"Jadi Aland bilang kaya gitu?" tanya Adit setelah Alzena menjelaskan semuanya pada sang kakak, tentang ucapan Aland yang akan menceraikannya setelah Emil sadar nanti.
Semua ia lakukan hanya karena ingin meyakinkan Sabrina, agar tidak kembali berulah."Iya, makanya aku bilang Aland itu orang baik kak, dia ngga sejahat yang kalian fikir," ucap Alzena yang membuat Adit terdiam."Tapi Zen, ngga akan ada laki laki yang mau berkorban sampai kaya gitu..""Kak, yang terpenting untuk saat ini adalah pembayaran rumah sakit mas Emil berjalan lancar, masalah pernikahan ku dengan Aland, biar saja dulu terjadi, toh Aland juga udah janji mau ceraiin aku setelah mas Emil sadar kan?""Yaudah lah Zen, terserah kamu aja, kakak juga ngga bisa bantu apa apa, cuma doa yang bisa kakak kasih buat kamu.""Kakak tenang aja, semua akan baik baik aja kok."•••Beberapa hari kemudian."Saya terima nikah dan kawinnya Alzena Dinata b"Mas, maafin aku ya. Aku ngelakuin ini semua buat kamu mas, demi kamu biar terus dapet perawatan dari rumah sakit. Aku ngga bermaksud khianati kamu sedikit pun, dan meski pun status ku dan Aland sekarang sudah menikah, tapi cuma pernikahan diatas kertas kok, aku ngga pernah mencintai Aland dan berharap Aland menjadi suamiku. Begitu juga Aland, yang cuma mau menolongku aja, ngga lebih," ucap Alzena panjang lebar pada Emil yang masih terbaring koma dibed rumah sakit."Cepet sembuh ya mas, aku kangen banget sama kamu, kalau kamu tidur terus kaya gini aku kesepian. Begitu juga Be, dia selalu nanyain kamu, dia pengen main bareng kamu kaya dulu, bercanda tawa kaya dulu, aku berharap kita masih bisa bersatu lagi ya mas," tambah Alzena dengan tangan yang membelai rambut Emil dengan lembut.Sesaat kemudian, jari jemari Emil yang kini tampak bergerak, membuat Alzena terbelalak dan memperhatikannya dengan seksama.Ternyata benar, kelima jari itu bergerak, dengan cepa
"Bagaimana Zen?" tanya Adit lirih dan memperhatikan wajah Alzena setelah kembali kerumah sakit.Tak menjawab Alzena hanya mengangguk dan tersenyum, hingga membuat Adit dan Maya bernafas lega."Zen, kamu dari mana?" tanya Emil kala Alzena kini berada didekatnya."Ada urusan sebentar mas, oiya kata dokter sore ini mas udah boleh pulang," ucap Alzena yang membuat Emil tersenyum.Rasa lega dan rasa tak sabar ingin menginjakan kakinya pulang kerumah, rasa rindu pada sang anak yang telah menggebu kini memuncak dihatinya."Aku ngga sabar banget pengen pulang, aku kangen banget sama Be, aku kangen sama kamu dan kangen main bareng kalian" ucap Emil yang membuat Alzena tersenyum dan mengangguk."Sabar ya, beberapa jam lagi kok."Melihat pemandangan indah itu, membuat Adit dan Maya tersenyum, akhirnya Adit dapat melihat senyum bahagia Alzena kembali, setelah dua tahun lamanya senyum itu tak pernah terlihat kini akhirnya kembali.
Hari demi hari berlalu, kondisi Emil yang kini semakin membaik, membuatnya dapat kembali beraktifitas seperti sedia kala.Pagi ini ia melangkahkan kakinya masuk kedalam sebuah gedung terbengkalai, ya Emil Group, perusahaan yang telah terbengkalai satu tahun belakangan ini.Pandangan Emil dan Alzena tak berkedip memperhatikan tiap sudut ruangan, yang usang dan penuh debu.Tak dapat berkata apa apa, Emil hanya dapat menghela nafas kala melihat semuanya, perusahaan yang berada dalam kejayaan kini mangkrak dan tak terurus.Entah harus dari mana Emil memulai semuanya lagi, bisakah ia berdiri seorang diri sementara sang orang tua yang dulu selalu mendukung namun kini telah tiada?Melihat sang suami tampak lesu dan tak bersemangat Alzena pun mendekat, mencoba untuk menyemangati dan menenangkannya."Yang sabar ya mas, aku yakin mas pasti bisa kok bangkit lagi," ucap Alzena menepuk bahu Emil.Hingga membuatnya perlahan menoleh da
"Aku harus gimana sekarang? Mas Emil marah dan ngga mau denger penjelasan ku," gumam Alzena dengan wajah frustasi.Dengan cepat kini Alzena meraih ponselnya dan menghubungi Adit, mencoba meminta pendapat pada sang kakak."Kak, aku harus gimana sekarang? mas Emil udah tau kalau aku pernah menikah sama Aland," ucap Alzena yang membuat Adit terbelalak."Gimana bisa dia tau Zen?""Semua karena Sabrina kak, dia yang bongkar semuanya.""Bener bener perempuan ngga tau malu, tenang ya Zen, kakak akan bantu buat jelasin ke Emil.""Makasih ya kak, makasih banyak.""Yaudah, kamu jangan risau ya. Biar aja Emil tenang dulu, mungkin sekarang dia lagi emosi.""Iya kak."Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Beverly yang kini berlari menghampiri Emil yang sedang terduduk dengan perasaan kecewa."Daddy," pekik Beverly yang membuat Emil seketika menoleh.Merentangkan kedua tangannya un
"Mommy, daddy, Be mau main dulu ya. Sama mereka, kaya nya seru deh," ucap Beverly yang pandangannya kini tertuju pada gerombolan anak anak perempuan yang sedang asik bermain."Be sama mbak ya, jangan sendirian. Be kan belum tau daerah sini, nanti kalau Be nyasar gimana?""Iya Be, jangan main sendiri ya, bahaya.""Ngga papa kok mommy daddy, Be janji ngga jauh jauh. Mbak biar dirumah aja, mbak kan lagi masak, kalau Be nungguin mbak, kelamaan," jawab Beverly merayu kedua orang tuanya.Melihat sang anak memohon, terpaksa Alzena mengizinkan, meski harus dengan mewanti wanti agar Beverly berhati hati."Yaudah, hati hati ya nak. Inget jangan jauh jauh mainnya.""Oke mommy. By mommy, by daddy."Dengan cepat Beverly pun melangkah pergi dan mendekati segerombolan anak anak perempuan seusianya tersebut, bergabung untuk ikut bermain."Hay temen temen, apa aku boleh ikut main?" tanya Beverly yang membuat semuanya menoleh.
"Be mau es krim?""Mau oma.""Yaudah be disini dulu ya, oma beli dulu.""Oke."Begitulah kebahagian Beverly bersama Sabrina, ditengah tengah kegundahan kedua orang tuanya mencari, ternyata Beverly sedang bersuka ria dengan sang oma.Meski usianya masih muda, tetap saja Be memanggilnya oma, karena Sabrina adalah istri dari almarhum Surya.Sementara Emil kembali bersama para warga yang meneruskan pencariannya. Setelah cukup lama dan hampir semua tempat dijelajahi, mereka tak jua dapat menemukan Beverly."Apa jangan jangan, anak bapak diculik? karena kalau dia tersesat tidak akan sejauh ini," ucap salah satu warga yang ikut berantusias mencari Beverly.Terdiam sejenak mendengar ucapan itu, apa mungkin yang diucapkan nya benar."Benar pak, sepertinya anak bapak memang diculik. Karena kita sudah dua hari ini dan belum ketemu, jadi lebih baik bapak lapor polisi saja," tambah lainnya.Mendengar itu me
"Bagaimana ini mas? kemana Be sebenernya? kenapa belum ketemu juga?" tanya Alzena dengan suara bergetar."Sabar ya, kita pulang ke Jakarta sekarang dan kita lapor polisi disana.""Pulang? tapi mas gimana kalau Be cari kita? dia kan ada disini mas.""Ngga ada sayang, kalau Be ada didesa ini dia pasti udah ketemu, kemungkinan Be diculik," jawab Emil yang membuat Alzena terbelalak."Diculik? kasihan Be mas, dia masih kecil gimana kalau penculik itu berbuat jahat sama Be?" ucap Alzena dengan mata memerah.Dengan sekali kedip air mata itu akan luruh."Makanya kita pulang ya, kita lapor polisi, biar polisi juga ikut bantu kita cari Be," tambah Emil yang akhirnya membuat Alzena menganggukTak menunggu lama dengan cepat Alzena dan Emil pun kini berkemas, hendak kembali ke Jakarta dan melaporkan polisi atas hilangnya Beverly, sang anak.•••"Zen, bagaimana Be belum ketemu?" tanya Adit dan Maya setelah kini Alzen
Beberapa hari kemudian."Bagaimana apa kalian tau anak itu dimana?""Anak kecil itu ada bersama nona Sabrina tuan," jawab salah satu laki laki berpakaian serba hitam itu. Yang membuat Aland melebarkan mata."Sabrina? jadi dia yang menculik Beverly?""Ada dimana mereka sekarang, antar saya kesana.""Mari tuan."Tak menunggu lama kini Aland dan beberapa anak buahnya pun melaju kembali ke tempat dimana mereka bertemu Sabrina.Beberapa menit kemudian setelah sampai lokasi dimana Sabrina dan Beverly berada."Mereka ada dirumah itu tuan," ucap nya yang membawa pandangan Aland tertuju tajam memperhatikan sebuah rumah yang letaknya jauh dari perumahan lainnya."Apa maksud Sabrina? mengapa dia menculik anak yang tidak bersalah?" gumam Aland sebelum akhirnya bergegas masuk.Langkah kebutnya kini berjalan semakin dekat, rasa ingin memarahi dan memaki sudah terasa ujung lidah, dengan cepat tangannya hendak