"Apa kamu masih sangat mencintainya mas, sampai-sampai kamu menjadikanku sebagai alat pelampiasan dan percobaanmu agar membuat dia cemburu," gumam Niki dengan sangat lirih. Ia terus menatap Queenza yang tengah bercengkrama dengan Ervan. Ia menatap dalam Queenza. "Apa aku harus berubah seperti dia. Agar kamu mau melihatku dan membuka hatimu untukku." Sambungnya lagi.Niki yang sejak tadi terus memperhatikan Queenza bahkan ia melihat saat Dimas menghampiri Queenza. Ia tau jika Dimas masih sangat mencintai Queenza. Ia bahkan tau dari awal, sejak pertemuannya dengan Queenza dulu. Dari tatapan Dimas yang sangat dalam pada Queenza, Niki tau, jika ada sesuatu di antara Dimas dan Queenza. Tapi, ia sama sekali tak memperdulikan semua itu. Ia akan membuat Dimas mencintainya lambat laun. Dan ia sangat senang saat Dimas bilang pada kedua orang tuanya bahwa dia akam melamarnya. Namun, kini ia tau jika semua itu hanya dusta belaka. Niki dijadikan alat oleh Dimas.Niki berjalan ke arah D
"Hei, kenapa malah bengong." Queenza menjentikan jarinya di depan orang itu."Ah, iya! Maaf, kamu gak apa-apa kan?" tanya orang yang sudah membuat baju Queenza kotor.Queenza menatap lelaki tampan yang kini berdiri tegak di depannya itu dengan sengit."Kamu pikir aku akan baik-baik saja dengan keadaan seperti ini?" Queenza memperlihatkan bajunya yang kotor dan basah itu."Mau aku antar beli baju yang baru. Kamu tenang saja, aku yang akan bayar." Lelaki itu tersenyum manis pada Queenza.Queenza menggelengkan kepalanya. "Gak usah, lagian juga aku mau pulang." Wajah Queenza yang awalnya terlihat marah kini melunak. Karena pengendara yang sudah membuat baju dia kotor dan basah setidaknya mau bertanggung jawab. Walau Queenza menolak."Ya sudah aku antar saja kamu pulang. Gak mungkin kan kamu pulang naik kendaraan umum dengan keadaan yang seperti ini. Yang ada nanti kamu dikira ...." Lelaki itu menggantung ucapannya dan melihat Queenza dari atas sampai bawah.
"Ma-Mas Dimas?" Queenza terkejut bukan main saat melihat siapa yang sedang memeluknya saat ini. Ia lalu mencoba melepaskan pelukan Dimas. "Lepas Mas."Dimas tak melepaskan pelukannya dan malah ia membalikan badannya hingga kini ia berada di atas Queenza dan menindihnya."Aku rindu aroma tubuhmu Queenza," bisik Dimas yang sukses membuat bulu kuduk Queenza meremang."Mas kamu habis minum? Lepas Mas?" Queenza masih mencoba melepaskan dirinya dari kungkungan Dimas. Namun, usahanya sia-sia karena tenaganya kalah kuat dari Dimas.Dimas langsung mencium bibir Queenza dan melumatnya. Ciuman itu semakin lama semakin menuntut dan membuat gairah Dimas semakin meningkat.Dimas beralih ke leher jenjang Queenza dan menciumi leher Queenza dengan penuh gairah.Queenza terus memberontak saat Dimas terus mencium lehernya. "Mas lepas, aku mohon," pinta Queenza, ia terus memohon untuk dilepaskan.Dimas tak memedulikan teriakan Queenza dan malah ia membungkam mulut Queenza ya
"Kamu kenapa sayang? Kok nangis?" Ervan terkejut saat melihat Queenza datang dengan air mata membasahi pipinya. Ia yang tengah duduk di sofa beranjak dan mendekati Queenza. "Kamu dari mana saja? Aku tadi nyariin kamu, kenapa hmm? Ada yang sakit?" tanya Ervan dengan lembut.Queenza menggelengkan kepalanya ia memeluk Ervan yang mendekat padanya. Ia menumpahkan semua rasa sakit di dalam hatinya lewat tangisan dan memeluk Ervan dengan sangat erat.Ervan tak banyak bertanya. Ia membalas pelukan Queenza. Setelah Queenza merasa tenang Ervan membawa Queenza duduk di sofa. "Aku minta maaf Mas," lirih Queenza di sela-sela tangisnya.Ervan tersenyum. Ia pikir mungkin Queenza meminta maaf karena sudah membuat dia khawatir, Ervan pun melepaskan pelukannya dan menatap dalam Queenza."Gak apa-apa. Tapi, lain kali kalau mau pulang atau mau pergi ke mana aja harus bilang dulu ya. Jangan buat aku panik dan khawatir. Untung tadi aku gak lapor polisi karena istrinya gak ada," ucap
"Mas, kamu marah?" tanya Queenza saat ia sudah dibaringkan di atas kasur oleh Ervan.Ervan tak menjawab dan hanya diam saja. Ia kesal dengan Queenza yang sudah membohonginya."Mas," ucap Queenza dengan manja."Istirahat, bukannya kamu capek," sahut Ervan dengan nada yang ketus.Queenza memajukan bibirnya. "Tuh kan, kamu marah," rajuk Queenza.Ervan tak menghiraukan ucapan Queenza dan memilih pergi ke arah balkon. Ia duduk di sana dan menyalakan rokoknya."Mas, jangan marah dong. Aku minta maaf," ucap Queenza yang merasa tak enak pada Ervan. Ia duduk di atas pangkuan Ervan lalu tangannya nakal mengelus dada Ervan."Queen, jangan mancing. Bukannya kamu lagi capek, lebih baik sekarang kamu tidur aja," ucap Ervan dengan nada suara yang seperti menahan sesuatu."Jangan marah," bujuk Queenza, ia terus memainkan jari-jarinya di dada bidang Ervan."Sayang, kamu minggir gak, kalau kamu seperti ini terus aku gak bisa jamin kamu aman hari ini," ancam Ervan.
"Mas," teriak Queenza dengan sangat lantang setelah ia sadar dari rasa terkejutnya.Ervan yang tengah asyik mandi, terjengkit kaget saat mendengar teriakan Queenza, dengan cepat ia mengambil handuk dan segera berlari secepat kilat ke luar."Ada apa sayang?" tanya Ervan dengan panik, ia menghampiri Queenza yang masih berdiri diambang pintu. "Ini semua siapa yang ngirim?" Queenza menoleh ke arah Ervan dengan wajah yang keheranan.Ervan tersenyum, ia pikir ada apa. Ternyata Queenza berteriak karena bunga dan hadiah yang semalam Ervan pesan kini sudah datang. Ervan pun mendekat dan memeluk Queenzq."Itu hadiahku buat kamu. Aku tau, mungkin ini terlambat. Tapi, aku akan tetap bicara sama kamu." Ervan melepaskan pelukannya dan membawa tubuh Queenza untuk menghadapnya, ia lalu tersenyum dan berucap. "I love you, Queenza."Queenza diam mematung. Ia beberapa kali mengerjap-ngerjapkan matanya, karena tak percaya dengan apa yang saat ini terjadi padanya."Sayang,"
Niki tersadar dari rasa kagumnya akan senyuman Dimas yang terlihat tulus itu saat Queenza menepuk pundaknya, ia lalu menoleh ke arah Queenza yang kini tengah tersenyum padanya."Aku duluan ke ruang makan ya," ucap Queenza sambil melepaskan tangan Niki yang tengah memeluk lengannya dan pergi begitu saja.Niki hanya diam karena bingung harus menjawab apa.Dimas yang tadi tersenyum cerah kini melunturkan senyumannya itu saat melihat Queenza pergi menjauh darinya, ia menatap Queenza dengan tatapan yang sendu.Niki melihat itu, ada rasa kecewa dan sakit yang Niki rasakan. Namun, ia dengan cepat mengenyahkan rasa itu karena ia sendiri yang ingin mendapatkan hati Dimas, dan ia harus berjuang. Pikirnya."Kamu mau ke ruang makan juga Mas?" tanya Niki.Dimas tak menjawab dan melangkah berjalan meninggalkan Niki begitu saja.Niki tersenyum miris, entah kenapa rasanya sangat berat untuk meruntuhkan kerasnya hati Dimas. Apalagi sekarang ada Queenza yang tengah bertahta di hati Dimas. Niki berjalan
Niki terkejut saat tangannya ditarik oleh Dimas sampai ia terhuyung dan tubuhnya menabrak dada bidang Dimas. Niki mendongakkan kepalanya dan menatap dalam Dimas yang kini tengah memeluknya. Jantungnya berdebar kencang saat melihat wajah Dimas yang sangat dekat dan jelas seperti ini."Kalau jalan itu lihatnya pakai mata, makanya jangan pecicilan jadi perempuan," omel Dimas sambil menjauhkan tubuh Niki yang menempel padanya.Niki yang sempat tersentuh dengan apa yang dilakukan Dimas, kini menjadi kesal saat mendengar ucapan Dimas barusan."Siapa juga yang pecicilan. Orang lagi gerakin badan sama tangan yang kesemutan," sahut Niki tak kalah sengit. Dimas menatap tajam Niki yang sudah berani melawannya.Niki yang ditatap tajam seperti itu pun segera menundukan kepalanya. Entah kenapa kalau ia ditatap seperti itu oleh Dima, ia akan merasakan takut dan seperti ada sihir dari tatapan Dimas itu yang membuat dia tak bisa berkutik."Bukannya kamu tadi mau beli air kelapq? Di mana tempatnya, bu