Queenza seketika mengalihkan pandangannya pada Dimas. Ia tidak menyangka Dimas akan berbicara seperti itu."Kamu sudah gila ya Mas," ucap Queenza, ia menggelengkan kepalanya tak percaya."Iya aku gila karena kamu, kenapa Queen? Kenapa kamu gak lepaskan saja Ervan dan hidup bersamaku." Dimas meboleh sekilas lalu menggengam tangan Queenza. "Aku mohon Queen, tinggalkan Ervan dan kita hidup bersama."Queenza melepaskan tangan Dimas yang menggengam tangannya. "Gak Mas, ini itu gak bener. Hubungan kita itu gak bener Mas, aku ingin kita mengakhiri hubungan terlarang ini Mas," ucap Queenza dengan bersungguh-sungguh.Dimas yang terkejut mengerem mobilnya secara mendadak yang sontak membuat Queenza terkejut."Mas, bahaya tau ngerem mendadak kayak gini," teriak Queenza pada Dimas. Dimas tak menghiraukan Queenza ia kini hanya menatap tajam Queenza, sorot matanya memancarkan amarah yang begitu besar "Mas, kita ke pinggir dulu. Ini bahaya Mas," seru Queenza deng
Satu minggu sudah berlalu. Hari ini Ervan diperbolehkan pulang dan hanya perlu check up rutin saja setiap minggunya.Queenza yang tengah sibuk membereskan barang Ervan terkejut saat seseorang memeluknya dari belakang. Ia melihat tangan yang melingkar di perutnya."Lepas Mas," ucap Queenza."Kangen," bisik orang yang memeluk Queenza dari belakang itu.Queenza menoleh sekilas ke belakang lalu tersenyum.Lelaki di belakang Queenza dengan cepat mengecum bibir Queenza lalu membalikkan tubuh Queenza agar menghadapnya. Wajahnya kini mendekat pada wajah Queenza dan mencium bibir Queenza dengan pelan dan lembut.Queenza mengalungkan tangannya ke leher lelaki itu dan membalas ciumannya.Ciuman yang awalnya pelan perlahan menjadi panas dan menuntut."Mas, ini rumah sakit. Kita gak mungkin kan melakukannya di sini?" ucap Queenza saat lelaki itu melepaskan ciuman di bibir mereka dan pindah ke leher jenjang Queenza."Aku sudah gak tahan lagi Queen," ucapny
Queenza yang terkejut menoleh ke belakang."Ibu," seru Queenza terkejut saat ibu mertuanya yang menarik tangannya itu."Queen, Ibu mau tanya sesuatu sama kamu, boleh?" tanya bu Halimah.Queenza menganggukan kepalanya. "Boleh Bu, Ibu mau tanya apa?"Bu Halimah nampak berpikir sejenak lalu menatap Queenza dengan dalam."Apa kamu tau ... kenapa Dimas bersikap dingin sekali belakangan ini?" tanya bu Halimah yang sontak membuat jantung Queenza berdetak dengan kencang.Queenza menggelengkan kepalanya, ia bingung harus menjawab apa, masa iya Queenza memberitahu jika Dimas begitu karena ia yang terus berusaha menjauhi Dimas yang selalu menempelinya."Ibu kira kamu tau, kan belakangan ini kamu dekat sama Dimas," ucap bu Halimah.Queenza membelalakan matanya. Apa ibu mertuanya ini sudah mulai curiga dengan hubungannya dan Dimas. "Ya udah kalau kamu gak tau." Bu Halimah menggandeng tangan Queenza dan membawanya menyusul Ervan dan Dimas yang sudah lebih dulu berjalan ke parkiran.Queenza dan bu H
Queenza terbangun di ruangan yang asing untuknya. Ia melihat sekeliling dan ternyata ia tengah berada di sebuah kamar yang cukup luas."Ini kamar siapa?" gumam Queenza. "Kamu sudah bangun sayang?" tanya Dimas yang entah dari mana datangnya.Queenza terkejut lalu menoleh ke arah Dimas. Ia menatap tajam pada Dimas."Kita ada di mana Mas?" tanya Queenza dengan penuh waspada.Dimas mendekat pada Queenza dan naik ke atas ranjang. Ia duduk menghadap Queenza dan tersenyum lalu membawa tangan Queenza."Kamu tenang aja, sekarang kamu tak perlu takut pada Ervan, karena mulai sekarang kita akan hidup bahagia berdua. Eh salah, bertiga dengan anak kita." Dimas mengelus perut Queenza.Queenza menggelengkan kepalanya. Entah apa yang sudah terjadi pada Dimas. Kenapa Dimas sangat berubah seperti ini. Ia sama sekali tak mengenali Dimas yang kini ada di hadapannya."Ka-kamu beneran Mas Dimas kan?" tanya Queenza dengan takut-takut.Dimas terkekeh lalu tangannya mena
"Ti ...." Queenza semakin menekan pisau itu.Dimas yang panik pun berucap. "Stop Queen, oke aku akan pilih. Tapi, tolong jauhkan dulu pisau itu dari leher kamu."Queenza menggelengkan kepalanya. "Aku gak akan melepaskan pisau ini sebelum kamu memilih Mas," jawab Queenza yang sudah merasakan perih di lehernya karena goresan pisau itu."Baiklah, aku akan pilih ...." Dimas tak langsung berbicara, ia menjeda sebentar dan menghela napasnya yang terlihat berat. Ia pun menatap Queenza dan kembali berkata. "Aku akan melepaskan kamu. Jadi, lepaskan pisau itu," ucap Dimas dengan nada yang lemah.Queenza tersenyum lalu menjauhkan pisau itu dari lehernya dan menyimpan kembali pisau itu di atas nakas."Makasih." Queenza hendak pergi dari kamar itu. Akan tetapi, langkahnya terhenti saat Dimas memeluknya dari belakang."Apa harus kamu berbuat seperti ini Queen untuk pergi dariku? Apa salahku Queen? Apa?" Dimas menenggelamkan wajahnya di bahu Queenza.Queenza terkejut saat mendengar suara isak tangis
Mas, itu ada apa? Kenapa banyak orang?" tanya Queenza yang penasaran saat melihat banyaknya orang di rumah."Oh, itu mereka lagi bahas lamaran," jawab Ervan dengan santai.Langkah Queenza terhenti saat mendengar ucapan Ervan."Lamaran siapa?" tanya Queenza.Ervan pun mengentikan langkahnya dan menoleh ke arah Queenza."Dimas sama Niki, masa lamaran ibu sama ayah. Kamu itu ngaco, pake nanya lagi," ucap Ervan.Queenza diam untuk beberapa saat. Jantungnya berdebar dengan cepat. Ada rasa sakit di dalam hatinya. Namun, dengan cepat ia mengenyahkan rasa itu. Dan terus berpikir jika ini yang ia mau.Queenza tersenyum pada Ervan dan memeluk lengan Ervan."Maaf, aku terkejut aja. Bukannya mas Dimas menolak ya?" tanya Queenza yang juga penasaran dengan apa yang sudah terjadi. Apa iya Dimas menerima lamaran itu."Entahlah. Tadi ibu di sini heboh saat mendapatkan kabar kalau Dimas mau melamar Niki. Bahkan ia lupa jika mencari menantunya yang lagi hilang." Wajah Ervan terlihat kesal saat bercerita.
Waktu terus berlalu dan hari lamaran pun tiba.Dimas dan Niki kini sudah melakukan prosesi lamaran dan sebentar lagi mereka akan segera melangsungkan pernikahan.Dimas tampak tak bahagia karena semua usahanya untuk membuat Queenza cemburu dan memintanya untuk kembali tidak berhasil. Malah Dimas melihat Queenza yang terlihat sangat bahagia setelah ia lepas darinya."Apa lepas dariku membuat kamu bahagia Queen," suara Dimas terdengan sangat lirih. Ia terus saja menapat Queenza yang tengah tertawa bersama Ervan."Sayang kamu mau makan apa? Dari tadi kamu belum makan apa-apa lho," tawar Ervan saat ia mengingat jika Queenza belum makan sedari tadi pagi."Lagi gak mood makan Mas," jawab Queenza."Kamu gak boleh gitu lho, nanti anak kita kelaparan gimana?" Tangan Ervan terulur untuk mengusap perut Queenza. Ia lalu tersenyum senang saat merasakan sesuatu bergerak di perut Queenza."Sayang, anak kita bergerak," seru Ervan dengan heboh.Queenza yang melihat keterkejutan suaminya terkekeh karena
"Apa kamu masih sangat mencintainya mas, sampai-sampai kamu menjadikanku sebagai alat pelampiasan dan percobaanmu agar membuat dia cemburu," gumam Niki dengan sangat lirih. Ia terus menatap Queenza yang tengah bercengkrama dengan Ervan. Ia menatap dalam Queenza. "Apa aku harus berubah seperti dia. Agar kamu mau melihatku dan membuka hatimu untukku." Sambungnya lagi.Niki yang sejak tadi terus memperhatikan Queenza bahkan ia melihat saat Dimas menghampiri Queenza. Ia tau jika Dimas masih sangat mencintai Queenza. Ia bahkan tau dari awal, sejak pertemuannya dengan Queenza dulu. Dari tatapan Dimas yang sangat dalam pada Queenza, Niki tau, jika ada sesuatu di antara Dimas dan Queenza. Tapi, ia sama sekali tak memperdulikan semua itu. Ia akan membuat Dimas mencintainya lambat laun. Dan ia sangat senang saat Dimas bilang pada kedua orang tuanya bahwa dia akam melamarnya. Namun, kini ia tau jika semua itu hanya dusta belaka. Niki dijadikan alat oleh Dimas.Niki berjalan ke arah D