sabrina yang masih bergelut dengan selimut ditem"Aku ngga bisa diem aja disini, lima hari lagi Be ulang tahun, pasti dia akan sedih kalau aku ngga bisa pulang untuk dia," gumam Alzena kala terduduk termenung memikirkan jalan keluar.Wanita berambut panjang itu, terduduk ditepi tempat tidurnya membelakangi sebuah pintu yang tak tertutup rapat.Sementara Sabrina yang melintas pun tak sengaja melihatnya, hingga membuat langkahnya seketika terhenti dan pandangannya tertuju tajam pada wanita yang sedang merenung itu."Astaga, ternyata kak Aland menyimpan wanita itu dirumah ini?" celetuk Sabrina dengan ekspresi terkejut.Berniat untuk menemui Alzena dan ingin tau lebih jauh tentang wanita itu, termasuk wajahnya yang tak pernah Sabrina tau, hanya tubuh bagian belakangnya selalu nampak di pandangan Sabrina.Perlahan Sabrina pun membuka pintu, yang membuat Alzena menoleh hingga membuat keduanya terbelalak.Terkejut karena ternyata wanita yang ada dihadapannya saat ini adalah Alzena Din
"Sabrina," panggil Alzena pada Sabrina yang kini melintas.Mendengar panggilan itu langkahnya pun terhenti. Wanita itu menoleh dengan pandangan kebencian."Ada apa?""Gimana kabar ayah? aku kangen sama dia," tanya Alzena yang membuat Sabrina terdiam.Sedikit tak tega untuk menyampaikan kabar Surya pada anaknya."Ayah mu..""Ayah kenapa? apa terjadi sesuatu sama dia?""Ayah mu sudah meninggal dunia."Deg!Separuh nafas Alzena seketika terhenti kala mendengar penyataan mengejutkan dari Sabrina? Terkejut, terbelalak dan rasa tak percaya yang kian menghampiri."Apa maksudmu?""Ya, maksudku Surya udah meninggal dunia, beberapa bulan yang lalu."Seketika air mata Alzena luruh begitu saja, tubuh yang tidak stabil itu terjatuh kembali ke sofa yang ia duduki.Tangisnya pecah, karena rasa penyesalan yang tak dapat terbendung, sang ayah tiada, mengapa ia tak pernah mengetahuinya
Beberapa jam kemudian.Perlahan Alzena membuka matanya, pandangannya buram dan tak dapat mengingat dimana ia sekarang.Pandangannya kini tertuju pada sekelilingnya, ruangan mewah namun terdapat infus ditangan? itu tanda nya ini adalah rumah sakit."Aku dirumah sakit?" batin Alzena dengan terus memperhatikan seisi ruangan.Perlahan Alzena memijit pelupuk matanya yang terasa sedikit sakit, gerak tangannya seketika terhenti kala ia teringat suatu hal."Ini tandanya aku bisa kabur dari Aland," gumam Alzena dengan ekspresi wajah berfikir.Dengan cepat Alzena pun beranjak dan berjalan menuju pintu keluar, saat Alzena hendak melangkah keluar, namun seketika ia masuk kembali karena ia dapati anak buah Aland yang berjaga didepan ruangannya."Yaampun, mereka ada didepan lagi, gimana aku bisa kabur kalau begini?" ucap Alzena bingung.Sadar karena salah satu laki laki bertubuh kekar itu sedang memperhatikan kedalam ruangann
"Pasti Alzena sudah kembali kerumah suaminya," gumam Aland yang kini terduduk disofa ruang tamunya."Maafkan aku Zen, kalau selama ini aku membuat mu menderita." tambahnya.Mendengar ucapan itu Sabrina pun dengan cepat mendekat, memperhatikan wajah sang kakak dengan pandangan tajam."Kalau suka itu harusnya dipertahanin, bukan malah dibiarkan pergi seperti ini," celetuk Sabrina yang membuat Emil mendongak."Katanya kakak mencintai Alzena, tapi kenapa kakak iklas kalau dia kembali dengan suaminya?""Karena otak ku masih waras Sabrina, aku tidak mungkin merebut istri orang lain."Mendengar itu membuat Sabrina tertawa. Terdengar lucu, karena ini bukanlah Aland yang sesungguhnya."Kak Aland, kak Aland. Ternyata kamu sangat lemah soal cinta, pantas saja hati mu selalu tersakiti," celetuk Sabrina yang membuat Aland hanya terdiam.Tak ingin lagi berdebat dengan sang adik, karena ia tau jika Sabrina tak akan pernah bisa
Kini Emil yang sedang duduk sendiri, dengan terus memikirkan ucapan Sabrina yang nyatanya membuat hatinya tak tenang."Apa mungkin Alzena melakukan hal itu?" batinnya.Tak lama kemudian. Alzena yang datang, meraih bahu Emil, hingga membuat lamunannya terbuyar."Mas, ada apa? ada yang lagi kamu fikirin?" tanya Alzena setelah terduduk tepat disebelah Emil.Belum menjawab, Emil yang masih terdiam memperhatikan wajah Alzena dengan tajam. Namun demi sang istri Emil berusaha menutupi kegundahan nya."Ngga papa kok sayang," jawabnya tersenyum."Mas, kamu tau ngga, anak kita kangen loh sama kamu, dia belum pernah ngerasain belaian tangan daddy nya," ucap Alzena seraya membelai perut buncit itu.Terdiam dan tertegun memperhatikan Alzena, gerak tangan yang terus memutar pada perut besarnya membuat Emil kini memperhatikan wajah sang istri dengan tajamMelihat dari tingkahnya, sepertinya Emil tak melihat sebuah kebohongan d
"Kenapa mas Emil bisa berpikir kaya gitu? secara ngga langsung dia bilang aku wanita murahan, aku ini istrinya masa dia ngga percaya, malah lebih percaya sama Sabrina," gerutu Alzena didalam kamarnya.Namun seketika ekspresi wajah nya berubah kala ia teringat akan kehamilan Sabrina. Matanya melebar dengan ekspresi wajah terkejut."Yaampun, kenapa aku bisa lupa, kalau anak dalam kandungan Sabrina itu anak mas Emil. bener bener keterlaluan, dia nyalahin aku, ngga taunya dia sendiri yang melakukannya," tambahnya yang lalu dengan cepat beranjak dan mencari Emil kembali.Ia dapati Emil yang sedang terduduk seorang diri bertemanankan sepi."Mas," panggil Alzena yang membuat Emil sedikit menoleh, namun kembali lagi pandangan nya beralih.Rasanya sedang tak ingin memandang wajah itu, mungkin karena rasa kecewa."Mas, Sekarang aku yang mau tanya sama kamu. kalau kamu sekarang bilang ini bukan anak kamu, terus gimana sama kandungan Sabrina
"Apa maksudmu Zen? kamu nyalahin aku?""Iya emang kamu yang salah mas, semua karena kamu yang ngga menerima anak itu, harusnya sebagai ayah kamu menerimanya dengan baik, bukan malah menuduh yang tidak tidak, dan sekarang dia lebih memilih pergi dari pada harus kamu curigai kaya gini," ucap Alzena dengan suara bergetar."Zen, maafin aku. Aku ngga bermaksud...""Udah lah mas, sekarang kamu puaskan? anak yang kamu bilang anak Aland itu sekarang udah ngga ada, dan kamu bisa tenang," sambarnya tanpa memandang.Entah mengapa rasanya tak ingin memandang wajah itu, rasa kesal dan kecewa yang kian hadir dalam hati Alzena."Udah Mil, kalian bisa bahas masalah ini nanti, lebih baik sekarang kamu urus pemakaman anak kamu," tahta Adit yang membuat Emil kini mengangguk, dan perlahan melangkah meninggalkan tempat.Keesokan harinya, kini Alzena telah kembali ke rumah, melangkah dengan tak bersemangat dan raut wajah yang tampak sedih.Kepulan
"Ada apa Zen, siapa yang kecelakaan?" tanya Maya kala ia dapati Alzena yang terduduk tak lagi seimbang."Mas Emil kecelakaan kak," jawabnya lemah.Yang membuat Maya terbelalak dan dengan cepat menghubungi Adit yang saat ini sedang berada dikantor."Mas, Emil kecelakaan!""Apa kecelakaan? kamu jaga Alzena ya, aku pulang sekarang.""Iya mas."Dengan cepat Adit pun meninggalkan ruangan, langkah kebutnya terhenti saat kebetulan ia berpapasan dengan Aldo."Pak Aldo," panggilnya yang membuat langkah Aldo terhenti."Ada apa pak Adit? kenapa sepertinya terburu buru?""Emil kecelakaan, saya izin mau kerumah sakit sekarang."Sama seperti yang lain Aldo yang juga terkejut mendengar kabar tersebut, sebagai orang terdekatnya Aldo pun merasa khawatir."Kecelakaan? yasudah pak Adit pergilah, nanti saya menyusul.""Terimakasih, saya duluan."Dengan cepat Adit pun melangkah meninggalk
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m