"Sabrina," panggil Alzena pada Sabrina yang kini melintas.
Mendengar panggilan itu langkahnya pun terhenti. Wanita itu menoleh dengan pandangan kebencian."Ada apa?""Gimana kabar ayah? aku kangen sama dia," tanya Alzena yang membuat Sabrina terdiam.Sedikit tak tega untuk menyampaikan kabar Surya pada anaknya."Ayah mu..""Ayah kenapa? apa terjadi sesuatu sama dia?""Ayah mu sudah meninggal dunia."Deg!Separuh nafas Alzena seketika terhenti kala mendengar penyataan mengejutkan dari Sabrina? Terkejut, terbelalak dan rasa tak percaya yang kian menghampiri."Apa maksudmu?""Ya, maksudku Surya udah meninggal dunia, beberapa bulan yang lalu."Seketika air mata Alzena luruh begitu saja, tubuh yang tidak stabil itu terjatuh kembali ke sofa yang ia duduki.Tangisnya pecah, karena rasa penyesalan yang tak dapat terbendung, sang ayah tiada, mengapa ia tak pernah mengetahuinyaBeberapa jam kemudian.Perlahan Alzena membuka matanya, pandangannya buram dan tak dapat mengingat dimana ia sekarang.Pandangannya kini tertuju pada sekelilingnya, ruangan mewah namun terdapat infus ditangan? itu tanda nya ini adalah rumah sakit."Aku dirumah sakit?" batin Alzena dengan terus memperhatikan seisi ruangan.Perlahan Alzena memijit pelupuk matanya yang terasa sedikit sakit, gerak tangannya seketika terhenti kala ia teringat suatu hal."Ini tandanya aku bisa kabur dari Aland," gumam Alzena dengan ekspresi wajah berfikir.Dengan cepat Alzena pun beranjak dan berjalan menuju pintu keluar, saat Alzena hendak melangkah keluar, namun seketika ia masuk kembali karena ia dapati anak buah Aland yang berjaga didepan ruangannya."Yaampun, mereka ada didepan lagi, gimana aku bisa kabur kalau begini?" ucap Alzena bingung.Sadar karena salah satu laki laki bertubuh kekar itu sedang memperhatikan kedalam ruangann
"Pasti Alzena sudah kembali kerumah suaminya," gumam Aland yang kini terduduk disofa ruang tamunya."Maafkan aku Zen, kalau selama ini aku membuat mu menderita." tambahnya.Mendengar ucapan itu Sabrina pun dengan cepat mendekat, memperhatikan wajah sang kakak dengan pandangan tajam."Kalau suka itu harusnya dipertahanin, bukan malah dibiarkan pergi seperti ini," celetuk Sabrina yang membuat Emil mendongak."Katanya kakak mencintai Alzena, tapi kenapa kakak iklas kalau dia kembali dengan suaminya?""Karena otak ku masih waras Sabrina, aku tidak mungkin merebut istri orang lain."Mendengar itu membuat Sabrina tertawa. Terdengar lucu, karena ini bukanlah Aland yang sesungguhnya."Kak Aland, kak Aland. Ternyata kamu sangat lemah soal cinta, pantas saja hati mu selalu tersakiti," celetuk Sabrina yang membuat Aland hanya terdiam.Tak ingin lagi berdebat dengan sang adik, karena ia tau jika Sabrina tak akan pernah bisa
Kini Emil yang sedang duduk sendiri, dengan terus memikirkan ucapan Sabrina yang nyatanya membuat hatinya tak tenang."Apa mungkin Alzena melakukan hal itu?" batinnya.Tak lama kemudian. Alzena yang datang, meraih bahu Emil, hingga membuat lamunannya terbuyar."Mas, ada apa? ada yang lagi kamu fikirin?" tanya Alzena setelah terduduk tepat disebelah Emil.Belum menjawab, Emil yang masih terdiam memperhatikan wajah Alzena dengan tajam. Namun demi sang istri Emil berusaha menutupi kegundahan nya."Ngga papa kok sayang," jawabnya tersenyum."Mas, kamu tau ngga, anak kita kangen loh sama kamu, dia belum pernah ngerasain belaian tangan daddy nya," ucap Alzena seraya membelai perut buncit itu.Terdiam dan tertegun memperhatikan Alzena, gerak tangan yang terus memutar pada perut besarnya membuat Emil kini memperhatikan wajah sang istri dengan tajamMelihat dari tingkahnya, sepertinya Emil tak melihat sebuah kebohongan d
"Kenapa mas Emil bisa berpikir kaya gitu? secara ngga langsung dia bilang aku wanita murahan, aku ini istrinya masa dia ngga percaya, malah lebih percaya sama Sabrina," gerutu Alzena didalam kamarnya.Namun seketika ekspresi wajah nya berubah kala ia teringat akan kehamilan Sabrina. Matanya melebar dengan ekspresi wajah terkejut."Yaampun, kenapa aku bisa lupa, kalau anak dalam kandungan Sabrina itu anak mas Emil. bener bener keterlaluan, dia nyalahin aku, ngga taunya dia sendiri yang melakukannya," tambahnya yang lalu dengan cepat beranjak dan mencari Emil kembali.Ia dapati Emil yang sedang terduduk seorang diri bertemanankan sepi."Mas," panggil Alzena yang membuat Emil sedikit menoleh, namun kembali lagi pandangan nya beralih.Rasanya sedang tak ingin memandang wajah itu, mungkin karena rasa kecewa."Mas, Sekarang aku yang mau tanya sama kamu. kalau kamu sekarang bilang ini bukan anak kamu, terus gimana sama kandungan Sabrina
"Apa maksudmu Zen? kamu nyalahin aku?""Iya emang kamu yang salah mas, semua karena kamu yang ngga menerima anak itu, harusnya sebagai ayah kamu menerimanya dengan baik, bukan malah menuduh yang tidak tidak, dan sekarang dia lebih memilih pergi dari pada harus kamu curigai kaya gini," ucap Alzena dengan suara bergetar."Zen, maafin aku. Aku ngga bermaksud...""Udah lah mas, sekarang kamu puaskan? anak yang kamu bilang anak Aland itu sekarang udah ngga ada, dan kamu bisa tenang," sambarnya tanpa memandang.Entah mengapa rasanya tak ingin memandang wajah itu, rasa kesal dan kecewa yang kian hadir dalam hati Alzena."Udah Mil, kalian bisa bahas masalah ini nanti, lebih baik sekarang kamu urus pemakaman anak kamu," tahta Adit yang membuat Emil kini mengangguk, dan perlahan melangkah meninggalkan tempat.Keesokan harinya, kini Alzena telah kembali ke rumah, melangkah dengan tak bersemangat dan raut wajah yang tampak sedih.Kepulan
"Ada apa Zen, siapa yang kecelakaan?" tanya Maya kala ia dapati Alzena yang terduduk tak lagi seimbang."Mas Emil kecelakaan kak," jawabnya lemah.Yang membuat Maya terbelalak dan dengan cepat menghubungi Adit yang saat ini sedang berada dikantor."Mas, Emil kecelakaan!""Apa kecelakaan? kamu jaga Alzena ya, aku pulang sekarang.""Iya mas."Dengan cepat Adit pun meninggalkan ruangan, langkah kebutnya terhenti saat kebetulan ia berpapasan dengan Aldo."Pak Aldo," panggilnya yang membuat langkah Aldo terhenti."Ada apa pak Adit? kenapa sepertinya terburu buru?""Emil kecelakaan, saya izin mau kerumah sakit sekarang."Sama seperti yang lain Aldo yang juga terkejut mendengar kabar tersebut, sebagai orang terdekatnya Aldo pun merasa khawatir."Kecelakaan? yasudah pak Adit pergilah, nanti saya menyusul.""Terimakasih, saya duluan."Dengan cepat Adit pun melangkah meninggalk
"Mas, Bangun mas! aku minta maaf ya karena akhir akhir ini aku cuek sama kamu. Kamu boleh marah sama aku, tapi plis jangan tidur terus kaya gini. Bukan cuma aku yang sedih mas, tapi Beverly juga, dia ngga semangat sekolah karena kangen sama kamu," ucap Alzena pada Emil yang terbaring koma dirumah sakit.Banyaknya alat medis yang menempel ditubuh Emil, serta suara berdenging yang memenuhi ruangan, Alzena duduk seorang diri menggenggam tangan sang suami."Mas, kamu tau ngga, aku nyesel banget udah marah sama kamu, udah cuekin kamu. Dan sekarang kamu yang diemin aku kaya gini. Bangun mas! aku kangen sama kamu."Hati yang kian kesepian, nafas yang terasa berat kala pandangannya terus tertuju pada raga tak sadarkan diri dihadapannya tersebut.Alzena hanya dapat menghela nafas dan selalu melayangkan doa untuk kesembuhan sang suami. Ditengah tengah keheningannya, tiba tiba.."Zen."Terdengar nama nya dipanggil membuat Alzena seketika me
Dua tahun berlalu.Emil yang masih terbaring koma di rumah sakit, segalanya terbengkalai, keluarga terbengkalai, dan perusahaan pun terbengkalai.Sementara biaya rumah sakit yang setiap bulan harus dibayar, membuat pengeluaran membengkak namun pemasukan minim."Tabungan ku tinggal segini, cuma cukup buat bayar sekolah Be, dan makan sehari hari. Terus aku harus bayar rumah sakit pake apa bulan ini?" gumam Alzena dengan pandangan mata yang terus tertuju pada layar ponselnya. Ternyata tidak mudah hidup seorang diri tanpa suami, sang suami yang masih terbaring tak sadarkan diri setelah satu tahun lamanya.Sementara perusahaan sudah tidak beroperasi dengan baik lagi, kehilangan pemimpin terbaiknya. Dan dua bulan yang lalu baru saja Alzena menerima kabar jika kedua orang tua Emil mengalami kecelakaan saat hendak terbang dari London ke Indonesia.Pesawat yang ditumpanginya hilang kontak dan terjatuh, membuat keduanya tidak selamat dan