Senin pagi datang dengan geliat ekonomi kota besar seperti biasanya. Ramai, padat dan riuh suara mesin kendaraan yang meraja, menemani sepanjang perjalananku menuju kantor Jaff Corporations.
Ketiadaan pak Ardi membuatku sedikit tenang, tapi tidak untuk mata-mata yang ia sewa, ia seperti pengawal yang memastikan bahwa aku tidak kabur dari pak Ardi, dan tidak melakukan hal aneh-aneh yang merugikan aku atau pak Ardi sendiri.
"Tuan meminta saya untuk membeli sarapan untuk nona Anne!"
Aku tersenyum puas saat dia pergi ke cafetaria. Orang itu irit ngomong namun tegas, juga sangar, mirip anggota intelejen negara.
Entah apa maunya pak Ardi dengan memberiku pengawal seperti itu. Aku jadi merasa spesial, tapi aku ini hanya selingkuhan.
Selamanya selingkuhan tidak akan dianggap spesial. Kadar keistimewaannya masih ada pada istri sah meski terlihat kekurangan.
Coki tersenyum lebar saat menyambutku di kantor JaffFilm.
"Ming
Aku sudah lama bermimpi tentang kebetulan. Seperti peristiwa-peristiwa tak terduga bertemu dengan seseorang yang ada dalam bayanganku.Dan sekarang seolah di atur takdir, aku dan istri pak Ardi bertemu di perusahaan dengan peristiwa jambangan kristal yang pecah berantakan seperti hatinya kelak saat tahu suaminya pernah menciumiku."Maafkan saya, Ibu! Saya tidak sengaja memecahkan jambangan kristal milik perusahaan, nanti saya ganti saat gajian nanti." ucapku setengah ramah. Pak Ardi tak mungkin mempermasalahkan tentang hal ini, apalagi kedua anaknya tadi dengan senang justru mengoper bola kepadaku lagi."Saya justru ingin sekali menendang bola sepertimu tadi! Hebat!"Kalimat yang meluncur dari bibir istri pak Ardi itu sungguh mengejutkan. Apalagi saat kekehan geli dan senyuman tanpa dosa itu memecah suasana.Hatiku terasa teriris pisau belati. Istri pak Ardi bernama Farah Adzana, berambut panjang hitam dan cantik jelita. Hanya saj
"Cok, bangun, Cok!"Aku menggoyangkan lengannya berkali-kali, Coki mengerang geram. Ia membalikkan badan, memunggungi aku dan pak Ardi yang menunggunya untuk sarapan bersama."Cok, ini ada pak Ardi!" ucapku menahan kesal, dia ini tidur apa balas dendam sih lama banget ngoroknya. Aku menegakkan tubuh, melirik pak Ardi yang sejak tadi membuntutiku kemana saja seperti anak ayam.Pak Ardi menghembuskan nafas kasar. "Coba saya saja yang bicara!" ucapnya penuh tekad.Aku berdecih dalam hati. 'Kita lihat, apa Coki mempan mendengar kalimat perintah dari kamu pak! Kalau iya, anda punya efek luar biasa.'Pak Ardi menepuk pundak Coki dengan mantap. "Coki, ayo meeting!""Meeting!" gumam Coki dengan serak. Belum juga sadar dari mimpi indahnya.Aku membeo, 'Meeting apaan, hari libur!'Pak Ardi tersenyum kepadaku. Aku mlengeh dengan malas. Sudah jelas dia ini sarap, otaknya tidak sehat.Tan
Acara selametan dan pemotongan tumpeng sebagai penanda awal produksi series Nikah SMA sudah selesai, namun keriuhan acara baru dimulai karena awak pewarta mulai memburu para artis yang akan memerankan serial tersebut.Di sudut lain ruangan press release siang ini, para penggede Jaff Corporations dan JaffFilm asyik sendiri membuat obrolan hal-hal tinggi.Pak Ardi terlihat begitu perlente dengan gesture yang baik sekali saat menemani Farah dan kedua anaknya bercakap-cakap dengan rekan kerja mereka. Seolah apa yang ia tunjukkan pada khalayak umum adalah keharmonisan keluarga yang benar-benar utuh.Aku tersenyum formal saat insan pers mendatangiku bersama Coki untuk melakukan tanya-jawab mengenai novel besutan kami berdua.Kami bertiga membuat koalisi sendiri yang di penuhi gelak tawa."Terimakasih atas kerjasamanya kak, saya harap ini bisa menaikkan rating kerja saya!" Insan pers ini tersenyum jenaka seraya menyalami kami berdu
Sesampainya di wahana bermain dalam studio. Bu Farah tersenyum masam seraya memegang tangan pak Ardi yang menyentuh bahunya."Andai aku gak kecelakaan, aku bisa menemani mereka berdua!"Pak Ardi tersenyum hangat, ia terlihat mengeratkan genggaman tangannya. "Sudah terjadi mau bagaimana lagi! Berhentilah meratap, kamu akan sembuh."Bu Farah mendongkak. "Ini semua karena kamu, mas! Andai saja malam itu kita tidak bertengkar! Pasti semua ini tidak terjadi."Mataku membeliak, jadi Bu Farah bisa seperti itu karena bertengkar? Wow, karena apa?Aku penasaran, tapi kedua bocah ini tidak mungkin melihat kedua orangtuanya bertengkar. Rasanya akan sakit sekali karena aku pernah berada di posisi mereka.Aku membawa Kenzo dan Naufal pergi dari orangtuanya karena aku rasa perdebatan akan terjadi sekarang juga.Aku juga perlu was-was karena mungkin kecelakaan itu gara-gara aku! Ngeri banget hidupku. Secara tidak l
Aku menatapnya dan memikirkan kembali ucapannya tadi. Benarkah pak Ardi sudah siap mengatakan kejujurannya, oh mengerikan sekali jika begitu."Bapak mau main apa? Gundu? Atau kucing-kucingan seperti bocah-bocah?" cibirku sambil tersenyum miring. Pak Ardi mendorong bahu, menahannya di tembok dengan cengkeraman yang begitu erat."Kamu mau main apa, Anna? Saya akan menurutinya!"Aku membalasnya dengan pukulan keras di perutnya. Pak Ardi mengaduh dengan mata yang mendelik kepadaku. "Mau main kasar, Anna?"Neraka bocor, aku panas. Ku dorong bahunya dan ia menarikku ke pelukannya."Apa enaknya, Anna? Saya suka yang pelan namun menggairahkan!" gumamnya dengan bibir yang ditempelkan ke leherku.Aku belum mandi lho ini, apa dia tidak kebauan dengan keringatku setelah main di wahana permainan tadi. Indra penciumannya pasti sudah rusak sebab seks sudah meracuni seluruh isi otaknya."Satu hal yang tidak enak dengan h
"Bagaimana menurutmu?"Mataku berkilat-kilat penuh spekulasi. "Menurut anda sendiri bagaimana, pak?"Pak Ardi menyandarkan tubuhnya di palang balkon, membelakangi senja yang benar-benar indah di ufuk barat. Tak seharusnya kami ada disini karena rasa-rasanya aku ingin dipeluk dari belakang."Banyak hal yang slalu terpikirkan olehku, Anna! Ada masanya saya jengah dengan rutinitas yang padat! Saya berpikir mungkin affair akan membangkitkan semangatku dalam mengatasi risiko-risikonnya!"Aku mengernyit dan bertanya. "Ini yang pertama?"Pak Ardi menyunggingkan senyum. "Kamu mau penjelasan sekarang? Apa karena sudah tidak bersabar dalam menghadapiku?"Aku berdecih. Sangat dibutuhkan kesabaran ekstra untuk menghadapi pria satu ini."Penjelasan memang diperlukan, jadi kapan bapak bisa?" tantangku.Pak Ardi bersedekap, menatapku dengan kening yang berkerut dalam."Farah kecelakaan karena kamu, Anna!"&nb
Aku tidak yakin apakah sudah melakukan hal yang benar dengan pak Ardi. Frustasi, aku menyibukkan diri dengan bekerja dan bekerja, sebisanya mungkin aku ingin acuh tak acuh dengannya namun tetap saja aku tak mampu mengacuhkannya.Terlebih sangat kebetulan sekali pak Ardi akhir-akhir ini tidak menggangguku, aku jadi penasaran kemana dia? Oh astaga suami orang... Menyebalkan.Pintu terbuka, aku menelengkan kepalanya. Anthony membawa satu cangkir kopi susu dan satu slice roti gembong keju seraya menaruhnya di mejaku."Untukmu, dari pengagum rahasia!""Pengagum rahasia? Siapa?" tanyaku heran. Aku punya pengagum rahasia dikantor ini, bukan pak Ardi, jelas, karena jika dia yang membelikan kopi untukku pasti tetap menggunakan namanya. Lalu siapa?Anthony mengendikkan bahu. "Tidak tahu, hanya pesan untuk kak Anna yang menjadi penulis di Jaff Corporations. Anna itu kamu kan?"Mata sipit itu semakin sipit. Aku mengangguk dan mem
Aku memasuki dapur untuk mencari kudapan dan menemukan ibu sedang memasak di depan tungku api."Gak beli kompor aja, bu? Lebih efisien." kataku, ikut berjongkok di depan tungku api yang menghantarkan rasa hangat di telapak kulitku.Ibuku meringis. "Untuk apa? Kayu masih mudah dicari, Na! Lagian ibu juga sendiri, ngirit."Aku tersenyum maklum. Hidup di pedesaan memang dimudahkan untuk mendapatkan hasil alam. Apalagi di daerah ini adalah dataran tinggi, tempat yang cocok untuk menanam sayuran hijau. Tak ayal, harga-harga sayuran disini sangat terjangkau. Namun, harap diingat, sesuatu yang murah tidak menjamin nasib para petaninya.Ibu mengaduk sayur lodeh rebung, aku menyunggingkan senyum. Di ibukota aku jarang mendapatkan masakan seenak buatan ibu, apalagi sekarang circle pertemananku sudah berubah. Berubah juga menu makanku."Sudah matang, ayo makan!"Kami berdua menyiapkan semuanya di meja makan minimalis, tidak ada