"Mas," teriak Queenza dengan sangat lantang setelah ia sadar dari rasa terkejutnya.
Ervan yang tengah asyik mandi, terjengkit kaget saat mendengar teriakan Queenza, dengan cepat ia mengambil handuk dan segera berlari secepat kilat ke luar."Ada apa sayang?" tanya Ervan dengan panik, ia menghampiri Queenza yang masih berdiri diambang pintu."Ini semua siapa yang ngirim?" Queenza menoleh ke arah Ervan dengan wajah yang keheranan.Ervan tersenyum, ia pikir ada apa. Ternyata Queenza berteriak karena bunga dan hadiah yang semalam Ervan pesan kini sudah datang. Ervan pun mendekat dan memeluk Queenzq."Itu hadiahku buat kamu. Aku tau, mungkin ini terlambat. Tapi, aku akan tetap bicara sama kamu." Ervan melepaskan pelukannya dan membawa tubuh Queenza untuk menghadapnya, ia lalu tersenyum dan berucap. "I love you, Queenza."Queenza diam mematung. Ia beberapa kali mengerjap-ngerjapkan matanya, karena tak percaya dengan apa yang saat ini terjadi padanya."Sayang,"Niki tersadar dari rasa kagumnya akan senyuman Dimas yang terlihat tulus itu saat Queenza menepuk pundaknya, ia lalu menoleh ke arah Queenza yang kini tengah tersenyum padanya."Aku duluan ke ruang makan ya," ucap Queenza sambil melepaskan tangan Niki yang tengah memeluk lengannya dan pergi begitu saja.Niki hanya diam karena bingung harus menjawab apa.Dimas yang tadi tersenyum cerah kini melunturkan senyumannya itu saat melihat Queenza pergi menjauh darinya, ia menatap Queenza dengan tatapan yang sendu.Niki melihat itu, ada rasa kecewa dan sakit yang Niki rasakan. Namun, ia dengan cepat mengenyahkan rasa itu karena ia sendiri yang ingin mendapatkan hati Dimas, dan ia harus berjuang. Pikirnya."Kamu mau ke ruang makan juga Mas?" tanya Niki.Dimas tak menjawab dan melangkah berjalan meninggalkan Niki begitu saja.Niki tersenyum miris, entah kenapa rasanya sangat berat untuk meruntuhkan kerasnya hati Dimas. Apalagi sekarang ada Queenza yang tengah bertahta di hati Dimas. Niki berjalan
Niki terkejut saat tangannya ditarik oleh Dimas sampai ia terhuyung dan tubuhnya menabrak dada bidang Dimas. Niki mendongakkan kepalanya dan menatap dalam Dimas yang kini tengah memeluknya. Jantungnya berdebar kencang saat melihat wajah Dimas yang sangat dekat dan jelas seperti ini."Kalau jalan itu lihatnya pakai mata, makanya jangan pecicilan jadi perempuan," omel Dimas sambil menjauhkan tubuh Niki yang menempel padanya.Niki yang sempat tersentuh dengan apa yang dilakukan Dimas, kini menjadi kesal saat mendengar ucapan Dimas barusan."Siapa juga yang pecicilan. Orang lagi gerakin badan sama tangan yang kesemutan," sahut Niki tak kalah sengit. Dimas menatap tajam Niki yang sudah berani melawannya.Niki yang ditatap tajam seperti itu pun segera menundukan kepalanya. Entah kenapa kalau ia ditatap seperti itu oleh Dima, ia akan merasakan takut dan seperti ada sihir dari tatapan Dimas itu yang membuat dia tak bisa berkutik."Bukannya kamu tadi mau beli air kelapq? Di mana tempatnya, bu
"Yah lepas," teriak Dimas ambil mencoba memberontak.Pak Pratama menahan Dimas sekuat tenaganya, ia tak akan membiarkan Dimas mwndekati Queenza lagi."Ayah," bentak Dimas.Ervan yang merasa terusik pun menoleh dan menatap tajam pada Dimas dan ayahnya itu."Kalian bisa Diam," teriak Ervan.Queenza tersentak mendengar teriakan Ervan yang tepat di hapannya itu. Ia menatap pada Ervan yang tengah berjongkok di depannya. Ia pun melihat pada dirinya sendiri yang tengah berlutut.'Aku kenapa?' tanyanya dalam hati. Ia pun menoleh pada Dimas yang tengah dihadang oleh sang mertua."Mas," panggil Queenza pada Ervan.Ervan spontan menoleh saat mendengar seruan dari Queenza."Sayang, kamu gak apa-apa kan?" tanya Ervan dengan senyuman lebar di bibirnya. Ia lalu mendekat pada Queenza dan mendekapnya.Queenza menggelengkan kepalanya. Tadi ia seperti kehilangan arah saat Ervan mengancamnya, dan seketika ia membayangkan jika Ervan menghukumnya lebih sadis d
Satu minggu sudah berlalu dari kejadian itu.Ervan kini sedikit berubah pada Queenza, entah apa penyebabnya yang membuat Ervan berubah seperti itu."Mas, kamu mau ke mana pagi-pagi begini sudah rapi?" tanya Queenza yang baru saja bangun. Ia sangat terkejut saat melihat Ervan yang sudah berdandan rapi."Aku ada urusan di luar." Suara Ervan terdengan dingin. Queenza terdiam, sudah seminggu ini Ervan bersikap dingin lagi padanya. Entah karena apa yang audah membuat Ervan bersikap dingin lagi, yang jelas Queenza sangat sedih ketika melihat Ervan kembali dingin seperti dulu.Ervan pergi begitu saja meninggalkan Queenza.Queenza menatap nanar Ervan yang sudah hilang dibalik pintu. Ia menghela napasnya dengan berat. Ia pun sudah seminggu ini tak melihat Dimas, dan ia sangat kehilangan. Egois memang dia, kala Dimas mengejarnya, ia meminta Dimas untuk menjauh, dan sekarang disaat ia tak melihat Dimas, ia merasa sangat kehilangan sosok Dimas.Queenza bergegas
Kini Queenza tengah berada di butik bersama ibu mertua dan juga Niki. Hatinya bagai teriris sembilu saat melihat Niki yang tengah mengenakan gaun yang sangat cantik, entah itu karena Niki akan menikah dengan Dimas, atau ia merasa iri karena dulu saat ia menikah dengan Ervan, ia tak melakukan fitting dan ia hanya memakai baju pengantin punya Alya.Tqnpa terasa air mata Queenza jatuh.Bu Hqlimah yang melihat Queenza menangis pun mendekat lalu mendekap erat Queenza."Maafkan Ibu ya Queen, kalau ini menyakiti perasaanmu. Dulu Ibu juga ingin fitting baju untuk kamu. Tapi, Ervan melarang Ibu untuk ikut campur dengan pernikahannya. Ibu sangat sedih saat kamu memakai baju pengantin punya Alya. Ibu tau, awal pernikahan pasti berat untuk kamu, karena kamu terpaksa menikah dengan Ervan untuk menggantikan temanmu. Tapi, Ibu yakin sekrangan kamu pasti bahagia. Apalagi ada anak kamu ini," ucap bu Halimah pnajang lebar. Ia lalu mengusap perut Queenza yang sedikit buncit itu.Queenz
Queenza yang sudah selesai ganti baju dan hendak kembali ke dapan terkejut saat tangannya tiba-tiba ditarik keluar oleh seseorang."Mas Dimas," ucap Queenza yang terkejut bukan main.Dimas membawa Queenza keluar dari butik itu lewat pintu belakang. "Mas lepas, kamu mau bawa aku ke mana?" seru Queenza sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Dimas.Dimas menghentikan langkahnya saat sudah berada di luar. Ia membalikkan tubuhnya dan langsung meneluk Queenza."Aku kangen banget sama kamu Queen, kenapa? Kenapa kamu sangat suka dan tega menyiksaku begini?" ucap Dimas dengan lirih, ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Queenza."Mas lepas, kalau ada yang lihat bagainana?" ucap Queenza dengan panik. Ia takut jika seseorang datang dan memergoki mereka."Biarin. Biar semua orang tau kalau aku sangat, sangat mencintai kamu Queen," teriak Dimas.Spontan Queenza membekap mulut Dimas."Kamu itu apa-apaan sih Mas," ucap Queenza. Tangannya masih bertengge
"Lho, kok ke hotel? Kamu mau apa ke hotel?" tanya Queenza.Dimas tersenyum lalu membawa tangan Queenza dan menggenggam ya."Biasanya kalau ke hotel kita mau ngapain?" goda Dimas, ia menatap Queenza dengan alisnya yang dinaik turun dan tersenyum jahil. "Kamu jangan macam-macam ya Mas, kamu kan sudah janji kalau yang tadi itu adalah yang terakhir," ucap Queenza dengan panik. Ia melepaskan genggaman tangan Dimas."Kok macam-macam? Emangnya kamu mikirin apa? Ah, atau jangan-jangan. Kamu kali ya yang mau lagi? Orang kita mau ke hotel itu buat ambil bajuku yang masih ada di sana," jawab Dimas yang sukses membuat Queenza malu.Wajah Queenza memerah. Ia sangat malu karena sudah berpikiran yang macam-macam pada Dimas.Dimas tersenyum dan mendekat pada Queenza, ia membawa Queenza dalam dekapannya dan memeluk Queenza dengan erat. Dimas beberapa kali mengecup puncak kepala Queenza dan menghirup dalam-dalam aroma shampo Queenza dengan mata yang terpejam. Queenza mem
"Akhirnya beres juga," seru Queenza saat ia sudah selesai membereskan barang Dimas yang berserakan dan mengemas pakaian Dimas ke dalam koper. Ia lalu menoleh ke arah ranjang yang di mana Dimas tengah berbaring.Queenza berjalan mendekat pada Dimas yang terlihat memejamkan matanya."Aku tau kok kalau aku itu ganteng," ucap Dimas masih dengan memejankan matanya. Queenza terjengkit kaget dan segera mamalingkan wajahnya ke arah lain. Dimas membuka matanya dan segera bangun dari baringnya. Ia menatap Queenza dengan tatapan mata penuh cinta. "Sini." Dimas melambaikan tangannya.Queenza menggelengkan kepala dan berjalan ke arah kamar mandi. "Kamu mau ke mana?" tanya Dimas yang heran melihat Queenza melangkah pergi."Ke pasar," sahut Queenza dengan acuh."Tapi itu kamar mandi, bukan pintu keluar," ucap Dimas."Udah tau kamar mandi, pake nanya lagi." Setelah sampai di depan pintu kamar mandi Queenza segera membuka pintu itu dan menutupnya dengan cukup k
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan