Jantung Queenza bagai dihantam godam palu dan diramas-remas oleh tangan tak kasat mata saat mendengar ucapan ibu mertuanya. Tanpa terasa air matanya mengalir tanpa diminta, perasaanya terluka, hatinya sakit teramat sakit saat mendengar ibu mertuanya memperkenalkan calon istri Dimas.Queenza menatap tangan Dimas yang memegangi bahunya dan mengelus-elusnya dengan tatapan penuh kecewa. Ia melepaskan tangan Dimas dan mendorong kursi rodanya sendiri menuju Ervan yang tengah berbaring.'Kamu harus kuat Queen, bukannya kamu yang selalu minta pada Dimas agar dia mencari wanita lain. Sekarang wanita itu sudah ada di depan kamu. Harusnya kamu itu senang karena Dimas tidak akan menganggu kamu lagi. Tapi, kenapa? Kenapa hatiku sakit sekali Tuhan? Kenapa dengan hatiku yang teramas sakit saat membayangkan jika Dimas akan bersanding dengan wanita lain, kenapa Tuhan," ucap Queenza dalam hati. Sekuat tenaga ia menahan agar tak menangis. Namun, air matanya mangalir deras di pipinnya."Queen kamu kenapa?
Queenza terkejut saat seseorang menepuk pundaknya. Ia menoleh ke arah belakang dan tersenyum saat melihat Niki calon istri Dimas yang telah menepuk pundaknya."Hai," sapa Niki sambil duduk di samping Queenza. "Kenapa Di sini sendiri?" tanyanya lagi melanjutkan.Queenza tersenyum. "Lagi cari angin aja, pengap di dalam," jawab Queenza."Oh iya, aku Niki, kamu Queenza ya, istrinya Ervan." Niki mengulurkan tangannya."Aku sudah tau kok kalau nama kamu Niki, bukannya tadi sudah dikenalkan sama ibu," balas Queenza sambil menyambut uluran tangan Niki."Oh iya, lupa," ucap Niki sambil tertawa. Ia lalu menoleh ke arah Queenza dan menatap lekat pada Queenza. "Semoga kita bisa akur ya, aku seneng kalau nanti kita jadi sodara, nanti kamu akan jadi adikku." Sambungnya sambil memegang tangan Queenza.Queenza menoleh dan tersenyum paksa dan mengangguka kepalanya."Kamu kenapa? Sakit? Atau ... maaf, kamu sama Ervan kecelakaan bersama? Kenapa pakai kursi roda?" tanya Niki yang penasaran sejak tadi."Ak
Queenza yang tengah berjalan terkejut saat seseorang menarik tangannya dan menyeretnya."Ma-Mas Dimas," ucap Queenza yang terkejut melihat Dimas menarik tangannya."Ikut aku Queen," ucap Dimas."Kamu mau bawa aku ke mana Mas?" tanya Queenza sambil terus mencoba melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh Dimas.Dimas tak menjawab, ia terus menyeret dan membawa Queenza ke area parkiran. Satu tangannya ia pakai untuk membuka pintu mobil. Satu tangannya lagi ia mengenggan tangan Queenza dengan Erat."Masuk," titahnya, dengan nada dingin dan tegas ia menyuruh Queenza masuk ke dalam mobilnya."Gak mau." Queenza menolak dan terus memberontak, ia masih mencoba melepaskan genggaman tangan Dimas."Queenza, masuk," bentak Dimas.Queenza menatap sengit pada Dimas dan terpaksa masuk ke dalam mobil. Ia melipat tangannya di dada dan memasang wajah yang masam dan marah.Dimas masuk dan mengunci pintu mobil itu."Lho Mas, kok dikunci," ucap Queenza dengan panik.Dimas tak menjawab, ia bergegas menya
"Oke, baiklah," ucap Queenza, dalam benak Queenza ia hanya ingin kembali ke rumah sakit dan mengiyakan ucapan Dimas tanpa memikirkan jika ucapannya ini akan menjadi bumerang untuknya."Pintar, ingat ya, jangan pernah mengingkari janjimu." Dimas mengingatkan Queenza lagiQueenza hanya menganggukan kepalanya.Dimas menoleh ke arah Queenza saat terdengar bunyindi perut Queenza."Kamu lapar?" tanya Dimas."Bukan lapar lagi Mas, cacing di perutku udah pada demo," sahut Queenza dengan wajah yang cemberut.Dimas terkekeh, tangannya terulur mengusap perut Queenza."Kamu pasti tersiksa ya Nak, ibu kamu memang kejam. Masa anaknya dibiarkan kelaparan," ledek Dimas sambil melirik Queenza sekilas."Kamu yang jahat. Sudah tau tadi aku mau makan. Malah di ajak pergi," balas Queenza dengan sewot."Jangan marah-marah mulu. Nanti anaknya denger lho," ujar Dimas lagi sambil terus mengusap-usap perut Queenza."Mas lepas ih, geli tau." Queenza melepaskan tangan Dimas yang tengah berada di perutnya itu.Di
Queenza diam membeku. "Jangan tegang gitu, aku hanya bercanda." Ervan tersenyum lalu mengusap puncak kepala Queenza.Queenza tersenyum paksa. Jantungnya jedak jeduk saat mendengar ucapan Ervan. Ia pikir Ervan tau hubungannya bersama Dimas."Ah, gitu ya Mas," jawab Queenza salah tingkah."Hmm," balas Ervan. Ia lalu membawa tangan Queenza dan menariknya untuk mendekat.Queenza yang terkejut mencoba melepaska tangannya karena teringat akan ancaman dan peringatan dari Dimas. Tapi, Ervan menggenggam tangan Queenza dan menariknya dengan cukup kuat, sehingga membuat Queenza terhuyung dan jatuh menindih tubuh Ervan yang terbaring.Queenza hendak berdiri. Namun, Ervan menahannya dan memeluk Queenza."Mas," ucap Queenza yang tidak nyaman dengan posisinya kini."Kenapa kamu terus menghindar Queen?" tanya Ervan dengan suara yang rendah."Si-siapa yang menghindar. Perasaan kamu aja kali Mas," jawab Queenza.Ervan membenarkan posisi Queenza yang berada di atasnya kini membaringkan Queenza di sampi
"Mas," Queenza beranjak dari duduknya dan berlari menghampiri Ervan yang jatuh tersungkur di dekat pintu kamar mandi. "Kamu mau ke kamar mandi? Kenapa gak bangunin aku?" Queenza membantu Ervan berdiri."Kamu lagi tidur nyenyak, aku gak tega banguninnya," sahut Ervan sambil berdiri dibantu Queenza.Queenza membawa Ervan masuk ke dalam kamar mandi dan mendudukan Ervan di closet. Lalu berdiri tak jauh dari Ervan."Kamu ngapain masih di sini?" tanya Ervan heran saat melihat Queenza yang berdiri di depannya dan tak keluar."Aku mau nungguin kamu Mas, kalau kamu jatuh lagi kayak tadi gimana?" balas Queenza. Ia jadi mengingat saat ia dibantu oleh Dimas. Entah kenapa setiap momen manis yang terjadi antara ia dan Dimas selalu terngiang di dalam pikirannya. Ia pun tanpa sadar tersenyum saat mengingat itu."Kamu kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Ervan."Enggak, aku gak kenapa-napa kok Mas, ya udah aku tunggu di luar ya Mas. Kalau ada apa-apa panggil aja aku." Queenza mengurungkan niatnya untuk me
"Kamu mau kita apa Mas? Jangan bikin aku penasaran? Cepat bilang Mas," ucap Queenza dengan penasaran.Ervan tersenyum dan menarik tangan Queenza hingga kini Queenza duduk di sampingnya."Aku mau kita tidur bersama," bisik Ervan tepat di telinga Queenza."Ti-tidur bersama? Tapi Mas ... aku kan habis dirawat dan kata dokter aku gak boleh dulu melakukan itu," sahut Queenza dengan wajah yang terkejut.Ervan mengerutkan dahinya."Apa iya dokter melarang kamu tidur?" ucap Ervan terheran."Ya enggak lah, masa dokter melarang aku tidur. Yang ada dokter nyaranin aku bed rest dan tiduran terus di kasur," jawab Queenza dengan cepat."Lha, tadi kata kamu gak boleh sama dokter," balas Ervan lagi."Ma-maksud kamu bicara ingin tidur bersama itu, kita tidur bareng? Benar-benar tidur?" tanya Queenza saat menyadari kebodohannya.Ervan tertawa saat menyadari arah pembicaraan Queenza."Ih, kamu mesum. Jadi kamu mau kita gak tidur semalaman, gitu?" goda Ervan pada Queenza."Apaan sih Mas." Queenza yang mal
"Berani-beraninya lo mindahin bini gue. Maksud lo apa?" teriak Ervan dengan murka.Dimas menatap sengit pada Ervan."Tadi Queenza mau jatuh, untung gue datang. Kalau enggak udah pasti Queenza jatuh tersungkur ke lantai," jawab Dimas berbohong. Ia lalu beralih menatap Queenza yang kini menatapnya. Queenza menatap Dimas dengan takut ia lalu berucap tanpa suara pada Dimas. "Maaf,"Dimas memalingkan wajahnya dan kembali menatap Ervan."Lo ngapain pagi-pagi ke sini?" tanya Ervan dengan sinis."Gue mau jenguk lo, emangnya gak boleh?" jawab Dimas tak kalah sinis."Heh, tumben lo peduli. Biasanya juga acuh," balas Ervan.Dimas tak menjawab dan hanya diam sambil memainkan ponselnya.Ervan mencebikan bibirnya lalu hendak turun dari ranjang. Karena susah ia pun bermaksud ingin meminta tolong pada Queenza. "Queen," panggil Ervan dengan lembutQueenza menoleh dan segera berdiri saat melihat kode dari Ervan yang meminta tolong. Namun, saat Queenza akan mendekat pada Ervan, Dimas lebih dulu membant