Acara selametan dan pemotongan tumpeng sebagai penanda awal produksi series Nikah SMA sudah selesai, namun keriuhan acara baru dimulai karena awak pewarta mulai memburu para artis yang akan memerankan serial tersebut.
Di sudut lain ruangan press release siang ini, para penggede Jaff Corporations dan JaffFilm asyik sendiri membuat obrolan hal-hal tinggi.
Pak Ardi terlihat begitu perlente dengan gesture yang baik sekali saat menemani Farah dan kedua anaknya bercakap-cakap dengan rekan kerja mereka. Seolah apa yang ia tunjukkan pada khalayak umum adalah keharmonisan keluarga yang benar-benar utuh.
Aku tersenyum formal saat insan pers mendatangiku bersama Coki untuk melakukan tanya-jawab mengenai novel besutan kami berdua.
Kami bertiga membuat koalisi sendiri yang di penuhi gelak tawa.
"Terimakasih atas kerjasamanya kak, saya harap ini bisa menaikkan rating kerja saya!" Insan pers ini tersenyum jenaka seraya menyalami kami berdu
Sesampainya di wahana bermain dalam studio. Bu Farah tersenyum masam seraya memegang tangan pak Ardi yang menyentuh bahunya."Andai aku gak kecelakaan, aku bisa menemani mereka berdua!"Pak Ardi tersenyum hangat, ia terlihat mengeratkan genggaman tangannya. "Sudah terjadi mau bagaimana lagi! Berhentilah meratap, kamu akan sembuh."Bu Farah mendongkak. "Ini semua karena kamu, mas! Andai saja malam itu kita tidak bertengkar! Pasti semua ini tidak terjadi."Mataku membeliak, jadi Bu Farah bisa seperti itu karena bertengkar? Wow, karena apa?Aku penasaran, tapi kedua bocah ini tidak mungkin melihat kedua orangtuanya bertengkar. Rasanya akan sakit sekali karena aku pernah berada di posisi mereka.Aku membawa Kenzo dan Naufal pergi dari orangtuanya karena aku rasa perdebatan akan terjadi sekarang juga.Aku juga perlu was-was karena mungkin kecelakaan itu gara-gara aku! Ngeri banget hidupku. Secara tidak l
Aku menatapnya dan memikirkan kembali ucapannya tadi. Benarkah pak Ardi sudah siap mengatakan kejujurannya, oh mengerikan sekali jika begitu."Bapak mau main apa? Gundu? Atau kucing-kucingan seperti bocah-bocah?" cibirku sambil tersenyum miring. Pak Ardi mendorong bahu, menahannya di tembok dengan cengkeraman yang begitu erat."Kamu mau main apa, Anna? Saya akan menurutinya!"Aku membalasnya dengan pukulan keras di perutnya. Pak Ardi mengaduh dengan mata yang mendelik kepadaku. "Mau main kasar, Anna?"Neraka bocor, aku panas. Ku dorong bahunya dan ia menarikku ke pelukannya."Apa enaknya, Anna? Saya suka yang pelan namun menggairahkan!" gumamnya dengan bibir yang ditempelkan ke leherku.Aku belum mandi lho ini, apa dia tidak kebauan dengan keringatku setelah main di wahana permainan tadi. Indra penciumannya pasti sudah rusak sebab seks sudah meracuni seluruh isi otaknya."Satu hal yang tidak enak dengan h
"Bagaimana menurutmu?"Mataku berkilat-kilat penuh spekulasi. "Menurut anda sendiri bagaimana, pak?"Pak Ardi menyandarkan tubuhnya di palang balkon, membelakangi senja yang benar-benar indah di ufuk barat. Tak seharusnya kami ada disini karena rasa-rasanya aku ingin dipeluk dari belakang."Banyak hal yang slalu terpikirkan olehku, Anna! Ada masanya saya jengah dengan rutinitas yang padat! Saya berpikir mungkin affair akan membangkitkan semangatku dalam mengatasi risiko-risikonnya!"Aku mengernyit dan bertanya. "Ini yang pertama?"Pak Ardi menyunggingkan senyum. "Kamu mau penjelasan sekarang? Apa karena sudah tidak bersabar dalam menghadapiku?"Aku berdecih. Sangat dibutuhkan kesabaran ekstra untuk menghadapi pria satu ini."Penjelasan memang diperlukan, jadi kapan bapak bisa?" tantangku.Pak Ardi bersedekap, menatapku dengan kening yang berkerut dalam."Farah kecelakaan karena kamu, Anna!"&nb
Aku tidak yakin apakah sudah melakukan hal yang benar dengan pak Ardi. Frustasi, aku menyibukkan diri dengan bekerja dan bekerja, sebisanya mungkin aku ingin acuh tak acuh dengannya namun tetap saja aku tak mampu mengacuhkannya.Terlebih sangat kebetulan sekali pak Ardi akhir-akhir ini tidak menggangguku, aku jadi penasaran kemana dia? Oh astaga suami orang... Menyebalkan.Pintu terbuka, aku menelengkan kepalanya. Anthony membawa satu cangkir kopi susu dan satu slice roti gembong keju seraya menaruhnya di mejaku."Untukmu, dari pengagum rahasia!""Pengagum rahasia? Siapa?" tanyaku heran. Aku punya pengagum rahasia dikantor ini, bukan pak Ardi, jelas, karena jika dia yang membelikan kopi untukku pasti tetap menggunakan namanya. Lalu siapa?Anthony mengendikkan bahu. "Tidak tahu, hanya pesan untuk kak Anna yang menjadi penulis di Jaff Corporations. Anna itu kamu kan?"Mata sipit itu semakin sipit. Aku mengangguk dan mem
Aku memasuki dapur untuk mencari kudapan dan menemukan ibu sedang memasak di depan tungku api."Gak beli kompor aja, bu? Lebih efisien." kataku, ikut berjongkok di depan tungku api yang menghantarkan rasa hangat di telapak kulitku.Ibuku meringis. "Untuk apa? Kayu masih mudah dicari, Na! Lagian ibu juga sendiri, ngirit."Aku tersenyum maklum. Hidup di pedesaan memang dimudahkan untuk mendapatkan hasil alam. Apalagi di daerah ini adalah dataran tinggi, tempat yang cocok untuk menanam sayuran hijau. Tak ayal, harga-harga sayuran disini sangat terjangkau. Namun, harap diingat, sesuatu yang murah tidak menjamin nasib para petaninya.Ibu mengaduk sayur lodeh rebung, aku menyunggingkan senyum. Di ibukota aku jarang mendapatkan masakan seenak buatan ibu, apalagi sekarang circle pertemananku sudah berubah. Berubah juga menu makanku."Sudah matang, ayo makan!"Kami berdua menyiapkan semuanya di meja makan minimalis, tidak ada
"Jadi tempat wisata mana yang akan kita kunjungi, Anna?"Aku menghela nafas. Aku kehilangan minat untuk berbicara, apalagi pengawal sialan ini tetap saja menyuruhku untuk tunduk walau aku sudah terang-terangan menolak ajakan mereka untuk pergi ke kota."Kemana sajalah, terserah! Lagian pak Ardi ganggu! Ngapain juga harus kesini, ngapain gak ke pluto aja ke lokalisasi kalau pengen kawin!"gerutuku sambil membuang muka.Pak Ardi terkekeh kecil, tak ada satupun rasa bersalah yang ia tunjukkan disini apalagi ketakutan."Saya tidak suka perempuan murahan, Anna! Saya suka mengeluarkan uang demi sebuah kesepakatan!" balasnya sambil menarik ujung rambutku, memainkannya dengan lembut."Kamu masih tidak mau menerima saya sebagai laki-laki dihidupmu, Anna?"Wait! Pertanyaan macam apa ini? Apa dia lupa dia sudah nikah, anaknya bahkan akrab denganku. Aku sampai setengah mati heran padanya. Cinta tidak, nafsu iya.Dan y
Aku mengibaskan tangan pak Ardi ditengah jalan setapak yang sepi. Mataku tajam memandangnya, yang aku pandangi juga menatapku tajam. Nyaris naik darah!"Gimana orang gak salah paham dengan kita, pak! Cerita ini akan menjadi cerita kelam untuk bahtera rumah tangga anda.""Apa yang kamu takutkan, Anna? Selama kamu diam dan orang-orang masih dibawah kekuasaanku, rahasia ini akan terjaga rapi!" ucap pak Ardi tenang, ia menarik nafas panjang-panjang dan menghembuskannya perlahan.Aku menggeleng kuat-kuat. "Naluri istri itu tajam, harus saya ingatkan lagi, bangkai apa yang mudah tercium?""Apa?""Bangkai perselingkuhan!"Pak Ardi terkekeh. Ia justru mengacak-acak rambutku dengan gemas."Kamu lucu, Anna!""Oh ya? Aku tidak percaya!""Sampai kapanpun kamu tidak akan percaya dengan ucapan saya, saya tahu! Tapi yang perlu kamu tahu, Anna! Dalam kamus saya tidak ada kata gagal!"Pak
Aku menjamin bahwa pak Ardi benar-benar nongol di pagi buta bersama ayam milik tetangga yang berkokok ria.Aku tersenyum manis, ku sambut kedatangannya dengan memberikan teh hangat spesial untuknya."Kita mulai bermain pak Ardi, siapa yang akan jatuh cinta duluan! Benar-benar jatuh cinta, bukan hanya sebatas teman seks atau affair!"Aku tersenyum garang dengan batin yang terus menguatkan sinyal perlawanan terhadapnya."Sepertinya suasana hatimu sedang baik, Anna! Dimana ibumu?" Pak Ardi memandangi sekeliling.Udara dingin yang masih lekat, dan embun yang masih menghiasi dedaunan, bahkan sinar matahari yang belum menyusup ke celah pepohonan membuat ibu hanya diam didepan tungku perapian. Menanak nasi dan membuat bakwan jagung."Di dapur, kenapa? Mau ketemu ibu? Atau ketemu aku sih?"Pak Ardi menyunggingkan senyum lembut. "Kamu, tapi ibumu juga! Saya bukan pria yang tidak sopan kepada orangtua.""Tap