"Ada apa Zen, siapa yang kecelakaan?" tanya Maya kala ia dapati Alzena yang terduduk tak lagi seimbang.
"Mas Emil kecelakaan kak," jawabnya lemah.Yang membuat Maya terbelalak dan dengan cepat menghubungi Adit yang saat ini sedang berada dikantor."Mas, Emil kecelakaan!""Apa kecelakaan? kamu jaga Alzena ya, aku pulang sekarang.""Iya mas."Dengan cepat Adit pun meninggalkan ruangan, langkah kebutnya terhenti saat kebetulan ia berpapasan dengan Aldo."Pak Aldo," panggilnya yang membuat langkah Aldo terhenti."Ada apa pak Adit? kenapa sepertinya terburu buru?""Emil kecelakaan, saya izin mau kerumah sakit sekarang."Sama seperti yang lain Aldo yang juga terkejut mendengar kabar tersebut, sebagai orang terdekatnya Aldo pun merasa khawatir."Kecelakaan? yasudah pak Adit pergilah, nanti saya menyusul.""Terimakasih, saya duluan."Dengan cepat Adit pun melangkah meninggalk"Mas, Bangun mas! aku minta maaf ya karena akhir akhir ini aku cuek sama kamu. Kamu boleh marah sama aku, tapi plis jangan tidur terus kaya gini. Bukan cuma aku yang sedih mas, tapi Beverly juga, dia ngga semangat sekolah karena kangen sama kamu," ucap Alzena pada Emil yang terbaring koma dirumah sakit.Banyaknya alat medis yang menempel ditubuh Emil, serta suara berdenging yang memenuhi ruangan, Alzena duduk seorang diri menggenggam tangan sang suami."Mas, kamu tau ngga, aku nyesel banget udah marah sama kamu, udah cuekin kamu. Dan sekarang kamu yang diemin aku kaya gini. Bangun mas! aku kangen sama kamu."Hati yang kian kesepian, nafas yang terasa berat kala pandangannya terus tertuju pada raga tak sadarkan diri dihadapannya tersebut.Alzena hanya dapat menghela nafas dan selalu melayangkan doa untuk kesembuhan sang suami. Ditengah tengah keheningannya, tiba tiba.."Zen."Terdengar nama nya dipanggil membuat Alzena seketika me
Dua tahun berlalu.Emil yang masih terbaring koma di rumah sakit, segalanya terbengkalai, keluarga terbengkalai, dan perusahaan pun terbengkalai.Sementara biaya rumah sakit yang setiap bulan harus dibayar, membuat pengeluaran membengkak namun pemasukan minim."Tabungan ku tinggal segini, cuma cukup buat bayar sekolah Be, dan makan sehari hari. Terus aku harus bayar rumah sakit pake apa bulan ini?" gumam Alzena dengan pandangan mata yang terus tertuju pada layar ponselnya. Ternyata tidak mudah hidup seorang diri tanpa suami, sang suami yang masih terbaring tak sadarkan diri setelah satu tahun lamanya.Sementara perusahaan sudah tidak beroperasi dengan baik lagi, kehilangan pemimpin terbaiknya. Dan dua bulan yang lalu baru saja Alzena menerima kabar jika kedua orang tua Emil mengalami kecelakaan saat hendak terbang dari London ke Indonesia.Pesawat yang ditumpanginya hilang kontak dan terjatuh, membuat keduanya tidak selamat dan
"Mas, aku ngga tau harus gimana lagi sekarang, apa aku harus jual rumah itu? tapi bener kata kak Adit, kalau rumah itu terjual, gimana sama kamu nanti kalau sembuh? tapi kalau aku ngga jual rumah itu aku harus dapet uang dari mana buat biaya rumah sakit kamu?" gumam Alzena yang terduduk disebelah Emil yang sedang terbaring tak sadarkan diri.Wajah tampan dengan mata terpejam itu membuat pandangan Alzena tak berkedip. Rasa kerinduan yang tak jua berakhir membuatnya pandangannya enggan untuk menghindar."Persyarat yang Sabrina kasih untuk ku terlalu berat mas, aku fikir Aland adalah satu satu nya orang yang bisa bantu aku, tapi sayang ada Sabrina yang membatalkannya," tambah Alzena."Mas, gimana pun keadaan mu aku akan tetap setia sama kamu mas, aku ngga mau nikah sama laki laki lain, meski pun akhirnya aku bingung harus dengan siapa lagi aku mengeluh? siapa seseorang yang mau aku mintai pertolongan? Aku ngga bisa terus terusan bergantung sama kak Adit mas,
"Jadi Aland bilang kaya gitu?" tanya Adit setelah Alzena menjelaskan semuanya pada sang kakak, tentang ucapan Aland yang akan menceraikannya setelah Emil sadar nanti.Semua ia lakukan hanya karena ingin meyakinkan Sabrina, agar tidak kembali berulah."Iya, makanya aku bilang Aland itu orang baik kak, dia ngga sejahat yang kalian fikir," ucap Alzena yang membuat Adit terdiam."Tapi Zen, ngga akan ada laki laki yang mau berkorban sampai kaya gitu..""Kak, yang terpenting untuk saat ini adalah pembayaran rumah sakit mas Emil berjalan lancar, masalah pernikahan ku dengan Aland, biar saja dulu terjadi, toh Aland juga udah janji mau ceraiin aku setelah mas Emil sadar kan?""Yaudah lah Zen, terserah kamu aja, kakak juga ngga bisa bantu apa apa, cuma doa yang bisa kakak kasih buat kamu.""Kakak tenang aja, semua akan baik baik aja kok."•••Beberapa hari kemudian."Saya terima nikah dan kawinnya Alzena Dinata b
"Mas, maafin aku ya. Aku ngelakuin ini semua buat kamu mas, demi kamu biar terus dapet perawatan dari rumah sakit. Aku ngga bermaksud khianati kamu sedikit pun, dan meski pun status ku dan Aland sekarang sudah menikah, tapi cuma pernikahan diatas kertas kok, aku ngga pernah mencintai Aland dan berharap Aland menjadi suamiku. Begitu juga Aland, yang cuma mau menolongku aja, ngga lebih," ucap Alzena panjang lebar pada Emil yang masih terbaring koma dibed rumah sakit."Cepet sembuh ya mas, aku kangen banget sama kamu, kalau kamu tidur terus kaya gini aku kesepian. Begitu juga Be, dia selalu nanyain kamu, dia pengen main bareng kamu kaya dulu, bercanda tawa kaya dulu, aku berharap kita masih bisa bersatu lagi ya mas," tambah Alzena dengan tangan yang membelai rambut Emil dengan lembut.Sesaat kemudian, jari jemari Emil yang kini tampak bergerak, membuat Alzena terbelalak dan memperhatikannya dengan seksama.Ternyata benar, kelima jari itu bergerak, dengan cepa
"Bagaimana Zen?" tanya Adit lirih dan memperhatikan wajah Alzena setelah kembali kerumah sakit.Tak menjawab Alzena hanya mengangguk dan tersenyum, hingga membuat Adit dan Maya bernafas lega."Zen, kamu dari mana?" tanya Emil kala Alzena kini berada didekatnya."Ada urusan sebentar mas, oiya kata dokter sore ini mas udah boleh pulang," ucap Alzena yang membuat Emil tersenyum.Rasa lega dan rasa tak sabar ingin menginjakan kakinya pulang kerumah, rasa rindu pada sang anak yang telah menggebu kini memuncak dihatinya."Aku ngga sabar banget pengen pulang, aku kangen banget sama Be, aku kangen sama kamu dan kangen main bareng kalian" ucap Emil yang membuat Alzena tersenyum dan mengangguk."Sabar ya, beberapa jam lagi kok."Melihat pemandangan indah itu, membuat Adit dan Maya tersenyum, akhirnya Adit dapat melihat senyum bahagia Alzena kembali, setelah dua tahun lamanya senyum itu tak pernah terlihat kini akhirnya kembali.
Hari demi hari berlalu, kondisi Emil yang kini semakin membaik, membuatnya dapat kembali beraktifitas seperti sedia kala.Pagi ini ia melangkahkan kakinya masuk kedalam sebuah gedung terbengkalai, ya Emil Group, perusahaan yang telah terbengkalai satu tahun belakangan ini.Pandangan Emil dan Alzena tak berkedip memperhatikan tiap sudut ruangan, yang usang dan penuh debu.Tak dapat berkata apa apa, Emil hanya dapat menghela nafas kala melihat semuanya, perusahaan yang berada dalam kejayaan kini mangkrak dan tak terurus.Entah harus dari mana Emil memulai semuanya lagi, bisakah ia berdiri seorang diri sementara sang orang tua yang dulu selalu mendukung namun kini telah tiada?Melihat sang suami tampak lesu dan tak bersemangat Alzena pun mendekat, mencoba untuk menyemangati dan menenangkannya."Yang sabar ya mas, aku yakin mas pasti bisa kok bangkit lagi," ucap Alzena menepuk bahu Emil.Hingga membuatnya perlahan menoleh da
"Aku harus gimana sekarang? Mas Emil marah dan ngga mau denger penjelasan ku," gumam Alzena dengan wajah frustasi.Dengan cepat kini Alzena meraih ponselnya dan menghubungi Adit, mencoba meminta pendapat pada sang kakak."Kak, aku harus gimana sekarang? mas Emil udah tau kalau aku pernah menikah sama Aland," ucap Alzena yang membuat Adit terbelalak."Gimana bisa dia tau Zen?""Semua karena Sabrina kak, dia yang bongkar semuanya.""Bener bener perempuan ngga tau malu, tenang ya Zen, kakak akan bantu buat jelasin ke Emil.""Makasih ya kak, makasih banyak.""Yaudah, kamu jangan risau ya. Biar aja Emil tenang dulu, mungkin sekarang dia lagi emosi.""Iya kak."Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Beverly yang kini berlari menghampiri Emil yang sedang terduduk dengan perasaan kecewa."Daddy," pekik Beverly yang membuat Emil seketika menoleh.Merentangkan kedua tangannya un
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m